Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

dokumen-dokumen yang mirip
Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK PADA PENBELAJARAN PENJUMLAHAN DUA BILANGAN BULAT?

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Fadjar Shadiq

BAB I PENDAHULUAN. Mengajarkan matematika bukanlah sekedar guru menyiapkan dan

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik Bertanya?

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap dalam Pembelajaran Matematika? Fadjar Shadiq &

Pentingnya Pengetahuan Prasyarat dalam Memecahkan Masalah

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

Tiga Hal yang Sering Ditanyakan Guru. Fadjar Shadiq, M.App.Sc & fadjarp3g.wordpress.com) Widyaiswara PPPPTK Matematika

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK UNTUK MENYELESAIKAN SOAL SUSUL-MENYUSUL?

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

Praktek Pembelajaran Matematika. Oleh: Fadjar Shadiq, M. AppSc WidyaIswara PPPG Matematika

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Pemanfaatan Blog pada Peningkatan dan Pemecahan Masalah Pembelajaran Matematika

PESTA ULANG TAHUN DAN MODEL PERMEN BATU MEMBANTU MEMPERJELAS KONSEP IRISAN DUA HIMPUNAN. Taufik 1

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dengan menempuh perbaikan di bidang pendidikan. Pendidikan

Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

Untuk Apa Belajar Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika &

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SMP/MTs

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

Bagaimana Cara Guru Memudahkan Siswanya Mengingat Pelajaran?

BAHAN 1. Mata Kuliah STRATEGI PEMBELAJARAN AUD (MODEL-MODEL PEMBELAJARAN) Oleh: Nur Cholimah, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan siswa dalam melakukan langkah - langkah pembelajaran dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

JAM SEBAGAI STARTING POINT DALAM PEMBELAJARAN SUDUT DI SEKOLAH DASAR. Oleh Shahibul Ahyan

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel

BELAJAR MEMECAHKAN MASALAH YUK Fadjar Shadiq, M.App.Sc ( & fadjar_p3g.yahoo.com)

PERMAINAN TEPUK BERGILIR YANG BERORIENTASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN KONSEP KPK SISWA KELAS IV A DI SD N 21 PALEMBANG

EMPAT OBJEK LANGSUNG MATEMATIKA MENURUT GAGNE Fadjar Shadiq

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

PENTINGYA STRATEGI PEMODELAN PADA PROSES PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sri Purnama Surya, S.Pd, M.Si. Anang Heni Tarmoko. Dra. Sri Wardhani. Penilai: Editor:

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

Bagaimana Mengintegrasikan Kegiatan Eksplorasi di Kelas? Belajar dari Olimpiade Matematika SD

BAB I PENDAHULUAN. diberikan. Semakin banyak siswa yang mencapai tingkat pemahaman dan

Jurnal EDUCATIO Jurnal Pendidikan Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIS

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Utami Murwaningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

Keywords: RME, Student Work Sheet, Fractions

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

BAGAIMANA MENGEFEKTIFKAN UJIAN NASIONAL? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika &

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Motivasi belajar matematika berkurang. Minat belajar merupakan

KAJIAN FILOSOFIS EDUKATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DI INDONESIA

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

Peta Kompetensi Guru Matematika SMK Non Teknik. Jenjang Dasar

Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

Pematematikaan Horizontal Siswa SMP pada Masalah Perbandingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat 2

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas V SDN Kedung Banteng

ANALISIS KEBUTUHAN BUKU AJAR MATEMATIKA BERORIENTASI PENDEKATAN REALISTIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

PEMBELAJARAN MATERI LUAS PERMUKAAN BALOK DAN KUBUS DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

BILAMANA PROSES PEMBELAJARAN MENJADI BERMAKNA BAGI SISWA? SUATU TEORI BELAJAR DARI DAVID P. AUSUBEL. Fadjar Shadiq (WI PPPPTK Matematika)

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

ADA BERAPA JARING-JARING KUBUS SESUNGGUHNYA? Fadjar Shadiq, M.App.Sc WI PPPG Matematika

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

MENDESAIN SENDIRI SOAL KONTEKSTUAL MATEMATIKA *

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka? Fadjar Shadiq, M.App.Sc WI PPPPTK Matematika (fadjar_pg@yahoo.com & www.fadjarpg.wordpress.com) Latar belakang lampiran dokumen Standar Isi pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 200 (Depdiknas, 200) tentang mata pelajaran matematika yang harus diacu para guru matematika menyatakan bahwa: Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika.... Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Bagaimana Pembelajarannya? Munculnya istilah contextual problem pada dokumen Permendiknas tersebut menunjukkan bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) atau pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran primadona yang harus diacu para guru. Secara tersurat nampak jelas juga bahwa contextual problem (masalah kontekstual) merupakan inti dari pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran lainnya yang paling dekat dengan CTL adalah Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Isu sentral yang mewarnai pembicaraan yang terkait dengan psikologi pembelajaran matematika saat ini adalah konstruktivisme. Pembelajaran Matematika Realistik, Pembelajaran Kontekstual, maupun pendekatan pembelajaran terbaru lainnya akan selalu mencantumkan konstruktivisme sebagai psikologi dasarnya. Penganut konstruktivisme sendiri menyakini bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (198:87) berikut: knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experience in terms of preexisting mental structures. Dengan demikian, setiap siswa harus membangun sendiri pengetahuan itu di dalam struktur kognitifnya sendiri- 1

sendiri berdasar pada pengetahuan yang sudah mereka miliki. Karena itulah, penganut konstuktivisme meyakini bahwa suatu pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya. Harus ada upaya dari siswa untuk mengaitkan pengalaman baru dengan pengetahuan yang sudah ada di kerangka kognitifnya. Implikasi selanjutnya, tugas utama seorang guru adalah memfasilitasi siswanya agar dapat membangun sendiri pengetahuan tersebut. Namun bagaimana caranya? Naskah ini disusun dengan maksud utama untuk menjawabnya. Contoh Konkretnya Jujur saja, pertanyaan yang menjadi judul artikel di atas, sejatinya merupakan pertanyaan penulis sendiri ketika membaca artikel yang berkait dengan teori pendekatan kontekstual maupun pembelajaran matematika realistik, namun tanpa ada contoh konkretnya atau ada contohnya namun penulis merasakan bahwa contoh tersebut tidak menunjukkan adanya fasilitasi sang guru agar siswanya dapat membangun sendiri pengetahuan seperti yang penulis harapkan; sehingga penulis waktu itu sempat mengajukan pertanyaan di atas, meskipun hanya di dalam hati. Contoh yang penulis dapatkan dari teman-teman juga belum dapat menjawab pertanyaan yang menjadi judul tulisan di atas secara meyakinkan, sampai akhirnya penulis membaca tulisan dan contoh konkret pembelajaran matematika yang menurut pendapat penulis, sang guru dapat memfasilitasi siswanya agar dapat membangun sendiri pengetahuan sebagaimana dituntut konstruktivisme. Contoh tersebut berasal dari tulisan Treffers (1991:21) dan Gravemeijer (1994:8) dengan langkah-langkah pembelajaran berikut. 1. Langkah pertama yang dilakukan sang guru adalah meminta siswanya (Kelas III) untuk menyelesaikan soal berikut yang merupakan soal versi Gravemeijer (1994:8). Soal versi Treffers (1991:21) sangat mirip namun dengan formulasi kalimat yang agak berbeda sedikit. Malam ini, 81 orang-tua akan mengunjungi sekolah kita. Enam orang-tua dapat duduk pada setiap meja. Ada berapa meja yang kita butuhkan? 2. Guru memberi sedikit bantuan berupa petunjuk (cue) dengan menggambar meja berisi orang di papan seperti gambar di bawah ini. 2

. Siswa diminta untuk menyelesaikan soal tersebut. Hasil pekerjaan sebanyak 17 siswa, menurut Treffers (1991:21) adalah sebagai berikut: a. Tujuh siswa menjumlahkan: + + + +... atau, 12, 18,... atau mengulang tabel perkalian -an, yaitu: 1, 2,, 4,... b. Enam siswa langsung melakukan lompatan dengan menggunakan 10 = 0. Dari hasil 0 tersebut, mereka melanjutkan perhitungan, kadangkala dengan menambah dan kadangkala dengan mengalikan. c. Seorang siswa menggunakan =, lalu mendobelnya, yaitu 12 = 72 lalu menambah dua meja lagi untuk mendapatkan 14 meja yang dibutuhkan. d. Tiga siswa tidak dapat ditentukan bagaimana cara mereka menghitungnya. Inilah contoh konkret fasilitasi pertama yang dilakukan guru, yaitu dengan memberi masalah realistik untuk dipecahkan, memberi sedikit petunjuk (cue) dan meminta siswanya untuk mengomunikasikan hasil pekerjaan (tugasnya). 4. Mendiskusikan penyelesaian soal tersebut. Guru sedikit membahas tiga penyelesaian pertama. Para siswa sendiri yang lalu memutuskan bahwa cara cerdas dengan melompat langsung ke 10 = 0 merupakan cara yang paling efisien. 5. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan soal berikut yang masih merupakan versi Gravemeijer (1994:84). Satu ceret dapat menyediakan tujuh gelas kopi. Setiap orang-tua mendapatkan satu gelas kopi. Ada berapa ceret yang harus disiapkan untuk 81 orang-tua?. Guru mendorong siswanya untuk membandingkan cara yang mereka gunakan. Jelas kiranya bahwa lompatan langkah ke 10 7 = 70 merupakan cara yang sangat cerdik dan cerdas. Dari 17 siswa, didapati cara yang mereka lakukan adalah sebagai berikut. a. Hanya seorang siswa menggunakan langkah demi langkah penjumlahan. Bandingkan dengan 7 orang siswa yang menggunakan cara ini pada soal nomor 1. b. Tigabelas siswa langsung melakukan lompatan dengan menggunakan 10 7 = 70 sebagai dasar. Bandingkan dengan hanya orang siswa yang menggunakan cara ini pada soal nomor 1. c. Tidak ada yang menggunakan cara 7 7 seperti melakukan pada soal nomor 1. d. Namun masih tetap ada tiga siswa yang tidak dapat ditentukan bagaimana cara mereka menghitungnya. Perhatikan bahwa masih ada tiga siswa yang tidak berhasil.

Masih ada tiga siswa yang belum berhasil. Inilah contoh fasilitasi kedua yang dilakukan guru, yaitu si guru tidak mau membantu siswanya dengan cara memberi tahu langsung. Kata lainnya, si guru tidak mau memindahkan pengetahuan yang ia miliki ke dalam pikiran siswanya. Si guru tetap berprinsip bahwa si siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuan tersebut. 7. Berdasar cara yang digunakan siswa, guru memperkenalkan cara panjang pembagian, untuk soal nomor 1, yaitu 81 : seperti cara berikut. 8 1 0 10 meja 2 1 1 8 meja (1) meja 8. Selanjutnya, guru meminta siswanya untuk menyelesaikan soal berikut yang merupakan soal versi Treffers (1991:2). 1128 prajurit menggunakan bis-bis yang memiliki tempat duduk. Ada berapa bis yang dibutuhkan? 9. Ada tiga cara (a, b, dan c) yang digunakan siswa, yaitu: 0 14 meja (a) 1 1 2 8 0 7 8 0 4 0 8 0 4 8 bis (b) 1 1 2 8 7 2 0 4 0 8 0 4 8 1 2 20 bis bis (1) bis (c) 1 1 2 8 1 0 8 0 4 8 1 2 0 bis bis (1) bis 1 2 (1) bis Jelas bahwa cara (c) merupakan cara yang guru inginkan. Sekali lagi siswa mendiskusikan cara yang mereka gunakan. Jika hasil sebanyak 0 + + 1 ini diletakkan di atas garis mendatar akan didapati pembagian berekor cara panjang. Jelas sekali bahwa siswa sendirilah yang menemukan 4

kembali pengetahuan tentang pembagian berekor cara panjang dengan fasilitasi gurunya. Inilah contoh konkret tentang hasil fasilitasi guru. Beberapa siswa dengan gemilang menemukan sendiri pengetahuan tentang pembagian berekor dengan sedikit bantuan/fasilitasi guru (guided reinvention). Belajar Tentang Fasilitasi Guru Secara umum, contoh konkret yang dikemukakan Treffers (1991:21) maupun Gravemeijer (1994:8) di atas menunjukkan beberapa pelajaran berikut. 1. Masalah realistik yang disajikan guru pada awal kegiatan merupakan inti dari proses fasilitasi guru agar siswanya dapat membangun sendiri pengetahuannya. Siswa difasilitasi untuk belajar menemukan sendiri ide atau pengetahuannya sambil belajar memecahkan masalah realistik yang ada. Langkah ini tentunya sangat sesuai dengan lampiran dokumen Standar Isi pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2007 menyatakan bahwa: Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi. 2. Dengan mengajukan masalah realistik, si siswa tidak langsung diberi tahu gurunya tentang langkah-langkah pembagian berekor, namun ia harus belajar menemukan sendiri cara pembagian berekor tersebut seperti yang dilakukan matematikawan ketika sang matematikawan menemukan pengetahuan tersebut. Dengan proses seperti itulah, para siswa dilatih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi seperti layaknya diberi seekor ikan yang dapat langsung dimakan selama sehari saja, namun mereka dilatih untuk memecahkan masalah secara mandiri seperti layaknya belajar cara menangkap ikan sehingga ia bisa makan ikan untuk seumur hidupnya. Untuk itu, para siswa harus mempelajari cara-cara menemukan teori sederhana, dimulai sejak di bangku SD. Cara-cara ini akan sangat berguna bagi para siswa tersebut di kelak kemudian hari, ketika mereka duduk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun di tempat kerjanya. Alasannya, cara-cara tersebut dapat ditansfer pada situasi lain.. Bantuan guru untuk siswanya tidak terlalu banyak. Si guru hanya memberi masalah realistik dan memberi sedikit petunjuk (cue). Jelaslah bahwa pada PMR atau CTL, para siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan sendiri ide matematikanya (guided reinvention). Itulah sebabnya, pada contoh di atas, siswa difasilitasi untuk belajar secara mandiri; dalam arti, mereka difasilitasi untuk belajar memutuskan sendiri langkah-langkah yang harus dilakukan. 5

4. Yang paling penting, contoh di atas menunjukkan bahwa guru tidak pernah berusaha untuk memindahkan pengetahuan yang ada di benaknya ke benak siswanya. Data di atas menunjukkan bahwa pada proses pemecahan masalah realistik nomor 1; ada tiga siswa yang tidak dapat menyelesaikan soalnya dengan baik. Namun pada proses pemecahan masalah nomor 2, ternyata masih tetap ada tiga siswa yang belum dapat memecahkan masalahnya dengan benar. Artinya, meskipun masih ada tiga siswa yang tidak berhasil memecahkan masalah tersebut. Namun si guru sama sekali tidak mau menjelaskan penyelesaian masalah tersebut. Dengan kata lain, si guru tetap pada prinsip para penganut kontrukstivisme, yaitu siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuannya dan sama sekali tidak ada keinginan darinya untuk menjelaskan kepada siswanya. Yang dilakukan guru selama proses pembelajaran di kelas hanyalah memfasilitasinya dengan meminta siswanya untuk saling menceriterakan (bernegosiasi) tentang hasil yang mereka dapatkan setelah menyelesaikan suatu soal. Penutup Kembali kepada pertanyaan yang menjadi judul artikel ini, salah satu alternatif yang dapat dan harus dilakukan setiap guru matematika adalah dengan mengajukan masalah realistik pada awal proses pembelajaran. Masalah realistik atau masalah kontekstual adalah masalah yang berkait dengan kehidupan nyata sehari-hari, mata pelajaran lain, ataupun rekaan guru sendiri yang dapat diterima siswa sedemikian rupa sehingga ide matematikanya dapat muncul dari masalah tersebut. Pengajuan masalah realistik sangatlah penting; namun bagi sebagian guru tidaklah mudah untuk merancangnya. Penulis pernah mengemukakan pada salah seorang pakar pendidikan dari Australia bahwa pada salah satu sisinya, masalah realistik ini sangat penting dan menentukan, namun pada sisi lainnya, tidaklah mudah untuk merancang atau menyusunnya. Saran sang pakar di antaranya: (a) mencari soal-soal penerapan pada buku pelajaran matematika, lalu menetapkan soal yang ide matematikanya dapat dimunculkan dari soal tersebut, (b) mencari di internet, atau pun (c) mengikuti kegiatan lesson study sebagai tempat bertemunya para guru meningkatkan profesionalisme mereka. Untuk memfasilitasi siswanya, bantuan guru selama proses pembelajaran tidak boleh terlalu banyak namun juga tidak boleh terlalu sedikit. Acuannya, siswa sendirilah yang harus dapat belajar menemukan sendiri pengetahuan. Kata lainnya, pengetahuan tidak diberikan ataupun dijelaskan guru dalam bentuk jadi, akan tetapi hanya memfasilitasi. Tugas guru jugalah untuk memfasilitasi siswanya agar mereka mau belajar mendengarkan pendapat orang lain (terutama temannya) dan mau belajar mengemukakan pendapatnya sendiri selama kegiatan diskusi berlangsung sedemikian rupa sehingga si siswa dapat belajar bernegosiasi dan dapat belajar memutuskan sendiri langkah-langkah yang akan mereka lakukan untuk mendapatkan dan mengkonstrusi sendiri ide-ide dan pengetahuannya. Pada akhirnya,

merupakan amanah bagi setiap guru matematika untuk menunaikan prinsip bahwa pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi sebagaimana contoh konkretnya sudah dikemukakan Treffers maupun Gravemeijer. Mudah-mudahan. Daftar Pustaka Bodner, G.M.; (198). Constructivism: a theory of knowledge. Journal of Chemical Education. Vol (10) pp 87-878 Depdiknas (200). Permendiknas Nomor 22 Tahun 200 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas. Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute. Treffers, A. (1991). Didactical background of a Mathematics program for primary education. Pada Streefland, L. Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrecht: Freudenthal Institute. 7