BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan maka perlu mempelajari karakteristik yang dimiliki konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 HUBUNGAN SEGMEN VALS (VALUE AND LIFESTYLE) DENGAN IMPULSE BUYING PADA KONSUMEN FACTORY OUTLET DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan

BAB V PENUTUP. 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse Buying. keterlibatan konsumen terhadap produk fashion maka akan

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel modern sendiri yang baru lahir (Utami, 2006:4).Meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan cepat tak terkecuali busana muslim. Desain-desain baru

BAB I PENDAHULUAN. yang baik bagi konsumen. Terdapat banyak alternatif serta. mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kehidupan konsumtif di era modern saat ini semakin menjadi gaya

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian. Pengecer yang kini melihat ke masa depan harus

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh fashion involvement,

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Dwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand. Murry Harmawan, S.E, M.Sc.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti trend yang berkembang di pasar. Oleh karena itu, para pemasar

BAB 1. aktivitas pejualan barang atau jasa yg dilakukan secara langsung untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Saat ini, fenomena pemasaran telah mengalami banyak perubahan mulai

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus mampu memenuhi permintaan konsumen yang semakin hari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan perkembangan zaman saat ini, terjadi peningkatan yang signifikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan. berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk. Kelangsungan usaha eceran sangat

BAB I PENDAHULUAN. besar yang terus berkembang, laju pertumbuhan perekonomian serta

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan umum yang berkaitan dengan tema penelitian. Rumusan masalah di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB I PENDAHULUAN. naik, dengan omset penjualan naik maka pendapatan akan naik dan berakibat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Menurut data yang diperoleh dari Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran semakin mempengaruhi hampir seluruh kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ritel Global (GRDI) 2015 yang dirilis AT Kearney. Ini adalah tingkat

BAB1 PENDAHULUAN. Pembelian tidak terencana dalam swalayan merupakan salah satu faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga perusahaan memiliki strategi tersendiri dalam menarik konsumen yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, pemasaran dipandang sebagai proses untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN. promosi secara berkesinambungan dan terarah akan mampu mencapai hasil. tawarkan demi mencapai tujuan finansial dan nonfinansial.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS. konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan. Schiffman dan

BAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.

BAB I PENDAHULUAN. pakaian tidak hanya berguna sebagai alat yang digunakan manusia untuk

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak digemari berbagai pihak, baik sekedar pengisi waktu luang, mendapatkan tambahan pendapatan, maupun ditekuni sebagai mata pencaharian utama. Bisnis ritel merupakan keseluruhan aktivitas penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan bukan digunakan untuk keperluan bisnis atau diproses lebih lanjut. Setiap perusahaan yang melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir baik produsen, grosir, maupun pengecer dapat dikatakan bertindak dalam bisnis ritel/eceran. Bertambahnya pusat perbelanjaan, dengan berbagi produk yang ditawarkan maupun promosi-promosi penjualan secara besar-besaran sebagai akibat dari persaingan antara para pelaku bisnis, disatu sisi memberikan banyak pilihan tempat belanja bagi konsumen akan tetapi disisi lain membuat konsumen seringkali membeli produk yang tidak direncanakan sebelumnya atau disebut pembelian impulsif. Menurut Rook dan Fisher (1995), pembelian impulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, secara terburu-buru dan didorong aspek psikologi emosional terhadap suatu produk dan tergoda dari kegiatan persuasi yang dilakukan pemasar.

2 Pembelian impulsif merupakan kegiatan untuk menghabiskan uang, dan kebanyakan untuk produk yang low involvement (keterlibatan yang rendah). Produk impulsif kebanyakan merupakan barang-barang yang diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan merupakan barang yang tidak diperlukan oleh konsumen. Fenomena pembelian impulsif tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain. Namun pembelian impulsif di Indonesia cenderung lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Di negara seperti India, di mana keberadaan pasar modern masih terbatas, pembelanja lebih berdisiplin untuk berbelanja sesuai dengan rencana. Indeks rata-ratanya mencapai 28% dibandingkan dengan Indonesia yang hanya 15%. Namun negara lain di wilayah Asia Pasifik atau Asia Utara indikasi impulsive shopping ini jauh lebih tinggi, (Setiawan, 2007). Sebuah penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa pembelian impulsif di retail modern mencapai 44 % dari jumlah item yang dibeli konsumen pada hari kerja. Pada hari sabtu dan minggu jumlah tersebut meningkat menjadi 61 %. Hal ini didukung survey yang dilakukan AC Nielsen (2007) ternyata 85 % pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan. Terjadinya pembelian impulsif pada konsumen apabila pertama produk yang memiliki harga yang rendah, kedua produk-produk yang memiliki mass marketing, sehingga ketika berbelanja konsumen ingat bahwa produk tersebut tersebar pernah diiklankan di televisi. Ketiga adalah produk-produk dalam ukuran

3 kecil dan mudah disimpan. Biasanya konsumen mengambil produk ini karena dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang atau kereta belanjanya. Menurut AC Nielsen (2004) keberadaan impulsive shopping (atau juga disebut dengan impulsive buying atau impulsive purchasing) adalah peluang bagi peritel untuk memperkenalkan produk-produk baru. Melalui komunikasi yang efektif di dalam toko dan program promosi, hal ini akan mempengaruhi pilihan merek yang dibeli konsumen dan mendorong keputusan untuk belanja lebih banyak. Berbelanja merupakan aktivitas yang sering dilakukan masyarakat maupun di kalangan mahasiswa untuk menunjang penampilan atau sebagai identitas diri serta yang berhubungan dengan fashion. Banyak alasan yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan berbelanja, ada yang karena ingin memenuhi keinginan ada juga karena kebutuhan. Sebagian orang menganggap bahwa kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang dapat menghilangkan stress, menghabiskan uang dan dapat mengubah suasana hati seseorang secara signifikan. Bahkan, pada kalangan mahasiswa, ada yang rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan produk yang mereka senangi, dan juga dengan ketertarikan yang mereka wujudkan itu, maka secara langsung akan terlibat dalam berbagai hal yang berhubungan dengan fashion. Keterlibatan fashion, mengacu pada pentingnya tingkat keterkaitan dengan kategori produk pakaian fashion, seperti keterlibatan produk, perilaku pembelian, dan karakteristik konsumen, terbukti dapat meningkatkan kecenderungan konsumsi hedonis, emosi positif dan perilaku pembelian impulsif, terutama untuk

4 produk-produk fashion (Zeb, et al., 2011). Menurut Peter dan Olson (2000), keterlibatan merupakan status motivasi yang menggerakkan serta mengarahkan perilaku konsumen pada saat membuat keputusan. Dalam hal ini berarti keterlibatan fashion terhadap produk fashion. Konsumen yang menyukai dunia fashion dan selalu mengikuti tren yang ada atau dengan istilah lain memiliki keterlibatan fashion tinggi mungkin akan melakukan pembelian impulsif yang berorientasi fashion. Keterlibatan fashion mengacu pada tingkat ketertarikan terhadap katagori produk fashion tertentu. Suasana lingkungan belanja yang nyaman dan penataan layout maupun display yang menarik juga mampu menimbulkan emosi positif bagi konsumen yang berbelanja. Para peneliti juga berpendapat bahwa atmosfer (suasana) mempengaruhi sejauh mana konsumen menghabiskan uang di luar tingkat yang direncanakan disebuah toko. Suasana toko mempengaruhi keadaan emosional pembelanja, yang kemudian mendorong untuk meningkatkan atau mengurangi belanja (Mowen dan Minor, 2003). Pembelian impulsif juga dapat langsung dipengaruhi oleh kecenderungan konsumsi hedonik, nilai hedonis merupakan kebahagiaan pengalaman belanja dan emosi positif seperti perasaan gembira dan puas, membuat konsumen membeli produk-produk fashion yang lebih impulsif selama berbelanja (Carpenter, Moore dan Fairhurst 2005, Amiri et al., 2012). Di sisi lain, keterlibatan fashion (Tirmizi et al.,2009) kecenderungan konsumsi hedonik (Taman et al. 2006, Rohman, 2009) emosi positif (Silvera et al, 2008) terhadap pembelian impulsif dari konsumen selama belanja.

5 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan bahwa pembelian tak terencana yang seringkali terjadi karena dipengaruhi oleh keterlibatan fashion, kecenderungan konsumsi hedonik, dan emosi positif. Maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana pengaruh keterlibatan fashion terhadap kecenderungan konsumsi hedonik? 2. Bagaimana pengaruh keterlibatan fashion dan kecenderungan konsumsi hedonik terhadap emosi positif? 3. Bagaimana pengaruh keterlibatan fashion, kecenderungan konsumsi hedonik dan emosi positif terhadap pembelian impulsif? 1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu menguji dan menganalisis keterlibatan fashion terhadap kecenderungan konsumsi hedonik. Dalam penelitian ini juga bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh keterlibatan fashion dan kecenderungan konsumsi hedonik terhadap emosi positif serta untuk menguji dan menganalisis pengaruh keterlibatan fashion,emosi positif, dan kecenderungan konsumsi hedonik terhadap pembelian impulsif yang berorentasi fashion.

6 1.4. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Manfaat Manajerial Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pihak pemasar produk fashion, para manager pusat-pusat perbelanjaan tentang perilaku konsumen khususnya yang terkait dengan perilaku pembelian yang tidak direncanakan (pembelian impulsif) berorientasi fashion. 2. Manfaat Akademik Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada ilmu pemasaran mengenai pengaruh keterlibatan fashion, kecenderungan konsumsi hedonik dan emosi positif terhadap terjadinya pembelian tidak terencana (pembelian impulsif) yang berorientasi fashion, serta diharapkan menjadi referensi pustaka bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yang pada masingmasing bab terdapat beberapa sub bab. Adapun penyajian sistematika penulisan tersebut sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

7 Bab II. Tinjauan Konseptual Dan Pengembangan Hipotesis Bab ini berisi tentang teori yang mendukung penelitian yang akan dilakukan, yaitu teori mengenai keterlibatan fashion, emosi positif, kecenderungan konsumsi hedonik serta pembelian impulsif. Pada bab ini juga menjelaskan mengenai pengembangan hipotesis penelitian Bab III. Metode Penelitian Metode penelitian ini meliputi lingkup penelitian, metoda sampling, dan teknik pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, pengujian instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Hasil penelitian dan pembahasan ini akan menjabarkan mengenai data responden dalam penelitian, deskripsi hasil pengujian, penjabaran analisis penelitian, dan pembahasan yang menyeluruh mengenai hipotesis. Bab V. Kesimpulan Dan Implikasi Manajerial Meliputi kesimpulan, implikasi manajerial serta saran untuk kepentingan penelitian di masa yang akan datang.