IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGERTIAN PERDAMAIAN

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB V PENUTUP. 1. Didalam pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang. kepailitan dan PKPU, dikatakan Debitur yang tidak dapat atau

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

Penundaan kewajiban pembayaran utang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

Pembuktian Sederhana dalam Perkara PKPU. PENERAPAN PRINSIP KELANGSUNGAN DALAM PKPU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Perancis, Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Latin serta Bahasa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUKU PEDOMAN PENANGANAN PERKARA JILID II

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB II TINJAUAN HUKUM KEPAILITAN. sekarang ini tidak mungkinterisolir dari masalah-masalah lain. Suatu perusahaan

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

II. Tinjauan Pustaka. 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU.

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN WISHNU KURNIAWAN SEPTEMBER 2007

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

HUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

BAB II. A. Akibat Hukum Dikabulkannya Permohonan Kepailitan Terhadap Debitor Maupun Kreditor Serta Harta Pailit

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

P U T U S A N Nomor 907 K/Pdt.Sus-Pailit/2017

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

BAB II HUKUM KEPAILITAN. Sri Redjeki Hartono dapat dipilah menjadi 3 masa yakni masa sebelum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

Asas dan Dasar Hukum Kepailitan. Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Terhadap kasus yang dihadapi oleh PT Metro Batavia dan International Lease

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 NOVALDI / D

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama keterpurukan negara Indonesia dewasa ini. Hal ini tidak dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

Transkripsi:

29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor, artinya perdamaian dapat ditawarkan oleh debitor setelah debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Perdamaian dalam proses kepailitan pada prinsipnya sama dengan perdamaian dalam pengertiannya yang umum, intinya terdapat kata sepakat antara kreditor dan debitor. Proses perdamaian dalam kepailitan harus mengikuti prosedur tertentu sesuai dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, sebab penyimpangan terhadap prosedur bisa menyebabkan perdamaian tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Seluruh proses perdamaian dalam kepailitan dilakukan menurut tahap-tahap yang diatur dalam Undang- Undang No. 37 Tahun 2004. Tahap-tahap perdamaian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tahap Pengajuan Usul Perdamaian Pasal 145 UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan usulan perdamaian dalam suatu proses kepailitan haruslah diajukan oleh debitor pailit dengan tata cara sebagai berikut. Paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang

30 diajukan usul perdamaian dan diumumkan dengan jalan diletakkannya di kepaniteraan pengadilan niaga dan di kantor kurator serta salinannya dikirim kepada masing-masing anggota panitia kreditor sementara, dalam hal ini usul perdamaian harus dibahas dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang. Debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, masih diberi kesempatan untuk dapat memilih langkah dalam menyelesaikan utangnya dengan mengajukan upaya perdamaian kepada para krediturnya. Rencana perdamaian dapat diajukan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang debitor di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan. Rencana perdamaian wajib dibicarakan dan diambil keputusan setelah selesainya pencocokan piutang. Setelah pencocokan piutang selesai dilakukan, rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor pailit dibicarakan dan diambil keputusan. Bersamaan dengan penyediaan rencana perdamaian di kepaniteraan pengadilan, salinan dari daftar piutang debitor wajib dikirimkan kepada masing-masing anggota panitia kreditor sementara. (Sutan Remy Sjahdeini, 2009: 408) 2. Tahap Pengumuman Usul Perdamaian Pasal 147 UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan rencana perdamaian diajukan dan diumumkan kurang dari 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang, sedangkan mayoritas kreditor yang datang menghadap menghendaki agar rapat diundurkan. Dalam hal ini rapat untuk membahas dan menyetujui perdamaian

31 harus dilaksanakan selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari setelah rapat pencocokan piutang. 3. Tahap Rapat Pengambilan Keputusan Perdamaian Pasal 145 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan rencana perdamaian dibahas segera setelah selesainya pencocokan piutang dalam rapat pencocokan piutang jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Debitor pailit memasukkan rencana perdamaian paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang; b. Rencana perdamaian telah diletakkan di kepaniteraan pengadilan negeri; c. Rencana perdamaian telah diletakkan di kantor kurator; d. Salinan dari rencana perdamaian masing-masing harus dikirim kepada masing-masing anggota panitia kreditor sementara. Pasal 147 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan sebaliknya, jika rencana perdamaian diajukan dan diumumkan kurang dari 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang, sedangkan mayoritas kreditor yang datang menghadap menghendaki agar rapat diundurkan, maka dalam hal tersebut rapat untuk membahas dan menyetujui perdamaian harus dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu setelah rapat verifikasi. Diterima atau tidak rencana perdamaian tergantung dari keputusan mereka yang mempunyai hak suara dalam rapat, yaitu para kreditor konkuren yang hadir dalam rapat, sebanyak berapa pun jumlah mereka atau sebesar apa pun piutangnya, sama sekali tidak berpengaruh terhadap diterima atau tidaknya suatu rencana

32 perdamaian yang diajukan oleh debitor, yang menjadi rationale untuk menjustifikasi ketentuan ini adalah karena sudah menjadi resiko yang harus ditanggung sendiri mengapa para kreditur tersebut tidak mau hadir dalam rapat. (Munir Fuady, 2005: 120-121) Perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat. (Sutan Remy Sjahdeini, 2009: 410) Apabila lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor dan mewakili paling sedikit ½ (satu per dua) dari jumlah piutang kreditor yang mempunyai hak suara, menyetujui untuk menerima rencana perdamaian maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan suara kedua tanpa diperlukan pemanggilan. Pada penumgutan suara kedua, kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama. (Rahayu Hartini, 2008: 176) Dari penjelasan di atas yang dimaksud dengan disetujui adalah persetujuan kreditor yang hadir dan menyatakan secara tegas dalam rapat kreditor yang bersangkutan. Dalam hal kreditor hadir dan tidak menggunakan hak suara, hak suaranya dihitung sebagai suara tidak setuju dan pada rapat selanjutnya kreditor

33 dapat mengemukakan pendapat yang berbeda dengan pendapat yang pernah dikemukakan dalam rapat pertama. 4. Tahap Sidang Pengesahan Putusan Perdamaian (Homologasi) Jika suatu rencana perdamaian telah disetujui oleh pihak kreditor, rencana perdamaian tersebut harus disahkan pula oleh Pengadilan Niaga dalam suatu sidang yang disebut dengan homologasi. Pengadilan Niaga dalam sidangnya tersebut dapat mengesahkan atau menolak rencana perdamaian yang bersangkutan. (Munir Fuady, 2005: 121-122) Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan Pengadilan Niaga dapat menolak rencana perdamaian tersebut asalkan memenuhi alasan-alasan dalam Undang-Undang kepailitan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 pengadilan wajib menolak pengesahan perdamaian dalam hal: 1. harta debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian; 2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; 3. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini. Dari uraian di atas bahwa Pasal 159 Ayat (2) tidak memberikan pembatasan bahwa pengadilan hanya wajib menolak pengesahan perdamaian apabila terdapat

34 alasan-alasan yang tersebut diatas, berarti Pengadilan Niaga masih dapat menolak pengesahan perdamaian itu. 5. Tahap Kasasi terhadap Sidang Homologasi Pasal 160 UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan apabila memenuhi alasan-alasan seperti yang terdapat dalam Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004, pengadilan niaga harus menolak pengesahan perdamaian tersebut telah disetujui oleh kreditor konkuren. Akan tetapi, terhadap penolakan pengesahan perdamaian oleh pengadilan niaga tersebut dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dari uraian di atas bahwa pengesahan perdamaian yang ditolak oleh pengadilan, baik kreditor yang menyetujui rencana perdamaian maupun debitor pailit, dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan pengadilan diucapkan dapat diajukan kasasi. 6. Tahap Rehabilitasi Rehabilitasi artinya pemulihan nama baik debitor yang semula dinyatakan pailit, melalui putusan pengadilan yang berisi keterangan bahwa debitor telah memenuhi kewajibannya. Setelah berakhirnya kepailitan, debitor berhak mengajukan permohonan rehabilitasi kepada Pengadilan Niaga yang telah mengucapkan putusan pailit sebelumnya. (Jono, 2008: 204) Berdasarkan uraian di atas maka debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, masih diberi kesempatan untuk dapat memilih langkah dalam menyelesaikan utangnya dengan mengajukan upaya perdamaian kepada para

35 krediturnya. Rencana perdamaian dapat diajukan paling lambat sebelum rapat pencocokan piutang, jangka waktu yang diberikan kepada debitor dan kreditor untuk dapat dilihat oleh setiap orang yang berkepentingan. Rencana perdamaian harus dibicarakan untuk segera diambil keputusan setelah pencocokan piutang. Setelah rencana perdamaian disediakan di Kepaniteraan Pengadilan, salinan dari rencana perdamaian itu harus dikirimkan kepada masing-masing anggota panitia kreditor sementara untuk diberikan pendapat tertulis tentang rencana perdamaian dalam rapat pencocokan piutang. Salinan itu berupa daftar dari piutang yang sementara diakui, dan salinan dari daftar piutang yang dibantah termasuk alasannya. Salinan itu dapat dilihat bebas oleh pihak yang berkepentingan atau tidak selama 7 (tujuh) hari sebelum hari pencocokan piutang setelah debitor piutang ditempatkan di kantor kurator. Adapun yang memutuskan diterima atau tidak rencana perdamaian adalah mereka yang mempunyai hak suara dalam rapat, yaitu para kreditor konkuren yang hadir dalam rapat, sebanyak berapa pun jumlah mereka atau sebesar apa pun piutangnya, sama sekali tidak berpengaruh terhadap diterima atau tidaknya suatu rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor. Jika suatu rencana perdamaian telah disetujui oleh pihak kreditor, maka rencana perdamaian tersebut harus disahkan oleh Pengadilan Niaga dalam suatu sidang yang disebut dengan homologasi. Pengadilan niaga yang akan mengesahkan tetapi juga dapat menolak rencana perdamaian itu, kreditor yang tidak setuju terhadap rencana perdamaian ketika rapat dapat menyampaikan kepada Hakim Pengawas alasan-alasan yang menyebabkan mereka menghendaki ditolaknya pengesahan rencana perdamaian, terhadap penolakan itu maka dapat diajukan kasasi.

36 Perdamaian yang telah disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak. Bila perdamaian atau pengesahan perdamaian ditolak, maka debitor pailit tidak dapat lagi menawarkan perdamaian dalam kepailitan. Dengan kata lain, perdamaian yang ditawarkan bersifat final. Berarti perdamaian yang diajukan oleh debitor merupakan salah satu jalan bagi debitor pailit untuk dapat mengakhiri keadaan pailit sebagaimana ditentukan oleh pengadilan. Dengan berakhirnya kepailitan debitor dapat kembali mengelola perusahaan dan aset-asetnya seakan-akan tidak pernah terjadi kepailitan sebelumnya dan debitor dapat mengajukan rehabilitasi untuk pemulihan nama baik bagi debitor itu sendiri. Namun, debitor harus memenuhi ketentuanketentuan dan syarat-syarat yang ditentukan di dalam perjanjian perdamaian. B. Akibat Hukum Yang Timbul dari Perdamaian dalam Kepailitan Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Perdamaian dalam proses kepailitan memiliki kata sepakat yang terjadi antara pihak debitor dan para kreditornya terhadap rencana perdamaian yang diusulkan oleh debitor. Berdasarkan pengertian perdamaian di atas, maka dapat dikatakan bahwa perdamaian merupakan perjanjian yang dilakukan kedua pihak antara kreditor dengan debitor. Perdamaian yang terjadi dalam kepailitan antara debitor dan kreditor yang disahkan oleh pengadilan niaga dan berkekuatan tetap. Untuk itu perdamaian dalam kepailitan itu mempunyai akibat hukum. Keputusan pengesahan oleh pengadilan niaga tersebut berkekuatan tetap jika: 1. Terhadap putusan pengadilan niaga (putusan tingkat pertama) tidak diajukan kasasi atau

37 2. Setelah adanya putusan kasasi, jika putusan pengadilan niaga diajukan kasasi. Pasal 16 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan setelah pembatalan kasasi oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi, menyebabkan setiap tindakan yang dilakukan oleh kurator sejak saat putusan pailit tingkat pertama sampai dengan saat dibatalkan putusan kasasi, tetap dianggap sah dan tidak dapat dibatalkan lagi. Akibat hukum dari dicapainya perdamaian dalam kepailitan adalah sebagai berikut : 1. Setelah Perdamaian, Kepailitan Berakhir Setelah perdamaian disahkan dan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka kepailitan debitor berakhir. Berarti perdamaian yang diajukan oleh debitor merupakan salah satu jalan bagi debitor pailit untuk dapat mengakhiri keadaan pailit, sebagaimana ditentukan oleh pengadilan. (Sutan Remy Sjahdeini, 2009: 415) Berdasarkan penjelasan diatas apabila dicapainya perdamaian di antara para pihak dalam proses kepailitan tentu tidak ada lagi sengketa di antara para pihak, sehingga proses kepailitan pun tidak perlu dilanjutkan lagi. Itu sebabnya, apabila pengesahan perdamaian sudah memperoleh kekuatan tetap, maka berakhirlah kepailitan. Dengan berakhirnya kepailitan debitor dapat kembali mengelola perusahaan dan aset-asetnya, namun debitor harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian perdamaian.

38 2. Keputusan Penerimaan Perdamaian Mengikat Seluruh Kreditur Konkuren Pasal 162 juncto Pasal 151 dan Pasal 152 UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan bahwa keputusan perdamaian mengikat seluruh kreditor konkuren, baik kreditor yang telah mengajukan diri dalam proses kepailitan ataupun tidak, baik mereka yang hadir ataupun yang tidak dalam rapat untuk memutuskan perdamaian, misalnya kreditor konkuren yang tidak hadir dalam rapat jumlahnya lebih banyak. Keputusan perdamaian diambil berdasarkan persetujuan kreditor yang hadir dan menyatakan secara tegas dalam rapat kreditor yang bersangkutan. Dalam hal kreditor hadir, tetapi tidak menggunakan hak suaranya tetap dihitung sebagai suara tidak setuju. (Munir Fuady, 2005: 113) 3. Perdamaian Tidak Berlaku bagi Kreditor Separatis dan Kreditor yang Diistimewakan Telah disebutkan bahwa perdamaian dalam kepailitan hanya berlaku bagi kreditur konkuren. Jadi, tidak berlaku bagi kreditor separatis (kreditor dengan agunan) dan kreditor yang diistimewakan. Sedangkan dalam Pasal 149 UU No. 37 Tahun 2004 dijelaskan bahwa terhadap kreditor separatis dan kreditor yang diistimewakan termasuk yang dibantah haknya, mereka tidak boleh memberikan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali jika mereka melepaskan hak istimewanya, sehingga kedudukannya menjadi kreditor konkuren. (Munir Fuady, 2005: 113-114)

39 4. Perdamaian Tidak Boleh Diajukan Dua Kali Setelah kepailitan dibuka kembali, maka perdamaian tidak dapat ditawarkan kembali untuk kedua kalinya. Dengan kata lain, perdamaian hanya dapat ditempuh sekali saja. Setelah kepailitan dibuka kembali, maka kurator harus segera melakukan tindakan pemberesan terhadap harta pailit. (Sutan Remy Sjahdeini, 2009: 418-419) Dari uraian di atas bahwa jika debitor pailit tidak dapat memenuhi isi dari perjanjian perdamaian yang telah disepakati, maka kepailitan dapat dibuka kembali. setelah kepailitan dibuka kembali debitor pailit tidak dapat mengajukan upaya perdamaian untuk kedua kalinya. 5. Perdamaian Merupakan Alas Hak Bagi Garantor Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan alas hak yang dapat dijalankan terhadap debitor dan semua orang yang menanggung pelaksanaan perdamaian sehubungan dengan piutang yang telah diakui (garantor), sejauh tidak dibantah oleh debitor pailit sesuai yang termuat dalam berita acara rapat pencocokan piutang. (Sutan Remy Sjahdeini, 2009: 415) 6. Hak-hak Kreditur Tetap Berlaku terhadap Garantor dan Rekan Debitor Pasal 165 alinea kesatu UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan sangat lazim dalam suatu perjanjian hutang piutang bahwa ada pihak lain yang tersangkut dengan perjanjian hutang piutang tersebut. Pihak lain tersebut adalah : a. Garantor (personal atau corporate);

40 b. Rekan debitor (misalnya dengan tanggung renteng). Maka perdamaian telah disahkan dengan tetap memperhatikan Pasal 165, hak-hak kreditor terhadap pihak lain tersebut tetap berlaku penuh seolah-olah tidak terjadi perdamaian. Misalnya, kelebihan (sisa) dari hutang yang tidak dapat dibayar penuh dalam perdamaian, oleh kreditor dapat dimintakannya lagi kepada garantor atau rekan debitor tersebut. (Munir Fuady, 2005: 115) 7. Hak-hak Kreditor Tetap Berlaku terhadap Benda-benda Pihak Ketiga Kreditor memiliki hak atas barang-barang pihak ketiga sehubungan dengan piutangnya terhadap pihak debitor, hak-haknya terhadap pihak ketiga tetap berlaku seolah-olah tidak ada suatu perdamaian. Barang-barang pihak ketiga yang dimaksud adalah harta yang dapat dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan dan atau benda bergerak meskipun harta pailit tersebut dibebani dengan hak agunan atas kebendaan. (Sutan Remy Sjahdeini, 2009: 415) 8. Penangguhan Eksekusi Jaminan Hutang Berakhir Pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan sebagaimana diketahui bahwa bagi kreditor separatis berlaku ketentuan penangguhan eksekusi jaminan hutang (stay) untuk jangka waktu maksimum 90 (sembilan puluh) hari. vide Pasal 57 UU No. 37 Tahun 2004 juga menjelaskan apabila suatu perdamaian disahkan dalam proses kepailitan dan telah memperoleh kekuatan tetap, kepailitan berakhir (Pasal 166) dan apabila suatu kepailitan berakhir, berakhir pula penangguhan pelaksanaan eksekusi jaminan hutang (stay).

41 Penangguhan eksekusi jaminan hutang bertujuan untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, mengoptimalkan harta pailit, dan untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal. Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atau suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan dan, baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas benda yang menjadi agunan. (Munir Fuady, 2005: 115) Termasuk dalam pengecualian terhadap penangguhan dalam hal ini adalah hak kreditor yang timbul dari perjumpaan utang yang merupakan bagian atau akibat dari mekanisme transaksi yang terjadi di Bursa Efek dan Bursa Perdagangan Berjangka. 9. Actio Pauliana Berakhir Pasal 166 UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan bahwa setelah perdamaian disahkan dan mempunyai kekuatan yang pasti, kepailitan juga berakhir, Pasal 47 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 juga menjelaskan bahwa tugas kurator selesai setelah kepailitan berakhir dan karena tugas kurator telah selesai, tidak mungkin lagi diajukan atau dilanjutkan gugatan actio pauliana jika memang sudah atau akan dilakukannya gugatan tersebut. Sebab yang berwenang untuk mengajukan gugatan actio pauliana adalah pihak kurator. Actio Pauliana merupakan sarana yang diberikan oleh undang-undang kepada tiap-tiap kreditor untuk mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dapat

42 merugikan kreditor yang telah dilakukan oleh debitor dan yang berwenang untuk itu adalah kurator. (Munir Fuady, 2005: 115-116) 10. Debitor Dapat Direhabilitasi Pasal 215 UU No. 37 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dalam hal-hal tertentu, debitor yang telah dinyatakan pailit dapat mengajukan rehabilitasi. Salah satu alasan untuk mengajukan usul rehabilitasi adalah jika kepailitan berakhir karena adanya perdamaian. Setelah perdamaian telah disetujui dan disahkan oleh Pengadilan, debitor yang telah dinyatakan pailit dapat mengajukan rehabilitasi yang bertujuan untuk pemulihan nama baik debitor yang semula dinyatakan pailit, melalui putusan Pengadilan yang berisi keterangan bahwa debitor telah memenuhi kewajibannya. (Munir Fuady, 2005: 116) Berdasarkan uraian di atas jika perdamaian telah disahkan dan memperoleh kekuatan hukum tetap maka kepailitan berakhir. Dengan berakhirnya kepailitan debitor dapat kembali mengelola perusahaan. Keputusan perdamaian diambil berdasarkan persetujuan kreditor yang hadir dan menyatakan secara tegas dalam rapat kreditor yang bersangkutan dan berlaku bagi semua kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan, tetapi putusan perdamaian dalam kepailitan ini hanya berlaku bagi kreditur konkuren, jadi tidak berlaku bagi kreditor separatis kreditor separatis dan kreditor yang diistimewakan termasuk yang dibantah haknya, mereka tidak boleh memberikan suara berkenaan dengan rencana

43 perdamaian, kecuali jika mereka melepaskan hak istimewanya, sehingga kedudukannya menjadi kreditor konkuren. Perdamaian yang telah disahkan tetapi tidak dapat dipenuhi oleh debitornya, maka debitor tidak dapat lagi menawarkan perdamaian dalam kepailitan. Dengan kata lain, perdamaian yang ditawarkan bersifat final dan tidak dapat diajukan untuk yang kedua kalinya. Perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan alas hak yang dapat dijalankan terhadap debitor dan semua orang yang menanggung pelaksanaan perdamaian sehubungan dengan piutang yang telah diakui (garantor) sejauh tidak dibantah oleh debitor pailit. Meskipun sudah ada perdamaian, kreditor tetap memiliki hak terhadap para penanggung dan rekan debitor. Kreditor juga berhak terhadap benda pihak ketiga tetap dimilikinya seolah-olah tidak ada suatu perdamaian. Kepailitan berakhir setelah perdamaian disahkan dan memperoleh kekuatan hukum tetap maka berakhir pula penangguhan pelaksanaan eksekusi jaminan hutang. Penangguhan eksekusi jaminan hutang bertujuan untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, mengoptimalkan harta pailit, dan untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal. Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atau suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan dan, baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas benda yang menjadi agunan. Setelah perdamaian disahkan dan mempunyai kekuatan yang pasti, kepailitan juga berakhir, maka tugas kurator selesai dan karena tugas kurator telah selesai, tidak

44 mungkin lagi diajukan atau dilanjutkan gugatan actio pauliana. Actio Pauliana merupakan sarana yang diberikan oleh Undang-Undang kepada tiap-tiap kreditor untuk mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dapat merugikan kreditor yang telah dilakukan oleh debitor dan yang berwenang untuk itu adalah kurator. Setelah perdamaian telah disetujui dan disahkan oleh Pengadilan, debitor yang telah dinyatakan pailit dapat mengajukan rehabilitasi yang bertujuan untuk pemulihan nama baik debitor yang semula dinyatakan pailit, melalui putusan Pengadilan yang berisi keterangan bahwa debitor telah memenuhi kewajibannya.