V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan). Selain itu pariwisata juga merupakan salah satu sub ekonomi yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB. Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32

BAB I PENDAHULUAN. Taroepratjeka (dalam Bagus 2002: 11), menjelaskan bahwa. pembangunan pariwisata pada hakikatnya merupakan upaya untuk

12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB IV GAMBARAN UMUM

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

Denpasar, Juli 2012

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II POTENSI DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2009

BAB I PENDAHULUAN. Potensi pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dieksplorasi sejak

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB I PENDAHULUAN. dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONTRIBUSI PROGRAM SREGIP DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BERITA RESMI STATISTIK

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Pada penelitian ini, Tabel Input-Output Provinsi NTB termutakhir adalah tahun 2005. Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005 terdiri dari 25 klasifikasi sektor. Berdasarkan data-data yang telah diuraikan pada bagian struktur ekonomi Provinsi NTB, walaupun perekonomian Provinsi NTB berkembang (nilai PDRB meningkat), namun proporsi masing-masing sektor perekonomian dapat diasumsikan tidak banyak berubah atau dapat dikatakan bahwa selama tahun 2005 sampai 2010 tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian yang signifikan. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan untuk memperkirakan struktur perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 dengan melihat data PDRB penggunaan Provinsi NTB tahun 2010 yang telah disesuaikan dengan proporsi perekonomian Provinsi NTB tahun 2005. 5.1.1 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor Bangunan (Bandara) di Provinsi NTB Berdasarkan perkiraan jumlah permintaan sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010, total permintaan merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 20,312 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 55,710 triliun atau perkiraan total permintaan barang dan jasa yang dihasilkan Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 76,023 triliun (Tabel 5.1). Selain itu, dapat diketahui pula bahwa total permintaan sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 6,55 triliun atau sebesar 8,62 persen dari total permintaan (Tabel 5.1). 52

Dilihat dari permintaan akhir, tampak bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 6,12 triliun atau sebesar 11 persen menempati urutan kelima dari total permintaan akhir. Dilihat dari permintaan antara, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 432,6 milyar atau sebesar 2,13 persen dari total permintaan antara. Untuk total permintaan barang dan jasa di Provinsi NTB, jumlah permintaan terbesar dipegang oleh sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan yang terkecil adalah sektor angkutan laut. Tabel 5.1 Perkiraan Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Permintaan Antara (180) Permintaan Akhir (309) Jumlah Permintaan (310) Sektor Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian 7.767.520.082 38,24 7.017.672.791 12,60 14.786.258.988 19,45 2. Pertambangan dan Penggalian 802.345.824 3,96 20.772.882.887 37,30 21.576.062.546 28,38 3. Industri 3.231.727.105 15,91 7.596.811.488 13,64 10.828.417.540 14,24 4. Listrik dan Air Bersih 272.188.204 1,34 378.254.489 0,68 651.178.534 0,86 5. Bangunan 432.657.369 2,13 6.121.404.601 11,0 6.554.445.974 8,62 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 3.357.664.931 16,53 3.652.403.025 6,56 7.010.964.217 9,22 7. Angkutan Jalan Raya 2.593.912.956 12,77 1.030.895.781 1,85 3.625.756.567 4,77 8. Angkutan Laut 81.250.210 0,40 90.441.439 0,16 172.638.672 0,23 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 99.531.507 0,49 255.991.821 0,46 355.686.405 0,47 10. Angkutan Udara 219.375.567 1,08 221.609.333 0,40 440.865.823 0,58 11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 459.063.687 2,26 349.004.540 0,62 807.795.145 1,06 554.532.684 2,73 735.326.213 1,32 1.290.772.443 1,70 13. Jasa lain 434.688.624 2,14 7.487.864.242 13,44 7.922.272.312 10,42 TOTAL 20.312.552.515 100 55.710.562.650 100 76.023.115.165 100 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 53

5.1.2 Struktur Konsumsi Rumah Tangga Berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi rumah tangga sektor-sektor perekonomian tahun 2010 yang mengacu pada Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005, total konsumsi rumah tangga Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 20,13 triliun. Peran terbesar dari total konsumsi rumah tangga ini adalah sektor pertanian dengan nilai Rp 5,88 triliun dan yang terkecil adalah sektor bangunan (bandara) (Table 5.2). Tabel 5.2 Perkiraan Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Konsumsi Rumah Tangga (301) Sektor Jumlah (Ribu Rupiah) Persen (%) 1. Pertanian 5,887,242,752 29.24 2. Pertambangan dan Penggalian 56,375,785 0.28 3. Industri 6,515,430,077 32.36 4. Listrik dan Air Bersih 426,845,233 2.12 5. Bangunan - 0 6. Perdagangan, Restoran, dan 2,738,252,443 13.6 Hotel 7. Angkutan Jalan Raya 916,106,515 4.55 8. Angkutan Laut 70,469,731 0.35 9. Angkutan Sungai, Danau, dan 235,570,246 1.17 Penyebrangan 10. Angkutan Udara 209,395,775 1.04 11. Jasa Penunjang Angkutan dan 368,456,027 1.83 Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 769,126,789 3.82 13. Jasa lain 1,938,924,340 9.63 14. TOTAL 20,134,209,140 100 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 54

5.1.3 Struktur Konsumsi Pemerintah Jumlah konsumsi pemerintah berdasarkan perkiraan permintaan akhir Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 7,10 triliun. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa Rp 7,10 triliun atau 100 persen dari total konsumsi pemerintah dialokasikan pada sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa pada Tabel Input- Output Provinsi NTB tahun 2005 sebelum agregasi (klasifikasi 25 sektor) terdiri dari berbagai jenis jasa, diantaranya sewa bangunan dan jasa perusahaan, jasa pemerintahan, dan jasa lainnya. Tabel 5.3 Perkiraan Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Konsumsi Pemerintah (302) Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian 0 0 2. Pertambangan dan Penggalian 0 0 3. Industri 0 0 4. Listrik dan Air Bersih 0 0 5. Bangunan 0 0 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 0 0 7. Angkutan Jalan Raya 0 0 8. Angkutan Laut 0 0 9. Angkutan Sungai, Danau, dan 0 0 Penyebrangan 10. Angkutan Udara 0 0 11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 0 0 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 0 0 13. Jasa lain 7,101,505,100.00 100 TOTAL 7,101,505,100.00 100 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 55

5.1.4 Struktur Investasi Investasi dalam Tabel Input-Output merupakan jumlah dari pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Perkiraan nilai investasi seluruh sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 sebesar Rp 12,16 triliun. Peranan terbesar di pegang oleh sektor bangunan (bandara) yaitu sebesar Rp 7,98 triliun atau 65,63 persen dari total nilai investasi seluruh sektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai investasi tersebut terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 10,80 triliun dengan nilai perubahan modalnya Rp 1,35 triliun (Tabel 5.4). Tabel 5.4. Perkiraan Pembentukan Modal Tetap, Struktur Perubahan Modal dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Pembentukan Modal Tetap (Ribu Rupiah) 303 Perubahan Modal (Ribu Rupiah) 304 Investasi (303 304) (Ribu Rupiah) Investasi (%) 1. Pertanian 50.213.980 987.251.655 1.037.465.636.73 8,53 2. Pertambangan dan Penggalian 0 8.905.074 8.905.074.02 0,07 3. Industri 1.544.524.930 353.048.310 1.897.573.240,69 15,61 4. Listrik dan Air Bersih 0 0 - - 5. Bangunan 7.979.659.597 0 7.979.659.597,33 65,63 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 851.007.288 0 851.007.288,45 7,00 7. Angkutan Jalan Raya 153.502.334 0 153.502.334,13 1,26 8. Angkutan Laut 5.228.305 0 5.228.305,03 0,04 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 11.426.551 0 11.426.551,76 0,09 10. Angkutan Udara 1.119.673 0 1.119.673,07 0,01 11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 3.675.399 0 3.675.399,62 0,03 0 0 - - 13. Jasa lain 209.152.499 0 209.152.499,16 1,72 TOTAL 10.809.510.560 1.349.205.040 12.158.715.600.00 100,00 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 56

5.1.5 Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan perkiraaan nilai ekspor dan impor Provinsi NTB tahun 2010, total ekspor di Provinsi NTB sebesar Rp 16,32 triliun. Sektor yang memegang peran terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp 14,37 triliun atau 88,06 persen dari total ekspor Provinsi NTB. Sedangkan untuk urutan terkecil adalah sektor listrik dan air bersih serta sektor bangunan (bandara). Dilihat dari sisi selisih ekspor dan impor, Provinsi NTB mengalami surplus perdagangan sebesar Rp 12,94 triliun (Tabel 5.5). Tabel 5.5 Perkiraan Ekspor dan Impor Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor Ekspor Impor Ekspor Netto Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % Jumlah (Ribu Rupiah) % 1. Pertanian 989.502.742 6,06 546.325.476 16,21 443.177.266 3,42 2. Pertambangan dan Penggalian 14.368.008.295 88,06 832.805.971 24,70 13.535.202,.24 104,55 3. Industri 360.305.211 2,21 288.555.667 8,56 71.749.547 0,55 4. Listrik dan Air Bersih 0 0 179.525.347 5,32-179.525.348-1,39 5. Bangunan 0 0 553.123.210 16,40-553.123.210-4,27 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 399.022.143 2,44 43.612.667 1,29 355.409.477 2,74 7. Angkutan Jalan Raya 70.973.979 0,43 289.518.136 8,59-218.544.156-1,69 8. Angkutan Laut 16.151.715 0,09 49.041.807 1,45-32.890.093-0,25 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 26.364.824 0,16 48.900.532 1,45-22.535.708-0,17 10. Angkutan Udara 23.877.429 0,14 95.005.939 2,81-71.128.510-0,55 11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 13.371.414 0,08 3.533.426 0,10 9.837.988 0,07 37.081.373 0,23 5.380.725 0,16 31.700.649 0,24 13. Jasa lain 11.473.677 0,07 435.199.413 12,91-423.725.736-3,27 TOTAL 16.316.132.810 100 3.370.528.320 100 12.945.604.490 100 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 57

5.2 Analisis Keterkaitan 5.2.1 Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke depan (forward linkage) dibagi menjadi dua kategori, yaitu keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Besarnya nilai keterkaitan langsung ke depan diperoleh dari nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan diperoleh dari matriks kebalikan Leontief. Pada penelitian ini, matriks kebalikan Leontief yang digunakan adalah matriks kebalikan Leontief terbuka, artinya komponen konsumsi rumah tangga termasuk faktor eksogen. Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Pada tabel 5.6, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung sebesar 0,00570 dan keterkaitan langsung dan tidak langsung sebesar 1,12588. Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan baik langsung maupun langsung dan tidak langsung terbesar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor penyedia input bagi sektor lainnya sehingga sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan yang besar. 58

Tabel 5.6 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Depan Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Keterkaitan ke Depan Langsung Langsung dan Tak Langsung 1. Pertanian 0.10219 2.32422 2. Pertambangan dan Penggalian 0.01056 1.07549 3. Industri 0.04251 1.82937 4. Listrik dan Air Bersih 0.00359 1.16604 5. Bangunan 0.00570 1.12588 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 0.04418 1.82781 7. Angkutan Jalan Raya 0.03413 1.48371 8. Angkutan Laut 0.00108 1.01737 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 0.00131 1.01983 10. Angkutan Udara 0.00288 1.03283 11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 0.00603 1.21247 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 0.00731 1.35751 13. Jasa lain 0.00571 1.16941 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Nilai keterkaitan langsung ke depan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan (bandara) yang dijual atau dialokasikan secara langsung pada sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 0,00570 juta. Sementara nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung dari sektor bangunan (bandara) tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan yang dijual atau dialokasikan baik 59

secara langsung maupun tak langsung terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 1,12588 juta. 5.2.2 Keterkaitan ke Belakang Keterkaitan ke belakang (backward linkage) terdiri dari dua kategori, yaitu keterkaitan secara langsung ke belakang dan keterkaitan secara langsung dan tak langsung ke belakang. Besarnya nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri untuk menciptakan kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa di antara sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB, sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,44144 dan keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang sebesar 1,66559. Dapat dilihat pula untuk nilai keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung yang terbesar adalah sektor industri. Hal tersebut disebabkan karena sektor industri memerlukan input yang banyak, dimana input tersebut didapat dari output yang dihasilkan sektor lain. Nilai keterkaitan ke belakang tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan secara langsung meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri sebesar Rp 0,44144 juta. Sementara itu, arti dari keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang dari sektor bangunan (bandara) adalah apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan meningkatkan permintan inputnya terhadap 60

sektor lainnya baik secara langsung maupun tak langsung sebesar Rp 1,66559 juta. Tabel 5.7 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Belakang Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Keterkaitan ke Belakang Langsung Langsung dan Tak Langsung 1. Pertanian 0.15747 1.21084 2. Pertambangan dan Penggalian 0.09653 1.13673 3. Industri 0.80514 2.02006 4. Listrik dan Air Bersih 0.29939 1.45945 5. Bangunan 0.44144 1.66559 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 0.16755 1.21610 7. Angkutan Jalan Raya 0.09260 1.13738 8. Angkutan Laut 0.26189 1.40258 9. Angkutan Sungai, Danau, dan 0.16250 1.24965 Penyebrangan 10. Angkutan Udara 0.23588 1.35537 11. Jasa Penunjang Angkutan dan 0.10298 1.13377 Komunikasi 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 0.23154 1.30529 13. Jasa lain 0.25183 1.34912 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 5.2.3 Analisis Dampak Penyebaran 5.2.3.1 Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran menunjukkan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output di sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagi input sektor tersebut baik 61

secara langsung maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran bisa disebut juga sebagai daya penyebaran ke belakang. Tabel 5.8 menunjukkan nilai koefisien penyebaran dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi NTB. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki koefisien penyebaran yang lebih dari satu yaitu sebesar 1,73546. Tabel 5.8 Koefisien Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Koefisien Penyebaran 1. Pertanian 0.61909 2. Pertambangan dan Penggalian 0.37950 3. Industri 3.16530 4. Listrik dan Air Bersih 1.17702 5. Bangunan 1.73546 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 0.65817 7. Angkutan Jalan Raya 0.36403 8. Angkutan Laut 1.02957 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 0.63884 10. Angkutan Udara 0.92734 11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 0.40486 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 0.91028 13. Jasa lain 0.99002 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Nilai Koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sementara nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini berarti sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan yang erat 62

terhadap sektor-sektor hulunya atau sektor yang secara langsung maupun tidak langsung berperan sebagai penyedia input sektor bangunan (bandara). 5.2.3.2 Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menggunakan output dari sektorsektor hilirnya. Kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Tabel 5.9 Kepekaan Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Kepekaan Penyebaran 1. Pertanian 1.40890 2. Pertambangan dan Penggalian 0.09982 3. Industri 0.80030 4. Listrik dan Air Minum 1.12393 5. Bangunan 0.17717 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 1.28461 7. Angkutan Jalan Raya 1.91917 8. Angkutan Laut 1.27678 9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 0.75163 10. Angkutan Udara 1.33365 11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi 1.52304 12. Bank dan Lembaga Keu.lain 1.15396 13. Jasa lain 0.14704 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kepekaan penyebaran sektor bangunan (bandara) sebesar 0,17717. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor bangunan (bandara) masih kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor 63

hilirnya. Nilai kepekaan penyebaran yang terbesar adalah sektor angkutan jalan raya. Hal itu menunjukkan bahwa sektor angkutan jalan raya sering digunakan oleh sektor lainnya untuk membantu dalam proses produksi. 5.3 Analisis Pengganda (Multiplier) Tipe multiplier effect atau efek pengganda terdiri dari dua jenis yaitu efek pengganda tipe I dan tipe II. Analisis pengganda ini digunakan untuk melihat dampak perubahan dari variabel-variabel endogen tertentu, seperti output sektoral apabila terjadi perubahan dalam variabel-varibael eksogen, seperti permintaan akhir. Efek pengganda tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks koefisien Leontif terbuka, dan nilai pengganda ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan maka variabel endogen diseluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Sedangkan nilai pengganda tipe II menunjukkan jika sektor rumah tangga dijadikan sebagai faktor endogen, maka dengan terjadinya kenaikan variabel eksogen satu satuan maka variabel endogen seluruh sektor akan meningkat sebesar nilai tersebut. Penambahan efek rumah tangga menyebabkan nilai pengganda tipe II selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai pengganda tipe I. 5.3.1 Pengganda Output Berdasarkan Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa nilai pengganda output tipe I sektor bangunan (bandara) sebesar 1,66559. Hal ini menunjukkan bahwa, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor bangunan (bandara) sebesar 64

Rp 1 juta, maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,66559 juta. Jika rumah tangga dimasukkan ke dalam model sebagai faktor endogen, maka akan diperoleh nilai pengganda tipe II yang nilainya selalu lebih besar dari nilai multiplier tipe I. Berdasarkan tabel 5.10 nilai pengganda output tipe II sektor bangunan (bandara) sebesar 1,91301. Artinya, dengan memasukkan efek rumah tangga, apabila terjadi peningkatan pemintaan akhir di sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,91301 juta. Tabel 5.10 Pengganda Output Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Awal Pertama Industri Kons Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 1,00000 0,15747 0,05337 0,10110 1,31194 0,15997 1,21084 1,31194 2 1,00000 0,09653 0,04019 0,09847 1,23519 1,18636 1,13673 1,23519 3 1,00000 0,80514 0,21492 0,14168 2,16175 0,36436 2,02006 2,16175 4 1,00000 0,29939 0,16006 0,69317 2,15262 0,00000 1,45945 2,15262 5 1,00000 0,44144 0,22415 0,24742 1,91301 1,78662 1,66559 1,91301 6 1,00000 0,16755 0,04855 0,04438 1,26048 0,22083 1,21610 1,26048 7 1,00000 0,09260 0,04479 0,18855 1,32593 0,08049 1,13738 1,32593 8 1,00000 0,26189 0,14069 0,65571 2,05828 0,32552 1,40258 2,05828 9 1,00000 0,16250 0,08715 0,32340 1,57305 0,20692 1,24965 1,57305 10 1,00000 0,23588 0,11949 0,50837 1,86374 0,14920 1,35537 1,86374 11 1,00000 0,10298 0,03079 0,02430 1,15807 0,03169 1,13377 1,15807 12 1,00000 0,23154 0,07374 0,02286 1,32814 0,05502 1,30529 1,32814 13 1,00000 0,25183 0,09730 0,01640 1,51310 1,10210 1,34912 1,51310 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 5.3.2 Pengganda Pendapatan Nilai yang terdapat dalam analisis pengganda pendapatan rumah tangga tipe I dan tipe II menunjukkan bahwa ada peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir suatu 65

sektor tertentu sebesar satu satuan. Tabel 5.11 menunjukkan nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe I sektor bangunan (bandara) sebesar 1,32248. Nilai tersebut berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar Rp 1,32248 juta. Tabel 5.11 juga memperlihatkan nilai-nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe II sektorsektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai pengganda tipe II dari sektor bangunan (bandara) adalah sebesar 1,44073. Hal tersebut berarti, dengan memasukkan efek pengeluaran rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,4073 juta. Tabel 5.11 Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor Awal Pertama Industri Kons Total Elastisitas Tipe I Tipe II 1 0,05035 0,00879 0,00300 0,00556 0,06770 0,16395 1,23420 1,34456 2 0,05260 0,00577 0,00216 0,00541 0,06594 1,20401 1,15068 1,25357 3 0,03631 0,03830 0,01248 0,00779 0,09488 0,44038 2,39829 2,61274 4 0,37569 0,03958 0,01081 0,03810 0,46418 0,00000 1,13412 1,23553 5 0,11500 0,02518 0,01190 0,01360 0,16568 1,34555 1,32248 1,44073 6 0,00848 0,01592 0,00288 0,00244 0,02972 0,61418 3,21802 3,50577 7 0,10881 0,00456 0,00252 0,01036 0,12626 0,07044 1,06509 1,16033 8 0,38711 0,00801 0,00793 0,03604 0,43909 0,17939 1,04118 1,13428 9 0,18735 0,00632 0,00512 0,01778 0,21656 0,15205 1,06106 1,15594 10 0,29366 0,01183 0,00699 0,02794 0,34043 0,09280 1,06409 1,15924 11 0,00596 0,00720 0,00178 0,00134 0,01627 0,07468 2,50544 2,72947 12 0,00568 0,00554 0,00283 0,00126 0,01531 0,11162 2,47312 2,69426 13 0,07486 0,01984 0,00609 0,00901 0,10981 1,06841 1,34645 1,46685 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah) 66

5.4 Analisis Simulasi Investasi Pada bagian 3.3 telah dijelaskan bahwa akan dilakukan simulasi investasi terhadap pembangunan BIL di daerah Lombok Tengah, Provinsi NTB. Simulasi investasi ini dilakukan untuk menunjukkan dampak yang akan timbul dengan adanya investasi pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga. Investasi pembangunan BIL senilai Rp 946,35 milyar dibiayai oleh PT. Angkasa Pura I, Pemerintah Provinsi NTB, dan Pemerintah Kabupaten Lombok. Nilai investasi tersebut akan dikalikan dengan nilai pengganda output dan pendapatan rumah tangga untuk melihat dampak adanya investasi tersebut terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di Provinsi NTB. Anggaran investasi untuk pembangunan BIL akan menghasilkan tambahan output untuk Provinsi NTB sebanyak 1,66559 x (Rp 946,35 milyar) = Rp 1.576,23 milyar atau sekitar 7,85 persen dari total PDRB. Gambar 5.1 menunjukkan bahwa keberadaan BIL dapat meningkatkan PDRB Provinsi NTB dibandingkan dengan tidak adanya investasi pembangunan BIL. (Juta Rupiah) Gambar 5.1 Perkiraan Peningkatan PDRB Provinsi NTB 67

Investasi ini juga akan menaikkan pendapatan rumah tangga sebesar 1,32248 x (Rp 946,35 milyar) = Rp 1.251,53 milyar. Jumlah total rumah tangga di Provinsi NTB adalah sebanyak 1.248.115, sehingga jumlah pendapatan rumah tangga akan meningkat rata-rata sebesar Rp 1.002.735 per tahun. 5.5 Dampak Ekonomi Pembangunan BIL Tahun 2008 Provinsi NTB genap berusia separuh abad. Pada usia ini, jika melihat pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), posisi NTB masih tergolong daerah tertinggal. Hal ini terasa ironis mengingat posisi Provinsi NTB begitu strategis. Provinsi NTB memiliki keragaman iklim yang menguntungkan bagi pengembangan aneka rupa komoditas pertanian. Provinsi NTB ini juga berada pada jalur selatan transnasional yang diapit dua alur pelayaran internasional dan segitiga wisata dunia yaitu Toraja, Bali, dan Komodo. Letak strategis ini membuat NTB dijuluki The Heaven on The Planet. Dengan posisi geografis yang strategis dan keragaman modal sosial yang dimilikinya, Provinsi NTB berpeluang besar menjadi daerah maju yang berdaya saing. Agar perekonomian tidak sekedar tumbuh, tetapi dapat mengakomodasi masa depan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada aspek lingkungan, maka strategi pemerintah Provinsi NTB 2009-2013 dalam mencapai hal tersebut diperlukan percepatan pembangunan melalui optimalisasi potensi sumberdaya lokal dan mendorong masuknya investasi yang berkelanjutan. Salah satu syarat untuk mempercepat pembangunan adalah dukungan infrastruktur wilayah yang memadai. Fakta menunjukkan terjadinya kesenjangan pembangunan infrastruktur antarwilayah dan antarsektoral. Kondisi ini menjadikan salah satu pemicu 68

ekonomi biaya tinggi yang menghambat pertumbuhan ekonomi rakyat dan masuknya investasi strategi kebijakan dan program pembangunan daerah. (RPJMD Provinsi NTB, 2009). Pada bidang infrastruktur, beberapa program terobosan yang dilakukan pemerintah Provinsi NTB adalah bekerjasama dengan pihak terkait menambah frekuensi penerbangan, yaitu maskapai Silk Air untuk jurusan Singapura-Mataram menjadi lima kali seminggu Singapura-Lombok, serta penerbangan jurusan Mataram-Bima dan Mataram-Sumbawa, menjadi setiap hari mulai Januari 2009. Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTB 2009, disebutkan Pemerintah Provinsi NTB bekerjasama dengan PT. Angkasa Pura I mempercepat penyelesaian pembangunan BIL. Penambahan frekuensi penerbangan sangat ditunjang dengan keberadaan BIL yang baru beroperasi. Pada hasil analisis dampak penyebaran, telah disebutkan bahwa sektor bangunan (bandara) lebih mampu untuk mengembangkan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Hal yang dimaksud dengan sektor hulu tersebut adalah karena pada kegiatan operasional bandara, tentunya diperlukan berbagai input untuk dapat menggerakkan aktivitas bandara tersebut dengan pasokan nilai input yang tidak kecil dari sektor lain. PT. Angkasa Pura I bekerja sama dengan PT. PLN untuk menerima pasokan listrik yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional BIL. Selain itu, PT. Angkasa Pura I juga bekerja sama dengan PT. PDAM untuk menyediakan air bersih bagi keperluan aktivitas BIL. Pada kawasan BIL ini juga dibangun Depo pengisian bahan bakar pesawat udara oleh PT. Pertamina. Hal tersebut 69

menunjukkan bahwa keberadaan BIL mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulunya dalam meningkatkan output yang lebih banyak lagi. Pada perkembangannya, Provinsi NTB diharapkan mampu menjadi salah satu embarkasi haji bagi kawasan timur Indonesia. Letak BIL yang berada di Desa Tanak Awu, Lombok Tengah membutuhkan transportasi penunjang untuk menjangkaunya. Keberadaan BIL pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap sektor lain salah satunya adalah angkutan darat. Pengelola BIL bekerjasama dengan Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia (DAMRI) sebagai salah satu transportasi penunjang menuju BIL. Untuk itu, keberadaan BIL ini mampu mendorong produksi sektor lain yang memberikan input bagi BIL dalam beroperasi. Saat ini, bandara bukan hanya sebagai tempat datang dan perginya penumpang yang menggunakan angkutan udara, tapi juga ditunjang dengan fasilitas seperti restoran. Walaupun keberadaan restoran dan toko-toko lainnya belum terlalu banyak di BIL, nantinya diharapkan semakin banyak investor yang mau berinvestasi untuk membangun restoran ataupun hotel di kawasan BIL sebagai salah satu upaya pengembangan sektor pariwisata Provinsi NTB. Output dari BIL yang dapat dimanfaatkan salah satunya adalah seperti adanya ruangan-ruangan yang disediakan bagi para investor atau pengusaha untuk membuka usaha, misalnya restoran, toko baju, toko aksesoris, toko souvenir, toko buku dan sebagainya. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini bandara bukan sekedar sebagai tempat datang dan berangkatnya penumpang dengan pesawat udara, akan tetapi juga dijadikan tempat bisnis bagi sebagian pihak. Selain itu, kapasitas BIL yang lebih besar untuk menampung jumlah penumpang yang lebih 70

banyak serta landasan pacu yang lebih luas untuk menampung lebih banyak jenis pesawat, membuat pemerintah Provinsi NTB optimis terbukanya pintu investasi bagi Provinsi NTB dan berkembangnya sektor angkutan udara. Dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Provinsi NTB merupakan salah satu bagian koridor ekonomi. Provinsi NTB masuk kedalam koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara yang difokuskan sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Keberadaan BIL ini merupakan salah satu penunjang keberhasilan program-program terobosan lain terutama di bidang ekonomi. Dalam program terobosan bidang ekonomi, salah satu program unggulannya adalah Visit Lombok-Sumbawa 2012 dengan target kunjungan wisatawan sejumlah satu juta orang. Program ini merupakan langkah strategis untuk meletakkan pijakan guna mengelola segenap potensi dan daya tarik wisata Provinsi NTB agar menjadi daerah tujuan wisata utama nasional maupun internasional. Dipilihnya 2012 sebagai tahun kunjungan didasarkan atas sejumlah asumsi seperti telah beroperasinya BIL. Salah satu sektor yang paling terkait dengan bandara adalah transportasi udara. Pemerintah Provinsi NTB bekerja sama dengan PT. Garuda Indonesia untuk memasarkan potensi NTB ke seluruh Indonesia dan kawasan Timur Tengah. (RPJMD Provinsi NTB, 2009). Provinsi NTB memiliki daya tarik sebagai tujuan wisata, hal tersebut karena karakteristik budaya yang multietnik dengan tiga suku utamanya Sasak di Pulau Lombok, Samawa di bagian tengah hingga barat Pulau Sumbawa dan Mbojo di bagian tengah hingga timur Pulau Sumbawa, serta diperkuat dengan 71

budaya etnik Bali, Jawa, Melayu, Bugis, Timor, Banjar, Cina, dan Arab menjadikan NTB ibarat miniatur Indonesia dan mozaik budaya nusantara. Berbagai tempat wisata yang masih alami dan tradisional dengan panorama alam dari puncak pegunungan, lembah, dan ngarai serta hamparan lahan pertanian yang mempesona, hingga bentangan pantai laut dan gugusan terumbu karang terdapat di Provinsi NTB. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 1989 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata di Daerah NTB, terdapat lima belas kawasan pengembangan pariwisata. Sembilan kawasan tersebar di Pulau Lombok, enam kawasan lainnya terdapat di Pulau Sumbawa. Lima belas kawasan tersebut adalah: 1. Kawasan Pariwisata Suranadi dan sekitarnya (96 Ha). 2. Kawasan Pariwisata sire, Gili Air, Senggigi, dan sekitarnya (1.800 Ha). 3. Kawasan Gili Gede dan sekitarnya (2.590 Ha). 4. Kawasan Pariwisata Kuta, Seger, A an dan sekitarnya (2.590 Ha). 5. Kawasan Pariwisata Selong Belanak dan sekitarnya (480 Ha). 6. Kawasan Pariwisata Rinjani dan sekitarnya (17.000 Ha). 7. Kawasan Pariwisata Gili Indah dan sekitarnya (650 Ha). 8. Kawasan Pariwisata Gili Sulat dan sekitarnya (1.317 Ha). 9. Kawasan Pariwisata Dusun Sade dan sekitarnya (315 Ha). 10. Kawasan Pariwisata Pulau Moyo dan sekitarnya (1.528 Ha). 11. Kawasan Pariwisata Pantai Maluk dan sekitarnya (376 Ha). 12. Kawasan Pariwisata Pantai Hu u dan sekitarnya (2.756 Ha). 13. Kawasan Pariwisata Sape dan sekitarnya (203 Ha). 72

14. Kawasan Pariwisata Teluk Bima dan sekitarnya (203 Ha). 15. Kawasan Pariwisata Tambora dan sekitarnya (2.526 Ha). Salah satu tempat wisata yang juga berada di daerah Lombok Tengah atau tidak jauh dari BIL adalah Pantai Kuta Lombok. Pantai ini memang belum seramai dengan pantai-pantai yang ada di Bali. Akan tetapi keindahannya tidak kalah dengan pantai-pantai di Bali. Kebanyakan pantai-pantai yang ada di Pulau Lombok berpasir putih. Pantai Kuta sendiri saat ini masih terus dikembangkan sebagai salah satu tujuan wisata utama di Lombok Tengah. Keberadaan BIL sekaligus sebagai promosi tempat-tempat wisata di Pulau Lombok. Tempat wisata lain yang tidak kalah adalah Pantai Senggigi, pantai yang letaknya memang agak jauh dari BIL tetap menjadi pilihan para wisatawan asing maupun domestik. Melalui Pantai Senggigi ini, wisatawan bisa menyebrang ke Gili Trawangan dan Gili Air dengan kapal motor. Gili Trawangan dan Gili Air terkenal dengan pantai pasir putih yang sangat jernih. Selain itu, didekat kaki Gunung Rinjani juga terdapat wisata mata air Narmada. Mata air Narmada ini diproduksi menjadi air mineral kemasan yang tahun ini telah diekspor ke Melbourne, Australia. Berbagai potensi yang dimiliki oleh Provinsi NTB diharapkan semakin terjangkau oleh masyarakat terutama setelah beroperasinya BIL. BIL membuat akses menuju Provinsi NTB terutama Pulau Lombok menjadi mudah. Penerbangan langsung dari berbagai daerah telah dibuka seiring dengan semakin besarnya kapasitas daya tampung baik penumpang maupun pesawat di BIL. Susilo Bambang Yodhoyono dalam Suara Merdeka (2011) mengatakan bahwa ada tiga alasan pembangunan BIL menggantikan Bandara Selaparang 73

dinilai tepat. Pertama, secara nasional jasa atau bisnis angkutan udara meningkat. Kedua, pariwisata di Provinsi NTB akan terdorong seiring pembangunan BIL karena maningkatkan kelancaran arus masuk dan keluar penumpang. Ketiga, BIL mendorong konektivitas di seluruh Indonesia sekaligus menggarisbawahi keperluan untuk memastikan pembebasan tanah tidak merugikan warga. Jumlah penumpang yang datang melalui penerbangan domestik pada bulan Desember 2011 sebanyak 87.144 orang, naik 30,68 persen dari bulan Nopember 2011. Sedangkan melalui penerbangan internasional sebesar 1.784, turun 17,86 persen dari bulan Nopember 2011. Akan tetapi di bulan Januari, jumlah penerbangan internasional kembali meningkat 1,78 persen dari bulan Desember yaitu sebesar 1.484 orang. Banyaknya penumpang yang datang ke Provinsi NTB melalui BIL terutama untuk mengunjungi tempat wisata, akan berdampak pada pertumbuhan sektor ekonomi pariwisata. Pertumbuhan sektor tersebut tentunya akan berdampak pada perekonomian Provinsi NTB karena bisa menambah penerimaan pemerintah dari devisa dan retribusi pengelolaan tempat wisata. Perkembangan sektor pariwisata juga bisa menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar tempat pariwisata. Oleh karena itu, seperti yang dijelaskan pada teori pendapatan nasional dan pengeluaran agregrat bahwa jika terjadi kenaikan variabel investasi ceteris paribus maka akan meningkatkan pendapatan nasional riil. Dengan kata lain, adanya investasi pembangunan BIL nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 74