BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) dapat diuraikan sebagai berikut. A. Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) 1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aplikasi larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) berpengaruh terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). Mortalitas mulai terjadi sejak pengamatan pertama 24 jam setelah aplikasi. Data mortalitas larva Plutella xylostella tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Data Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Jumlah total hama Perlakuan Konsen trasi Jumlah Total Mortalitas Pengamatan ke- (akumulasi) Persentase Mortalitas (%) Pengamatan ke- (akumulasi) I II III I II III 25 P0 0% P1 2,5% P2 5% P3 7,5% P4 10% P5 Sintetik

2 Berdasarkan data pada Tabel 3. mortalitas Plutella xylostella mulai terjadi pada pengamatan pertama hingga pengamatan ketiga. Pada pengamatan pertama perlakuan dengan konsentrasi terendah (2,5%) menyebabkan mortalitas sebesar 0% sedangkan konsentrasi tertinggi (10%) dapat menyebabkan mortalitas serangga uji sebesar 16%. Pada pengamatan selanjutnya mortalitas larva terus meningkat. Pada pengamatan kedua, mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan 10% (P4) yaitu sebesar 56%. Pada pengamatan ketiga seluruh perlakuan mengakibatkan mortalitas hama Plutella xylostella sebesar 100%. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi yang digunakan untuk perlakuan maka kandungan senyawa metabolit dalam ekstrak semakin banyak. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka kandungan bahan aktif dalam larutan juga semakin banyak sehingga daya racun dalam pestisida nabati juga semakin banyak (Priyono, 1994). Pada perlakuan kontrol negatif (konsentrasi 0%) seharusnya tidak ada mortlitas yang terjadi. Mortalitas yang terjadi pada kontrol negatif (konsentrasi 0%) dikarenakan sifat alamiah seperti kegagalan adaptasi dengan lingkungan setempat dan akibat dari pengaruh perlakuan yang berada disebelah kontrol negatif. Untuk perlakuan dengan pestisida sintetik sebagai kontrol positif, pada pengamatan pertama sudah mengakibatkan mortalitas sebesar 100%, hal ini dikarenakan pestisida sintetik dengan bahan aktif Klorpirifos 200 g/l tersebut memiliki kemampuan untuk membunuh hama Plutella xylostella secara langsung (racun kontak) dan racun lambung. Lambatnya daya kerja 81

3 perasan daun kayu kuning dipengaruhi konsentrasi bahan aktif alami dan faktor lingkungan karena bahan campuran insektisida seperti air sebagai bahan pelarut sangat rentan terhadap penguapan, sehingga menjadi salah satu faktor pembatas daya kerja pestisida nabati. Setelah dilakukan aplikasi penyemprotan pada seluruh permukaan tanaman sawi, larva berusaha untuk menjauhi pestisida nabati tersebut dikarenakan senyawa metabolit yang terkandung dalam perasan daun kayu kuning yaitu senyawa saponin, flavonoid dan tanin. Menurut Ardwiantoro (201l), senyawa saponin dan flavonoid berperan sebagai repellence dan racun bagi serangga. Senyawa metabolit sekunder ini mempunyai kemampuan untuk menyebabkan mortalitas Plutella xylostella. Larva Plutella xylostella yang telah diaplikasi dengan larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tampak pasif, tidak aktif makan dan akhirnya mengalami kematian. Pada pengamatan ini, semakin tinggi konsentrasi menyebabkan persentase mortalitas yang semakin tinggi pula. Menurut Sinaga (2006), persentase kematian serangga uji yang tinggi ini mengindikasikan tingginya kandungan senyawa metabolit sekunder yang toksik. Senyawa yang terkandung dalam daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) adalah saponin, flavonoid, dan tanin yang mampu sebagai pestisida nabati bagi hama penganggu tanaman. Menurut Endah dan Heri (2000), bahwa fungsi senyawa saponin, flavonoid, dan tanin dapat menghambat daya makan larva (antifeedantt). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan 82

4 bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, apabila senyawa-senyawa tersebut masuk dalam tubuh serangga, alat pencernaannya akan terganggu. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) seperti kandungan senyawa saponin, flavonoid, dan tanin juga menghambat indera perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akhirnya larva akan mati kelaparan (Ahmed dkk, 2009). Senyawa saponin dan flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan, sehingga tanaman sawi yang diaplikasi pestisida daun kayu kuning dapat terhindar dari serangan hama Plutella xylostella. hal ini sesuai dengan pernyataan Ishaaya, 1986; Howe dan Westley, 1988 (Nursal dan Etti, 2005) bahwa senyawa kimia pertahanan tumbuhan merupakan metabolik sekunder atau aleokimia yang dihasilkan pada jaringan tumbuhan, dan dapat bersifat toksik, menurunkan kemampuan serangga dalam mencerna makanan dan pada akhirnya mengganggu pertumbuhan serangga. Senyawa kimia pertahanan tumbuhan meliputi saponin dan flavonoid. Senyawa flavonoid masuk melalui membran sel. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat disinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein. Menurut Sastrodihardjo (1979), di dalam hemolimf terdapat protein, jika protein terdenaturasi oleh flavonoid maka bahan makanan tidak bisa disalurkan dari alat pencernaan ke seluruh 83

5 jaringan tubuh larva, sehingga mengakibatkan larva kekurangan ATP dan mati. Senyawa saponin memasuki tubuh larva melalui kulit dengan proses adhesi dan menimbulkan efek sistemik. Penetrasi senyawa tersebut ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula serangga, senyawa tersebut masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju daerah sasaran. Masuknya saponin mengakibatkan rusaknya lilin pada lapisan kutikula sehingga menyebabkan kematian karena larva mengalami banyak kehilangan air (Cottrell, 1987). Saponin juga dapat merendahkan tegangan permukaan. Terjadinya interaksi antara saponin dengan membran sel karena sifat aktif saponin pada permukaan sel, sehingga saponin mampu berikatan dengan fosfolipid dan kolesterol yang mengakibatkan terganggunya permeabilitas membran sitoplasma yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler dan menyebabkan lisis sel (Maisaroh, 2007). Jika sel lisis maka jaringan-jaringan yang ada pada sel tersebut rusak dan tidak bisa saling berhubungan dengan jaringan yang ada pada sel lain. Hal ini akan mengakibatkan metabolisme sel berhenti dan larva mati. Selain masuk melalui kutikula, saponin masuk melalui makanan yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses biologi tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat produktivitas kerja enzim kimotripsin yang mengakibatkan terganggunya sistem pencernaannya, terhambat perkembangannya dan akhirnya mati jika tingkat penghambatan pencernaan relatif tinggi (Widodo, 2005). Saponin 84

6 dapat menurunkan aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan (Shahabuddin dan Flora Pasaru, 2009). Jika dalam proses penyerapan makanan terganggu maka nutrisi yang diperoleh Plutella xylostella hanya sedikit sehingga menyebabkan kematian. Menurut Peni (1997) Senyawa saponin berpengaruh terhadap kerusakan dinding sel kulit Plutella xylostella. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan sitoplasma sel dari hama Plutella xylostella, sehingga sitoplasma menurun. Larva Plutella xylostella mati karena jalannya impuls saraf terganggu. Selain itu, mortalitas terjadi karena Plutella xylostella tidak mampu menguraikan bahan aktif insektisida yang terserap kedalam tubuhnya, bahan aktif tersebut masih tetap toksik sampai mencapai sasaran yang mematikan. Semakin tinggi daya racun akan menyebabkan kematian pada hama semakin besar. Peningkatan persentase mortalitas hama ulat Plutella xylostella selain karena tingginya racun pada pestisida nabati juga disebabkan kurangnya makanan yang dikonsumsi karena adanya senyawa antifeedant (menghambat nafsu makan). Senyawa tersebut adalah tannin. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka kandungan senyawa metabolit dalam ekstrak akan lebih tinggi sehingga sifat antifeedant juga akan semakin tinggi. Dengan demikian aktivitas makan hama ulat Plutella xylostella semakin menurun. Pestisida dari daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) mengandung senyawa tannin yang bersifat toksik. Peracunan dapat terjadi melalui kulit dan mulut. Peracunan melalui kulit 85

7 dapat terjadi secara langsung yaitu pestisida akan langsung terserap ke dalam kulit pada saat aplikasi. Selain itu peracunan dari kulit juga dapat terjadi pada saat hama terkena sisa pestisida beberapa waktu setelah aplikasi. Peracunan melalui mulut terjadi bila bagian dari tanaman yang terkena pestisida dimakan oleh hama sehingga menyebabkan keracunan pada hama (Tarumingkeng, 2001). Peracunan pada hama dapat menyebabkan gangguan syaraf yang dapat mengakibatkan perilaku hama menjadi tidak normal sehingga hama akan lumpuh atau mati (Surtikanti, 1981). Larva yang mati menunjukkan ciri-ciri tubuhnya mengering, warna menjadi hitam dan ukuran tubuh menyusut atau mengecil. Menurut Healthlink (2000), tanin bekerja sebagai zat astringent, menyusutkan jaringan dan menutup struktur protein pada kulit dan mukosa sehingga zat ini dapat menghambat perkembangan Plutella xylostella yang menyebabkan jaringan kulit ulat ini mengkerut dan lebih kering. Tanin juga bersifat sebagai antifeedant yaitu dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan pada serangga dengan menurunkan aktivitas enzim protease (Shahabuddin, 2009). Jika aktivitas enzim protease menurun maka proteosa, pepton dan polipeptida tidak bisa diubah menjadi asam amino sehingga produksi asam amino menurun. Hal ini mengakibatkan sintesis protein tidak dapat berlangsung dan ATP tidak akan terbentuk sehingga larva akan kekurangan energi dan menyebabkan kematian. 86

8 Pengamatan ketiga pada semua perlakuan mengalami mortalitas hingga 100%. Kecepatan kematian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi semakin cepat kecepatan kematianya. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Prijono (1999), semakin banyak atau pekat konsentrasi insektisida nabati yang diberikan maka semakin besar pengaruhnya terhadap kecepatan kematian organisme sasaran karena akumulasi racun yang ditimbulkan oleh insektisida tersebut. Hal ini diduga semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi juga kandungan saponin, flavonoid dan tanin sehingga dapat mengakibatkan kematian larva Plutella xylostella. Pada insektisida sintetik Dushband 2-3 ml/l dengan bahan aktif Klorpirifos 200 g/l menunjukkan tingkat kecepatan kematian yang paling banyak, karena dipengaruhi kandungan kimia yang kompleks. Kandungan insektisida buatan antara lain campuran bahan aktif yang beracun, sinergis dan bahan-bahan lainya dengan cara racun syaraf, racun lambung dan berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan dalam air, sehinga mortalitas pada insektisida lebih besar dibandingkan dengan insektisida nabati. Perilaku dari larva Plutella xylostella setelah diaplikasi dengan pestisida sintetik larva Plutella xyllostella nampak menggeliat. Setelah itu, larva Plutella xylostella terlihat lemas dalam hitungan jam dan terjadi mortalitas. Akan tetapi, sebelum terjadi mortalitas Larva Plutella xylostella menunjukkan gejala menurun daya makannya. 87

9 2. Data Hasil Analisis Statistik Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella. Rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dapat dilihat pada Tabel 4,5 dan 6. Tabel 4. Rata-rata Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella pada Pengamatan I Konsentasi Perasan Daun Kayu Kuning Rata-rata Mortalitas Plutella xylostella ± SD 0,0% 0,600 ± 0,5477 a 2,5% 0,000 ± 0,0000 a 5,0% 0,200 ± 0,4472 a 7,5% 0,400 ± 0,5477 a 10,0% 0,800 ± 1,3038 a Total 0,400 ± 0,7071 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata mortalitas sama. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella yang paling rendah setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) pada pengamatan pertama yaitu pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 2,5% yaitu sebesar 0,000 ekor dengan standar deviasi sebesar 0,000. Sedangkan rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella yang paling tinggi pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 10% sebesar 0,800 ekor dengan standar deviasi sebesar 1,303. Hal ini menunjukkan peningkatan rata-rata mortalitas pada larva instar III Plutella 88

10 xylostella sejalan dengan kenaikan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.). Karena semakin tinggi konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.), maka semakin besar pula bahan racun yang ada di dalam perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tersebut. Tabel 5. Rata-rata Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella pada Pengamatan II Konsentasi Perasan Daun Kayu Kuning Rata-rata Mortalitas Plutella xylostella ± SD 0,0% 2,000 ± 1,4142 a 2,5% 1,000 ± 1,0000 a 5,0% 1,400 ± 1,1402 a 7,5% 2,200 ± 1,0954 a 10,0% 2,800 ± 1,4832 a Total 1,880 ± 1,3013 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata mortalitas sama. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella yang paling rendah setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) pada pengamatan kedua yaitu pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 2,5% yaitu sebesar 1,000 ekor dengan standar deviasi sebesar 1,000. Sedangkan rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella yang paling tinggi pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 10% sebesar 2,800 ekor dengan standar deviasi sebesar 1,4832. Hal ini menunjukkan peningkatan rata-rata mortalitas pada larva instar III Plutella xylostella sejalan dengan kenaikan konsentrasi perasan daun kayu kuning 89

11 (Arcangelisia flava L.). Semakin tinggi konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.), maka semakin besar pula bahan racun yang ada di dalam perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tersebut. Tabel 6. Rata-rata Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella pada Pengamatan III Konsentasi Perasan Daun Kayu Kuning Rata-rata Mortalitas Plutella xylostella ± SD 0,0% 5,000 ± 0,0000 a 2,5% 5,000 ± 0,0000 a 5,0% 5,000 ± 0,0000 a 7,5% 5,000 ± 0,0000 a 10,0% 5,000 ± 0,0000 a Total 5,000 ± 0,0000 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata mortalitas sama. Pada Tabel 6 rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) pada pengamatan ketiga pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang sama yaitu 5,000 ekor dikarenakan pada pengamatan ketiga pada semua perlakuan mengakibatkan mortalitas hama larva instar III Plutella xylostella sebesar 100%. Berdasarkan data hasil analisis statistik yang tertera pada Tabel 4 dan 5 mengenai rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) yang diaplikasikan terhadap larva instar III Plutella xylostella maka semakin tinggi rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella. Hal ini berarti kenaikan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun 90

12 yang ada di dalam perasan tersebut, sehingga daya bunuh yang ditimbulkan semakin tinggi untuk membunuh larva instar III Plutella xylostella. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi caisim (Brassica juncea (L.)) telah menyebabkan terjadinya mortalitas hama Plutella xylostella paling tinggi yaitu pada dosis 10%. Pada perlakuan konsentrasi 0% (kontrol negatif), rata-rata mortalitas larva instar III Plutella xylostella setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) yaitu sebesar 0,600 ekor dan standar deviasi 0,5477 pada pengamatan pertama, dan pada pengamatan kedua sebesar 2,000 ekor dan standar deviasi 1,4142. Hal ini terjadi karena sifat alamiah seperti kegagalan adaptasi dengan lingkungan setempat dan akibat dari pengaruh perlakuan yang berada di sebelah kontrol negatif. 3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella Larva Instar III pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Hasil Uji Anova Satu Arah mengenai pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas larva instar III Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) tertera pada Tabel 7,8,9. 91

13 Tabel 7. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella Larva Instar III pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pengamatan I Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 2,000 4,500 1,000,431 Within Groups 10,000 20,500 Total 12, Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Berdasarkan Tabel 7. hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas larva instar III Plutella xylostella. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas larva instar III Plutella xylostella pada pengamatan pertama. Tabel 8. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella Larva Instar III pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pengamatan II Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 9, ,460 1,597,214 Within Groups 30, ,540 Total 40, Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Berdasarkan Tabel 8. hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas larva instar III Plutella xylostella. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh 92

14 konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas larva instar III Plutella xylostella pada pengamatan kedua. Tabel 9. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella Larva Instar III pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)Pengamatan III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups,000 4,000.. Within Groups,000 20,000 Total, Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Berdasarkan Tabel 9. hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas larva instar III Plutella xylostella. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap mortalitas larva instar III Plutella xylostella pada pengamatan ketiga. Mortalitas menunjukkan tingkat kemampuan atau daya bunuh pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dalam membunuh Plutella xylostella. Hasil sidik ragam pada pengamatan pertama, kedua dan ketiga, semua perlakuan (Tabel 7,8,9) menunjukkan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tidak memberikan pengaruh (tidak berbeda nyata) terhadap mortalitas larva Plutella xylostella. Pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dengan konsentrasi 0%; 2,5%; 5%; 7,5%; 10% dan pestisida Dursban pada pengamatan ketiga nilai mortalitasnya 100%. 93

15 B. Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) 1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Larva Instar III Plutella xylostella yang menjadi Pupa Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aplikasi larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) berpengaruh terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva atau terbentuknya pupa hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). Pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva mulai terjadi sejak pengamatan pertama 24 jam setelah aplikasi. Data pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva atau jumlah larva Plutella xylostella yang menjadi pupa tertera pada Tabel 10. Tabel 10.Pengamatan Jumlah Larva Instar III Plutella xylostella yang menjadi Pupa Jumlah total hama Perlakuan Konsen trasi Jumlah Total Pupa Pengamatan ke- (akumulasi) Persentase Pupa (%) Pengamatan ke- (akumulasi) I II III I II III 25 P0 0% P1 2,5% P2 5% P3 7,5% P4 10% P5 Sintetik Berdasarkan Tabel 10. di atas dapat dilihat bahwa persentase larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) mengalami peningkatan sampai dengan perlakuan konsentrasi 10%. Larva instar III Plutella xylostella 94

16 yang menjadi pupa mulai terjadi pada pengamatan pertama hingga pengamatan kedua. Pada pengamatan pertama perlakuan dengan konsentrasi terendah (0%) menyebabkan larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa sebesar 0% sedangkan konsentrasi tertinggi (10%) dapat menyebabkan larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa sebesar 8%. Pada pengamatan kedua, larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa tertinggi terdapat pada perlakuan 10% (P4) yaitu sebesar 16%. Pada pengamatan ketiga tidak ditemukan adanya pupa dikarenakan semua Plutella xylostella sudah mengalami kematian. Pada perlakuan kontrol negatif (konsentrasi 0%) tidak ditemukan larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa. Untuk perlakuan dengan pestisida sintetik sebagai kontrol positif, pada pengamatan pertama sudah mengakibatkan mortalitas sebesar 100% sehingga tidak ditemukan adanya pembentukan larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa. Rukmana (1994), menyebutkan bahwa siklus hidup larva instar III Plutella xylostella untuk menjadi pupa membutuhkan waktu 6 hari. Karena sebelum menjadi pupa, larva instar III Plutella xylostella yang berlangsung selama 3 hari harus melalui Instar IV terlebih dahulu yang berlangsung selama 3 hari baru setelah itu menjadi pupa. Namun, dalam penelitian ini belum ada 6 hari, larva Plutella xylostella sudah berubah menjadi pupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa larva Plutella xylostella menjadi lebih pendek siklus hidupnya karena adanya tekanan yang disebabkan oleh aplikasi penyemprotan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.). 95

17 2. Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella Instar III yang menjadi Pupa Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata pupa Plutella xylostella yang terbentuk. Rata-rata pupa Plutella xylostella yang terbentuk setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dapat dilihat pada Tabel 11, 12 dan 13. Tabel 11. Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella Instar III yang menjadi Pupa Pengamatan I Konsentasi Perasan Daun Kayu Kuning Rata-rata pemendekan siklus hidup larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa ± SD 0,0% 0,000 ± 0,0000 a 2,5% 0,200 ± 0,4472 a 5,0% 0,200 ± 0,4472 a 7,5% 0,400 ± 0,5477 a 10,0% 0,400 ± 0,5477 a Total 0,240 ± 0,4359 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata pupa sama. Berdasarkan hasil analisis statistik yang tertera pada Tabel 11 menunjukkan terjadinya peningkatan rata-rata terbentuknya pupa sampai pada kenaikan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 10%. Hasil penelitian ini menunjukkan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi caisim (Brassica juncea L.) menyebabkan terjadinya pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva, dengan terjadinya pupa tertingi pada perlakuan konsentrasi 10% pada pengamatan pertama. 96

18 Pupa yang terbentuk paling tinggi pada konsentrasi 10% dan paling rendah dijumpai pada konsentrasi 0%. Hal ini berkaitan langsung dengan tinggi rendahnya jumlah larva yang mati dan populasi hama pada tanaman tersebut. Tabel 12. Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella Instar III yang menjadi Pupa Pengamatan II Konsentasi Perasan Daun Kayu Kuning Rata-rata pemendekan siklus hidup larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa ± SD 0,0% 0,000 ± 0,0000 a 2,5% 0,400 ± 0,5477 a 5,0% 0,400 ± 0,5477 a 7,5% 0,600 ± 0,5477 a 10,0% 0,800 ± 1,0954 a Total 0,440 ± 0,6506 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata pupa sama. Berdasarkan hasil analisis statistik yang tertera pada Tabel 12 menunjukkan terjadinya peningkatan rata-rata terbentuknya pupa sampai pada kenaikan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 10%. Hasil penelitian ini menunjukkan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi caisim (Brassica juncea L.) menyebabkan terjadinya pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva, dengan terjadinya pupa tertingi pada perlakuan konsentrasi 10%. Pupa yang terbentuk paling tinggi pada konsentrasi 10% dan paling rendah dijumpai pada konsentrasi 0%. Hal ini berkaitan langsung dengan tinggi rendahnya jumlah larva yang mati dan populasi hama pada tanaman tersebut. 97

19 Tabel 13. Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Hama Plutella xylostella Instar III yang menjadi Pupa Pengamatan III Konsentasi Perasan Daun Kayu Kuning Rata-rata pemendekan siklus hidup larva instar III Plutella xylostella yang menjadi pupa ± SD 0,0% 0,000 ± 0,0000 a 2,5% 0,000 ± 0,0000 a 5,0% 0,000 ± 0,0000 a 7,5% 0,000 ± 0,0000 a 10,0% 0,000 ± 0,0000 a Total 0,000 ± 0,0000 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata pupa sama. Pada Tabel 13 rata-rata terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang sama yaitu 0 karena pada pengamatan ketiga sudah tidak ditemukan adanya pupa dikarenakan pada pengamatan ketiga pada semua perlakuan mengakibatkan mortalitas hama larva instar III Plutella xylostella sebesar 100%. Berdasarkan data hasil analisis statistik yang tertera pada Tabel 11 dan 12 mengenai rata-rata terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) yang diaplikasikan terhadap larva instar III Plutella xylostella maka semakin tinggi rata-rata terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella. Hal ini berarti kenaikan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) berbanding lurus dengan peningkatan bahan metabolit sekunder yang ada di dalam perasan tersebut, sehingga daya mempercepat terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella yang ditimbulkan semakin tinggi. Hasil 98

20 penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi caisim (Brassica juncea L.) telah menyebabkan terjadinya pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva paling tinggi yaitu pada dosis 10%. Pada perlakuan konsentrasi 0% (kontrol negatif), rata-rata terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella setelah aplikasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) yaitu sebesar 0,000 ekor dan standar deviasi 0,000 pada pengamatan pertama dan kedua. Hal ini terjadi karena tidak ada pengaruh dari zat metabolit sekunder perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.). 3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva Larva Instar III yang menjadi Pupa pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Berdasarkan hasil uji Anova Satu Arah yang tertera pada Tabel 14,15 dan 16 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella. 99

21 Tabel 14. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva Larva Instar III yang menjadi Pupa pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Pengamatan I Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups,560 4,140,700,601 Within Groups 4,000 20,200 Total 4, Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Berdasarkan Tabel 14. hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap pemendekan siklus hidup atau terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella pada pengamatan pertama. Tabel 15. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva Larva Instar III yang menjadi Pupa pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Pengamatan II Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1,760 4,440 1,048,408 Within Groups 8,400 20,420 Total 10, Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Berdasarkan Tabel 15. hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap terbentuknya pupa 100

22 larva instar III Plutella xylostella. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap pemendekan siklus hidup atau terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella pada pengamatan kedua. Tabel 16. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Pemendekan Siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva Larva Instar III yang menjadi Pupa pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Pengamatan III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups,000 4,000.. Within Groups,000 20,000 Total, Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Berdasarkan Tabel 16. hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap pemendekan siklus hidup atau terbentuknya pupa larva instar III Plutella xylostella pada pengamatan ketiga. Pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva menunjukkan tingkat kemampuan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dalam memperpendek siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva atau mempercepat proses larva menjadi pupa. Hasil sidik ragam pada pengamatan pertama, kedua dan ketiga, (Tabel 14,15,16) menunjukkan pestisida nabati perasan daun kayu kuning 101

23 (Arcangelisia flava L.) tidak memberikan pengaruh (tidak berbeda nyata) terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva. C. Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Tingkat Kerusakan Daun Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) 1. Data Hasil Pengamatan Tingkat Kerusakan Daun Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Tabel 17. Diskripsi Tingkat Kerusakan Daun Sawi (Brassica juncea L.). Perlaku Tingkat Kerusakan Daun Sawi (Brassica juncea L.). an Warna daun Ada/ tidak Lubang Luasan daun rusak Keutu han daun P0 (0%) P1 (2,5%) P2 (5%) P3 (7,5%) P4 (10%) P5 (sinteti k) Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning dan tidak mengalami kelayuan Daun sawi berwarna kekuningan dan ada yang tetap hijau, dan mengalami kelayuan Daun sawi berwarna kekuningan, dan mengalami kelayuan Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning dan tidak mengalami kelayuan Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning dan tidak mengalami kelayuan Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning dan tidak mengalami kelayuan Banyak (++++) Banyak (++++) Banyak (++++) Banyak (+++) Sedikit (++) Sedikit (+) 32,22% Daun tidak utuh 45% Daun tidak utuh 60% Daun tidak utuh 30% Daun tidak utuh 20% Daun tidak utuh 10% Daun tidak utuh Wujud tepi daun Halus dan rata, ada beberapa bagian tepi daun yang dimakan hama Halus dan rata, ada beberapa bagian tepi daun yang dimakan hama Halus dan rata, ada beberapa bagian tepi daun yang dimakan hama Halus dan rata, ada beberapa bagian tepi daun yang dimakan hama Halus dan rata, ada beberapa bagian tepi daun yang dimakan hama Halus dan rata, ada beberapa bagian tepi daun yang dimakan hama 102

24 Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, setelah aplikasi pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ditemukan adanya kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang diakibatkan oleh adanya hama Plutella xylostella. Data tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) tertera dalam Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17. pada perlakuan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 0%; 7,5%; 10% dan kimia untuk warna daun pada keempat perlakuan tersebut daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning dan tidak mengalami kelayuan, namun pada perlakuan dengan konsentrasi 2,5% dan 5% daun sawi menguning dan mengalami kelayuan. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi 2,5% dan 5%, hama yang menyerang begitu hebat dan merusak seluruh bagian tanaman sawi. Akibat dari adanya kerusakan yang hebat ini mengakibatkan persentase kerusakan daun semakin meningkat yaitu pada perlakuan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 2,5% dan konsentrasi 5% mengalami kerusakan daun dengan luasan daun yang rusak sebesar 45% dan 60%. Hal ini terjadi karena hama Plutella xylostella bukan hanya merusak daun saja namun juga merusak batang dan bagian titik tumbuh tanaman sawi, sehingga tanaman mengalami kerusakan yang tinggi. Semakin tinggi konsentrasi perlakuan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) maka semakin sedikit lubang yang diakibatkan dari serangan hama Plutella xylostella terhadap tanaman sawi (Brassica juncea L.). Untuk 103

25 semua perlakuan, daun tidak utuh dan wujud tepi daun halus dan rata, ada beberapa bagian tepi daun yang dimakan hama. Kerusakan daun yang diakibatkan oleh adanya gangguan dari hama Plutella xylostella pada setiap perlakuan berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin kecil tingkat kerusakan daunnya. Namun, sebaliknya semakin kecil konsentrasi yang diberikan menunjukkan kerusakan yang semakin tinggi. Keadaaan ini berkaitan langsung dengan tinggi rendahnya populasi hama pada daun tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dengan bahan aktif diantaranya saponin, flavonoid dan tanin merupakan bahan yang bersifat sistemik. Panut Djojosumarto (2000), menyatakan bahwa insektisida sistemik merupakan senyawa racun yang dapat diserap jaringan daun pada umumnya. Sehingga daun yang telah disemprot dengan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) ketika dimakan oleh hama Plutella xylostella, hama tersebut akan mengalami mortalitas. Insektisida seperti ini disebut berdaya kerja transminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi kedalam jaringan daun. Dengan demikian besar kecilnya konsentrasi sangat berpengaruh dengan tingkat mortalitas hama yang ditimbulkannya. Nursal dan Etti (2005), menyatakan bahwa saponin yang terdapat dalam tumbuhan dan bersama subtansi sekunder lainya berperan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga, karena saponin yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi serangga dapat menurunkan aktivitas enzim 104

26 pencernaan dan penyerapan makanan, sedangakan flavonoid merupakan pertahanan tumbuhan yang bersifat penghambat makan dan bersifat toksin pada serangga. Plutella xylostella memakan senyawa aktif, maka Plutella xylostella akan mengalami kematian. Namun, sebaliknya larva yang toleran akan tetap bertahan sampai dapat mengikuti stadia berikutnya menjadi pupa atau imago. Bagi serangga yang tidak tahan terhadap senyawa aktif tersebut, sebelum akhirnya mati serangga dapat memaksimumkan pemanfaatan sumber energi di dalam tubuhnya. Sebagai konsekuensi keadaan ini larva akan mengalami hambatan pertumbuhan dan perkembangan, sehingga intensitas kerusakan daun yang ditimbulkan juga sedikit. Pada insektisida Dushband 2-3 ml/l dengan bahan aktif Klorpirifos 200 g/l, kerusakan daun akibat serangan Plutella xylostella rendah. Hal ini dikarenakan tingkat kecepatan kematian paling tinggi. P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 8. Kerusakan tanaman sawi (Brassica juncea L.) pada setiap perlakuan 105

27 Gambar 8. menunjukkan bahwa kerusakan daun pada setiap perlakuan berbeda-beda. Kerusakan daun disebabkan oleh adanya hama Plutella xylostella. Jumlah hama dipengaruhi oleh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.). Semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi juga tingkat mortalitas hama Plutella xylostella sehingga tingkat kerusakan daun tanaman sawi semakin rendah. Perbedaan tingkat kerusakan pada tanaman sawi oleh larva Plutella xylostella disebabkan perbedaan tingkat konsentrasi dari perasan daun kuning yang diaplikasikan. Intensitas kerusakan ini sangat erat kaitannya dengan jumlah larva Plutella xylostella yang masih hidup pada perlakuan tersebut, semakin tinggi jumlah larva yang masih hidup maka tingkat kerusakan tanaman sawi semakin tinggi begitu juga sebaliknya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa intensitas kerusakan daun sangat erat kaitannya terhadap jumlah larva Plutella xylostella yang masih hidup. Seperti pernyataan Nasir et. al., 1994, (Surianyah, 2007) bahwa salah satu faktor penentu tingkat serangan hama adalah jumlah hama tersebut. Tingkat populasi hama yang tinggi akan mengakibatkan kerusakan yang ditimbulkan tinggi. 106

28 D. Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) 1. Data Hasil Pengukuran Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aplikasi larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) berpengaruh terhadap rata-rata berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). Data rata-rata berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) tertera pada Tabel 18. Tabel 18. Pengukuran Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Perlakuan Konsentrasi Rata-rata Berat Basah Sawi (gram) P0 0% 54,72 P1 2,5% 56,28 P2 5% 31,24 P3 7,5% 58,36 P4 10% 63,20 P5 Kimia 70,64 Berdasarkan Tabel 18. rata-rata berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) tertinggi pada perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 10% dan terendah pada konsentrasi 5%. Rendahnya produksi tanaman sawi pada perlakuan 5% disebabkan oleh intensitas serangan hama Plutella xylostella lebih tinggi, sehingga kuantitas maupun kualitas produksi menjadi menurun. Hal ini berkaitan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh adanya hama Plutella xylostella yang menyerang tanaman sawi (Brassica juncea L.). Semakin rendah tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) maka semakin tinggi berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) dan 107

29 sebaliknya semakin tinggi tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) maka semakin rendah berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 9. Kondisi tanaman sawi (Brassica juncea L.) pada setiap perlakuan saat dipanen 2. Data Hasil Analisis Statistik Rata-rata Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan pemberian larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tidak berbeda nyata terhadap rata-rata berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) pada setiap perlakuan. Data rata-rata berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) tertera pada Tabel

30 Tabel 19. Rata-rata Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Konsentasi Perasan Daun Kayu Kuning Rata-rata Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). ± SD 0,0% 54,720 ± 15,4362 a 2,5% 56,280 ± 38,1626 a 5,0% 31,240 ± 12,5448 a 7,5% 58,360 ± 20,6738 a 10,0% 63,200 ± 20,1932 a Total 52,760 ± 24,0202 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan rata-rata persentase berat basah sama. Tabel 19. menunjukkan bahwa rata-rata berat basah yang tertinggi dijumpai pada perlakuan larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 10% yaitu sebesar 63,2 gram /tanaman dan yang terendah pada perlakuan larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 5% yaitu sebesar 31,240 gram/tanaman. Hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya tingkat kerusakan daun yang disebabkan oleh serangan hama Plutella xylostella. Pada konsentrasi 5% tingkat kerusakan yang disebabkan oleh Plutella xylostella tinggi karena hama Plutella xylostella bukan hanya menyerang daun, namun juga menyerang titik tumbuh tanaman sehingga mengakibatkan kerusakan tinggi dan berat basah rendah. Penggunaan pestisida nabati juga dapat meningkatkan produksi tanaman sawi (Sucipto, 2011). Semakin rendah tingkat kerusakan maka berat basah semakin tinggi. Pada penelitian, berat basah tertinggi terdapat pada konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 10% dan terendah pada konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 5% (Tabel 19). Besar kecilnya berat basah dipengaruhi 109

31 banyaknya jumlah daun tanaman sawi yang diserang oleh hama Plutella xylostella. Menurut Sumarmi dan Sartono (2007), tinggi rendahnya berat segar tanaman juga dipengaruhi oleh ada tidaknya serangan hama. Tingginya produksi tanaman sawi pada perlakuan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) 10 % disebabkan oleh tingginya konsentrasi aplikasi perlakuan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan yang lain. Dengan demikian ketahanan tanaman terhadap serangan larva Plutella xylostella menjadi tinggi. Hasil penelitian Mujiono et al (1994), menunjukkan bahwa penggunaan insektisida nabati dapat mengendalikan hama ulat Plutella xylostella pada tanaman sawi. Dengan menurunnya serangan hama ini, maka penurunan produksi bersih menjadi lebih rendah dibandingkan dengan insektisida sintetis. Rendahnya produksi tanaman sawi pada perlakuan 5% disebabkan oleh intensitas serangan hama Plutella xylostella lebih tinggi, sehingga kuantitas maupun kualitas produksi menjadi menurun. 3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Berdasarkan hasil uji Anova Satu Arah yang tertera pada Tabel 20 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). 110

32 Tabel 20. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 3098, ,620 1,441,257 Within Groups 10748, ,442 Total 13847, Keterangan: α = 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) menunjukkan tingkat produksi pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). Berdasarkan Tabel 20. hasil uji Anova Satu Arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan sangat signifikan pemberian konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). Kematian larva Plutella xylostella dan proses pemendekan siklus hidup larva Plutella xylostella menjadi pupa mengakibatkan pertumbuhan tanaman sawi menjadi maksimal sehingga didapatkan hasil tanaman sawi yang tinggi dilihat dari parameter berat segar tanaman, jumlah daun dan kerusakan daun. Panut Djojosumarto (2000), menyatakan bahwa insektisida sistemik merupakan senyawa racun yang dapat diserap jaringan daun pada umumnya. Sehingga daun telah disemprot dengan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) ketika dimakan oleh hama Plutella xylostella, hama tersebut akan mengalami mortalitas. Jika dilakukan aplikasi dengan konsentrasi yang rendah maka larva Plutella xylostella 111

33 tidak mengalami mortalitas. Jika senyawa yang terkandung pada perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) dapat menghambat daya makan dan menurunkan aktivitas pecernaan pada larva Plutella xylostella, sehingga akan mengurangi tingkat kerusakan daun, dan tidak mengganggu pertumbuhan jumlah daun sehingga berat basah sawi tinggi. Dari hasil sidik ragam berat tanaman (Tabel 20) setiap konsentrasi dalam perlakuan perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) tidak berbeda nyata dengan pestisida sintetik Dursban dan perlakuan yang lainya. Selain itu, faktor yang mempengarui berat tanaman juga dari proses fotosintesis. Larva Plutella xylostella menyebabkan intensitas kerusakan tinggi dan menyebakan berat tanaman menjadi rendah. Faktor yang menyebabkan konsentrasi 5% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lain adalah larva Plutella xylostella merusak bagian tanaman hingga titik tumbuh tanaman sawi itu sendiri jika dibandingkan perlakuan lain. Pada perlakuan 10% dan petisida kimia dapat membunuh hama Plutella xylostella lebih cepat dibanding dengan konsentrasi 5% sehingga, tanaman menjadi subur. Hambatan pertumbuhan pada tanaman tersebut lebih sedikit dikarenakan termakannya daun oleh larva Plutella xylostella, juga lebih kecil jika dibandingkan dengan konsetrasi 5% dan berpengaruh pada berat segar tanaman. Penggunaan pestisida sintetik banyak membantu petani dalam usaha taninya, tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama, pestisida nabati dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi lingkungan dan kesehatan 112

34 manusia, karena efek negatif yang ditimbulkan oleh pestisida nabati lebih kecil bila dibandingkan dengan pestisida sintetik. Ditinjau dari segi ekonomi pestisida nabati jauh lebih murah sehingga mampu menekan biaya produksi tani. E. Konsentrasi Efektif Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai Biopestisida terhadap Pengendalian Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pada penelitian ini didapatkan hasil yang sama pada masing-masing parameter. Parameter mortalitas hama Plutella xylostella pada pengamatan kedua, perlakuan pestisida perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 10% menunjukkan hasil mortalitas tertinggi yaitu sebesar 56%, namun semua perlakuan menunjukkan 100% pada pengamatan ketiga. Pada parameter pemendekan siklus hidup larva Plutella xylostella menjadi pupa lebih baik pada perlakuan pestisida perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 10% yang menyebabkan pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva sebesar 16%. Parameter tingkat kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.), kerusakan terendah pada konsentrasi 10% yaitu sebesar 20% kerusakan daun tanaman sawi (Brassica juncea L.). Parameter berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) menunjukkan perlakuan pestisida perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 10% paling baik yaitu sebesar 63,200 gram/tanaman. Dari semua perlakuan dapat disimpulkan bahwa perlakuan pestisida perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) konsentrasi 10% memiliki hasil yang paling 113

35 efektif untuk mengendalikan hama Plutella xylostella. Konsentrasi efektif dari larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) sebagai biopestisida terhadap pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ialah konsentrasi 10%. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi yang digunakan untuk perlakuan maka kandungan senyawa metabolit dalam ekstrak semakin banyak. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka kandungan bahan aktif dalam larutan juga semakin banyak sehingga daya racun dalam pestisida nabati juga semakin banyak (Priyono, 1994). F. Keterbatasan Penelitian 1. Peneliti kesulitan saat mencari hama Plutella xylostella, sehingga hama Plutella xylostella yang diinfeksikan untuk masing-masing sampel berjumlah lima. 114

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kecepatan Kematian Penambahan kosentrasi ekstrak daun mimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva Plutella

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi 1. Jumlah Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama Plutella xylostella pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke-

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke- LAMPIRAN 1. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Tabel.

Lebih terperinci

MORTALITAS LARVA 58 JAM

MORTALITAS LARVA 58 JAM 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh filtrat daun tanaman bunga pagoda terhadap mortalitas larva Aedes aegypti yang

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) Oleh: Ani Nihayah 1), Asep Ginanjar 2), Taufik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun kebutuhan kedelai nasional selalu meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk disamping berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Waktu:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi dosis pestisida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

Pengaruh Ekstrak Daun Suren dan Daun Mahoni terhadap Mortalitas dan Aktivitas Makan Ulat Daun (Plutella xylostella) pada Tanaman Kubis

Pengaruh Ekstrak Daun Suren dan Daun Mahoni terhadap Mortalitas dan Aktivitas Makan Ulat Daun (Plutella xylostella) pada Tanaman Kubis ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Pengaruh Ekstrak Daun Suren dan Daun Mahoni terhadap Mortalitas dan Aktivitas Makan Ulat Daun (Plutella xylostella) pada Tanaman Kubis Nina

Lebih terperinci

Kata kunci: Ekstrak batang kayu kuning, sawi caisim, mortalitas, hama Plutella xylostella.

Kata kunci: Ekstrak batang kayu kuning, sawi caisim, mortalitas, hama Plutella xylostella. 64 Jurnal Biologi Vol 5 No 3 Tahun 2016 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG KAYU KUNING (Arcangelisia flava (L.) Merr.) SEBAGAI BIOPESTISIDA PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Racun merupakan salah satu senjata pembunuh makhluk hidup yang sudah sangat tua, setua kehidupan manusia. Racun menjadi favorit untuk melenyapkan nyawa makhluk hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae) 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Sidik Ragam Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaksanaan dimulai bulan April

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Uji Larvasida Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap larva Aedes aegypti instar III yang dilakukan selama

Lebih terperinci

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI Prehatin Trirahayu Ningrum, Rahayu Sri Pujiati, Ellyke, Anita Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan menggunakan plat resin akrilik

Lebih terperinci

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan BAB III METODE A. Model Penelitian Penelitian ini menggunakan design Penelitian Eksperimen yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdapat lima kali pengulangan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. Waktu

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak daun picung kontak dan anti-feedant berpengaruh nyata terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang pertanian. Pertanian Indonesia ini tidak lepas dari sumber produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Rerata Zona Radikal Penelitian untuk menguji kemampuan daya hambat ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab gingivitis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN

FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN Efektivitas Ekstrak Daun (Dwi Indah Prawesti ) 498 FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN HAMA Crocidolomia binotalis PADA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG JARAK CINA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG JARAK CINA 38 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 6 Tahun 2017 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG JARAK CINA (Jatropha multifida Linn) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALI HAMA Plutella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu bahan sayuran yang banyak dibudidayakan oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di Indonesia. Di Indonesia, kubis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium pada suhu rata-rata 27,7 C dan kelembaban 91,5% (Lampiran 4), dengan hasil sebagai berikut: 4.L Awal Kematian Rayap (Jam) Hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan berkembang pada suatu tempat dan waktu, tidak lepas dari hubungannya dengan perubahanperubahan

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Penolakan Hasil penelitian menunjukan dosis ekstrak rimpang kencur memberikan pengaruh nyata terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk ekstrak rimpang

Lebih terperinci

Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram 2 Dosen Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram.

Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram 2 Dosen Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram. POTENSI EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata, L.) SEBAGAI INSEKTISIDA KUTU DAUN PERSIK (Myzus persicae, Sulz) PADA DAUN TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Arang Sekam (C)

LAMPIRAN. Arang Sekam (C) LAMPIRAN A. Data Mentah Hasil Pengukuran Panjang Tanaman Sawi Panjang Tanaman 1 (Cm) U1 8.0 8.6 3.3 7.9 7.0 8.6 U2 8.9 9.7 4.0 5.5 2.5 8.0 U3 7.5 9.0 2.3 9.5 8.5 6.6 U4 8.3 9.2 3.0 11.0 7.7 7.0 U5 6.5

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) banyak ditanam oleh para petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan

Lebih terperinci

UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.

UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L. UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.)) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi atau beras merupakan komoditas strategis dan sumber pangan utama untuk rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1960 sampai sekarang selalu berupaya

Lebih terperinci

Hasil pengamatan awal kematian larva setelah dianalisis sidik ragam. pemberian ekstrak biji jarak berpengaruh tidak nyata terhadap instar Spodoptera

Hasil pengamatan awal kematian larva setelah dianalisis sidik ragam. pemberian ekstrak biji jarak berpengaruh tidak nyata terhadap instar Spodoptera IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.5.1. Awal Kematian Larva. (Jam). Hasil pengamatan awal kematian larva setelah dianalisis sidik ragam pemberian ekstrak biji jarak berpengaruh tidak nyata terhadap instar Spodoptera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada penelitian digunakan tembakau limbah puntung rokok yang terdapat pada kampus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi, BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP PEMBUATAN PESTISIDA NABATI VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-06 Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dengan kondisi tempat penyimpanan rata-rata suhu harian 27,05*'C dan kelembaban 84,3%, dengan hasil setiap parameter pengamatan sebagai berikut: 4.1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor. Sebagai salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi, tanaman lada dijadikan komoditas

Lebih terperinci

(The effect of application Legundi leaves extract (Vitex trifolia) as Pest Controller Plutella xylostella on Mustrad Plant (Brassica juncea))

(The effect of application Legundi leaves extract (Vitex trifolia) as Pest Controller Plutella xylostella on Mustrad Plant (Brassica juncea)) Pengaruh Pemberian Ekstrak ( Marta Lina)34 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea) (The

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap Mortalitas H. armigera Mortalitas larva H. armigera merupakan parameter pengukuran terhadap banyaknya jumlah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembudidayaan tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat organisme pengganggu tanaman

Lebih terperinci

Mahasiswa Biologi UNY. Abstrak

Mahasiswa Biologi UNY. Abstrak 481 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 8 Tahun 2017 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KLUWAK (Pangium edule Reinw.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI ( Brassica juncea

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN HAMA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L)

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN HAMA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN HAMA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Menempuh Derajat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina Aedes aegypti. DBD ditunjukkan empat manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis buah-buahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas buah yang prospektif. Tanaman jambu biji telah menyebar luas, terutama di daerah tropik. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida sintetik telah menimbulkan banyak efek yang membahayakan bagi kesehatan. Salah satunya adalah timbulnya

Lebih terperinci

EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH

EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji

BAB V PEMBAHASAN. konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan sebagai dasar penetapan konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji pendahuluan didapatkan LC50

Lebih terperinci

UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN MIMBA TERHADAP LARVA DOLESCHALLIA POLIBETE CRAMER (NYMPHALIDAE: LEPIDOPTERA) PADA TANAMAN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLLUM PICTUM)

UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN MIMBA TERHADAP LARVA DOLESCHALLIA POLIBETE CRAMER (NYMPHALIDAE: LEPIDOPTERA) PADA TANAMAN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLLUM PICTUM) UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN MIMBA TERHADAP LARVA DOLESCHALLIA POLIBETE CRAMER (NYMPHALIDAE: LEPIDOPTERA) PADA TANAMAN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLLUM PICTUM) Rulita Aftina, Purnomo, dan Agus M. Hariri Jurusan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT TRITIP(Plutella xylostella) PADA TANAMAN KUBIS

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT TRITIP(Plutella xylostella) PADA TANAMAN KUBIS UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT TRITIP(Plutella xylostella) PADA TANAMAN KUBIS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem 14 4.1 Tinggi Tanaman Caisim BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada lampiran 1a sampai dengan lampiran 1d perlakuan media tanam hidroponik berbeda nyata pada semua waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun Biologi FMIPA UNY. 2. Waktu : Penelitian ini berlangsung selama ± 2 bulan dari bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perlakuan ekstrak daun kenikir, yang terdiri dari konsentrasi 3,3% (K 1 ),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perlakuan ekstrak daun kenikir, yang terdiri dari konsentrasi 3,3% (K 1 ), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Data diambil dari semua unit penelitian, parameter yang di ukur dalam penelitian adalah jumlah larva kumbang tanduk yang mati pada setaip perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai Perbedaan Ekstrak Kulit Salak Pondoh (Salacca zalacca) dan Sodium Hipoklorit 0,5% dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia, nesia, karena lebih dari setengah penduduk Indonesia menggantungkan gantun gkan hidupnya pada beras yang dihasilkan

Lebih terperinci

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah PROPOSAL TUGAS AKHIR - SB 091351 UJI POTENSI EKSTRAK DAUN BINTARO (Cerbera odollam) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MEDIA DAUN CABAI RAWIT (Capsicum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting dibanding dengan jenis sayuran lainnya. Cabai tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di negara kita, khususnya di kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis tentunya memiliki banyak keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan karena ternyata Tumbuhan secara alamiah menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci