karena itu, beberapa penelitian dikembangkan untuk terus menemukan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dengan memanfaatkan bahanbahan a

Transkripsi

1 BAB VI PEMBAHASAN Kitosan merupakan senyawa yang berasal dari kitin. Kitosan umumnya berasal dari cangkang hewan laut seperti udang dan rajungan, namun juga terdapat dalam eksoskeleton serangga. Serangga merupakan golongan binatang yang terbesar, kira-kira 75 % dari jumlah mahluk yang hidup. Serangga ada yang menguntungkan tetapi banyak yang sangat merugikan karena dapat merusak tanaman dan menyebarkan penyakit pada manusia dan binatang ternak. Berdasarkan dua kepentingan yang saling bertolak belakang, maka diupayakan cara untuk mengendalikan serangga agar kerugiannya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Salah satu serangga yang merugikan manusia adalah kumbang tanduk (Xylotrupes gideon L) yang merusak pucuk tanaman kelapa. Namun eksoskeleton kumbang tanduk (Xylotrupes gideon L) menjadi salah satu alternatif menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis tinggi dengan mengolahnya menjadi kitosan. 9 Candida alcicans merupakan jamur golongan khamir, yang membentuk sel ragi dan hifa semu. Di dalam tubuh manusia C. albicans hidup sebagai saprofit dan dapat berubah menjadi pathogen bila terdapat faktor resiko. Candida dapat ditemukan pada kulit, saluran genital, saluran napas bagian atas dan saluran pencernaan termasuk rongga mulut. Keberadaan Candida di dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari Candida spp terutama C. albicans. Infeksi ini terjadi pada individu immuno compromised. Keadaan ini juga dapat dipicu oleh beberapa faktor, antara lain daya tahan tubuh menurun, perubahan aliran saliva dalam rongga mulut, pemakaian gigi tiruan, kebersihan mulut yang buruk serta terjadinya malnutrisi. 2 Kandidiasis rongga mulut bersifat lokal, jika dibiarkan dapat menjadi ganas dan dapat meluas ke faring atau paru yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh 33

2 karena itu, beberapa penelitian dikembangkan untuk terus menemukan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dengan memanfaatkan bahanbahan alami seperti kitosan dari eksoskeleton kumbang tanduk (Xylotrupes gideon L). Keberadaan kitosan yang berasal dari eksoskeleton kumbang tanduk (Xylotrupes gideon L) bersifat netral, tidak toksik, dan memiliki stabilitas yang konstan, dan memiliki aktivitas antimikrobial. Penelitian kitosan banyak dilakukan dengan memodifikasi baik secara kimia dengan meningkatkan derajat deasetilasi, maupun secara fisik dengan mengubah bentuk ukuran dari kitosan yaitu dalam bentuk nano partikel. 8 Kitosan dalam bentuk nano partikel memiliki daya serap lebih baik. Nano kitosan merupakan kitosan yang memiliki pertikel yang berbentuk padat dengan ukuran sekitar nm. 19 Adsorpsi dengan menggunakan partikel nano kitosan memiliki kapasitas adsorpsinya yang lebih besar dibandingkan dengan yang kitosan dalam ukuran mikron karena bentuknya yang kecil, sehingga bidang sentuh dengan zat akan diserap semakin besar. 20 Nano kitosan pada penelitian ini didapat dari eksoskeleton kumbang tanduk (Xylotrupes gideon L) dengan serangkaian proses yaitu demineralisasi, deproteinasi, dekalorisasi, dan deasetilasi hingga menjadi kitosan bubuk kemudian dilanjutkan pembuatan nano kitosan dengan melarutkan kitosan bubuk dengan asam asetat menggunakan metode gelasi ionic dengan menggunakan alat magnetic stirrer, karena memiliki kelebihan yaitu proses homogenisasi antara kitosan serbuk awal dengan bahan gelasi ionik, dapat dikendalikan secara merata dengan kecepatan yang tinggi, dibandingkan dengan alat lainnya, sehingga lebih effektif menghasilkan nano partikel. Pada umumnya metode ini memiliki distribusi ukuran partikel yang sangat lebar, tingkat stabilitas yang rendah, dan merupakan metode yang efektif dan sederhana. Selain itu dari berbagai metode pembuatan nanopartikel kitosan, metode gelasi ionik yang banyak menarik perhatian peneliti karena prosesnya yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan mudah. 36 Metode gelasi ionik menggunakan alat magnetic stirrer, pengecilan ukuran dengan magnetic stirrer dengan kecepatan tinggi akan menyamaratakan 34

3 energi yang diterima oleh partikel di seluruh bagian sisi larutan sehingga ukuran partikel semakin homogen. 37 Pada poses pembuatan kitosan penambahan TPP dalam jumlah yang sedikit dapat dengan cepat membentuk partikel berukuran mikro. Crosslinker yang paling banyak digunakan adalah sodium tripolifosfat (TPP), karena bersifat tidak toksik dan memiliki multivalen. Proses crosslinking secara fisika ini tidak hanya menghindari penggunaan pelarut organik, namun juga mencegah kemungkinan rusaknya bahan aktif yang akan dienkapsulasi dalam nanopartikel kitosan. 36 Penggunaan tween 80 pada proses pembuatan nanokitosan sebagai emulsifier atau penstabil. Penggunaan surfaktan tween 80 dapat memperkecil ukuran partikel kitosan. 39. Hasil uji PSA menghasilkan nano dengan ukuran partikel nm, hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Umawiranda dan Cahyaningrum (2014) yang menyatakan hasil uji PSA menunjukkan ukuran partikel pada rentang 68,06 nm sampai 295,30nm. Ukuran partikel nano kitosan dengan menggunakan SEM, memperlihatkan ukuran nano kitosan < 1000 nm. Berdasarkan hasil uji Psa dan SEM menunjukan nano kitosan yang diperoleh memenuhi standar sebagai partikel yang berukuran nano kitosan. Untuk mengetahui efektivitas antifungal dari nano kitosan terhadap C.albicans, metode yang dipilih adalah metode difusi. Penelitian dilakukan didalam BSC (Biosefety Cabinet) yaitu suatu alat untuk memberikan perlindungan khususnya yang bekerja dalam ruangan mikrobiologi serta memberikan perlindungan pada alat dan bahan saat sedang digunakan sehingga lebih steril dan aplikasi sinar UV beberapa jam sebelum digunakan. Konsetrasi nanokitosan ukuran 3000 ppm kemudian dilakukan pengenceran menjadi 5 konsentrasi yaitu, 3000 ppm, 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm dengan menggunakan aquabidestilata. Setelah itu suspensi jamur C.albicans yang telah distandarisasi Mcfarland 1 menggunakan Spekrofotometer dimasukan kedalam media agar SDA dengan teknik swab dengan menggunakan cutton bud. Paper disc diletakan diatas permukaan media agar SDA dengan pinset steril, agak menekan agar benar-benar menempel kemudian nano kitosan dari lima konsentrasi di 35

4 teteskan sebanyak 20µL menggunakan mikropipet. Cawan tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37ºC. Aktifitas antijamur dapat dilihat dengan mengamati zona hambat yang terbentuk disekeliling paper disc. Dalam penelitian ini digunakan antijamur Nystatin sebagai kontrol positif dan asam asetat asetat 1N sebagai kontrol negatif. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur zona hambat nano kitosan dari lima konsentrasi berbeda yang terbentuk disekeliling paper disc terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Antijamur dikatakan positif jika terbentuk zona bening disekeliling paper disc. Dalam penelitian ini terbentuk zona hambat dari lima konsentrasi berbeda nano kitosan. Hal ini membuktikan bahwa nano kitosan dapat menghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan pengukuran zona hambat yang terbentuk pada nanokitosan dengan partikel yang berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan adanya aktifitas penghambatan pertumbuhan C. albicans dalam media saboraund dekstrosa agar. Dari hasil hasil pengukuran diameter zona hambat nano kitosan terhadap C. albicans didapatkan rata-rata (± simpang baku) pada konsentrasi 3000 ppm yaitu 22,69 mm ± 0,612. Pada konsentrasi 2000 ppm didapat rata-rata (± simpang baku) yaitu 20,04 mm ± 0,203. Pada konsentrasi 1000 ppm didapat rata-rata (± simpang baku) yaitu 19,04 mm ± 0,180. Pada konsentrasi 500 ppm didapat rata-rata (± simpang baku) yaitu mm ± 0,343, dan pada konsentrasi 250 ppm didapat rata-rata (± simpang baku) yaitu 12,35 mm ± 0,269. Hasil pengukuran kontrol positif dari Nystatin didapatkan diameter zona hambat yaitu 14,83 mm. Sedangkan hasil pengukuran kontrol negatif dari asam asetat didapatkan yaitu 0. Menurut Greenwood 1995 dalam Salendro, 2012, mengklasifikasikan respon hambatan pertumbuhan menjadi 4 kategori. Bila diameter zona hambat lebih dari 20 mm maka respon hambatan pertumbuhan tersebut dikategorikan kuat dan nilai diameter zona hambat anatara 20 mm -16 mm maka dikatagorikan sedang. Suatu respon hambatan pertumbuhan dikategorikan lemah bila diameter zona hambatnya antara 15 mm 10 mm dan dikategorikan tidak memiliki respon hambatan pertumbuhan bila diameter zona hambatnya 0. 36

5 Pada nano kitosan dengan partikel 3000 ppm dan 2000 ppm memperlihatkan respon hambatan pertumbuhan C. albicans kuat, sedangkan pada konsentrasi 1000 ppm dan 500 ppm respon hambatan pertumbuhan C. albicans dikatagorikan sedang dan pada konsentrasi 250 ppm respon hambatan pertumbuhan C.albicans termasuk katagori lemah. Hasil uji statistik pada penelitian ini menggunakan 3 metode yaitu Uji Normalitas, Uji Kruskal-Wallis, dan Uji Mann-Whitney. Dari hasil Uji Normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, didapatkan data berdistribusi normal (p > 0,05), sedangkan pada uji homogenitas dengan Levene Statistic didapatkan data tidak homogen (p < 0,05). Dari hasil uji Kruskal Wallis didapatkan nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna diameter zona hambat nano kitosan dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Untuk selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar kelompok konsentrasi nanokitosan dengan menggunakan uji Mann Whitney. Dari hasil data dengan menggunakan uji Mann Whitney didapatkan perbandingan antar konsentrasi nano kitosan mempunyai nilai (p < 0,050) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antar konsentrasi nano kitosan. Pada nanokitosan dengan konsentrasi 3000 ppm mempunyai perbedaan bermakna dengan konsentrasi 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, kontrol positif (antifungal) dan kontrol negatif (asam asetat). Pada nanokitosan dengan konsentrasi 2000 ppm mempunyai perbedaan bermakna dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, kontrol positif (antifungal) dan kontrol negatif (asam asetat). Pada nanokitosan dengan konsentrasi 1000 ppm mempunyai perbedaan bermakna dengan konsentrasi 500 ppm, 250 ppm, kontrol positif (antifungal) dan kontrol negatif (asam asetat). Pada nano kitosan dengan konsentrasi 500 ppm mempunyai perbedaan bermakna dengan konsentrasi 250 ppm, kontrol positif (antifungal) dan kontrol negatif (asam asetat). Pada nano kitosan dengan konsentrasi 250 ppm mempunyai perbedaan bermakna dengan kontrol positif (antifungal) dan kontrol negatif (asam asetat). Ditemukan juga perbedaan yang bermakna pada kontrol positif (antifungal) dan kontrol negatif (asam asetat). 37

6 Hasil analisis data dengan menggunakan uji statistik ini menunjukan bahwa nano kitosan pada masing-masing kelompok konsentrasi mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hasil penelitian membuktikan adanya efek antijamur dari tiap konsentrasi nano kitosan hingga menyebabkan kematian sel Candida albicans.hasil ini sesuai dengan teori antijamur yang telah ditemukan sebelumnya. Mekanisme anti jamur pada kitosan menurut penelitian Fouda (2005) adalah interaksi antara kitosan yang bermuatan positif (group amino) dengan dinding sel Candida albicans yang mempunyai muatan negatif. Interaksi ini menyebabkan perubahan struktur sel Candida albicans, sehingga menurunkan permeabilitas sel dan menyebabkan kebocoran substansi intraseluler Candida albicans seperti elektrolit, protein, asam amino, dan glukosa. Akibat kebocoran ini, metabolism Candida albicans akan terganggu dan menyebabkan kematian sel. Dari hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa efektivitas yang terbaik dari kelima nano kitosan yaitu pada konsentrasi 3000 ppm dengan rata-rata 22,69 mm. Dan efektivitas yang paling rendah terlihat pada konsentrasi 250 ppm dengan rata-rata 12,35 mm. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa semakin kecil konsentrasi nano kitosan, maka semakin kecil pula efektivitas daya hambatnya, ini terlihat dari hasil diameter zona hambat yang terbentuk pada setiap konsentrasi. Diameter zona hambat dari yang lebih besar sampai terkecil berurutan dari konsentrasi 3000 ppm, 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, dan 250 ppm. Jika dibandingkan dengan kontrol (+) Nistatin dengan rata-rata 14,83 mm, kemampuan nano kitosan ukuran 3000 ppm, 2000 ppm, 1000 ppm dan 500 ppm terhadap Nistatin dalam menghambat pertumbuhan jamur C.albicans lebih efektif, tetapi nano kitosan dengan konsentrasi 250 ppm tidak dapat melampaui kemampuan Nystatin dalam menghambat pertumbuhan C.albicans. Pada penelitian ini, yang lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan C.albicans yaitu nano kitosan dengan ukuran 3000 ppm dengan rata-rata 22,69 mm. Hasil tersebut dapat dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Latifah (2013) yang menyatakan bahwa kitosan dengan konsentrasi ppm dengan rata-rata 8,3 mm lebih efektif dalam menghambat 38

7 pertumbuhan C. albicans. Hal ini dapat membuktikan bahwa kitosan yang dimodifikasi fisik menjadi nano kitosan memiliki efektivitas yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan dengan kitosan yang tidak dimodifikasi, karena adsorpsi dengan menggunakan partikel nano kitosan memiliki kapasitas adsorpsinya yang lebih besar dibandingkan dengan kitosan dalam ukuran mikron karena bentuknya yang kecil, sehingga bidang sentuh dengan zat akan diserap semakin besar