VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB I. PENDAHULUAN. 1 Dutch Disease adalah fenomena yang terjadi tahun 1970-an, Belanda mengalami masalah ini, menyusul

ABSTRACT. mining based economy, economic structural transformation, interregional budgeting cooperation, sustainable regional development

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB 4 ANALISA. Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL PEMBANGUNAN DAERAH BERKELANJUTAN MELALUI TRANSFORMASI STRUKTUR EKONOMI BERBASIS SUMBERDAYA PERTAMBANGAN KE SUMBERDAYA LOKAL TERBARUKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

KERAGAAN EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA, INGKUNGAN DAN TEKNOLOGI SERTA KELEMBAGAAN DI NUSA TENGGARA BARAT MUAIDY YASIN

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Arsyad (1999), inti permasalahan yang biasanya terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

Bab V Pembahasan V.1 Rente Ekonomi dan Kelebihan Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg

ANALISIS ISI PERATURAN PERUNDANGAN MINERAL DARI PUSAT HINGGA KEDAERAH. Oleh DR. Lukman Malanuang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Disampaikan oleh: TJAHJO KUMOLO

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Oleh : DR. TGH. M. ZAINUL MAJDI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

Deskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa :

SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensial yang ada seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

8.1. Keuangan Daerah APBD

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Produk Domestik Regional Bruto

Transkripsi:

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah Secara ringkas hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama masa operasi dan setelah penambangan berakhir ada indikasi kuat bahwa ekonomi daerah tidak dapat pulih seperti saat beroperasinya tambang saat ini karena pendapatan daerah dari tambang (pajak maupun non pajak) akan berakhir seiring dengan berakhirnya masa penambangan. Namun dari hasil penelitian ini dapat ditentukan arah transformasi struktur ekonomi selain pertambangan, yang justru dapat didukung sejak awal oleh kekuatan ekonomi pertambangan sekarang, yaitu untuk membangkitkan sektor-sektor ekonomi unggulan berbasis sumberdaya lokal terbarukan (pertanian dalam arti luas) dengan memperkuat keterkaitan antar sektor maupun dampak pengganda sektor melalui penggunaan barang dan jasa di Sumbawa Barat secara optimal untuk memperkecil efek pengurasan (backwash effect) yang terjadi selama ini. Meskipun dampak ekonomi tambang sangat besar yaitu Rp. 9,527 triliun (95,03 %) terhadap PDRB (2006) sulit tergantikan, dan peran pertanian sebesar Rp. 195,380 milyar (33,60 %), namun arah transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sektor-sektor sumberdaya lokal terbarukan (pertanian dalam arti luas) serta sektor non tambang lainnya untuk dikembangkan dalam jangka pendek, menengah dan panjang di Kabupaten Sumbawa Barat dapat diketahui. Dari hasil simulasi ditunjukkan bahwa jika pertambangan di asumsikan habis saat ini maka peran sektor pertanian sebesar 33,60% (sumberdaya terbarukan), perdagangan hotel dan restoran 20.97 %, bangunan 17.16 %, jasa-jasa 14.17% serta transportasi dan komunikasi 10.05%. Dari sisi keterkaitan antar sektor, arah transformasi pengembangan sektor ekonomi lokal yang dapat mendorong permintaan (demand driven) menurut rangking nilai indeks keterkaitan langsung kebelakang (direct backward linkage) dan keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang (direct and indirect backward linkage) justru bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-15), melainkan sektor terbarukan seperti peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian padi, pertanian pangan lainnya. Sedangkan sektor non tambang lainnya yang dapat dikembangkan adalah industri makanan dan

minuman, hotel dan restoran, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, lembaga keuangan, komunikasi, angkutan darat serta jasa-jasa lainnya Dari sisi keterkaitan antar sektor, arah transformasi pengembangan sektor ekonomi lokal yang dapat mendorong penawaran (supply driven) menurut rangking nilai indeks keterkaitan langsung kedepan (direct forward linkage) dan keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan (direct and indirect forward linkage) juga bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-13), melainkan sektor terbarukan seperti pertanian padi, perikanan, peternakan, pertanian pangan lainnya serta perkebunan. Sedangkan sektor non tambang lainnya yang dapat dikembangkan adalah listrik, gas dan air bersih, perdagangan, angkutan darat, industri makanan dan minuman, komunikasi, industri pengolahan lainnya serta jasa-jasa lainnya. Dari sisi nilai dampak pengganda (multiplier effect) yang besar untuk a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan pengganda pendapatan rumah tangga b. menarik minat investor menanamkan modalnya berdasarkan pengganda surplus usaha c. meningkatan kemampuan fiskal pemerintah berdasarkan pengganda pendapatan pajak d. meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengganda nilai tambah total. Arah transformasi pengembangan sektor ekonomi dari dampak pengganda tersebut justru bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-17) melainkan sektor terbarukan seperti peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian padi, pertanian pangan lainnya serta sektor non tambang lainnya seperti industri makanan dan minuman, industri tekstil, hotel dan restoran, listrik, gas dan air bersih, industri pengolahan lainnya, bangunan, angkutan lainnya, jasa-jasa lainnya, perdagangan, lembaga keuangan, komunikasi serta angkutan darat. Sedangkan arah transformasi pengembangan sektor berdasarkan dampak pengganda tenaga kerja lima belas sektor terbesar berdasarkan ranking adalah industri makanan dan minuman, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan lainnya, hotel dan restoran, perdagangan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, peternakan, jasajasa lainnya, angkutan darat, perikanan, komunikasi, perkebunan, pertanian padi dan pertanian pangan lainnya. Pertambangan berada pada ranking ke kedua karena banyak menyerap lapangan kerja dari luar Sumbawa Barat pada masa operasi dengan perbandingan tenaga kerja yang berasal dari Sumbawa Barat sebanyak 1,390 orang (33%), non Sumbawa Barat 2,847 orang (67%) dengan total tenaga kerja pada tahun 2007 sebayak 4,237 orang (100%). 148

Berdasarkan hasil temuan simulasi Model Leontif input-output dari sisi keterkaitan antar sektor maupun dampak pengganda menunjukkan bahwa rantai bisnis dan industri berbasis pertanian yang di dukung oleh air bersih dan pasokan energi listrik yang memadai adalah paling strategis untuk dijadikan arah pembangunan untuk percepatan proses transformasi struktur ekonomi menuju keberlanjutan dan kemandirian pembangunan wilayah Kabupaten Sumbawa Barat. Basis-basis pertanian utama yang perlu dikembangkan adalah peternakan, perikanan, perkebunan serta tanaman pangan dan hortikultura. Termasuk bagian yang tak terpisahkan dari basis pertanian yang diperlu dikembangkan adalah pengelolaan sumberdaya hutan, terutama untuk mendukung pengembangan sistem pasokan sumberdaya air dan energi listrik yang kompetitif. Pengembangan rantai bisnis dan industri berbasis pertanian tersebut dipridiksikan akan mampu mendorong 1) perkembangan rantai aktifitas ekonomi secara keseluruhan 2) laju pertumbuhan ekonomi 3) peningkatan kapasitas fiskal pemerintah 4) peningkatan daya tarik bisnis bagi dunia usaha 5) peningkatan serapan tenaga kerja dan 6) peningkatan pendapatan masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat. Hasil temuan model Leontif juga didukung oleh hasil temuan keunggulan komparatif wilayah (model location quotient) di Sumbawa Barat yang menunjukkan bahwa Kabupaten tersebut merupakan tempat pemusatan beberapa komoditi pertanian dari aspek produksi seperti penangkapan ikan di danau, budidaya ikan tambak, penangkapan ikan waduk/dam, peternakan, kedelai, jagung dan padi. 6.1.2. Hasil Temuan Peran Penganggaran untuk Memperbaiki Kinerja Pembangunan Sementara itu alokasi anggaran daerah saat ini tidak ditujukan untuk pengembangan sektor pertanian yang menjadi sektor basis Sumbawa Barat selama masa operasi dan antisipasi pasca tambang, kecilnya alokasi pendapatan daerah dari tambang (sebesar 32% menurut UU/32/2004) turut menambah masalah tersebut. Belum terdapat alokasi anggaran untuk memperbaiki kinerja pembangunan kearah transformasi struktur ekonomi berbasis sumberdaya pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan di Sumbawa Barat. Alokasi anggaran dan kerjasama penganggaran antar daerah untuk pengembangan basis-basis pertanian utama tersebut sesuai dengan sebaran sumberdayanya diketahui mampu meningkatkan 1) laju pertumbuhan ekonomi 2) kapasitas fiskal pemerintah 3) kesejahteraan masyarakat dan 4) partisipasi ekonomi masyarakat. Walaupun demikian, intensitas pengaruh tersebut masih pada level belum elastis dengan indikasi bahwa transformasi struktur ekonomi dapat dipercepat melalui alokasi anggaran dan kerjasama penganggaran antar daerah untuk 149

basis-basis pertanian utama tersebut, dimana level alokasi saat ini masih terlalu rendah dari level yang dibutuhkan. Artinya penganggaran rantai bisnis dan industri berbasis pertanian yang di dukung oleh air bersih dan pasokan energi listrik di Kabupaten Sumbawa Barat secara relatif berada dibawah rata-rata 34 Kab/Kota di tiga Propinsi yakni Bali, NTB dan NTT sehingga arah transformasi penganggaran di masa depan adalah meningkatkan pengangaran bidang-bidang yang masih rendah tersebut. 6.1.3. Hasil Temuan Analisis Isi (content analysis) Peraturan Perundangan dan Perubahan Kebijakan Dari hasil analisis isi peraturan perundangan diketahui bahwa transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan sesuai dengan hasil model Leontif input-output dan model keuggulan komparatif wilayah dalam penelitian ini masih sulit dilakukan jika merujuk pada UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan karena tidak mengatur mengenai aspek nilai tambah dan penggunaan potensi sumberdaya lokal setempat (tenaga kerja, bahan baku, kemitraan pengusaha lokal). Sedangkan UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara sudah mengatur tentang nilai tambah yakni melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang didalam negeri, mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, mengikutsertakan pengusaha lokal serta keterlibatan perusahaan jasa pertambangan lokal/atau nasional dalam konsultasi dan perencanaan. Namun demikian UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara yang disyahkan tgl 12 Januari 2009 masih belum ada pengaturan transformasi ekonomi pasca tambang. Proses transformasi struktur ekonomi juga belum mendapat dukungan dari sisi realitas perilaku stakeholder yang diindikasikan dengan belum berkembangnya kesadaran, komunikasi dan jaringan kerjasama. Yang tercakup kedalam para stakeholder tersebut adalah Departemen Energi Sumberdaya Mineral, Komisi VII DPR RI, Pemda Sumbawa Barat, DPRD Sumbawa Barat, PT. Newmont Nusa Tenggara, kalangan pendidikan dan akademisi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Persoalan transformasi struktur ekonomi saat tambang beroperasi dan pasca penambangan belum terantisipasi dengan baik karena belum berkembangnya wacana pihak-pihak di daerah kearah pengembangan ekonomi lokal terbarukan pasca tambang. Kondisi status quo seperti ini juga disebabkan karena Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang ada belum mengatur antisipasi ekonomi daerah pasca tambang maka peluang terjadinya ghost town/regency akan tetap besar 150

6.2. Saran dan Rekomendasi 1. Sebagai negara yang memiliki kekayaan sumberdaya mineral, Indonesia perlu melakukan benchmarking dengan negara-negara yang telah berhasil mengelola sumberdaya mineral misalnya Norwegia, Australia dan Canada untuk menghindari terulangnya kasus tambang timah selama 180 tahun di Dabo Singkep yang akhirnya menjadi ghost town setelah pertambangan berakhir. 2. Perlu dirumuskannya paradigma baru kebijakan pertambangan di tingkat nasional (nasional policy) yakni tafsir pembangunan berkelanjutan sektor pertambangan sebagai bentuk transformasi pertambangan ke sektor lainnya mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan secara terintegrasi sebelum tambang beroperasi, pada masa operasi dan pasca tambang. Hal ini perlu dilakukan mengingat sektor pertambangan tidak dapat berdiri sendiri, perlu sinergi dan sinkronisasi dengan Undang-Undang Perencanaan Pembangunan Nasional (RPJMN), UU/32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU/33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta Undang-Undang lainnya. 3. Negara sebagai pemilik sumberdaya alam perlu mempertimbangkan kepemilikan saham (golden share) tanpa menyertakan modal dalam pengelolaan sumberdaya alam sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 3 bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Nilai ekonomi sumberdaya yang memiliki posisi strategis didalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya memiliki rent lokasi (locational rent) sedangkan Ricardian rent adalah rente sumberdaya berdasarkan kekayaan dan kesusuaian sumberdaya yang dimiliki untuk berbagai penggunaan aktifitas ekonomi, rente tidak lain adalah residual setelah seluruh biaya dibayarkan dan biasanya diterima oleh pemilik sumber daya. 4. Perlu dirumuskan grand strategy dan peta jalan (road map) yang merupakan exit strategy pengelolaan pertambangan di Sumbawa Barat yang mengarah pada transformasi perubahan struktur ekonomi untuk mengantisipasi habisnya pertambangan yang bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources) dengan kendala masa operasi tambang yang pendek dan cadangan yang terus menipis ke sumberdaya lokal terbarukan (renewable resources). 5. Sebagai konsekuensi dari butir 2 di atas perlu dilakukan revisi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Sumbawa Barat 2010-2015 dengan rumusan program secara terarah, sistematis, terukur dan terencana dalam instrumen kebijakan perencanaan APBD tahunan Sumbawa Barat. 151

6. Arah transformasi revisi RPJMD Sumbawa Barat adalah perubahan struktur ekonomi yang saat ini didominasi oleh pertambangan ke sektor pertanian dalam arti luas serta didukung oleh peningkatan penganggaran pada sektor tersebut dalam APBD sebagai instrumen kebijakan utama penganggaran. Menurut hasil temuan penelitian, hal ini perlu dilakukan mengingat penganggaran Kabupaten Sumbawa Barat untuk sektor pertanian relatif rendah dibandingkan dengan 34 Kab/Kota di tiga Propinsi Bali, NTB dan NTT. 7. Salah satu syarat keberhasilan transformasi adalah meningkatkan kapasitas dan kemampuan fiskal Kabupaten Sumbawa Barat yang secara relatif lebih rendah dibandingkan 34 Kab/Kota di tiga Propinsi Bali, NTB dan NTT. Hal strategis yang perlu diperjuangkan dan dipertimbangan oleh pemerintah pusat maupun pemangku kepentingan lainnya terhadap Kabupaten Sumbawa Barat sebagai Kabupaten penghasil adalah perlunya kepemilikian saham tanpa menyertakan modal (golden share) yang wajar. 8. Perlu dirumuskannya Peraturan Pemerintah yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk perumusan Peraturan Daerah baik di Sumbawa Barat maupun daerah lainnya tentang peningkatan nilai tambah sektor pertambangan yang memprioritaskan penggunaan sumberdaya lokal secara optimal untuk aspek tenaga kerja, potensi sumberdaya lokal daerah setempat, kemitraan dengan pengusaha lokal serta keterlibatan perusahaan jasa pertambangan lokal/atau nasional dalam konsultasi dan perencanaan. 9. Para pihak (stakeholder) yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, korporat dan masyarakat madani (civil society) perlu duduk bersama untuk mendorong keterbukaan, transparansi dan partisipasi dalam merumuskan kebijakan pembangunan pasca tambang menjadi sebuah diskursus terbuka. Upaya ini diharapkan dapat mempersiapkan kebijakan pembangunan daerah pasca tambang, kebijakan CSR dan program pemberdayaan masyarakat perusahaan serta perbaikan perencanaan dokumen tutup tambang PTNNT sehingga hasil-hasil pertambangan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat pada masa operasi maupun pasca tambang. 10. Melakukan sosialisasi hasil penelitian pada pengguna (user) didaerah yakni pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, DPRD KSB, PTNNT dan departeman energi dan sumberdaya mineral. 11. Apabila pemerintah pusat dan daerah belum siap secara institusional, perut bumi adalah tempat yang paling aman menyimpan sumberdaya mineral, minyak dan gas (Stiglizt, 2007). 152