BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keakraban. persahabatan yang terjalin dengan baik, meliputi orang-orang yang saling

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Karena penelitian ini termasuk penelitian korelatif yang melihat hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbukaan diri atau sering disebut Self disclosure adalah pemberian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Penelitian. melakukan uji coba (try out) kepada mahasiswa Psikologi Universitas Islam Riau

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan perubahan.salah satunya adalah perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Yogyakarta dikenal luas dengan sebutan Kota Pelajar. Sebutan ini diberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berada direntang usia tahun (Monks, dkk, 2002). Menurut Haditono (dalam

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

penyelesaiannya. Salah satunya adalah karena individu tidak mau atau tidak bisa

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesepian tanpa adanya teman cerita terlebih lagi pada remaja yang cendrung untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERBEDAAN SELF DISCLOSURE TERHADAP PASANGAN MELALUI MEDIA FACEBOOK DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khususnya teknologi informasi seperti internet, teknologi ini tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang ditemukan pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengungkapan Diri. Menurut wheeles ( dalam Gainau, 2009) Pengungkapan diri didefinisikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dari ketiga subjek pada penelitian ini, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BABI PENDAHULUAN. Persahabatan merupakan hal yang bersifat universal yang dapat dirasakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu periode transisi dari fase anak hingga fase

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kearah kehidupan yang sangat kompetitif. Andersen (2004) memprediksi situasi

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Keterbukaan Diri. banyaknya informasi tersebut tergantung dari tingkat keterbukaan diri seseorang.

Jalani kehidupan Penuh badai menghadang Akan mudah dijelang Dengan hadirnya seseorang

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

Jurnal Konseling dan Pendidikan ISSN Cetak:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan interaksi dan komunikasi dengan sesama merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BABI PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia diciptakan sebagai makhluk sosia1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang disusun di bawah bimbingan seorang dosen yang memenuhi kualifikasi

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah menjadi makhluk sosial karena

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sosial memberikan gambaran kepada kita bagaimana sebuah hubungan akan muncul dan berkembang, baik itu sebuah hubungan pertemanan biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami semua kalangan usia baik itu anak-anak, remaja, dan orang dewasa sekalipun. Mahasiswa yang berada dilingkungan kampus, lebih memilih siapa dan teman seperti apa yang menjadi teman dekat atau sahabatnya. Sahabat yang banyak dipilih adalah sahabat yang nyaman saat berhubungan, beberapa di antara mereka memilih teman berdasarkan jenis kelamin yang sama dengan alasan lebih menyenangkan dan mudah berinteraksi. Dalam Al Qur an juga dilelaskan bahwa Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur) (QS. At Taubah: 119). Maka dapat disimpukan jika dalam Al Qur an menjelaskan bahwa kita harus dapat memilih teman yang baik dan benar, serta teman yang dapat membimbing dan membantu dalam urusan dunia maupun akhirat (agama). Dalam hubungan persahabatan pada remaja akan terbentuk hal-hal positif yakni adanya keakraban, keterbukaan diri, kesetiaan, harga diri dan perilaku sosial, namun dalam persahabatan juga menimbulkan hal negatif yaitu adanya persaingan dan konflik (Berndt, 2002). Hubungan persahabatan yang mengalami hal negatif, akan merusak sebuah persahabatan yang terjalin, namun jika hal positif yang terjadi dalam persahabatan, maka akan terbentuk keakraban dalam persahabatan pada remaja. Pada kenyataannya, banyak remaja atau mahasiswa

yang lebih memilih untuk sendiri dan tidak memiliki sahabat yang akrab dan mulai mengabaikan peran orang-orang di sekitarnya (Majida, dalam Sari, 2006). Sulitnya menjalin keakraban pada mahasiswa juga dapat dilihat dari bagaimana keseharian mereka di kampus, yang lebih suka dekat dan berteman dekat saat berada di kampus atau saat pelajaran berlangsung. Sehingga, mereka sulit menjadi saling terbuka dan mengungkapkan perasaan masing-masing. Selain itu, meskipun telah bersahabat dengan akrab mereka tidak jarang menutupi masalah pribadinya untuk tidak diketahui, hal ini juga diungkapkan dalam hasil wawancara yang saya lakukan dibawah ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis pada hari Selasa, 19 dan 20 Agustus 2014 pada 5 orang mahasiswa fakultas pertanian dan peternakanyaitu (A, FR, SN, TR, dan AP) mereka menjelaskan jika dalam menjalin hubungan yang akrab yaitu mereka harus mampu memberikan perhatian, dukungan sosial kepada sahabatnya, rasa kebersamaan, dan berbagi waktu serta aktivitas bersama.. Mereka juga menjelaskan jika memiliki pertemanan yang cukup baik, namun beberapa diantara mereka saat ditanya mengenai keakraban hubungan, mereka mengunggapkan jika keakraban itu hanya terjadi saat bersama dan berada dilingkungan kampus dan tidak terjadi diluar kampus. Keakraban menurut Smith Dkk (2000), didefinisikan sebagai ikatan emosional positif dimana didalamnya termasuk saling pengertian dan dukungan. Hubungan akrab tumbuh secara perlahan sepanjang waktu dan dipengaruhi oleh interaksi, dukungan, keterbukaan diri dan validasi atau pembenaran atau penerimaan. Argyle dan Henderson (1997), mengartikan keakraban sebagai gambaran perilaku saling menyukai, menyenangi kehadirannya satu sama lain,

memiliki kesamaan minat dan kegiatan, saling membantu dan memahami, saling mempercayai, serta dapat menimbulkan rasa nyaman dan saling memberi dukungan emosional. Amidon, Treadwell & Kumar (dalam Ghalami, F., Dkk, 2013) mengemukakan bahwa terdapat beberapa aspek keakraban yaitu kecenderungan untuk keakraban, menarik diri dari keakraban, daya tarik, dan individu memiliki ketakutan dalam berhubungan dekat. Selain itu, Keakraban berkaitan dengan empat aspek yaitu afeksi (kasih sayang, perasaan dan emosi), kepercayaan, rasa kebersamaan, dan berbagi waktu dan aktivitas (Prager, 1999). Hubungan keakraban dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya ketertarikan secara fisik karena bersama secara terus menerus, dapat membuat remaja merasa lebih dekat, adanya kesamaan visi dan misi dalam kelompok pertemanan yang telah lama dibentuk, dan adanya timbal balik atau saling menguntungkan dalam setiap remaja yang tergabung dalam kelompok teman sebaya (Baron & Byrne, 2004). Ditambahkan juga oleh Hogg & Vaughan (2002), keakraban dapat terjalin karena adanya fisik yang menarik, kedekatan yang terjalin, saling berbalasan dalam memberikan perhatian kepada teman dekat, persamaan seperti latar belakang sosial dan usia juga mempengaruhi bagaimana sebuah pertemanan, kebutuhan melengkapi dan rasa kebersamaan yang dekat, dan adanya keterbukaan diri dalam masalah yang dihadapi. Selain itu, Santrock (2003), menyebutkan bahwa makna sempit keakraban dapat terjadi karena pengungkapan diri atau membagi hal-hal pribadi kepada teman sebaya dan semakin baiknya hubungan. Granovet juga mengemukakan (dalam Marsden & Campbell, 1984) juga mengemukakan bahwa keterbukaan diri

adalah unsur penting kekuatan dari keakraban seseorang. Lumsden (dalam Gainau, 2008) juga mengatakan bahwa keterbukaan diri dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab. Remaja yang memiliki keinginan untuk mengungkapkan diri kepada orang lain terutama teman, dan begitu sebaliknya. Akhirnya, akan memiliki hubungan pertemanan diantara mereka tidak hanya akrab tetapi juga bertahan dalam waktu yang cukup lama (Papalia, 2008). Beberapa mahasiswa yang penulis wawancarai mengungkapkan mereka sulit akrab sehingga membentuk remaja yang tidak ingin terbuka dengan temannya, dengan alasan takut dan tidak percaya dengan temannya. Pengungkapan diri menurut Jourard (dalam Sari 2006), berarti pembicaraan mengenai diri sendiri kepada orang lain sehingga orang lain mengetahui apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan oleh seseorang. Definisi tersebut sejalan dengan pendapat Devito (1995), bahwa pengungkapan diri merupakan sebuah tipe komunikasi tentang informasi diri pribadi yang umumnya disembunyikan, namun dikomunikasikan kepada orang lain. Kebiasaan untuk terbuka dipengaruhi oleh sikap saling terbuka, karena jika hanya satu pihak yang terbuka maka keterbukaan tidak akan terjadi. Keterbukaan diri dapat membantu mahasiswa mengekspresikan perasaan, mendapat informasi tentang kebenaran dan ketepatan pandangan dari sahabat yang lain (Derlega, 1993). Permasalahannya, tidak semua keterbukaan diri akan menyebabkan keakraban dalam hubungan, bahkan dapat menyebabkan konflik atau permusuhan diantara pertemanan yang telah terjalin. Hal ini, disebabkan

informasi yang diberikan tidak dapat dijaga kerahasiaanya dengan baik oleh teman mereka. Keterbukaan diri menguntungkan bagi dua orang yang melakukan hubungan keakraban, seperti antar teman, kenalan, keluarga atau saudara lain, serta hubungan yang akrab akan menumbuhkan rasa kasih sayang, dan kepercayaan antar individu (Miyers, 1993). Kenyataannya sekarang banyak mahasiswa yang mengalami individualisasi atau lebih senang melakukan segala sesuatu sendirian dan mulai mengabaikan peran orang-orang di sekitarnya (Majida, 1999). Keterbukaan diri yang merupakan faktor dari pembentuk keakraban dimana, saat seseorang memilih untuk berbagi hal pribadi kepada sahabatnya mereka akan memilih sahabat yang benar-benar dekat dan memiliki kepercayaan yang besar terhadap temannya. Tetapi, beberapa diantara mereka lebih memilih untuk berbagi dengan media sosial dibandingkan dengan sahabatnya. Memberikan informasi atau terbuka mampu membentuk hubungan yang baik dan dapat dikatakan akrab, sehingga beberapa orang tidak hanya merasa sebagai teman diantaranya bahkan mampu sangat dekat seperti saudara (Miyers, 1993). Meskipun keterbukaan diri adalah faktor terbentuknya keakraban pada mahasiswa, namun juga memiliki hambatan dalam mengungkapkan diri. Hal ini, disebabkan karena adanya rasa malu untuk berterus terang tentang perasaan, keinginan dan hal-hal yang tidak baik bila diketahui orang lain. Kesulitan dalam mengungkapkan diri terjadi karena penyampaian informasi negatif dapat menganggu hubungan dengan orang lain meskipun sebenarnya perlu disampaikan kepada orang lain (Papu, 2002). Sebaliknya, kecenderungan mahasiswa yang

sulit untuk terbuka dengan orang lain, dapat menyebabkan hubungan pertemanan biasa sulit untuk membentuk hubungan yang akrab, karena mereka beranggapan sahabatnya tidak dapat saling percaya dan tidak ingin menjalin hubungan yang lebih baik (Fisher, 1986). Hambatan lain, yang dapat menyebabkan keterbukaan diri sulit dilakukan adalah jika melihat resiko yang dapat ditimbulkan dalam keterbukaan diri. Menurut Derlega (1993), keterbukaan diri memiliki resiko yaitu pengabaian, penolakan, beberapa orang kadang mengalami kehilangan kontrol dalam mengungkapkan masalah pribadinya, serta terjadi penghianatan yang dilakukan teman yang tidak dapat menjaga rahasia pribadi kepada orang lain. Selain itu, meskipun telah bersahabat dengan akrab mereka tidak jarang menutupi masalah pribadinya untuk tidak diketahui, hal ini juga diungkapkan dalam hasil wawancara yang penulis lakukan dibawah ini. Hambatan dalam mengungkapkan diri juga disebabkan karena adanya rasa malu untuk berterus terang tentang perasaan, keinginan dan hal-hal yang tidak baik bila diketahui orang lain. Sulitnya terbuka dalam berkomunikasi menyebabkan hubungan mereka sulit menjadi dekat atau akrab. Berdasarkan permasalahan diatas membuat saya tertarik untuk mengetahui Hubungan Antara Keterbukaan Diri Dengan Keakraban Pada Mahasiswa Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SSUSKA Riau.

B. Rumusan Masalah Melihat bagaimana latar belakang yang ada di atas maka dapat di rumuskan bahwa Apakah Ada Hubungan Antara keterbukaan diri Dengan Keakraban Pada Mahasiswa Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui hubungan antara keterbukaan diri dengan tingkat keakraban pada mahasiswa fakultas pertanian dan peternakan UIN SUSKA Riau. D. Keaslian Penelitian Penelitian seputar kecenderungan perilaku ini sudah banyak diteliti dan perilaku ini memiliki sudut pandang positif untuk kajian psikologi sosial. Sejauh pengetahuan peneliti judul yang diangkat dalam penelitian ini ini secara spesifik belum pernah diteliti, walaupun untuk tinjauan secara umum telah cukup banyak yang melakukan penelitian dengan materi pembahasan yang sama dimana umumnya menggunakan satu variabel (untuk kemudian dihubungan dengan variabel lain) atau menggunakan kedua variabel yang sama dalam penelitian ini namun dalam setting penelitian yang berbeda. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sterling (2008), berjudul Self- Disclosure and Friendship Closeness penelitian ini menjelaskan bagaimana pentingnya sebuah keterbukaan diri dalam sebuah persahabatan. Meskipun dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yang hampir sama, namun tidak spesifik menceritakan variabel keakraban. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

penulis adalah melakukan pada kelompok belajar yang sengaja dibentuk untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik dan penelitian eksperimen tidak memberikan skala seperti yang penulis lakukan. Persamaan penelitian ini dengan penulis yaitu variabel keterbukaan diri. Penelitian lain Tissa,. A (2007), yaitu berjudul perbedaan dalam tingkat ketakutan menjalin intimasi remaja lelaki dan perempuan dijakarta. Penelitian ini memiliki kesamaan dangan penelitian ini yaitu variabel keakraban (intimasi), dan subjek penelitiannya yaitu pada mahasiswa. Selanjutnya sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ghalami.,F, Saffarinia.,M & Shaghaghi.,F, 2013, yaitu berjudul standardization and validation of intimacy attitude scale revised in tehran university students. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki bagaimana sikap keintiman universitas siswa dan apakah ia memiliki pola yang sama (faktor) seperti dalam masyarakat Barat atau tidak. Penelitian ini memiliki perbedaan dan kesamaan, perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah variabel yang digunakan tidak sama persis, atau tidak untuk mencari hubungan keterbukaan diri dengan keakraban. Namun, memiliki persamaan variabel dengan penelitian penulis yaitu ingin melihat keakraban pada mahasiswa, maka menggunakan alat ukur yang sama yaitu sikap intim Skala-Revisi (IAS -R) Amidon, Treadwell dan Kumar (dalam Ghalami.,F, Saffarinia.,M & Shaghaghi.,F, 2013).

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Dapat memberikan sumbangan pada ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial. b. Memperkaya pengetahuan mengenai keakraban dan keterbukaan diri, dalam persahabatan 2. Manfaat praktisnya Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada orang, khususnya pada remaja agar mampu akrab dan membentuk sebuah hubungan yang lebih baik lagi.