I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

karena itu, beberapa penelitian dikembangkan untuk terus menemukan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dengan memanfaatkan bahanbahan a

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

Unnes Journal of Public Health

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

I. PENDAHULUAN. air, gas, aroma, dan zat-zat lain dari bahan ke lingkungan atau sebaliknya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebut sebagai negara penghasil rempah-rempah, yang juga

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jaringan serat-serat selulosa yang saling bertautan. Kertas, pada awalnya dibuat oleh

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan konsumsi kayu ini tidak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Gadjah Mada University Press, 2007), hlm Abdul Rohman dan Sumantri, Analisis Makanan, (Yogyakarta:

PELATIHAN PEMBUATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN DI KELURAHAN PUCANGSAWIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, peran nanoteknologi begitu penting dalam perkembangan ilmu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

PENGANTAR. Latar Belakang. sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Indonesia dan menjadi komoditas andalan dari sektor perikanan yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlimpah seperti udang, bekicot, dan kepiting. Sebagai salah satu pengekspor

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil utama perikanan Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2014 menyatakan volume ekspor udang dan kepiting mencapai 90.000 dan 4.000 ton. Sekitar 80-90% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit sehingga menghasilkan limbah yang bobotnya mencapai 25-30% dari bobot udang utuh (Fadli, 2015). Limbah udang yang berpotensial ini mudah sekali rusak karena degradasi enzimatik mikroorganisme sehingga menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan dan membahayakan kesehatan. Disisi lain limbah ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan mentah penghasil kitin, kitosan dan turunan keduanya yang berdaya guna dan bernilai tinggi. Kemudian, terdapat permasalahan lain dari pengawetan ikan yang dilakukan oleh nelayan tradisional yaitu dengan menggunakan bahan berbahaya seperti formalin. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan dilarang penggunaannya pada Peraturan Menteri Kesehatan No 722/Menkes/Per/IX/1988. Oleh karena itu, perlu adanya cara lain yang lebih aman untuk menjaga mutu dan kesegaran ikan.

Kitosan adalah modifikasi dari senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting (Bodnar et al., 2005). Kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada bidang biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas, tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya (Illum, 1998). Kitosan merupakan biopolimer alami yang memiliki kelebihan diantaranya biokompatibel, biodegradable, tidak beracun, dan antibacterial (Mardliyati et al., 2012). Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik polimer yang bermuatan negatif (Liu, 2004). Studi kitosan sebagai pengawet makanan yaitu mengawetkan bakso telah dilakukan oleh Ratna et al. (2006). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kitosan mampu mengawetkan bakso hingga tiga hari pada suhu kamar. Prabasiwi (2015) membuktikan bahwa nanokitosan mampu menjaga mutu dan kesegaran ikan selama 12 jam. Modifikasi fisik dengan mengubah bentuk ukuran dari kitosan menjadi nanopartikel kitosan dilakukan untuk menambah keefektifan sifat-sifat yang baik dari kitosan sebagai anti mikrobia. Aplikasi nanoteknologi membuat revolusi baru dalam dunia industri, nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan material atau bahan berskala nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik material atau bahan tersebut, serta mendesain ulang ke dalam bentuk, ukuran,dan fungsi yang diinginkan (Komariah, 2013). Preparasi nanopartikel kitosan dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya dengan metode gelasi ionik (Calvo et al.,1997 ; Qi et al., 2004),

metode spray drying (Desai et al., 2005), metode penggabungan droplet emulsi (Agnihotri et al., 2004), dan metode polimerisasi (Hu et al., 2002). Diantara berbagai metode pembuatan nano-kitosan, gelasi ionik merupakan metode yang banyak menarik perhatian peneliti karena prosesnya sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan mudah (Mardliyati et al., 2012). Prinsip pembentukan partikel pada metode ini adalah terjadinya interaksi ionik antara gugus amino pada kitosan yang bermuatan positif dengan polianion yang bermuatan negatif membentuk struktur network inter- dan/atau intramolekul tiga dimensi. Crosslinker polianion yang paling banyak digunakan adalah sodium Trypolyphosphate (TPP), karena bersifat tidak toksik dan memiliki multivalen (Fan et al., 2012). Namun, nano-kitosan yang dipreparasi dengan metode gelasi ionik ini pada umumnya memiliki distribusi partikel yang sangat lebar (indeks polidipersitas yang tinggi) dan tingkat stabilitas rendah (Mardliyati et al., 2012). Kedua hal ini yang tidak diinginkan dalam aplikasi nano-kitosan, sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan stabilitas nano-kitosan selama proses penyimpanan. Penelitian yang telah dilakukan Suptijah et al. (2014) menambahkan tween 80 sebagai surfaktan ke dalam larutan nano-kitosan. Tween 80 berfungsi untuk menstabilkan emulsi partikel dalam larutan dengan cara mencegah timbulnya penggumpalan (aglomerasi) antar partikel. Prabasiwi (2015) yang melakukan pengawetan ikan dengan nano-kitosan pada suhu kamar meyarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan suhu dingin. Penelitian yang telah dilakukan oleh Fan et al. (2012) mengenai pengaruh

suhu terhadap ukuran nano-kitosan memberikan hasil bahwa untuk suhu yang rendah yaitu 10-25 o C ukuran partikel masih kecil. Namun belum dilengkapi dengan pengamatan pertumbuhan partikel nano-kitosan selama proses penyimpanan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari tentang perubahan ukuran partikel selama proses penyimpanan, pengaruh suhu dingin terhadap stabilitas larutan selama proses penyimpanan, dan penyusunan model untuk mengestimasi laju pertumbuhan partikel. 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang stabilitas nano-kitosan telah banyak dilakukan dan menjadi acuan bagi penelitian ini. Mardliyati et al. (2012) telah melakukan optimasi preparasi nano-kitosan/tripolyphosphate (TPP) pada ukuran dibawah 100 nm dengan tingkat keseragaman dan stabilitas yang tinggi, dengan melihat pengaruh konsentrasi dan rasio volume kitosan dan TPP terhadap ukuran, indeks polidispersitas dan potential zeta. Studi mengenai stabilitas nano-kitosan selama proses penyimpanan juga dilakukan oleh Tsai et al. (2011) dengan penambah buffer fosfat (ph 7,5) pada larutan nano-kitosan. Hasil penelitian menunjukkan ukuran awal nanopartikel tergantung dari berat molekul awal dan konsentrasi kitosan. Penelitian lain mengenai nano-kitosan sebagai pengawet ikan dilakukan oleh Prabasiwi (2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nano-kitosan sebagai pengawet ikan terbukti dapat menekan laju pertumbuhan bakteri secara signifikan, sehingga mutu dan kesegaran ikan dapat terjaga lebih lama pada konsentrasi kitosan sekitar 0,4-0,8%.

Studi stabilitas umumnya dilakukan dengan evaluasi ukuran partikel pada nanokitosan dengan konsentrasi kitosan yang rendah yaitu 0,1-0,2% (Mardliyati et al., 2012). Perkembangan penelitian mengenai stabilitas nano-kitosan hingga saat ini belum dilengkapi dengan metode analisis data yang menggunakan permodelan matematis untuk pertumbuhan nanopartikel kitosan. Wen et al. (2014) telah menyusun permodelan matematis untuk pertumbuhan nanopartikel secara umum. Pada penelitian ini yang menjadi aspek orisinalitas, dan membedakan dengan penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya adalah adanya kajian kuantitatif menggunakan permodelan matematika. Permodelan yang disusun dalam penelitian ini mengacu pada Wen et al. (2014) yaitu pertumbuhan nanopartikel secara umum. Selanjutnya dari permodelan yang disusun tersebut dapat dipelajari kesesuaian dengan mekanisme proses pertumbuhan nanopartikel pada kitosan selama proses penyimpanan dengan mempelajari pengaruh variasi konsentrasi kitosan (0,2%, 0,4% dan 0,6%) dan variasi suhu yaitu pada suhu dingin (15 0 C) dan suhu kamar (sekitar 30 0 C). 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Mempelajari mekanisme pertumbuhan partikel nano-kitosan. 2. Mempelajari pengaruh suhu dan konsentrasi kitosan terhadap pertumbuhan partikel nano-kitosan selama proses penyimpanan.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam berbagai hal, yaitu : 1. Mendapatkan model laju pembesaran partikel nano-kitosan yang dibuat dengan metode gelasi ionik selama proses penyimpanan. 2. Mendorong pertumbuhan industri lokal untuk memanfaatkan limbah cangkang udang dan kepiting sebagai sumber kitosan untuk produksi bahan antimikrobia. 3. Memberikan pedoman untuk menyimpanan nano-kitosan sesuai dengan keperluan.