LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 1 Tahun 2015 BALITBANG-KP, KKP

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

SURAT EDARAN Nomor: 581/SJ/PS.210N1I TENTANG

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

ANALYSIS OF TRANSHIPMENT POLICY ON LONG LINE FISHERIES VESSELS BUSINESS PERFORMANCE

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab 7 FORMULASI STRATEGI DAN KEBIJAKAN UNTUK MENGEFEKTIFKAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

MENUJU LAUT MASA DEPAN BANGSA

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

BITUNG (24/2/2015)

JAKARTA (4/3/2015)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

Kebijakan Pembangunan Kelautan & Perikanan di Indonesia

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

Ironi Kebijakan Impor Ikan Indonesia

Kebijakan Percepatan Pembangun Industri Perikanan Nasional

Oleh : SUPRIYANTO DKP2SKSA KABUPATEN CILACAP TAHUN 2016

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh

KONTRIBUSI UNTUK INDONESIA POROS MARITIM DUNIA. Kerangka Rencana Strategis Perum Perindo

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Bab 6 ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHANNYA

Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D. Fakultas Hukum UI PUSANEV_BPHN

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN DAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2018

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2009 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN

2016, No yang Tenggelam tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Survei dan pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Teng

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK SEKTOR USAHA PERIKANAN Tantangan dan Hambatan

6 PEMBAHASAN 6.1 SIMKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

Daerah penangkapan tuna hand liners yang mendaratkan tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

Implementation of Legal Fishing Operational Letter (LFOL) in 5 GT-tuna handline fishing boat in Bitung, Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 SEKRETARIAT DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 23 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN METODE RIA (REGULATORY IMPACT ASSESSMENT)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDONESIAN MINISTER OF MARINE AFFAIRS AND FISHERIES REITERATED THE IMPORTANCE OF LAW ENFORCEMENT ON IUU FISHING PRACTICES IN INDONESIA March

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

KERANGKA ACUAN KERJA TAHUN 2016 PENGADAAN DATA SATELIT RADAR COSMO-SKYMED

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

Transkripsi:

REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA RINGKASAN Kajian RIA (Regulatory Impact Assessment) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.30/Men/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dilakukan bersama-sama antara Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan - Badan Litbang Kelautan dan Perikanan dengan Indonesian Marine and Fisheries Socio Economic Research Network (IMFISERN). 1

Tujuan ditetapkannya peraturan menteri Kelautan dan Perikanan no 57/PERMEN-KP/2014 tentang transhipment adalah agar transhipment yang banyak dilakukan oleh kapal-kapal eks asing yang selama ini tidak pernah mendaratkan ikannya di pelabuhan Indonesia dan ikannya langsung dibawa ke luar negeri dapat dihindari. Dengan adanya kebijakan mengenai larangan transhipment tersebut sangatlah bagus dan harus dipertahankan dalam rangka mengembalikan kedaulatan ikan dan mendorong industri pengolahan. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa manfaat bersih opsi 1 lebih besar bila dibandingkan dengan opsi 2 dimana manfaat bersih opsi 1 sebesar Rp 20,544,566,401,846 dan opsi 2 sebesar Rp 11,118,827,926,615. Dengan demikian opsi 1 lebih baik dipilih oleh pengambil kebijakan karena berdampak postif terhadap masyarakat Kelautan dan Perikanan. Jika Opsi II (mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014 dan melakukan kegiatan pendukungnya), maka dalam situasi jangka pendek pengusaha dapat mendapatkan keuntungan namun dalam jangka panjang sumberdaya perikanan akan menyebabkan kerugian negara akibat adanya praktek illegal fishing. Perbandingan Opsi dapat dilihat pada Tabel A berikut Tabel A. Resume Perbandingan Biaya dan Manfaat dari Kedua Skenario Opsi Regulasi Opsi NPV Benefit (Rp/ NPV Cost B/C Regulasi Tahun) (Rp/Tahun) Ratio Kesimpulan Opsi I 20,544,566,401,846 11,118,827,926,615 1.85 Layak Opsi II 11,118,827,926,615 20,544,566,401,846 0.54 Tidak Layak Sumber: Data Primer diolah (2015) A. Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang turut memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) dimana pada tahun 2014 memberikan sumbangan sebesar 6,75 %. Angka tersebut semestinya bisa lebih tinggi lagi jika melihat potensi sumberdaya perikanan yang ada ditambah adanya data produksi yang hilang akibat 2

adanya indikasi praktek Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) fishing yang terjadi di wilayah perairan Indonesia. Praktek IUU fishing yang terjadi dapat terjadi dalam bentuk menjual ikan tersebut langsung ke luar negeri tanpa melalui pelabuhan domestik dengan menggunakan kapal penangkap atau kapal penampung. Menurut Nurhayat (2014), kerugian akibat adanya Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) fishing sebesar 30 triliun rupiah (FAO, 2001). Untuk mengatasi hal tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan berbagai kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) salah satunya adalah Permen Nomor 57/2014 yang berlaku 12 November 2014 tentang kebijakan larangan transhipment (alih muatan) di tengah laut untuk produk perikanan tangkap. Permen ini memberikan dampak baik kepada pemerintah, pelaku usaha maupun lingkungan sehingga diperlukan suatu analisis yang dapat mengukur besarnya biaya dan manfaat bila Permen ini dilanjutkan, direvisi atau dicabut. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kelautan nomor 57 tahun 2014 tentang larangan transhipment ikan di laut menimbulkan dampak baik positif maupun negatif.kegiatan transhipment kapal ikan selama ini sudah lama dilakukan oleh pelaku usaha perikanan sebagai bagian dari strategi usaha untuk menekan biaya operasional atau mendapatkan keuntungan yang optimal. Salah satu penyebab maraknya transhipment baik legal maupun illegal disebabkan oleh makin mahalnya BBM yang menjadi komponen terbesar dari biaya operasional penangkapan ikan di laut, paling tidak mengambil proporsi 70% dari total biaya. Selain itu sistem perizinan yang menganut input control yaitu mengatur GT kapal, jumlah izin berdasarkan MSY (maximum sustainableyield) berdampak open access yang pada akhirnya mengakibatkan race for fish atau berlomba menangkap ikan di laut dan berburu ikan, penggunaan BBM makin boros. Selain itu, kenyataan bahwa kegiatan transhipment ini banyak dilakukan oleh kapal-kapal eks asing yang tidak pernah mendaratkan ikannya di pelabuhan Indonesia dan ikannya langsung dibawa ke luar negeri. Oleh karenanya larangan transhipment kebijakan tersebut 3

sangatlah bagus dan harus dipertahankan dalam rangka mengembalikan kedaulatan ikan dan mendorong industri pengolahan. Lahirnya Permen nomor 57 tahun 2014 ini merupakan refleksi gebrakan dan semangat Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam membenahi perikanan yang selama ini kurang baik dan lebih berpihak ke asing. Pembenahan perikanan tentu harus dimulai di tingkat hulunya sampai ke hilir dan bukan secara parsial, kebijakan moratorium; penenggelaman kapal asing illegal dan larangan transhipment merupakan shock teraphy untuk perbaikan, namun harus dibarengi reformasi menyeluruh yang melembaga dalam sistem pengelolaan perikanan secara komprehensif. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak Permen No. 57/2014 terhadap seluruh stakeholder yang terkait dengan menggunakan pendekatan Regulatory Impact Assesment dengan alat analisis CBA (Cost-Benefit Analysis). B. Perumusan Masalah dan Tujuan Regulasi 1. Perumusan Masalah Masalah yang terjadi dari maraknya transhipment baik legal maupun illegal disebabkan oleh makin mahalnya BBM yang menjadi komponen terbesar dari biaya operasional penangkapan ikan di laut, paling tidak mengambil proporsi 70% dari total biaya. Selain itu sistem perizinan yang menganut input control yaitu mengatur GT kapal, jumlah izin berdasarkan MSY (maximum sustainable yield) berdampak open access yang pada akhirnya mengakibatkan race for fish atau berlomba menangkap ikan di laut dan berburu ikan, penggunaan BBM makin boros. Kegiatan transhipment yang selama ini terjadi menggunakan berbagi modus antara lain: 1) kapal dalam satu manajemen usaha merupakan purseine group dimana kapal-kapal kecil selesai menangkap ikan ditampung di kapal induk; 2) kapal pengepul yang mengumpulkan hasil tangkapan dari nelayan kecil dalam suatu pola kerjasama inti-plasma, perusahaan membeli ikan langsung dari nelayan di laut, ditampung dalam kapal yang dilengkapi dengan cold storage, perusahaan memberikan modal kerja; 3) antar kapal penangkap Tuna long line saling menitipkan ikan dari fishing ground karena ikan Tuna memerlukan waktu dijual, sementara 4

kapal yang nitip bisa melanjutkan kegiatan penangkapan, hal ini sangat menghemat BBM; 4) dari kapal penangkap ikan dalam satu perusahaan atau manajemen memindahkan ikan di laut setelah muatan penuh ke kapal pengangkut dengan daya muat ribuan ton dan ikan langsung di bawa ke luar negeri atau dipindahkan di pelabuhan pangkalan dan ikan langsung diangkut oleh kapal pengangkut ke luar negeri. Fakta tersebut membuktikan bahwa transhipment banyak dilakukan oleh kapal-kapal eks asing yang tidak pernah mendaratkan ikannya di pelabuhan Indonesia dan ikannya langsung dibawa ke luar negeri, oleh karenanya larangan transhipment kebijakan tersebut sangatlah bagus dan harus dipertahankan dalam rangka mengembalikan kedaulatan ikan dan mendorong industri pengolahan. Namun larangan bagi kapal Tuna longline untuk penitipan ikan dan kapal pengumpul pola lemitraan dengan nelayan serta kapal pembeli ikan segar tidak seharusnya dilarang. 2. Tujuan regulasi Tujuan ditetapkannya peraturan menteri Kelautan dan Perikanan No. 57/PERMEN-KP/2014 tentang transhipment adalah agar transhipment yang banyak dilakukan oleh kapal-kapal eks asing yang selama ini tidak pernah mendaratkan ikannya di pelabuhan Indonesia dan ikannya langsung dibawa ke luar negeri. Dengan adanya kebijakan mengenai larangan transhipment tersebut sangatlah bagus dan harus dipertahankan dalam rangka mengembalikan kedaulatan ikan dan mendorong industri pengolahan. Lahirnya Permen nomor 57 tahun 2014 ini merupakan refleksi gebrakan dan semangat Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam membenahi perikanan yang selama ini amburadul dan berpihak ke asing. 3. Ruang Lingkup Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015 berlokasi di Kota Ambon. Ambon dipilih sebagai lokasi penelitian karena di wilayah ini cukup banyak armada perikanan yang menggunakan transhipment. Menurut data dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon jumlah kapal pengangkut 5

ada pada tahun 2014 sebanyak 70 kapal pengangkut dari total sebanyak 248 kapal yang mendarat di pelabuhan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder dan berasal dari hasil diskusi dengan para stakeholder dan pelaku usaha yang terkait dengan Permen 57 Tahun 2014. Para stakeholder dan pelaku usaha tersebut di antaranya adalah : 1) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku; 2) Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon; 3) Pengusaha; 4) Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kelas 1 Kota Ambon; 5) Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Ambon; 6) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon; 7) Pangkalan Angkatan Laut (Lantamal) IX Armada Timur; 8) Badan Kemanan Laut (Bakamla); dan 9) Nahkoda dan ABK. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan menggunakan teknik FGD (Focus Group Discussion). Data tersebut kemudian ditabulasi sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Data yang telah ditabulasi kemudian divalidasi dan dianalisis dengan menggunakan metode Regulatory Impact Assesment (RIA). Salah satu alat analisis yang digunakan dalam RIA adalah menggunakan analisis manfaat dan biaya. Analisis tersebut bertujuan untuk menghitung kuntungan dan kerugian yang akan diterima dari masing-masing alternatif tindakan yaitu dengan membandingkan kondisi sekarang dengan rencana perubahan. C. IDENTIFIKASI ALTERNATIF TINDAKAN (OPSI) Berdasarkan uraian permsalahan yang terjadi dan tujuan yang hendak dicapai, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan yaitu : OPSI I adalah status quo dengan tetap memberlakukan permen tapi dengan perbaikan Peraturan Menteri Kelautdan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014) dengan perbaikan peraturan terkait dengan : 1. Menggunakan observer pada kapal pengangkut agar tidak terjadi praktek IUU Fishing; 2. Melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku usaha perikanan pentingnya menjaga sumber daya laut. 6

OPSI II: mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN KP/2014 D. ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT Analisis manfaat dan biaya adalah perhitungan keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari masing-masing alternatif tindakan yaitu dengan membandingkan kondisi sekarang dengan rencana perubahan. OPSI I : status quo dengan melakukan perbaikan/perlakuan lanjutan. Pemberlakuan opsi ini dilakukan mempunyai arti bahwa pemerintah tetap memberlakukan PERMEN No. 57/2014, maka kondisi pada faktor biaya dan Manfaat yang terjadi seperti yang tampak pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut. 7

Tabel 1. Resume Biaya dan Manfaat Regulasi Opsi I URAIAN TAHUN 0 1 2 3 4 5 A. DIRECT BENEFIT 1,899,156,000,000 2,847,906,000,000 3,796,656,000,000 4,745,406,000,000 5,694,156,000,000 6,642,906,000,000 1. Pemerintah 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 2. Pengusaha 1,897,500,000,000 2,846,250,000,000 3,795,000,000,000 4,743,750,000,000 5,692,500,000,000 6,641,250,000,000 TOTAL BENEFIT 1,899,156,000,000 2,847,906,000,000 3,796,656,000,000 4,745,406,000,000 5,694,156,000,000 6,642,906,000,000 B. DIRECT COST 1,588,551,500,804 1,804,390,286,716 2,061,459,890,515 2,357,089,934,885 2,697,064,485,909 3,088,035,219,588 1. Pemerintah 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 2. Nelayan 16,473,600,000 18,944,640,000 21,786,336,000 25,054,286,400 28,812,429,360 33,134,293,764 3. Pengusaha 1,483,140,972,750 1,696,508,718,663 1,950,736,626,462 2,243,098,720,431 2,579,315,128,496 2,965,963,997,770 TOTAL COST 1,588,551,500,804 1,804,390,286,716 2,061,459,890,515 2,357,089,934,885 2,697,064,485,909 3,088,035,219,588 Tingkat suku bunga 7.5% Discount factor 1.00 0.93 0.87 0.80 0.75 0.70 PV of Benefit 1,899,156,000,000 2,649,214,883,720 3,285,370,254,191 3,819,864,716,314 4,263,787,029,429 4,627,173,518,190 PV of Cost 1,588,551,500,804 1,678,502,592,294 1,783,848,472,052 1,897,364,456,370 2,019,563,315,890 2,150,997,589,205 NPV benefit 20,544,566,401,846 NPV cost 11,118,827,926,615 B/C Ratio 1.85 Sumber: Data Primer diolah (2015) 8

OPSI II : mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN KP/2014 Tabel 2. Resume Biaya dan Manfaat Regulasi Opsi II URAIAN TAHUN 0 1 2 3 4 5 A. DIRECT BENEFIT 1,588,551,500,804 1,804,390,286,716 2,061,459,890,515 2,357,089,934,885 2,697,064,485,909 3,088,035,219,588 1. Pemerintah 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 2. Nelayan 16,473,600,000 18,944,640,000 21,786,336,000 25,054,286,400 28,812,429,360 33,134,293,764 3. Pengusaha 1,483,140,972,750 1,696,508,718,663 1,950,736,626,462 2,243,098,720,431 2,579,315,128,496 2,965,963,997,770 TOTAL BENEFIT 1,588,551,500,804 1,804,390,286,716 2,061,459,890,515 2,357,089,934,885 2,697,064,485,909 3,088,035,219,588 B. DIRECT COST 1,899,156,000,000 2,847,906,000,000 3,796,656,000,000 4,745,406,000,000 5,694,156,000,000 6,642,906,000,000 1. Pemerintah 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 2. Pengusaha 1,897,500,000,000 2,846,250,000,000 3,795,000,000,000 4,743,750,000,000 5,692,500,000,000 6,641,250,000,000 TOTAL COST 1,899,156,000,000 2,847,906,000,000 3,796,656,000,000 4,745,406,000,000 5,694,156,000,000 6,642,906,000,000 Tingkat suku bunga 7.5% Discount factor 1.00 0.93 0.87 0.80 0.75 0.70 PV of Benefit 1,588,551,500,803 1,678,502,592,293 1,783,848,472,052 1,897,364,456,370 2,019,563,315,889 2,150,997,589,205 PV of Cost 1,899,156,000,000 2,649,214,883,721 3,285,370,254,191 3,819,864,716,314 4,263,787,029,429 4,627,173,518,190 NPV benefit 11,118,827,926,615 NPV cost 20,544,566,401,846 B/C Ratio 0.54 Sumber: Data Primer diolah (2015) 9

Berdasarkan hasil perhitungan dari tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa manfaat bersih opsi 1 lebih besar bila dibandingkan dengan opsi 2 dimana manfaat bersih opsi 1 sebesar Rp. 20,544,566,401,846,- dan opsi 2 sebesar Rp. 11,118,827,926,615. Dengan demikian opsi 1 lebih baik dipilih oleh pengambil kebijakan karena berdampak postif terhadap masyarakat Kelautan dan Perikanan. Apabila opsi II (mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014) dipilih, maka dalam situasi jangka pendek pengusaha dapat mendapatkan keuntungan namun dalam jangka panjang sumberdaya perikanan akan menyebabkan kerugian negara akibat adanya praktek illegal fishing. Perbandingan Opsi dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. Perbandingan Opsi I dan Opsi II No Indikator Opsi I (status quo) 1 Observer Kemungkinan masih bisa terjadi illegal fishing karena masih kurang ketatnya pengawasan terhadap sumberdaya ikan di laut 2 Sosialisasi dan edukasi terkait dengan transhipment Peningkatan pengetahuan nelayan dan pengusaha yang terkait dengan transhipment 3 Sumberdaya ikan Potensi sumberdaya ikan semakin besar Opsi II (mencabut Permen 57/2014) Tidak ada tenaga observer sehingga dapat meningkatkan praktek illegal fishing Potensi sumberdaya ikan berkurang drastis akibat adanya praktek illegal fishing E. Konsultasi Pelaksanaan konsultasi sebagai bagian dari proses RIA melibatkan berbagai pihak, diantaranya : Kementerian Kelautan dan Perikanan, nelayan, pelaku usaha perikanan. Metode yang digunakan dalam konsultasi ini adalah tanya jawab langsung antara tim RIA dan stakeholder dan membandingkan data sekunder. 10

F. Strategi Implementasi Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan tindakan alternatif yang dipilih adalah berupa kegiatan sosialisasi dan edukasi pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan penggunaan tenaga observer dalam mengawasi kapal pengangkut agat tidak terjadi tindakan IUU Fishing. 11

Lampiran 1. Analisis Biaya Manfaat Opsi I URAIAN TAHUN 0 1 2 3 4 5 A. DIRECT BENEFIT 1,899,156,000,000 2,847,906,000,000 3,796,656,000,000 4,745,406,000,000 5,694,156,000,000 6,642,906,000,000 1. Pemerintah - Bertambahnya retribusi pemerintah pusat dan daerah 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 2. Pengusaha - meningkatnya kapasitas industri ikan olahan 1,897,500,000,000 2,846,250,000,000 3,795,000,000,000 4,743,750,000,000 5,692,500,000,000 6,641,250,000,000 B. DIRECT COST 1,588,551,500,804 1,804,390,286,716 2,061,459,890,515 2,357,089,934,885 2,697,064,485,909 3,088,035,219,588 1. Pemerintah 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 Bertambahnya Sosialisasi peraturan dan pembuatan petunjuk pelaksanaan di Pusat dan Daerah 34,980,000 34,980,000 34,980,000 34,980,000 34,980,000 34,980,000 Bertambahnya Biaya Penegakan hukum 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 Hilangnya potensi retribusi ekspor 9,948,054 9,948,054 9,948,054 9,948,054 9,948,054 9,948,054 2. Nelayan 16,473,600,000 18,944,640,000 21,786,336,000 25,054,286,400 28,812,429,360 33,134,293,764 Hilangnya potensi pendapatan nelayan transhipment 16,473,600,000 18,944,640,000 21,786,336,000 25,054,286,400 28,812,429,360 33,134,293,764 3. Pengusaha 1,483,140,972,750 1,696,508,718,663 1,950,736,626,462 2,243,098,720,431 2,579,315,128,496 2,965,963,997,770 Hilangnya nilai aset produksi 7,700,000,000 Peningkatan Biaya Tambat, Labuh dan Kolam 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 Hilangnya produksi 1,473,784,972,750 1,694,852,718,663 1,949,080,626,462 2,241,442,720,431 2,577,659,128,496 2,964,307,997,770 Tingkat suku bunga 7.5% Discount factor 1.00 0.93 0.87 0.80 0.75 0.70 PV of Benefit 1,899,156,000,000.00 2,649,214,883,720.93 3,285,370,254,191.46 3,819,864,716,314.29 4,263,787,029,429.32 4,627,173,518,190.38 PV of Cost 1,588,551,500,804 1,678,502,592,294 1,783,848,472,052 1,897,364,456,370 2,019,563,315,890 2,150,997,589,205 NPV benefit 20,544,566,401,846 NPV cost 11,118,827,926,615 B/C Ratio 1.85 12

Lampiran 2. Analisis Biaya Manfaat Opsi II URAIAN 0 1 2 3 4 5 A. DIRECT BENEFIT 1,588,551,500,804 1,804,390,286,716 2,061,459,890,515 2,357,089,934,885 2,697,064,485,909 3,088,035,219,588 1. Pemerintah 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 88,936,928,054 Berkurangnya Sosialisasi peraturan dan pembuatan petunjuk 34,980,000 34,980,000 34,980,000 34,980,000 34,980,000 34,980,000 pelaksanaan di Pusat dan Daerah Berkurangnya Biaya Penegakan hukum 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 88,892,000,000 Kembalinya potensi retribusi ekspor 9,948,054 9,948,054 9,948,054 9,948,054 9,948,054 9,948,054 2. Nelayan 16,473,600,000 18,944,640,000 21,786,336,000 25,054,286,400 28,812,429,360 33,134,293,764 Kembalinya potensi pendapatan nelayan transhipment 16,473,600,000 18,944,640,000 21,786,336,000 25,054,286,400 28,812,429,360 33,134,293,764 3. Pengusaha 1,483,140,972,750 1,696,508,718,663 1,950,736,626,462 2,243,098,720,431 2,579,315,128,496 2,965,963,997,770 Kembalinya nilai aset produksi 7,700,000,000 Berkurangnya Biaya Tambat, Labuh dan Kolam 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 Kembalinya produksi 1,473,784,972,750 1,694,852,718,663 1,949,080,626,462 2,241,442,720,431 2,577,659,128,496 2,964,307,997,770 B. DIRECT COST 1,899,156,000,000 2,847,906,000,000 3,796,656,000,000 4,745,406,000,000 5,694,156,000,000 6,642,906,000,000 1. Pemerintah 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 - Bertambahnya retribusi pemerintah pusat dan daerah 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 1,656,000,000 2. Pengusaha 1,897,500,000,000 2,846,250,000,000 3,795,000,000,000 4,743,750,000,000 5,692,500,000,000 6,641,250,000,000 - meningkatnya kapasitas industri ikan olahan 1,897,500,000,000 2,846,250,000,000 3,795,000,000,000 4,743,750,000,000 5,692,500,000,000 6,641,250,000,000 Tingkat suku bunga 7.5% Discount factor 1.00 0.93 0.87 0.80 0.75 0.70 PV of Benefit 1,588,551,500,803.54 1,678,502,592,293.99 1,783,848,472,052.28 1,897,364,456,370.14 2,019,563,315,889.99 2,150,997,589,205.04 TAHUN 13

Lanjutan Lampiran 2 URAIAN TAHUN 0 1 2 3 4 5 PV of Cost 1,899,156,000,000 2,649,214,883,721 3,285,370,254,191 3,819,864,716,314 4,263,787,029,429 4,627,173,518,190 NPV benefit 11,118,827,926,615 NPV cost 20,544,566,401,846 B/C Ratio 0.54 14