BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

DAFTAR PUSTAKA Pestisida Nabati. Jakarta: Penebar Swadaya.

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

PENDAHULUAN Latar Belakang

FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

EFEKTIFITAS PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN ULAT GRAYAK (Spodoptera sp.) PADA TANAMAN SAWI (Brassica sinensis L.). Deden *

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktikkan 3 abad yang lalu. Pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN HAMA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

(The effect of application Legundi leaves extract (Vitex trifolia) as Pest Controller Plutella xylostella on Mustrad Plant (Brassica juncea))

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus

Pestisida Nabati dan Aplikasinya. Oleh: YULFINA HAYATI

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis... 4

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A dan C, minyak atsiri, zat warna kapsantin, karoten. Cabai merah juga mengandung

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

BAB I PENDAHULUAN. membantu menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. permukaan yang lebih kasar dibandingkan cabai merah besar, dan memiliki

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

Mahasiswa Biologi UNY. Abstrak

Suplemen Majalah SAINS Indonesia. Edisi September Suplemen Pertanian (MSI 57).indd1 1 25/08/ :53:12

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva

I. PENDAHULUAN. kubis (Brassica Olearecea Var Capitata). Kubis memiliki kandungan gizi yang

I. PENDAHULUAN. diperkirakan, pengendalian hama pun menjadi sulit dilakukan.

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

PENGARUH EKSTRAK DAUN MIMBA (Azedirachta indica) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN (Plutella xylostella) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY.

UJI EKSTRAK DAUN PEPAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sawi. Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pakcoy. Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah tanaman jenis sayur-sayuran yang

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.

KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT KROP KUBIS (Crocidolomia pavonana F.)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo Untung, 1993: 56), rata-rata petani sayuran harus mengeluarkan sekitar 50% dari biaya produksi untuk pengendalian kimiawi dengan mencampur beberapa jenis pestisida. Dilaporkan juga bahwa petani sayuran rata-rata menyemprot tanaman sayurannya 16 kali dalam satu musim atau dengan interval penyemprotan 4-6 hari. Tidak sedikit petani sayuran yang menyemprot dengan interval lebih pendek daripada interval tersebut, terutama apabila turun hujan. Praktik penggunaan pestisida yang sembarangan tersebut tentunya tidak dapat dipertahankan terus karena kerugian dan bahaya yang diakibatkan akan semakin mengancam kehidupan masyarakat (Kasumbogo Untung, 1993: 57). Penggunaan pestisida yang berlebihan (khususnya yang bersifat sintetis) sering merugikan terhadap lingkungan. Beberapa kasus yang merugikan tersebut di antaranya: 1) kasus keracunan (lebih dari 400.000 kasus dilaporkan per tahunnya, 1,50% di antaranya fatal); 2) polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air, udara, hasil pertanian, dan dalam jangka waktu panjang terjadi kontaminasi terhadap manusia dan makhluk hidup lainya); 3) serangga hama menjadi resisten, resurgen maupun 1

toleran terhadap pestisida (Agus Kardinan, 2000: 2). Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida sintetis dengan takaran berlebih, mendorong pemerintah untuk menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan pemanfaatan agen pengendalian hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995. Menurut Aslamiyah, dkk (2010: 1), pemanfaatan agen pengendalian hayati atau biopestisida dalam pengelolaan hama dapat memberikan has`il yang optimal dan relatif aman bagi makhluk hidup dan lingkungan. Pestisida nabati merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat. Pestisida nabati terbuat dari bahan alami atau nabati, maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan, karena residu (sisa-sisa zat) mudah hilang (M Syakir, 2011: 10). Di Indonesia terdapat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati. Bahan dasar pestisida alami ini dapat ditemui di beberapa jenis tanaman, dimana zat yang terkandung di masing-masing tanaman memiliki fungsi berbeda ketika berperan sebagai pestisida. Menurut Agus Kardinan 2

(2002), famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial pestisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae karena mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, terpenoid, dan saponin. Daun sirih hijau (Piper betle L.) termasuk dalam famili Piperaceae (sirih-sirihan) yang mengandung minyak atsiri dan alkaloid (Nugroho, 2003; Handayani dkk, 2013: 4). Selain itu, daun sirih hijau (Piper betle L.) mengandung flavonoid, tanin, steroid/terpenoid, dan kuinon (Agus Aulung, dkk, 2010: 9). Senyawa-senyawa seperti sianida, saponin, tanin, flavonoid, steroid, alkaloid, dan minyak atsiri dapat berfungsi sebagai insektisida (Aminah, 1995; Handayani, dkk, 2013: 2). Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk membuktikan penggunaan ekstrak daun sirih sebagai insektisida. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Lapida Yunianti (2016) mengenai Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) sebagai Insektisida Alami terhadap Mortalitas Walang Sangit (Leptocorisa acuta) menunjukkan hasil bahwa ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) berpengaruh nyata terhadap mortalitas walang sangit. Penggunaan pestisida nabati dapat diterapkan oleh petani untuk mengatasi organisme pengganggu tanaman (OPT), salah satunya dalam tanaman sayuran. Sayuran merupakan sumber gizi yang utama sebagai penghasil vitamin dan mineral. Bagi petani budidaya sayuran dapat memberikan penghasilan yang cukup dan rata-rata lebih baik daripada komoditi pangan lainnya. Diantara bermacam-macam sayuran yang dapat 3

dibudidayakan, tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai komersial dan prospek yang tinggi. Sawi merupakan jenis sayuran yang disukai oleh masyarakat Indonesia, mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Sawi mengandung protein 2,3 gr, lemak 0,3 gr, karbohidrat 4 gr, kalsium 220 miligram, fosfor 38 miligram, zat besi 2,9 miligram, vitamin A 1.940 miligram, vitamin B 0,09 miligram dan vitamin C 102 miligram (Eko Haryanto, dkk, 2003: 5-6). Tanaman sawi dapat tumbuh baik di di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Tanaman sawi juga tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur maka akan tumbuh sebaik pada musim penghujan. Hama tanaman merupakan faktor kendala atau pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Kerusakan tanaman oleh serangan hama sangat besar, ditaksir rata-rata 20-30% dari potensi hasil (Kasumbogo Untung, 1993: 2). Tanaman sawi juga tidak terlepas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), yaitu ulat Agrotis ipsilon, ulat Crocidolomia, ulat Plutella, ulat Spodoptera litura, kutu daun Aphis (Nur Tjahjadi, 1989: 107) siput setengah telanjang (Parmarion pupillaris Humb.), dan sumpil (Subulina octona). Menurut Sriniastuti, 2005 (Petrus dan Ismaya, 2014: 163) hama ulat pemakan daun sawi Plutella xylostella merupakan salah satu hama paling banyak menyerang tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 12,5%. Jika kehadiran populasi hama 4

sangat tinggi hampir seluruh permukaan daun dimakan dan hanya menyisakan tulang-tulang daun saja, sehingga dapat menyebabkan gagal panen. Penelitian Bukhari (2009) tentang Efektivitas Ekstrak Daun Mimba terhadap Pengendalian Hama Plutella xylostella L. pada Tanaman Kedele menunjukkan bahwa pada konsentrasi 5% mampu menurunkan intensitas serangan larva Plutella xylostella, yaitu 4,39% (28 HST). Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui efektivitas daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). B. Identifikasi Masalah 1. Pengendalian hama oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis. 2. Penggunaan pestisida sintetis menimbulkan dampak negatif yaitu polusi lingkungan, serangga hama menjadi resisten, resurgen maupun toleran terhadap pestisida,. 3. Pemerintah menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan pemanfaatan agen pengendalian hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT. 4. Daun sirih hijau (Piper betle L.) termasuk dalam famili Piperaceae (sirih-sirihan) yang mengandung minyak atsiri, senyawa alkaloid, 5

flavonoid, tanin, steroid/terpenoid, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai insektisida. 5. Hama tanaman merupakan faktor kendala atau pembatas bagi program peningkatan produksi. 6. Tanaman sawi tidak terlepas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), yaitu ulat Agrotis, ulat Crocidolomia, ulat Plutella, ulat Spodoptera, kutu daun Aphis, siput setengah telanjang (Parmarion pupillaris Humb.), dan sumpil (Subulina octona). C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, penelitian ini dibatasi pada efektivitas pemberian pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella, pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella pada fase larva, tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea L.), dan berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) dengan membandingkan antara masing-masing dosis perlakuan. D. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.)? 2. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva pada tanaman sawi (Brassica juncea L.)? 6

3. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea L.)? 4. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.)? 5. Berapa dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) yang efektif untuk pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.)? E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). 2. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) 3. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea L.). 4. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). 5. Mengetahui dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) yang efektif untuk pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). 7

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Petani dan Masyarakat a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat dan kandungan yang terdapat dalam larutan pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan petani mengenai dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia. c. Penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi masyarakat khususnya petani agar menerapkan penggunaan pestisida nabati khususnya daun sirih hijau (Piper betle L.) dalam pengendalian hama Plutella xylostella. d. Dapat mengurangi dampak negatif pencemaran akibat penggunaan pestisida kimia. 2. Bagi Saintis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi inspirasi bagi saintis dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan biopestisida untuk pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). 8

G. Batasan Operasional 1. Tanaman sawi yang akan diinfeksi oleh larva Plutella xylostella instar III adalah tanaman sawi jenis caisim (Brassica juncea L.) yang berumur 21 hari setelah tanam. 2. Hama Plutella xylostella yang digunakan adalah larva instar III dengan kisaran panjang 4-6 mm, lebar 0,75 mm, dan berwarna hijau. 3. Daun sirih yang digunakan untuk membuat pestisida nabati yaitu daun sirih hijau (Piper betle L.) yang muda, untuk menyeragamkan maka pada penelitian ini menggunakan daun sirih yang terletak nomor tiga dari ujung. Menurut Rini D Moeljanto dan Mulyono (2003), daun sirih muda umumnya kaya akan kandungan diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan daun sirih tua. Namun, memiliki kandungan tanin yang relatif sama. 9