I. PENDAHULUAN. Kebutuhan air sebagai sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Erosi. Rekayasa Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Waduk yang sangat strategis di karsidenan Banyumas yang terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN EROSI DENGAN METODE MUSLE DAERAH TANGKAPAN HUJAN WADUK SERMO KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWAYOGYAKARTA. Abstrak

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KAPASITAS SABO DAM DALAM USAHA MITIGASI BENCANA SEDIMEN MERAPI. (Studi Kasus PA-C Pasekan, Kali Pabelan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENDALIAN TRANSPOR SEDIMEN SUNGAI SEBAGAI UPAYAPENGENDALIAN BANJIR DI KOTA GORONTALO. Ringkasan

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

C034. PENDEKATAN VEGETATIF DALAM UPAYA KONSERVASI DAS BENGAWAN SOLO (Studi Kasus di Sub DAS Keduang)

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

VALUASI EKONOMI EROSI LAHAN PERTANIAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

permukaan, sedangkan erosi tanah pertanian dapat menyebabkan tingginya parameter TSS dan sedimentasi pada sungai dan waduk. Permasalahan degradasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

VALUASI EKONOMI EROSI LAHAN PERTANIAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI ABSTRACT

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan air sebagai sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang banyak seperti kegiatan sehari-hari, pertanian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan berbagai kebutuhan lainnya semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan air tersebut diperlukan pengelolaan sumber daya air yang meliputi konservasi sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air (UU SDA No. 7 tahun 2004), yang diantaranya dapat dilakukan melalui pembangunan waduk dan bendungan (Kironoto, 2010). Waduk (reservoir) adalah danau alam atau danau buatan, kolam penyimpanan atau pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan air. Pembangunan waduk adalah bagian dari manajemen pendistribusian air yang baik karena dapat mengatasi persoalan banjir dan kekeringan yang merupakan area parkir air sementara di saat potensinya meningkat pada musim penghujan. Pembangunan waduk juga memberikan beberapa nilai tambah bagi masyarakat sekitar untuk menanggulangi banjir, penyedia bahan baku air minum, usaha di bidang perikanan, pertanian dan jasa pariwisata. Biaya pembangunan waduk memerlukan investasi yang besar sehingga diharapkan umur pakai waduk dapat dioptimalkan untuk memenuhi tujuan

2 pembangunan waduk. Permasalahan utama dalam pengelolaan waduk adalah laju sedimentasi memenuhi tampungan badan air yang melebihi rencana umur pakai waduk. Sedimentasi waduk disebabkan oleh sedimen yang masuk kedalam waduk yang berasal dari tanah hasil erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis erosi tanah lainnya dari tempat yang lebih tingi (hulu) dengan proses transpor sedimen melalui sungai yang bermuara di waduk (Asdak, 2010). Erosi dalam satu penggal lereng mulai dari puncak suatu lereng (slope crest) sampai dengan lereng bagian bawah (lower slope) dimungkinkan tidak semua bagian lereng tererosi. Tidak semua material tanah hasil proses erosi terangkut sampai masuk sungai, tetapi ada sebagian diendapkan di penggal lereng tertentu dan hanya sebagian dari material tersebut memasok sedimen suspensi ataupun bentuk muatan sedimen yang lain ke dalam sungai (Dibyosaputro dkk., 2009). Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS dan tergantung pada transport partikel-partikel tanah yang tererosi keluar dari daerah tangkapan air di DAS (Asdak, 2010). Satu model erosi yang dapat digunakan sebagai prediksi rata-rata erosi jangka panjang oleh aliran permukaan (runoff) pada bidang lahan tertentu yaitu USLE (Universal Soil Loss Equation) (Wischmeier dan Smith, 1978). Prediksi besar erosi yang dapat dilakukan dengan menghubungkan antara sistem pertanaman dan praktek manajemen yang berhubungan dengan tipe tanah, hujan, dan topografi. Tanah dan hujan merupakan faktor alam pada beberapa kondisi sulit untuk dimodifikasi, tetapi sistem pertamanan dan manajemen merupakan hasil budidaya sehingga dapat

3 dimodifikasi untuk mencapai erosi yang ditoleransikan (laju erosi dibawah kecepatan pembentukan tanah). Laju pembentukan tanah di seluruh dunia berkisar antara 0,01 sampai dengan 7,7 mm/tahun (Rahim, 2000). Penelitian erosi aktual dilakukan dengan cara membuat petak percobaan yang hasilnya mendekati kondisi alami yang sebenarnya (Rahim, 2000; Seta, 1991). Penelitian dengan pendekatan vegetasi sebagai salah satu faktor penahan erosi juga banyak dilakukan terutama pada komoditas tanaman pertanian (Ziliwu, 2002; Manik dkk., 2013). Penelitian jenis ini memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang mahal. Penelitian tentang indikator terjadinya erosi masih jarang dilakukan terutama tentang tipe-tipe kenampakan hasil proses erosi dan tahapan proses terjadinya persebaran keruangan erosi (Dibyosaputro, 2012). Penelitian erosi visual di lokasi eksisting dengan mengamati tanda-tanda terjadinya erosi seperti singkapan akar, pedestal, erosi alur dan parit tetap diperlukan untuk mengapresiasi dan evaluasi konservasi tanah dalam manajemen penggembalaan, pertanian dan aktifitas di luar pertanian (Morgan, 1980). Pengamatan kenampakan hasil proses erosi merupakan satu alternatif mengetahui tingkat kerusakan lahan secara cepat dan murah untuk menghasilkan keputusan manajemen pengelolaan lahan. Tingkat erosi pada satu penggal lereng dipengaruhi oleh vegetasi penutup (tanaman) dan mikromorfologi karena akar tumbuh-tumbuhan mampu mengikat dan mencengkeram agregat tanah sehingga memperkuat stabilitas lereng. Ketebalan massa daun yang jatuh akan menghalangi aliran permukaan dan memecah diameter

4 butir hujan (Dibyosaputro dkk., 2009). Kemampuan vegetasi untuk menahan erosi dipengaruhi oleh semua komponen pohon dari daun sampai akar secara individu dan bersama-sama dalam suatu kelompok vegetasi di suatu kawasan hutan. Tipologi tanaman yang mempunyai tajuk rapat mampu menurunkan energi kinetik hujan sehingga mampu menekan kehilangan tanah akibat erosi. Semakin lengkap strata dan jenis vegetasi, semakin besar kemampuannya menahan erosi (Widjajani, 2010). Pengaruh jenis tanaman terhadap aliran permukaan sangat bergantung kepada beberapa faktor antara lain tingkat pertumbuhan tanaman, ketinggian tanaman, keadaan daun tanaman, kerapatan tanaman dan sistem perakaran (Wudianto, 2000 dalam Ziliwu, 2002). Waduk Sermo merupakan satu-satunya waduk di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibangun pemerintah pada tahun 1997 dengan luas kurang lebih 157 Ha, terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo pada posisi 110º06 18 sampai 110º072 5 BT dan 7º49 31 sampai 7º50 07 LS. Pembangunan Waduk Sermo bertujuan untuk menyuplai air irigasi Sistem Kalibawang dengan areal 7.152 ha yang menghubungkan beberapa daerah irigasi, sebagai penanggulangan bencana banjir Kota Pengasih dan Wates, penyedia bahan baku air minum PDAM, dan kegiatan pariwisata. Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) Waduk Sermo yang berada di sekeliling waduk dibuat untuk mencegah erosi pada lereng (sempadan) waduk, menjaga stabilitas tanah dan sebagai kawasan yang memisahkan waduk dengan lahan di sekelilingnya. Pohon sebagai penyusun sabuk

5 hijau berfungsi untuk menghalangi jatuhnya air hujan sehingga mengurangi erosi percik, menghambat aliran permukaan, memperbanyak air infiltrasi, dan mencegah evaporasi berlebih. Sampai tahun 2013 dapat dikatakan bahwa pengelolaan Waduk Sermo terbaik di Indonesia karena tingkat sedimentasi waduk sangat sedikit, airnya jernih karena fungsi lindung dari hutan yang ada terjaga (Anonim, 2013; Widiyanto, 2013). Perubahan lahan seluas 22,72 ha pada daerah tangkapan air (DTA) Waduk Sermo pada periode tahun 2004-2010 menyebabkan peningkatan erosi sebesar 6.980,36 ton yang mengurangi umur layanan waduk sebesar 2 tahun dari 33 tahun menjadi 31 tahun (Prasetya, 2013). Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo yang berada dalam DTA mempunyai kedudukan yang kuat sebagai hutan lindung dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 9 Tahun 2009 sehingga perubahan penggunaan lahan dapat dihindari. Riwayat historis Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo berasal dari pembebasan lahan pribadi penduduk Hargowilis menyebabkan sebagian masyarakat merasa ikut memiliki dan mengolah kawasan sabuk hijau untuk kegiatan pertanian dan memenuhi kebutuhan makanan ternak. Aktivitas petani dalam memanfaatkan dan mengelola kawasan sabuk hijau tersebut dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif dari fungsi ekologisnya sebagai pelindung dari erosi sempadan waduk. Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo sebagian besar masih milik petani yang

6 belum dibebaskan untuk kawasan lindung bagi pengembangan tanaman keras permanen untuk mencegah timbulnya degradasi lahan (Harjadi dkk., 2009). Kondisi sosial ekonomi masyarakat sering dijadikan isu pokok tentang penyebab terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan air yaitu terjadinya erosi pada musim hujan yang berakibat pada sedimentasi waduk (Rahayu, 2007). Disisi lain manfaat langsung keberadaan waduk hendaknya dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar waduk yang seringkali justru lebih dirasakan oleh masyarakat hilir dengan adanya air PDAM, PLTU ataupun irigasi pertanian seperti kasus yang terjadi pada masyarakat sekitar Waduk Kedung Ombo (Baiquni dan Susilawardani, 2002). Mengingat pentingnya fungsi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo sebagai pencegah erosi tebing waduk dan tekanan penduduk dalam memanfaatkannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh Vegetasi terhadap Kenampakan Hasil Proses Erosi dan Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat sehingga bermanfaat sebagai dasar pengelolaan dimasa mendatang. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan penelitian yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan penelitian, adalah sebagai berikut: 1. bagaimana strata dan komposisi jenis vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo?

7 2. bagaimana hubungan vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang terjadi? 3. bagaimana pemanfaatan lahan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo oleh masyarakat sekitar waduk? 1.3 Keaslian Penelitian Untuk mengetahui kondisi vegetasi suatu kawasan hutan diperlukan analisis vegetasi. Beberapa penelitian tentang analisis vegetasi memberikan gambaran keberagaman vegetasi ataupun keberhasilan suatu upaya rehabilitasi lahan (Sunarno, 1997; Widodo, 2012). Kajian erosi dan sedimentasi juga telah dilakukan dari sisi teknis untuk mengetahui besarnya erosi yang terjadi untuk memberikan rekomendasi pencegahannya (Presetya, 2013; Setiawan, 2010; Tandung, 2004). Penelitian ini melihat hubungan kondisi vegetasi yang ada di Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang merupakan indikator terjadinya erosi. Kawasan sabuk hijau yang berkedudukan sebagai hutan lindung seharusnya bebas dari pengaruh pemanfaatan lahan, tetapi pada kenyataannya masyarakat masih mencari rumput dan mengolah lahan untuk budidaya tanaman pertanian. Keterlibatan masyarakat dalam memanfatkan sabuk hijau juga diteliti sehingga faktor-faktor yang bertentangan dengan fungsi lindung dapat dicarikan solusinya. Untuk melihat keaslian ini, perbandingan penelitian oleh peneliti sebelumnya dengan penelitian ini dirangkum dalam Tabel 1.1.

8 Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian oleh Peneliti sebelumnya dengan Penelitian ini. No. Nama Peneliti Judul Penelitian dan Lokasi Tujuan/Metode Hasil Penelitian 1. Sunarno (1994) 2. Debora Tandung (2004) Penelitian Studi Keanekaragaman Tanaman Pekarangan dan Pengetahuan Ekologi Penduduk Pindahan dari Waduk Kedungombo di Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen Lokasi Penelitian: Kecamatan Sumber Lawang. Sragen Prediksi Erosi di Daerah Tangkapan Air Waduk Sermo dengan Bantuan GIS 1. Mengetahui keanekaragaman tanaman pekarangan penduduk pindahan pada desa-desa yang berbatasan dengan Waduk Kedungombo. 2. Mengetahui peranan beberapa faktor sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan ekologi penduduk terhadap perkembangan pekarangan. 3. Mengetahui peranan keanekaragaman tanaman berkayu terhadap keanekaragaman semusim. Metode yang digunakan: Deskriptif kuantitatif 1.Memprediksi besarnya erosi permukaan yang masuk ke dalam waduk. 2. Menyusun pola pengendalian sedimentasi pada Waduk Sermo Metode yang digunakan: Prediksi erosi permukaan dengan rumus USLE 1. Nilai Indeks Keberagaman tanaman berkayu dan tanaman semusim penduduk pindahan lebih tinggi di bandingkan dengan penduduk lama sebagai berikut: Indeks Keragam Jenis (IKJ) tanaman berkayu 1,5847; Indeks Keragaman ruang tumbuh vertikal (IKV) 1,0649; Indeks Keragaman ruang tumbuh horizontal (IKH) 1,2130; IKJ tanaman semusim 0,8406. Pekarangan penduduk lama mempunyai IKJ tanaman berkayu 1,4017; IKV 1,0064; IKH 1,0591; IKJ tanaman semusim 0,7322. 2. IKJ tanaman berkayu dipengaruhi oleh status penduduk, luas pekarangan, dan penggunaan bahan bakar kayu untuk memasak. IKV dipengaruhi oleh status penduduk, luas pekarangan, penggunaan bahan bakar kayu untuk memasak, dan jumlah ternak. IKJ tanaman semusim dipengaruhi oleh status penduduk, luas pekarangan dan jarak rumah penduduk ke rumah pamong. 3. Penduduk mempunyai pengetahuan ekologi yang bermanfaat bagi ekosistem pekarangan yang dimilikinya meskipun tidak berpengaruh secara nyata terhadap IKJ tanaman. 1. Prediksi usia waduk 19 tahun dengan sedimen yang masuk waduk 96.066,815 m 3 /tahun padahal target umur pakai 50 tahun. 2. Laju erosi DAS Sermo 154,322 ton/ha/tahun atau 8,6 mm/tahun, tingkat bahaya erosi sedang apabila dengan pengendalian erosi diprediksi laju erosi 66,27 ton/tahun atau 3,7 mm/tahun.

9 3. Dibyosaputro dkk. (2009) 4. Sigit Setiawan (2010) Pemanfaatan Lahan Miring Kaitannya dengan Degradasi Lahan Akibat Erosi di DAS Secang Kabupaten Kulon Progo Kajian Sedimentasi Waduk Sermo Berdasarkan Kondisi Tataguna Lahan Lokasi penelitian: DTA Waduk Sermo 1. Mengetahui dampak aktifitas sosial ekonomi masyarakat terhadap kerusakan ekologis 2. Mengetahui besarnya erosi DAS Secang 3. Mengetahui besarnya transport sedimen 4. Memprediksi umur pakai Waduk Sermo berdasar nilai SDR 1. Menganalisis erosi permukaan lahan dan Sediment Delivery Ratio (SDR), di cathment area waduk berdasarkan peta tataguna lahan tahun 1994 dari peta RBI dan peta tataguna lahan tahun 2007 dari citra ALOS dengan metode USLE. 2. Hasil perhitungan erosi permukaan lahan maupun SDR dikaji dengan SDR tahun 1998 hasil studi PT.Tatareka 3. Memprediksi umur layanan waduk berdasarkan hasil perhitungan erosi permukaan lahan dan nilai SDR untuk tataguna lahan tahun 2007. 4. Menganalisis serta mengkaji kemampuan kondisi tataguna lahan tahun 2007 dalam mempertahankan umur layanan waduk sesuai umur rencana 5. Memberikan masukan usaha-usaha konservasi yang masih 1. Peningkatan taraf kehidupan ekonomi lebih baik, yang memiliki konsekuensi ekologis, resiko longkungan, erosi dan tanah longsor yang cenderung meningkat. 2. TBE DAS Secang berat sampai sangat berat dengan kehilangan tanah 1,931-18,073 ton/ha/th 3. Nilai SDR terbesarar disub DAS Bengkok 46,9% masuk kedalam Sungai Bengkok. 4. Apabila tidak terjadi perubahan yang siknifikan umur waduk diperediksi hanya tinggal 32 tahun yang seharusnya masih 38 tahun 1. Pediksi erosi permukaan tahun1998 adalah 11,519 mm/th atau 225.362,03 m 3 /tahun, untuk tahun 2007 adalah 3,558 mm/tahun atau 69.602,59 m 3 /tahun. 2. Hasil perhitungan erosi SDR tahun 1998 sebesar 0,42 sedangkan hasil studi menurut PT.Tatareka 0,59 karena perbedaan sumber peta tataguna lahan, jumlah stasiun hujan dan peta kemiringan lahan. 3. Berdasar kondisi tataguna lahan dan sedimentasi tahun 2007 maka prediksi umur waduk dengan metode the empirical area reduction method lebih mendekati kenyataan dibandingkan dengan metode dead storage. Prediksi elevasi dasar waduk pada tahun ke-50 berdasarkan distribusi sedimen berada pada elevasi +106 MSL atau masih dibawah intake yaitu pada elevasi +113,7 MSL. 4. Kondisi tata guna lahan dan sedimentasi tahun 2007 akan mempertahankan umur waduk sampai tahun ke-50 jika erosi permukaan lahan tidak melebihi 3,6 mm/th dan tidak terjadi longsor di cathment area waduk. 5. Usaha untuk memperpanjang umur waduk dengan mengubah komposisi tanaman semula ketela menjadi tanaman ketela dan rumput pakan ternak pada tegalan seluas 9,755 ha dengan kelas lereng III. Pada tegalan dengan kelas lereng IV dan V

10 5. Widodo (2012) 6. Prasetya (2013) Analisis Vegetasi Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Lokasi penelitian: Green Belt Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Erosi di Daerah Tangkapan memungkinkan untuk dilakukan sesuai hasil analisis erosi lahan dan kondisi lapangan Metode yang digunakan: Analisis kuantitatif erosi permukaan lahan dan SDR Untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Metode yang digunakan: Analisis kualitatif dengan teknik pengamatan vegetasi cluster area random sapling. 1. Mengkaji perubahan penggunaan lahan dan menganalisa erosi permukaan lahan dari penggunaan lahan tahun 1998 (peta RBI), 2004 seluas 7,419 ha dirubah menjadi kebun campur. Hal tersebut akan menghasilkan erosi permukaan lahan sebesar 3,4 mm/tahun. Pembangunan check dam masih dibutuhkan untuk menahan sedimen tidak melebihi 39.000 m 3 /tahun karena sedimen yang masuk tahun 2007 sebesar 55.000 m3/tahun. 1. Citra landsat 7 ETM+ dapat dimanfaatkan untuk evaluasi liputan penutupan lahan pada masing-masing sub DAS di DTW waduk Gajah Mungkur Wonogiri, khususnya untuk membedakan lahan bervegetasi permanen (hutan) dan nonhutan). 2. Luas rata-rata penutupan lahan hutan di DTW Wonogiri seluas 25 % dan non-hutan 75 %. 3. Penutupan lahan berhutan terluas berada di sub DAS Solo Hulu sebesar 54 %. Wiroko 51 %, Unggahan 36 %, Keduang 26 %, Wuryantoro 23 %, Alang 12 % dan terkecil di sub DAS Temon 11 %. 4. Sub DAS dengan formasi vulkanik muda (Keduang) memiliki hubungan erat antara % luas hutan yang ada dengan nilai koefisien limpasannya SubDAS dengan formasi campuran vulkanik tua dan kapur, nilai koefisien limpasannya sebesar 1.4 2.5 kali % luas hutan. Sub DAS dengan formasi kapur, nilai koefisien limpasannya (C) sebesar 1.3 kali % luas hutan. 5. Rehabilitasi dengan penanaman kembali Tahun Anggaran 2006-2009 sebanyak 3000 bibit untuk luasan 7,5 Ha, mempergunakan jenis-jenis Jati kebon, Mahoni, Sono Sessa dan lain lain setelah 3 bulan menunjukkan bibit yang hidup 54,38 %, merana 18,75 %, dan mati 26,87 %. 1. Perubahan penggunaan lahan periode 1998-2004 seluas 28,06 Ha menyebabkan peningkatan erosi sebesar 10,776,96 ton, perubahan penggunaan lahan periode tahun 2004-2010 seluas 22,72 ha menyebabkan peningkatan erosi sebesar 6,980,36 ton

11 7. Nanik Lisawati (2014) Air Waduk Sermo Lokasi Penelitian: DTA Waduk Sermo Pengaruh Vegetasi Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) Waduk Sermo Kulon Progo terhadap Kenampakan Hasil Proses Erosi dan Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat. Lokasi penelitian: Green Belt Waduk Sermo (citra Quickbird) dan 2010 (citra Spot XS) 2. Mengetahui perubahan umur manfaat layanan waduk berdasar perubahan penggunaan lahan serta memberikan masukan konservasi lahan. Metode penelitian: Analisis kuantitatif dari nilai erosi permukaan lahan dibandingkan dengan data echosounding untuk mengetahui SDR. 1.Mengetahui strata dan komposisi jenis vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo 2.Mengkaji hubungan vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang terjadi 3.Mengkaji nilai pemanfaatan lahan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo oleh masyarakat sekitar waduk Metode yang digunakan: Deskriptif kuantitatif analisis vegetasi, regresi logistik hubungan vegetasi dan erosi visual, analisis likert sikap petani penggarap Sabuk Hijau waduk Sermo 2. Umur manfaat waduk pada periode 1998-2004 berkurang selama 3 tahun dari 36 menjadi 33 tahun, pada periode 2004-2010 berkurang selama 2 tahun 33 tahun menjadi 31 tahun. 1. Kelapa dan Sengon menjadi ciri khas vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo. Terdapat 28 jenis vegetasi yang termasuk dalam 15 famili dalam strata pohon, tiang, sapihan, dan semai dengan nilai keragaman (H) sedang 2. Kenampakan hasil proses erosi di Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo menunjukkan adanya erosi percik, erosi lembar, erosi alur dan erosi parit. Jenis pohon yang berbeda mempunyai daya cegah terhadap erosi yang berbeda yang dapat dilihat dari kenampakan hasil proses erosi di bawah tegakan tunggal. Analisis regresi logistik terhadap variabel independen menunjukkan hanya variabel LBDS (Luas Bidang Dasar Pohon) yang mempengaruhi kejadian erosi. Semakin besar LBDS semakin kecil peluang kejadian erosi. 3. Nilai pemanfaatan langsung hasil Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo menurut petani penggarap adalah besar sehingga keterlibatan pemanfaatan areal sabuk hijau sulit untuk dicegah. PSDA DIY, Pemda Kulonprogo dan petani sabuk hijau mempunyai kepentingan yang berbeda terhadap keberadaan sabuk hijau Waduk Sermo.

12 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji strata dan komposisi jenis vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo. 2. Menganalisis hubungan vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang terjadi. 3. Menganalisis nilai pemanfaatan lahan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo oleh masyarakat sekitar waduk. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini diharapkan: 1. Memberi informasi bagi pemerintah khususnya bagi BPSDA DIY dan Pemda Kulonprogo tentang kondisi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo untuk peningkatan pengelolaan selanjutnya. 2. Memberi informasi dan wacana rasa tanggung jawab bersama untuk mengedepankan pentingnya fungsi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo sebagai Hutan Lindung. 3. Memberi sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan di lingkungan akademis dan masukan bagi peneliti selanjutnya yang berminat menelitii topik pengaruh vegetasi terhadap kenampakan hasil proses erosi dan pemanfaatan kawasan sabuk hijau.