BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam pelaksanaan proyek konstruksi gedung maupun sipil. Variation order atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Variation Order. Variation order (vo) atau pekerjaan tambah kurang merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi dalam pelaksanaan proyek konstruksi gedung maupun sipil. penyempurnaan design yang sudah ada di dalam sebuah kontrak

DAFTAR PUSTAKA. 3. Diphohusodo, Istimawan., (1996), Manajemen Proyek Konstruksi, Jilid 1 & 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Indonesia.

BAB II DASAR TEORI. Dalam kegiatan kontrak, dikenal istilah pre contract dan post contract.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN STANDAR/SISTIM KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL (AIA, FIDIC, JCT, SIA) (RINGKASAN) Oleh : Ir. H. Nazarkhan Yasin

KONFLIK ANTARA KONTRAKTOR DAN PEMILIK PROYEK YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN KLAIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu

BAB II STUDI PUSTAKA

KLAIM KONSTRUKSI (STUDI KASUS: PEKERJAAN PENGADAAN GEDUNG KESEHATAN PADA BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA) Herman Susila.

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Berpikir Adanya perbedaan volume didalam dokumen tender antara BQ dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DOKUMEN-DOKUMEN PROYEK KONTRAK

BAB III KLAIM KONSTRUKSI

BENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI (RINGKASAN) Oleh: Ir. H. Nazarkhan Yasin

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada beberapa area. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (mode,

DAFTAR PUSTAKA. Abdulrasyid,Priyatna Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta : PT.

ANALISIS KONTRAK DAN NILAI KLAIM PADA PELAKSANAAN SUB-PAKET PEKERJAAN STRUKTUR. (Studi Kasus: Proyek Ciputra World Apartment and SOHO)

BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL DOKUMEN PENGADAAN :

PANDANGAN KONTRAKTOR TERHADAP KLAUSUL-KLAUSUL KONTRAK PADA PROYEK KONSTRUKSI Theodorus Bryan 1, Yosua S. Sidarta 2, Andi 3

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

STUDI PERSEPSI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENJADWALAN DAN EVALUASI PROYEK

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pada umumnya sistem kontrak konstruksi yang paling banyak


STUDI PERBANDINGAN STANDAR DAN PROSEDUR DOKUMEN KONTRAK FIDIC DENGAN STANDAR MENTERI PEKERJAAN UMUM. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang timbul dalam setiap proyek konstruksi, salah satunya adalah

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. sitematis. Dapat diartikan juga sebagai wadah dalam kegiatan sekelompok

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK

Simulasi Kontrak Konstruksi (Penyusunan dan Pelaksanaan Kontrak)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SEMINAR NASIONAL NOVEMBER MANAJEMEN KLAIM PROYEK KONSTRUKSI Construction Claim Management

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-faktor Penentu dalam Pemilihan Jenis Kontrak Untuk Proyek Pembangunan Gedung Pertokoan. M. Ikhsan Setiawan, ST, MT

A D E D D E N D U M D O K U M E N P E N G A D A A N Nomor : 235.4/PL.420/PA-STP/XI/2012 Tanggal : 30 November 2012

BAB III MANAGEMENT DAN ORGANISASI PROYEK

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KLAIM KONTRAK DAN PENYELESAIANNYA PADA PROYEK KONSTRUKSI

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

PENGADILAN AGAMA KELAS I-A KENDAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi, yaitu sebuah dokumen tertulis antara pemilik dan kontraktor untuk

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertemuan Kedua PESERTA PROYEK KONSTRUKSI. 2.2 Persamaan dan Perbedaan sasaran masing-masing peserta. digunakan.

BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK

TCE-06 DOKUMEN KONTRAK

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

SURABAYA SATUAN KERJA : RSUD Dr.SOETOMO SURAT PERINTAH KERJA (SPK) NOMOR DAN TANGGAL SPK : 027/15121/301/XI/2016, TGL.

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

SURAT PERINTAH KERJA (SPK) NOMOR : SPK- /SPPK3000/2015/S7. : Pengadaan Tambahan Lisensi IT Service Management (ITSM) Tools ANTARA SKK MIGAS DENGAN

Tugas Dan Tanggung Jawab Team Leader

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara


PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengelolaan risiko..., Budi Suanda, FT UI, 2008

MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK

C. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawas dengan nilai Rp ,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III STRUKTUR ORGANISASI PROYEK

H. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan dengan nilai di atas Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL DAN TEKNOLOGI. Pandangan Hukum

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BID EVALUATION SYSTEM

JENIS SENGKETA YANG SERING TERJADI PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA

Artikel Magazine: PROSES DBs: COCOKKAH UNTUK INDONESIA?? Ir. H. Gusnando S Anwar MEngSc FCBArb. Abstrak:

BAB I PENDAHULUAN. yang terlibat didalamnya yaitu owner, engineer, dan kontraktor. Pihak-pihak

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Variation order Variation order (VO) atau pekerjaan tambah kurang merupakan hal yang sering terjadi dalam pelaksanaan proyek konstruksi gedung maupun sipil. Variation order atau pekerjaan tambah kurang ini merupakan bentuk penyempurnaan design yang sudah ada di dalam sebuah kontrak pekerjaan. 2.1.1 Pengertian Variation Order Secara singkat variation order dapat didefinisikan sebagai modifikasi dari original kontrak (Schaulfelbeger & Holm, 2002). Menurut Fisk (2006) variation order merupakan suatu kesepakatan antara pemilik dan kontraktor untuk menegaskan adanya perubahan-perubahan rencana dan jumlah kompensasi biaya kepada kontraktor yang terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi, setelah penandatanganan kerja antara pemilik dan kontraktor. Menurut American Institute of Architect (AIA) 2007 variation order adalah sebuah permintaan secara tertulis yang ditandatangani oleh arsitek, kontraktor, dan pemilik yang dibuat setelah kontrak diterbitkan, yang mempunyai kuasa untuk merubah ruang lingkup pekerjaan atau melakukan penyesuaian terhadap nilai kontrak dan waktu penyelesaian pekerjaan. Definisi lain dari variation order adalah dokumen resmi yang ditandatangani oleh pemilik dan kontraktor untuk memberikan kompensasi kepada kontraktor terhadap perubahan, tambahan pekerjaan, keterlambatan, atau akibat yang lain dari perjanjian bersama yang tertulis dalam kontrak (Barrie & Paulson, 1992). II-1

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa definisi variation order adalah persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pemilik, kontraktor, dan juga perencana untuk memodifikasi atau memberi perubahan pada pekerjaan yang telah diatur dalam dokumen kontrak, dimana perubahan tersebut dapat mengakibatkan adanya penyesuaian terhadap biaya dan waktu pekerjaan. 2.1.2 Tujun Variation Order Menurut Fisk (2006) tujuan variation order adalah : 1. Untuk mengubah rencana kontrak dengan adanya metode khusus dalam pembayaran. 2. Untuk mengubah spesifikasi pekerjaan, termasuk perubahan pembayaran dan waktu kontrak dari sebelumnya. 3. Untuk persetujuan tambahan pekerjaan baru, dalam hal ini termasuk pembayaran dan perubahan dalam kontrak. 4. Untuk tujuan administrasi dalam menetapkan metode pembayaran kerja extra maupun penambahannya. 5. Untuk mengikuti penyesuaian terhadap harga satuan kontrak bila ada perubahan spesifikasi. 6. Untuk pengajuan pengurangan biaya insentif proposal bila ada perubahan proposal value engineering. 7. Untuk menyesuaikan schedule proyek akibat perubahan. 8. Untuk menghindari perselisihan antara pihak kontraktor dengan pemilik 2.1.3 Jenis Variation Order Variation order atau change order terdapat dua tipe dasar perubahan, yaitu Direct Change (Perubahan Formal) dan Constructive Change (Perubahan Informal). II-2

2.1.4 Direct Change ( Perubahan Formal ) Direct change atau perubahan formal adalah perubahan yang diajukan dalam bentuk tertulis, yang diusulkan kepada kontraktor untuk merubah ruang lingkup kerja, waktu pelaksanaan, biaya-biaya atau hal-hal lain yang berbeda yang telah dispesifikasikan dalam kontrak (Gilbreath, 1992). 2.1.5 Constructive Change ( Perubahan Informal ) Constructive change adalah tindakan informal untuk memerintahkan suatu modifikasi kontrak di lapangan yang terjadi oleh karena atas permintaan pemilik perencana atau kontraktor. Constructive Change juga dijelaskan sebagai suatu kesepakatan perubahan antara pemilik dan kontraktor dalam soal biaya dan waktu (Barrie & Paulson, 1992), oleh karena itu sebaiknya kontraktor sebaiknya mengajukan perubahan secara tertulis. Dalam hal ini jenis variation order atau change order yang dibahas adalah perubahan formal karena merupakan perubahan tertulis, yang secara resmi diajukan dan disetujui oleh kedua belah pihak untuk melaksanakan perubahan tersebut dan kompensasi yang akan diterima oleh kontraktor. Menurut Fisk (2006) perubahan konstruktif dapat menyebabkan perselisihan yang biasanya terjadi karena beberapa hal berikut : 1. Perencanaan dan spesifikasi yang kurang baik 2. Penafsiran yang berbeda dari pihak perencana. 3. Standar pelaksanaan yang lebih tinggi dari pada yang telah dispesifikasikan. 4. Pemeriksaan dan penolakan yang tidak tepat. 5. Perubahan metode pelaksanaan 6. Perubahan dalam urutan konstruksi 7. Hal-hal yang belum ditentukan oleh pihak pemilik. II-3

2.1.6 Syarat Pengajuan Klaim Variation Order Dalam mengajukan claim variation order kontraktor harus melengkapi dokumen persyaratan sebagai berikut : 1. Klaim variation order (VO) besera rekap VO dalam bentuk hardcopy yang sudah ditanda tangani oleh kontraktor dan softcopy dalam bentuk cd dengan format microsoft excel. 2. Copy Site Instruction (SI) 3. Copy Site Memo (SM) 4. Copy minute of meeting (MOM) 5. Berita Acara progress Pekerjaan (BAPP) 6. Breakdown Perhitungan Quantity 7. Contract Drawing 8. Shop Drawing / As Build Drawing 9. Foto Progress Pekerjaan 10. Analisa Harga Satuan untuk item yang baru 11. Penawaran Harga dari supplier untuk item yang baru 2.1.7 Dokumen Kelengkapan Tagihan Klaim Variation Order Dalam mengajukan tagihan variation order kontraktor harus melengkapi dokumen persyaratan sebagai berikut : 1. Rekapitulasi variation order yang telah diklarifikasi konsultan Quantity Surveyor External / Quantity Surveyor Internal. 2. Berita Acara Prestasi Pekerjaan 100% untuk Site Intruction terkait. 3. Rekapitulasi Progress Pembayaran Variation Order yang ditanda tangani bersama Quantity Surveyor External / Quantity Surveyor II-4

4. Internal, Project Manager Owner dan Project Manager Kontraktor. 5. Nilai klaim Variation Order yang akan ditagihkan harus dimasukan 6. ke dalam form Summary Laporan Bulanan. 2.1.8 Site Intruction Penerbitan Site Intruction harus dilengkapi dengan data referensi berupa: data kontrak seperti gambar kontrak dan klarifikasi tender, site memo perihal pekerjaan perubahan tersebut, gambar for construction dan dokumen pendukung lainnya seperti risalah rapat. Setiap perubahan gambar harus disetujui / ditandatangani oleh design leader, dalam bentuk gambar for construction, untuk perubahan gambar akibat penyesuaian lapangan harus di ajukan ke design leader dalam bentuk request for information / RFI. Gambar for construction perubahan yang di terbitkan design leader harus disertai dengan design intruction. Gambar / dokumen for construction yang di terima pihak project dan telah ditandatangani design leader akan dikirimkan ke kontraktor melalui site memo sebelum site instruction diterbitkan. 2.2 Kontrak Menurut pasal 1313 KUH Perdata Undang-Undang Repubik Indonesia definisi kontrak adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari definisi di atas dapat disimpulkan kontrak merupakan perikatan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. 2.2.1 Syarat Syarat Suatu Kontrak Menurut pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu kontrak adalah: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. II-5

3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subyektif, yaitu yang berhubungan dengan pihak-pihak yang membuat perjanjian. Apabila kedua syarat tersebut tidak dipenuhi maka kontrak tersebut dapat menjadi voidable atau dapat diminta pembatalannya oleh salah satu pihak melalui peradilan. Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif, artinya mengenai obyek yang harus dilakukan. Apabila kedua syarat ini tidak dipenuhi maka kontrak tersebut tidak jelas atau tidak ada yang diperjanjikan dan kontrak tersebut dapat dikatakan null and void atau batal demi hukum. Kontrak pada umumnya terdiri dari beberapa dokumen yang saling melengkapi dan secara bersama di sebut dokumen kontrak. Dokumen kontrak dapat terdiri dari dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Dokumen tender. 2. Surat penunjukan. 3. Surat perjanjian 4. Syarat syarat perjanjian. 5. Rincian pekerjaan dan harga. 6. Dokumen lain seperti berita cara prebid meeting, Ba, klarifikasi,data tanah,dll. 2.2.2 Jenis Jenis Kontrak Kontrak pekerjaan kontruksi dapat dibagi empat jenis, yaitu: 1. Kontrak pelaksanaan pembangunan (Build Contract). 2. Kontrak merancang dan membangun (Design & Build Contract). 3. Kontrak perencanaan dan pengelolaan (Design & Management Contract). 4. Kontrak Bangun Guna dan Serah (Build Operate and Transfer Contract). II-6

2.2.2.1 Kontrak Pelaksanaan Pembangunan ( Build Contract ) Kontrak semacam ini merupakan kontrak yang menitik beratkan pada penetapan design proyek, kontraktor hanya membangun saja. Build Contract dapat dibagi dalam dua jenis lagi, yaitu: 1. Kontrak Harga Tetap (Fixed Price Contract) terdiri dari: a. Lump sum Contract b. Unit Price Contract 2. Kontrak Biaya diganti (Prime Cost Contract) terdiri dari: a. Cost Plus Percentage Contract b. Cost Plus Fixed Fee Contract c. Cost Plus Variable Fee Contract d. Target Estimate Contract e. Guaranted Maximum Cost Contact f. Convertible Cost Contract g. Cost Plus Time and Material Contrac 2.2.2.2 Kontrak Merancang dan Pembangunan (Design & Build Contract) Dalam kontrat ini kontraktor diminta mengajukan penawaran pekerjaan membangun dan merancangnya, artinya kontraktor juga bertangung-jawab terhadap design konstruksi sekaligus pelaksanaanya. Kontrak tipe ini dibagi menjadi: a. Tipe Putar Kunci (Turn Key) b. Tipe Negosiasi Kontrak (Negotiated Contract) II-7

2.2.2.3 Kontrak perencanaan dan pengelolaan (Design & Management Contract) Pekerjaan mengelola sebuah proyek mulai dari konsep sampai selesai dan siap dipakai dapat dikerjakan oleh pihak pemilik sendiri, apabila pemilik mempunyai staf ahli atau pemilik tidak mempunyai cukup waktu yang cukup untuk mengelola proyek tersebut, maka pekerjaan mengelola proyek tersebut dapat dikontrakkan kepada organisasi spesialis/individu yang dikenal dengan nama konsultan. Design and Management Contract ini memiliki dua macam tipe, yaitu: 1. Project Management Contract. 2. Construction Management Contract. 2.2.2.4 Kontrak Bangun Guna dan Serah (Build Operate and Transfer Contract). Seseorang, badan pemerintah atau perusahaan swasta yang memiliki asset berupa tanah yang potensial dan ingin mengembangkan aset tersebut untuk mendapatkan hasilnya, namun tidak memiliki dana dan keahlihan dapat menggunakan Build Operate and Transfer Contract (BOT Contract) yang diterjemahkan menjadi Kontrak Bangun Guna dan Serah, yaitu suatu perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor yang menyatakan bahwa pemilik memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama perjanjian BOT Contract dan mengalihkan kepemilikan bangunan setelah masa BOT Contract berakhir. Terdapat empat tahapan dalam kontrak ini, yaitu: 1. Masa pra-operasional 2. Tahap masa konstruksi. 3. Tahap masa operasi komersial. 4. Tahap penyerahan kembali. II-8

2.2.3 Standar kontrak FIDIC Federation internationaled desingeniers conseils (FIDIC) adalah sebuah lembaga yang mengeluarkan standar kontrak yang kini banyak diterapkan dalam berbagai proyek berskala internasional di dunia. Standar kontraknya bernama FIDIC General Conditions of Contract for Construction yang telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia. FIDIC sebagai suatu organisasi konsultan internasional telah menghasilkan banyak pedoman dan standar dokumen kontrak yang diakui oleh institusi pemberi pinjaman sebagai adil dan berimbang dan oleh karenanya disyaratkan untuk dipergunakan bagi setiap proyek yang dibiayai dengan pendanaan yang dipinjam dari institusi pendanaan luar negri seperti World Bank, ADB, JBIC dan masih banyak lagi yang lain (FIDIC, 2007: i). Ketua LPJK HM Malkan Amin (2008:vii) mengatakan FIDIC (federation internationaled desingeniers conseils) Conditions of Contract adalah suatu persyaratan umum kontrak yang disyaratkan untuk dipergunakan pada semua kontrak internasional yang didanai dengan pinjaman dari institusi pemberi pinjaman internasional dan hingga saat ini merupakan persyaratan umum kontrak yang diwajibkan untuk digunakan pada kontrak internasional. Menurut tim penerjemah FIDIC General Conditions of Contract for Construction terdapat banyak manfaat dengan adanya standar persyaratan umum kontrak, diantaranya : Lebih ekonomis karena tidak perlu menyusun persyaratan kontrak baru setiap kontrak baru akandiberikan. Lebih memberikan kepastian pada waktu memasukan penawaran serta penetapan harga menjadi lebih mudah dan cepat. II-9

Kontraktor nasional yang bekerja sebagai subkontraktor dari kontraktor internasional akan mendapatkan persyaratan yang adil dan berimbang (fair and balance). Kontraktor nasional akan dapat lebih memahami hak - haknya dan pengaturan pembagian resiko yang seimbang. Kemungkinan lebih besar untuk menghindari sengketa yang tidak diinginkan di pengadilan atau arbitrase 2.2.4 Standar Kontrak Lump Sum Fix Price Kontrak kerja konstruksi adalah suatu perbuatan hukum antara pihak pengguna jasa dengan pihak penyedia jasa konstruksi dalam melaksanakan pekerjaan jasa konstruksi dimana dalam hubungan hukum tersebut diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak (Undang Undang Jasa Konstruksi No 18, 1999). Peraturan perundangundangan mengenai Jasa Konstruksi. UU No 18/1999 tentang Jasa Konstruksi baru di undangkan tahun 1999 dan baru mulai berlaku tahun 2000 maka sesuai asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam KUHPer Pasal 1320 banyak sekali model kontrak konstruksi, salah satunya kontrak Lump Sum. Lump sum adalah kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan yang ditawarkan sesuai dengan persyaratan yang disepakati (gambar konstruksi, spesifikasi, schedule, dan semua persyaratan dalam dokumen lainnya) dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti, tertentu dan tetap yang disetujui secara tertulis sebelum pekerjaan dimulai. Pemberi tugas setuju membayar harga atas penyelesaian pekerjaan berdasarkan cara pembayaran yang telah dinegosiasikan Jenis-jenis kontrak Kontrak Lump Sum berdasarkan aspek perhitungan biaya terdiri atas dua jenis, antara lain: II-10

1. Lump Sum fixed Prised Contract Kontrak jenis ini digunakan pada kondisi kontraktor akan membangun sebuah proyek sesuai rancangan yang ditetapkan pada suatu biaya tertentu. Jika terjadi perubahan yang menyebabkan terjadinya perubahan biaya, dilakukan negosiasi antara pemilik dan kontraktor untuk menetapkan pembayaran yang akan diberikan kepada kontraktor. 2. Lump Sum fixed Prised Unit Rate Contract Penilaian harga setiap unit pekerjaan Penentuan besarnya harga satuan harus mengakomodasi seluruh biaya yang mungkin terjadi (seperti biaya overhead, keuntungan, biaya tak terduga, dan biaya untuk mengantisipasi risiko). Perikatan terjadi terhadap harga satuan setiap jenis/item pekerjaan, sehingga kontraktor hanya perlu menentukan harga satuan yang akan ditawar untuk setiap item dalam kontrak. 2.3 Klaim ( Claim ) 2.3.1 Definisi Klaim Sebelum membahas tentang definisi klaim konstruksi, ada baiknya dibahas definisi klaim itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, klaim berarti tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu. Terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara definisi klaim menurut bahasa Indonesia dengan definisi klaim menurut bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Klaim berdasarkan kepustakaan bahasa Inggris berarti permintaan (demand) bukan tuntutan, ini adalah pengertian yang benar (Yasin, 2004). Sedangkan hampir dalam seluruh kepustakaan Indonesia klaim diartikan sebagai tuntutan. II-11

Klaim konstruksi, menurut Yasin (2004), adalah klaim yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa atau antara penyedia jasa utama dengan subpenyedia jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar dengan pengguna/penyedia jasa yang biasanya mengenai permintaan tambahan waktu, biaya, atau kompensasi lain. Klaim tidak lebih dari suatu permintaan atau pemohonan mengenai biaya, waktu atau kompensasi pelaksanaan atas sesuatu yang telah diberikan atau dimaksud dari salah satu pihak dalam kontrak kepada pihak lain. Klaim dapat disajikan dalam setiap macam bentuk, mulai dari yang tidak resmi atau bahkan permintaan lisan sampai kepada paket dokumen klaim yang disusun secara rapi. Kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah klaim itu secara alamiah adalah berupa tuntutan hukum dengan pengertian salah satu pihak menggugat pihak lain atas suatu kerusakan dalam rana hukum. Sebetulnya bukan ini kasusnya. Walaupun beberapa klaim memburuk sampai suatu titik dimana permintaan membutuhkan tindakan hukum atau arbitrase, kebanyakan diselesaikan jauh sebelum hal ini terjadi. Kebanyakan mayoritas klaim yang diprakarsai oleh Pengguna/ Penyedia Jasa diselesaikan melalui perundingan mematuhi ketentuan-ketentuan atau pendekatan yang disetujui bersama mengenai waktu dan biaya pelaksanaan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Dalam daerah hukum dan ancaman hukum, kebanyakan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa menyadari penyelesaian tanpa melalui jalur hukum sangat lebih dikehendaki. Kedua belah pihak biasanya menderita jika klaim berlangsung atau dialihkan kedalam tuntutan hukum. Di Indonesia hampir tidak ada kontrak konstruksi yang memuat klausula mengenai klaim, kecuali kontrak-kontrak yang mengacu pada sistem kontrak konstruksi international seperti FIDIC, JCT, atau SIA. II-12

2.3.2 Unsur Unsur Klaim Menurut Ir. H. Nazarkhan Yasin dalam bukunya Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi, Unsur-unsur klaim konstruksi tersebut yaitu : a. Tambahan upah, material, peralatan, pengawasan, administrasi, overhead dan waktu. b. Pengulangan pekerjaan (bongkar/pasang). c. Penurunan prestasi kerja d. Pengaruh iklim. e. De-mobilisasi dan Re-mobilisasi. f. Salah penempatan peralatan. g. Penumpukan bahan. h. De-efisiensi jenis pekerjaan. 2.3.3 Kategori Klaim Klaim dapat terjadi dari Pengguna Jasa terhadap Penyedia Jasa atau sebaliknya. Berdasarkan hal ini klaim dapat dikategorikan dalam 3 hal yaitu : Dari Pengguna Jasa terhadap Penyedia Jasa berupa : a. Pengurangan nilai kontrak b. Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan c. Kompensasi atas kelalaian Penyedia Jasa Dari Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa berupa : a. Tambahan waktu pelaksanaan pekerjaan b. Tambahan kompensasi c. Tambahan konsesi atas pengurangan spesifikasi teknis atau bahan Dari Sub Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa II-13

2.3.4 Jenis Jenis Klaim Menurut Tela dan Saleh (2007) jenis klaim dapat dibagi menjadi 4 jenis, antara lain: 1. Klaim tambahan biaya dan waktu Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya. Diantara beberapa jenis klaim, dua jenis klaim ini yang sering timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. 2. Klaim biaya tak langsung (overhead) Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebabsebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai. 3. Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan biaya) Penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena lasan-alasan tertentu. 4. Klaim kompensasi lain Dalam beberapa kondisi, penyedia jasa selain mendapatkan tambahan waktu juga mendapatkan kompensasi lain. Berry et al. (1990) membagi jenis klaim dalam empat kategori utama, yaitu: a. Klaim atas kerugian karena disebabkan oleh perubahan kontrak yang dilakukan pemilik b. Klaim atas tambahan elemen nilai kontrak c. Klaim yang dibuat karena perubahan kerja d. Klaim karena penangguhan proyek Perubahan kontrak dalam proyek konstruksi biasanya terjadi karena konsultan perencana atau owner sendiri melakukan perubahan desain atau rencana kerja yang II-14

telah disepakati sebelumnya. Hal ini mengakibatkan kontraktor pelaksana harus merubah atau bahkan mengganti hasil pekerjaan sebelumnya. Klaim juga dapat terjadi karena adanya penambahan biaya akibat adanya penambahan elemen nilai kontrak dari nilai kontrak sebelumnya. Hal ini menyebabkan pembengkakan biaya yang harus diderita kontraktor pelaksana. Perubahan pekerjaan pada umumnya berupa perubahan metode pekerjaan. Terkadang metode pekerjaan yang diterapkan kontraktor pelaksana tidak sesuai dengan keinginan perencana atau owner. Oleh karena itu, kontraktor harus menerapkan metode yang baru untuk proyek konstruksi. Penghentian pekerjaan proyek atau penangguhan proyek juga sering terjadi dalam suatu proyek konstruksi. Berbagai penyebab penangguhan ini seperti penundaan pembayaran dapat menyebabkan terhentinya proses pekerjaan dalam proyek konstruksi. 2.3.5 Analisa Klaim Untuk mempertimbangkan manfaat-manfaat dari klaim dan menentukan tambahan kompensasi apa yang diizinkan (bilamana ada), Pengguna Jasa harus menganalisis secara seksama klaim tersebut dalam 3 tahapan yaitu: a. Analisis secara faktual (apa sesungguhnya yang terjadi) b. Analisis secara hukum atau berdasarkan kontrak (apakah benar penyedia jasa berhak mengajukan klaim) c. Analisis biaya (berupa biaya tambahan uang atau waktu harus diberikan kepada penyedia jasa) Analisis klaim secara faktual dan hukum lebih mudah jika anda mempunyai bentuk pengawasan yang cocok, rincian data, pengawasan perubahan yang tersusun, penetapan kemajuan pekerjaan dan pembayaran yang obyektif dan sebagainya. Akan II-15

tetapi, sungguh mengejutkan berapa luas analisa biaya dapat bervariasi dari keadaan fakta dan hukum yang sama. Inilah daerah pembelaan klaim analisa biaya yang mengandung resiko tertinggi dan menuntut perhatian terbesar dari Pengguna Jasa. Ada dua metoda yang nyata untuk menghitung biaya-biaya klaim : a. Metoda biaya total b. Metoda kenaikan biaya. Dengan metoda biaya total, penyedia jasa secara sederhana membandingkan biaya sebenarnya dari pelaksanaan suatu pekerjaan atau bagian pekerjaan dengan biaya yang diharapkan (atau biaya pada waktu penawaran atau harga kontrak). Perkiraan atau asumsinya adalah bahwa semua kenaikan biaya yang diderita Penyedia Jasa merupakan klaim. Tidak perlu disebut, kebanyakan Pengguna Jasa menanggapi secara negatif pendekatan metoda biaya total ini. Masalah utama adalah Penyedia Jasa harus membuktikan bahwa pekerjaan yang di rubah di laksanakan seefisien mungkin. Ini sukar dilaksanakan. Walaupun pendekatan ini dapat menyakinkan batas atas dari biaya klaim yang diperlukan, hal ini biasanya tidak berdaya guna dalam mencari penyelesaian. Metoda kenaikan biaya lebih dianjurkan dibandingkan dengan metode biaya total karena beberapa alasan. Pertama-tama, metode ini mensahkan kenaikan-kenaikan biaya yang timbul dari kondisi-kondisi lain dari yang terhutang pada fakta-fakta klaim (inefisiensi penyedia jasa, nasib buruh, faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan klaim itu sendiri). Kedua, pendekatan ini memungkinkan biaya-biaya diperkirakan untuk unsurunsur pekerjaan yang berlainan dibawah penetapan parameter biaya yang adil. Seringkali dengan filosofi biaya total, suatu unsur kenaikan biaya yang tidak pada tempatnya, bila dimasukkan kedalam klaim, mengaburkan atau menodai unsur-unsur II-16

yang bermanfaat, sehingga mengurangi efektifitas klaim. Selain itu metode kenaikan biaya menitik beratkan pada penyebab dan pengaruh dalam satu nada. Dengan metode kenaikan biaya, para penyedia jasa mengaitkan setiap tambahan biaya dengan setiap fakta penyebab, misalnya : Pengarahan anda adalah pemadatan tanah dilakukan dengan alat pemadat tangan yang seharusnya menggunakan mesin giling menyebabkan kami menanggung kenaikan biaya. Yang paling penting, metode kenaikan biaya memungkinkan peningkatan pemecahan dengan mudah, unsur-unsur pemecahan dapat dipisahkan dan ditangani dengan cepat, sementara lebih banyak sengketa tertunda. 2.3.6 Faktor-Faktor Penyebab Klaim Secara garis besarnya, klaim dari kontraktor kepada pemilik bangunan dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Keterlambatan yang diakibatkan oleh owner Mayoritas klaim terjadi akibat keterlambatan (delay). Kebanyakan kontraktor kuran menyadari seringnya terjadi klaim akibat keterlambatan ini sampai mereka tela berkonsultasi dengan orang yang ahlli klam. Padahal mereka dapat mengurangi kerugiannya jika menyadari hal ini. Dalam hal ini, keterlambatan yang disebabkan oleh owner disebut compensable delay. Conpesable delay terjadi karena alasan keterlambatan tidak tertulis dalam kontrak, sehingga owner harus memberikan tambahan waktu dan tambahan biaya kepada kontraktor. (Fisk, 1999) 2. Perubahan jadwal oleh owner Perubahan jadwal konstruksi akan berpengaruh pada pelaksanaan proyek, terhadap biaya proyek dan keuntungan yang dapat diperoleh kontraktor. Ketika perubahan tersebut dilakukan oleh owner, maka kontraktor dapat mengajukan II-17

klaim. Salah satu penyebab perubahan jadwal misalnya, adanya perintah untuk mempercepat pekerjaan (Chandra, 2005) 3. Perubahan-perubahan konstruktif yang merugikan kontraktor Perubahan konstruktif adalah suatu tindakan informal untuk memodifikasi isi kontrak, yang dilakukan oleh owner dan engineer. Tindakan ini dapat mengakibatkan peningkatan biaya atau waktu bagi kontraktor, dan dianggap sebagai perubahan perintah. hal ini harus diklaim secara tertulis oleh kontraktor pada waktu yang ditentukan dalam dokumen kontrak, Jika tidak kontraktor akan kehilangan haknya untuk melakukan klaim. (Chandra, 2005) Perubahanperubahan tidak resmi adalah sebagai berikut: a. Kelambatan atau cacat informasi dari pengguna jasa biasanya dalam bentuk gambar-gambar atau b. spesifikasi teknis. c. Kelambatan atau cacat informasi dari bahan-bahan atau peralatan yang diserahkan pengguna jasa. d. Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar atau spesifikasi. e. Perubahan-perubahan kondisi lapangan atau kondisi lapangan yang tidak diketahui. f. Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang tidak bersamaan. g. Larangan-larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa. h. Kontrak yang memiliki arti mendua atau perbedaan penafsiran. II-18

4. Perbedaan kondisi lapangan Perbedaan kondisi lapangan biasanya disebabkan karena kondisi yang berubah dan tidak diramalkan terjadi. Peristiwa ini paling sering menjadi penyebab kontraktor yang mengklaim tambahan waktu dan perubahan perintah. (Nazarkhan, 2004) 5. Kondisi cuaca yang tidak biasanya Hujan atau cuaca lainnya yan serupa yang membuat pekerjaan tidak dapat diselesaikan, atau mengakibatka keterlambatan proyek. Owner atau engineer harus mendokumentasikan keterlambatan-keterlambatan akibat cuaca yang terjaadi. Penentuan kompensasi dibuat kemudian. (Nazarkhan, 2004) 6. Gagal membuat kesepatan harga charge order Penyebab terjadinya klaim dari kontraktor ke owner lainnya yaitu adanya kegagaan dalam membuat kesepakatan harga charge order. Seringkali, charge order yan dilakukan owner berisi surat pernyataan yang membuat kontraktor harus menjamin bahwa harga dan waktu yang dicatat pada setiap charge order mewakili biaya total untuk kemudian diserahkan kepada owner untuk perubahan. dan kontraktor tidak berhak menuntut biaya apapun akibat charge order tersebut. Hal ini yan mengakibatkan kontraktor hanya punya satu jalan yaitu melalui proses klaim. (Fisk, 1999) 7. Konflik dalam rancangan dan spesifikasi Dalam klaim kontraktor, klam akibat konflik-konflik yang terjadi karena gambar rancangan dan spesifikasi pada umumnya dapat diatasi dengan membatasi perbedaan biaya yang terjadi pada rancangan dan spesifikasi yaitu antara biaya II-19

proyek yan diinterprestasikan oleh owner dan engineer denga kontraktor. (Fisk, 1999) 8. Penyebab-penyebab lainnya yang dapat merugikan kontraktor Masalah-masalah lain yang timbul selain hal-hal yag telah disebutkan di atas, yang menjadi penyebab timbulnya klaim dari kontraktor ke owner. (Fisk, 1999) Kebanyakan sengketa/ketidaksepakatan dibidang jasa konstruksi pada umumnya dapat diselesaikan melalui negosiasi/mediasi diluar pengadilan karena kontruksi merupakan kegiatan yang berkelanjutan dari awal sampai akhir. Melempar masalah kepengadilan berarti menghentikan pembangunan untuk jangka waktu yang tidak bisa diperhitungkan. Tapi negosiasi atau mediasi pun dapat tidak berfungsi/gagal. 2.3.7 Pengajuan Klaim Menurut Malak, A., Asem, M.U., El-Saadi, M. M.H., Abou-Zeid, M., (2002:84-94) klaim yang diajukan harus logis dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Pada bagian awal ditetapkan secara detail, pihak-pihak yang terkait, tanggal terjadinya peristiwa dan informasi yang sesuai. b. Penjelasan peristiwa penyebab klaim dan akibatnya. c. Analisa fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang menjadi dasar klaim, disertai dengan referensi dan pasal-pasal yang tercantum dalam kontrak. d. Perhitungan dampak biaya berdasarkan rincian biaya aktual langsung dan tidak langsung. e. Penentuan klaim yang menuntut tambahan waktu berdasarkan analisis lintasan waktu kritis dan non kritis. II-20

Penyedia Jasa harus menyiapkan klaimnya secara tertulis untuk kompensasi tambahan bagi perubahan yang harganya tidak ditetapkan dalam rincian yang mencukupi untuk mengajukan secara jelas fakta-fakta yang diperlukan untuk menunjukkan biaya dan posisinya dimana dia berhak mendapatkan kenaikan harga kontrak karena perubahan pekerjaan. Tak ada format tertentu yang diperlukan untuk pengajuan klaim. Akan tetapi klaim tersebut haruslah ditata/diatur secara logis dan berisi fakta pernyataan klaim dalam sebanyak mungkin rincian yang diperlukan untuk menyajikan pandangan Penyedia Jasa, juga harus berisi atau merujuk pada dokumendokumen pokok dan pasal-pasal kontrak, laporan-laporan dari saksi ahli dan foto-foto dan juga harus berisi dasar hukum dan kontrak dari klaim tersebut untuk menunjukkan bahwa Penyedia Jasa berhak mendapatkan kenaikan nilai kontrak. Banyak Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa mengatakan keprihatinannya pada pemberitahuan tentang klaim mengakibatkan hubungan jelek dengan Pengguna Jasa. Sesungguhnya klaim tak perlu menyebabkan perselisihan jika ditangani dengan benar dan taktis dan jika pihak lain dapat dibuat mengerti bahwa pemberitahuan tersebut diperlukan sesuai kontrak. Sebagai tambahan untuk memperkuat klaim mengenai kompensasi tambahan Penyedia Jasa atau Sub Penyedia Jasa harus mengajukan klaim tambahan waktu yang diperlukan untuk perubahan pekerjaan dalam batas penyelesaian tersebut dalam kontrak. Jika Penyedia Jasa atau Sub-Penyedia Jasa melampaui batas ini, kemungkinan dia akan dikenakan ganti rugi kelambatan. Penyedia Jasa atau Sub Penyedia Jasa mudah dikenakan ganti rugi kelambatan karena uangnya dapat dipotong dari pembayaran termijn atau uang retensi. II-21

Kebanyakan Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa diminta berdasarkan kontrak untuk mengajukan klaim perpanjangan waktu jika proyek terlambat karena suatu sebab untuk menghindari ganti rugi kelambatan. Sebagai contoh, jika Pengguna Jasa secara lisan memberitahukan kerja tambah kepada Penyedia Jasa yang akan menyebabkan penyelesaian pekerjaan terlambat, Penyedia Jasa harus mengajukan klaim perpanjangan waktu dalam batas waktu tertentu setelah menerima perintah. Penyedia Jasa dapat melindungi dirinya mengenai hal ini dengan mengirim satu surat kepada Pengguna Jasa yang berisi dua pernyataan : a. Penyedia Jasa telah diperintahkan untuk melaksanakan pekerjaan tambah (jelaskan disini pekerjaan apa) yang menyebabkan dia menanggung biaya tambahan. Klaim untuk tambahan biaya akan diajukan kemudian (atau diajukan sekarang bila dketahui). b. Pekerjaan tambah tersebut akan memperlambat penyelesaian pekerjaan, dan Penyedia Jasa mengajukan klaim perpanjangan waktu untuk melaksanakna pekerjaan tambah. Jadi, bila proyek terlambat, diperlukan 2 macam klaim - perpanjangan waktu dan tambahan biaya. Kesalahan yang biasa terjadi dari Penyedia Jasa yang melaksanakan pekerjaan tambah hanya mengajukan klaim tambahan biaya dan melalaikan klaim perpanjangan waktu. Jika perubahan pekerjaan menyebabkan Penyedia Jasa terlambat dan dia lupa minta perpanjangan waktu maka dia terpaksa mempercepat pekerjaan dengan biayanya sendiri untuk menghindari ganti rugi atas keterlambatan. Para Penyedia Jasa Pemerintah harus mematuhi dengan sejujur-jujurnya ketentuan-ketentuan perundingan yang diatur dalam Armed Services Procurement Act bila mereka II-22

mengajukan klaim-klaim. Menurut peraturan ini, Penyedia Jasa harus mengajukan biaya atau data harga, menyatakan bahwa data tersebut akurat/benar, lengkap dan up to date (mutakhir) dan setuju untuk penyesuaian bila data yang disampaikan tidak akurat. Beberapa instansi Pemerintah memiliki format rinci untuk menghimpun keterangan-keterangan klaim yang diperlukan dalam perudingan. Pengajuan perubahan-perubahan sesuai waktu dapat mencegah kelebihan biaya, kelambatan dan sakit hati pada proyek. Untuk menghindari perubahan-perubahan yang terlambat dalam perencanaan konstruksi, para Pengguna Jasa dapat tertolong dengan secara terus menerus meninjau kembali perencanaan dan spesifikasi. Perencana dan Penyedia Jasa dapat juga secara terus menerus meninjau pekerjaan sebelum dilaksanakan untuk mengurangi sengketa dan perubahan-perubahan pada saat-saat terakhir. Makin cepat perubahan dilakukan, makin berkurang biaya. 2.3.8 Penyebab kegagalan pengajuan klaim Menurut Holland, D.E (1998) ada kalanya klaim yang sudah disiapkan mengalami kegagalan, karena : a. Permohonan pengajuan klaim terlambat b. Kontraktor tidak megikuti prosedur kontrak c. Kurang akuratnya rekaman data yang dibutuhkan d. Klaim yang diajukan tidak mempunyai dasar yang kuat e. Informasi yang dibutuhkan untuk menguji kebenaran klaim tidak tersedia 2.3.9 Penyelesaian Klaim Perselisihan yang terjadi antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi, bila tidak terselesaikan dapat mengakibatkan timbulnya klaim. Untuk itu II-23

sebisa mungkin pihak-pihak yang terkait dalam suatu proyek konstruksi meminimalisir kemungkinan terjadinya klaim tersebut. Menurut Saleh, Nursyam (2007), ada beberapa cara mengantisipasi terjadinya klaim, antara lain : dokumentasi, pengetahuan tentang kontrak, gambaran yang jelas tentang perubahan order, rencana dan penjadwalan. Dokumentasi yang baik, lengkap, dan baik dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk mengetahui perkembangan pekerjaan dalam proyek. Dokumen kontrak harus dibaca dan dipahami dengan baik oleh kontraktor pelaksana agar proyek konstruksi dapat berjalan lancar. Pengetahuan yang baik tentang dokumen kontrak juga dapat menghindari kesalahan intrepetasi kontraktor terhadap kontrak. Perubahan order dalam proyek konstruksi mencakup beberapa hal, diantaranya perubahan pada harga yang telah disepakati, perubahan jadwal penyelesaian, dan perubahan pada rencana dan spesifikasi dalam proyek. Perubahan order yang jelas dan dipahami oleh pihak yang terkait dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk menghindari terjadinya klaim. Rencana dan penjadwalan yang baik dan terarah mutlak diperlukan dalam suatu proyek konstruksi. Rencana dan penjadwalan yang baik sangat bermanfaat untuk mewujudkan suatu proyek yang ekonomis dan selesai tepat waktu, sehingga tidak terjadi klaim akibat keterlambatan waktu dan pembengkakan biaya Meskipun timbulnya klaim dalam suatu proyek konstruksi dapat dihindari atau diantisipasi, tetapi pada kenyataannya masih seringkali ditemui perselisihan dalam proyek konstruksi yang menyebabkan terjadinya klaim. Untuk itu perlu adanya langkah penyelesaian permasalahan klaim ini. Perlu adanya forum penyelesaian yang lebih formal dalam mengatasi permasalahan tersebut. Menurut Eilen dan Imelda ada 6 (enam) metode penyelesaian yang umum digunakan dalam industri konstruksi, antara lain : II-24

1. Negosiasi Pihak-pihak yang berselisih mencari penyelesaian perselisihan tanpa campur tangan pihak lain. Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (Barrie,Paulson,1992) 2. Mediasi Pihak-pihak yang berselisih menggunakan mediator (pihak ketiga) untuk menyelesaikan perselisihan dimana pihak ketiga ini bersifat netral. Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (Barrie, Paulson,1992) 3. Arbitrasi Penyelesaian perselisihan yang dibentuk melalui kontrak dimana pihak-pihak yang berselisih menunjuk arbitrator dari badan arbitrase dalam menyelesaikan perselisihan. Keputusan akhir sifatnya mengikat. Arbitrasi ini merupakan alternatif yang lebih cepat dan murah untuk menyelesaikan klaim namun memiliki banyak kerugian, biasanya disebabkan karena proses yang lambat (berkaitan dengan kesibukan jadwal arbitrator) (Patterson, 1997) 4. Litigasi Perselisihan akan dibawa ke pengadilan, dimana masing- masing pihak akan diwakili oleh pengacaranya (Barrie, Paulson,1992). Sebelum itu, diberikan waktu bagi pihak- pihak yang bertikai untuk menganalisa situasi dan menyiapkan kasusnya. Biaya peradilan yang besar dan penantian keputusan dalam jangka waktu yang lama disamping keinginan kontraktor untuk menjalin hubungan yang baik dengan pemilik, menyebabkan alternatif ini jarang digunakan (Muller, 1990; Treacy, 1995). II-25

5. Mini Trial Penyelesaian perselisihan dimana pihak yang berselisih diwakili oleh masingmasing manajer proyek dan adanya pihak ketiga (neutral panel) sebagai penasihat (three member panel) (Abdul-Malak, El-Saadi, AbouZeid, April 2002) 6. Dispute review boards Penyelesaian perselisihan dimana masing-masing pihak yang berselisih memilih satu perwakilan lalu perwakilan tersebut memilih pihak ketiga (three member panel). Keputusan akhir sifatnya tidak mengikat (Abdul-Malak, El Saadi, Abou- Zeid, April 2002). Metode-metode penyelesaian tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Tidak semua perselisihan dalam suatu proyek konstruksi dapat diselesaikan dengan metode yang sama, ada beberapa kasus yang memerlukan metode penyelesaian tertentu. Adalah keputusan dari masing-masing pihak yang terkait dalam perselisihan untuk menentukan mana metode yang dirasa paling tepat dalam menyelesaikan perselisihan. II-26

2.4 Penelitian sebelumnya Pada penelitian ini untuk menentukan Judul penulis mengunakan refrensi dari penulis sebelumnya yang membahas tentang masalah yang sama mengenai klaim pada proyek kontruksi. Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya II-27

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya II-28

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya II-29