TATANAN UPACARA MEMBANGUN PAUMAHAN (Kajian Ritual Pembangunan Rumah Tinggal Tradisional Bali)

dokumen-dokumen yang mirip
BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI )

PEMARGI MELASTI LINGGIH IDA BHATARA RING PURA PUSEH

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PROVINSI BALI PEDOMAN PELAKSANAAN HARI RAYA NYEPI TAHUN SAKA 1938

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA BANTEN PEMAHAYU ANGGA SARIRA DI DESA MENDOYO DANGIN TUKAD KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

DUDONAN UPAKARA/UPACARA LAN RERAHINAN SUKA DUKA HINDU DHARMA BANJAR CILEDUG DAN SEKITARNYA TAHUN 2015

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

Oleh Ni Komang Sri Adnyani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

UPACARA NGERASAKIN DI DESA BANYUATIS (Kajian Bentuk Fungsi dan Makna)

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PAKELEM PELINGGIH PADA TEMPAT SUCI KELUARGA HINDU DI KECAMATAN SELAPARANG KOTA MATARAM (Tinjauan Bentuk, Fungsi dan Makna)

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

Struktur Nilai Simbolisme dan Mistikisme Pertunjukan Wayang Calonarang Kiriman I Ketut Gina, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan

TUNTUNAN UPACARA UPAKARA KARYA PITRA YADNYA MASSAL MGPSSR KABUPATEN KLUNGKUNG KAPIPIL OLIH MGPSSR KABUPATEN KLUNGKUNG MARET 2016

TRADISI NYUNGGI PRATIMA PADA UPACARA MELASTI DI DESA BUDENG KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

FUNGSI WALI TARI REJANG SUTRI Oleh: I Wayan Budiarsa Dosen PS Seni Tari

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

PRAKTIK BENTUK BANTEN PRAYASCITA DI KOTA DENPASAR

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN FUNGSI DAN EFISIENSI KONSTRUKSI BANGUNAN JINENG DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN MODERN

Oleh: Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gianyar. Ni Ketut Sudani. Abstract

PERUBAHAN DAN KONTINYUITAS TRADISI BUDAYA BALI OLEH KOMUNITAS ORANG-ORANG BALI YANG TINGGAL DI SURAKARTA

DUDONAN KARYA MELASPAS, MUPUK PEDAGINGAN, NGENTEG LINGGIH, PADUDUSAN ALIT, TAWUR WERASPATI KALPA NO GALAH EED KARYA PENYANGGRA PEMUPUT PIRANTI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

MAKALA-KALAAN DALAM PAWIWAHAN DI SANGGAH GEDE DESA ADAT KEROBOKAN KECAMATAN KUTA UTARA KABUPATEN BADUNG

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu) SKRIPSI

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu)

I.G.N. KESUMA KELAKAN, ST, M.Si

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang besar (utama).

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Implementasi Diagram Tree pada Rancang Bangun Sistem Informasi Bebayuhan Oton Berbasis Web

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

Apakah 3 bulanan (Telonan), 7 bulanan (Mitoni dan Tingkepan) masa kehamilan, bagian dari Ajaran Islam?

II. TINJAUAN PUSTAKA

Daftar Isi. Prakata... Dudonan Pengabenan...

DESKRIPSI PENATAAN TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA DEWATA NAWA SANGA

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme. Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent,

PENATAAN LINGKUNGAN PURA MUNCAK SARI DESA SANGKETAN, PENEBEL, TABANAN ABSTRAK ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ARTIKEL KARYA SENI NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI SANGHYANG PENYALIN DI SANGGAR KERTHI BHUANA SARI PANCASARI BULELENG. Oleh : LUH PUTU AYU KARUNI

Putu Weddha Savitri Jurusan Sastra Inggris Universitas Udayana Abstrak

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

BAB III. Bab ini membahas tentang ritual kelahiran umat hindu meliputi: setting

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN

MATUR PIUNING Bude Kliwon Matal,

Aplikasi Pembelajaran Membuat Ketupat dengan Animasi Model 3D Berbasis Android

Drama Tari Kunti Sraya Kiriman: Ida Bagus Gede Surya Peradantha, S.Sn., MSn., Alumni ISI Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

KINERJA UNDAGI DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan waktu. Banyak

Keywords: Worship, Ida Bhatara Ratu Gede

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan

KATA PENGANTAR. Penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis Tugas Akhir ini. Denpasar, 17 Januari I Wayan Mei Sujana

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

ABSTRAK. Kata Kunci: Game, Caru Rsigana, Android, smartphone, drag and drop.

Penataan Lingkungan Pura Muncak Sari Desa Sangketan, Penebel, Tabanan

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. : Mengenal konsep Pengetahuan resep makanan nusantara dari berbagai daerah

TRADISI NGEMUMU DALAM UPACARA USABHA DALEM DESA MANGGIS KECAMATAN MANGGIS KABUPATEN KARANGASEM (Perspektif Pendidikan Sosio Religius)

MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI

Transkripsi:

TATANAN UPACARA MEMBANGUN PAUMAHAN (Kajian Ritual Pembangunan Rumah Tinggal Tradisional Bali) Ida Bagus Gde Manuaba Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Dwijendra E-mail: manuaba2434@gmail.com ABSTRACT In the context within developing for the traditional housing is not very complicated if we search its meaning related to find out the happiness for all, in realistic and religious term. All traditional housing development steps have to be followed by a specific process contucted by ritual acticity, such as : nyakap palemahan, nasarin dan melepas. The article is a library research by selecting some related literatures using content of analysis method. From the literatures above the similar content are confirmed andinducted and finally the cinclusion is a categorization of contents. The result show that ther are two otems regarding research problemto be anwered, those are : (i) the steps and way in the traditional process developing consist of : (i) ngaskara process and its offering, (ii) the offering gradual depends the economical and social level. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Secara kasat amta melihat upacara pada kegiatan membangun suatu bangunan rumah tinggal tradisional tifaklah sangat rumit apabila kita mencari hikmah dan maknanya yang kesemuanya it adalah agar semua pihak dapat menemukan suatu kebahagiaan lahir batin baik secara skala (alam nyata) maupun niskala (alam religious). Setiap pentahapan dalam melaksanakan suatu proses pembangunan harus diikuti oleh pentahapan proses pembangunan hrus diikuti oleh pentahapan proses upacara yang dilengkapi dengan aktivitas upakara seperti halnya : nyakap palemahan, nasarin dan melepas. Tatanan upacara membangun paumahan secara social budaya (bagi mereka yang memanfaatkannya) akan menjalin sistem kmunikasi sosial dengan orang orang yang tahu tentang proses membangun paumahan secara tradisional. Terkait dengan inter-kominukasi sosial tersebut diatas, mereka akan mencari para pakar dalam hal itu, seperti : Undagi, Pemangku, Pendeta atau sejenisnya. 1.2. Rumusan Masalah. Dari uaraian latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa hal sebagai berikut : 1.Bagaimanakah proses dan tata upacara membangun rumah atau paumahan pada rumah tinggal tradisional Bali? 2. faktor apasajakah yang dijadikan pertimbangan dalam penentuan proses upacara? 1

Dari permasalahan tersebut di atas, diharapkan mesayarakat umum dapat lebih mengetahui proses dari tata cara dan sejenisnya. Pada akhirnya, berangkat dari upacara yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ajaran sastra dan agama, maka hal ini berarti salah satu budaya Bali tetap ajeg dan lestari. II. PEMBAHASAN 2.1. Nyakap Karang/Palemahan. 1. Maksud dan Tujuan Upacata Yang dimaksud dengan nyakap karang/palemahan adalah mengawinkan atau menyatukan secara batin antara pemilik lahan dengan lahan yang akan dipakai perumahan, seperti halnya yang termuat dalam lontar kosala kosali sotaning sang ndruwedang tanah palemahan inucap nyakap palemahan punika matatujon prasidane ngawetwang karahayuan karaketan pasilih asih sang ndruwe lawan padruwennya (terjemahan : terkait dengan sang Pemilik tanah untuk perumahan, nyakap palemahan bertujuan agar dapat mencapai keselamatan dan keselarasan antara sang pemilik tanah dan pemilik rumah). Dari isi lontar ini, terminologi menyatukan secara batin tersebut diatas bertujuan agar : a) Supaya direstui oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan bahwa tanah tersebut disucikan secara alam skala dan alam niskala (alam nyata dan alam religious). b) Supaya dapat menemukan kebahagiaan lahir batin bagi seluruh keluarga pemilik pekaangan tersebut c) Supaya tanah yang dimiliki oleh pemiliknya seperti dipageri besi (dalam artia kokoh dari dan terhindar dari gangguan hukum alam nyata dan alam religius). 2. Upakara/Bebanten/Sesaji Secara garis besar banten atau sesaji untuk upacara nyakap karang dapat diuraikan sebagai berikut : a) Banten piuning/medius, bertujuan untuk melakukan permohonan permakluman atau piuning ke pura-pura Kahyangan atau dengan kata lain dapat diartikan permohonan secara niskala dalam proses perubahan status pemilikan tanah. Apabila lahan rumah adalah bekas tanah sawah, maka akan dilakukan permakluman/piuning ke ulun carik di Pura Bedugul. Apabila bekas tanah tegalan, maka akan dilakukan upacara piunig ke Penghulun Tegalan di Pura Kahyangan Tiga atau Pura Dangkahyangan. b) Jenis banten piuning terdiri dari : Pras, daksina, ajuman, canang ditambah dengan ngelusur pakuluh atau air suci di Pura Kahyangan di atas. Secara pengelompokan dpat dibagi menjafi tiga, yaitu : 1. Banten ring sor/ banten caru : Bertujuan untuk menyucikan pekarangan dari bekas aura jelek (buthe kala) Carunya memakai daging itik warna bulu hitam, maolah sate lembat asem Urab barak urab putih putih selangkapnya Caru tersebut dijadikan limang tanding, berisi 33 uang kepeng, masing-masing memakai sengkui, laying-layang itik hitam, banten buh dengan alas suyuk dijadikan limang tanding, pras, masesari 27 kepeng. Ada yang menggunakan caru madia namun tetap disesuaikan dengan kemampuan si pemilik rumah. 2

2. Banten ring laapan Bertujuan untuk menyucikan diri pemiliknya dan tanah yang dimilikinya sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara pemilik dengan lahan yang dimilikinya. Banten ini terdiri dari : sesayut 1, maulam ayam bulu putih mepanggang, pangambean 1, maulam itik bulu putih maguling, pras, panyeneng, lis selengkapnya. 3. Banten rke surya (sanggah cucuk). Banten ini diletakkan digian hulu upakara Banten ini bertujuan untuk nunas Guru Saksi Hyang Ciwa Raditya Jenis banten yang harus ada di sangga cucuk adalah : daksina, suci alit, ajuman putih kuning, canang genten saha runtutannya. 3. Pidabdab/ilen Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah prosesi sesudah semua bebanten/ sesaji di atas lengkap, baru dapat dilakukan hl-hal sebagai berikut : a) Nunas tirtha pakuluh ngaturan banaten piuning di Pura Kahyangan. b) Ngelarang / ngateb banten di laapan, setelah dilakukan upacara upasaksi kepada Ciwa Raditya dengan seperlunya. c) Ngelarang caru pengerapuh/panyuda mala. d) Setelah selesai kegiatan diatas semuanya, maka sang pemilik ngaturang bakti kepada seluruh bebanten sampai kepada kegiatan nunas tirtha suci selengkapnya. 2.2. Membangun. 1. Nyukat Karang. Menurut lontar nyukat karang (pewatesan) harus ngelarang caru nyukat karang, dengan tujuan memohon kepada penunggu alam jagat raya (penunggun karang) yang disebut Hyang Butha Bhuana serta butha Dengen agar kita diijinkan untuk memakai tanah tersebut untuk peruntukan karang paumahan. Banten caru nyukat karang terdiri dari : a) Caru Eka Sata : memakai daging ayam brumbun yang diolah menjafi 33 tanding. Jangkep sapakaraning caru yang dihaturkan kepada Hyang Butha Bhuana. b) Segehan agung lengkap dengan tetabuhan yang dihaturkan kepada Sang Butha Dengen. c) Upakara pekala hyang : sesayut durmangala, prayascita mala, wangi-wangian selangkapkya. Setelah upacara tersebut dijalani dan memohon tirtha suci seperlunya, lalu caru terseut ditanam nyatur desa (empat arah pernjurumata angin) lalu dilanjutkan membuat lobang pangruak karang sesua dengan aturan-auran yang berlaku dan membuat lobang pangruak karang secukupnya. 2. Upacara Nanem Dasar. Upacara ini terdiri dari : a) Bata merah yang dirajah berupa gambar bedawang nala, masurat Ang Kara 3

b) Klungah nyuh gading mekasturi masurat Ung Kara. Di dalam kelapa gading diisi : wangi-wangi, lenge wangi, burat wangi, dedes, kwangenkeraras 11 katih, dibungkus dengan kain putih, yang diikat dengan benang empat warna (hitam, putih, kuning, merah) serta kwangen masesari 33 uang kepeng. Canang atungkeb, tumpeng bang adandanan yang dilengkapi dengan raka-raka. c) Bata merah yang ditulis huruf dasaksara. d) Kwangen 1, diisi 11 uang kepeng, masurat Um Kara. e) Ngadengang Sanggah Surya yang diisi banten pemakuhan : daksina makercen 125 uang kepeng, pras, sodan putih kuning, betutu maulam ulem, raka geti, lenga wangi, dan kepada sang hyang prajapati. 3. Pidabdab/ ilen. Setelah semua hal diatas siap, pemilik rumah ngaturang bakti kepada seluruh bebanten yang akan dipendem menjadi dasar bangunan tersebut dengan tujuan nunas pemarisuda kepada hyang ibu pertiwi, sang hyang hayu, serta kepada sang ananta bhoga. Disamping itu memohon kepada hyang diatas nunas pemarisuda kepada sang hyang akasa, sang hyang ciwa sunia, sang hyang bhuana, kamulan, dan kepada sang yang prajapati. 4. Urutan Nanam Dasar. a) Tumpeng bang b) Bata merah berupa bedawang nala, merajah ang kara c) Klungah nuh gading yang di kasturi. d) Bata merah yang disurat dengan huruf dasaksara. e) Batu bulitan f) Kwangen1 berisi uang 11 kepeng. g) Kwangen pangebaktian. h) Terakhir ditimbun dengan tanah urug. Setelah itu proses membangun dapat mulai dilaksanakan sampai dengan finishing. 2.3. Memakuh. Memakuh adalah proses pelaksanaan upacara setelah bangunan tersebut selesai dilaksanakan. Adapun ciri bahwa bangunan tersebut sudah dilakukan upacara pemakuhan dapat dilihat pada tiang rumah yang letaknya paling hulu, ataupun pada kaki kuda-kuda atap bangunan. Adapun banten memakuh yang dimaksud adalah : 1) Beakala / bea kaonan. 2) Prayascita. 3) Banten pemakuhan : Peras penyeneng, ajuman/ soda putih kuning memakai daging ayam betutu yang dibelah dari puggu, daksina/ arta 225 keteng, canag lenga wangi burat wangi, cang meraka, nyahnyah gula kelapa, ketipat akelan. 4) Sapsap dengan 33 pucuk daun alang-alang. 4

2.4. Banten pamelaspas Melaspas adalah proses akhir dari kegiatan membangun. Banten pamelaspasan dapat disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakatnya. Menurut norma-norma sastra yang dimuat dalam Smerti Agama Hindu diklarifikasi menjadi 3 aturan : 1. Banten Pamelaspa Alit (kanistan): Sesaji ini terdiri dari : (i) Suci 1, prayascita luih, (ii) sesayut pengambean, (iii) pengulapan, (iv) sesantun lengkap, (v) pengelukatan lengkap, (vi) kuskusan yang baru, (vii) sibuh pepek, (viii) rantasan, (ix) pesucian, (x) pras lis, (xi) tepung tawar, (xii) isuh-isuh, (xiii) buwu, (xiv) reraka, (xv) tetebus, (xvi) tumpeng putih kuning, dan (xvii) ayam putih kuning (luh & muani). Serana di atas diperumpamakan untuk suguhan kepada Sang Banaspati (yang berstana pada kayu-kayuan) dan kepada taksu bangunan Bhagawan wiswakarma. Begitu pula untuk peralatan-peralatan yang dipakai untuk membangun harus diberikan suguhan berupa nasi kapak maulam ancruk, nasi timpas dan belakan maulam baling, nasi pahat maulam sebatah, nasi pangotok maulam paya, nasi sikusiku maulam klentang/ kelor, nasi sepat maulam pelas, nasi panyerutan maulam palis, nasi pangutik maulam kecai, nasi undagi 5 pujung maulam kawisan. Dan dilengkapi dengan tetabuhan tuak, arak, berem. 2. Banten Pamelaspas Madya Sesaji ini terdiri dari ; suci 2 soroh mapula gambel sekar taman prayascita luih, sesayut pengambean, pengulapan, solasan dua likur, gereng, tumpeng guru, maiwak bebek meguling, tumpeng putih kuning, daksina gede 1, santun lengkap, kekrecen 700, rantasan, pengelukatan, kukusan yang baru, sibuh pepek, pras lis, tepung tawar, isuh-isuh, buhu-buhu rerakih serta tetebus, gelar sanga, segehan manca warna, tetabuhan tuak arak berem dan takep api. 3. Banten Pamelaspas Utama. Sesaji/Bebanten ini terdiri dari : maguling bebangkit asoroh, suci 2 soroh, pengeluapan, pengambean, pras penyeneng, tulung sesayut, sanga urip, pras rayunan, sapsap gantung gantungan, tumpeng 2 aled, peras, ayam luh muani, serta raka buahbuahan. Sarana caru untuk alat-alat membuat bangunan : nasi kandik mebe ancruk diisi uang kepeng 9 kepeng, nasi timpas mebe baling timpas diisi 7 uang kepeng, nasi pahat mebe sebatah diisi 5 uang kepeng, nasi panyerutan mebe pangi diisi 4 uang kepeng, nasi pan patil mebe pelas diisi 1 uang kepeng, nasi siku-siku mebe paya, segehan sepat mebe klentang diisi 7 uang kepeng, nasi pengutik mebe kecai diisi 1 uang kepeng, nasi pejungut mebe kacang komak diisi 1 uang kepeng. III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Tatanan membuat bangunan di Bali harus melalui proses ngaskara yaitu proses penyucian baik itu merupakan lahan pekarangan, bahan bangunan termasuk yang akan menggarapnya. 2. Proses pengaskaran mempunyai tujuan suci dan mulia yaitu untuk mendapatkan kebahagiaan lahir batin baik untuk pemilik, pengelola/ penggarap, maupun,kesucian alam semesta. 3. Proses penyucian tersebut harus dibuatkan bebantenan sesuai dengan Smerti agama Hindu di Bali. 5

4. Tata cara bebantenan dimuat dalam sastra ajaran agama Hindu seperti lontar : Bama Kretih (tentang caru), Dharmakahuripan, Asta Kosala/Kosali, Asta Bumi dan sejenisnya. 5. Jenis bebantenan dapat disesuaikan dengan kemampuan sosial budaya dan ekonomi masyarakatnya. 6