BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) dapat diuraikan sebagai berikut. A. Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) Terhadap Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella 1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Jumlah Total Hama Dosis Pengamatan Ke- Jumlah Larva yang Hidup Jumlah Mortalitas Jumlah Total Mortalitas Persentase Mortalitas (%) 25 0% ,5% % ,5% Pestisida Sintetis Keterangan : Penyemprotan pestisida nabati di lakukan sebanyak tiga kali yaitu setiap 2 hari sekali. Penyemprotan pertama dilakukan pada hari Sabtu, 4 Maret 2017, penyemprotan kedua dilakukan pada hari Senin, 6 Maret 2017 dan penyemprotan ke tiga dilakukan pada hari Rabu, 8 Maret Pengamatan ke-1 = Minggu, 5 Maret

2 Pengamatan ke-2 = Selasa, 7 Maret 2017 Pengamatan ke-3 = Kamis, 9 Maret 2017 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah mortalitas (kematian) larva instar III Plutella xylostella mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan dosis ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn). Hal ini berkaitan dengan banyaknya jumlah kandungan bahan aktif dalam ekstrak batang Jarak cina. Dosis optimal dari hasil percobaan terlihat dari perlakuan dosis 10% mampu mematikan larva instar III Plutella xylostella sebanyak 88%. Dosis 12,5% dapat mematikan larva sebanyak 100%. Semakin tinggi dosis ekstrak, mortalitas Plutella xylostella semakin meningkat. Menurut Mumford dan Nortion (1981; Permana, dkk.2016: 5), suatu pestisida dikatakan efektif apabila mampu mematikan minimal 80% serangga uji. Pemberian ekstrak batang Jarak cina berpengaruh terhadap mortalitas larva Plutella xylostella. Larva Plutella xylostella mengalami mortalitas yang cukup lama, karena di duga zat aktif pada ekstrak batang Jarak cina bekerja lamban dalam tubuh hama uji. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sinaga (2009: 15), bahwa pestisida nabati cepat terurai dan kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering. Sedangkan menggunakan pestisida sintetis, serangga langsung mati dalam kurun waktu 2 jam setelah penyemprotan. Setiap tanaman mengandung zat metabolit sekunder dengan konsentrasi berbeda-beda, bahwa semakin tinggi konsentrasi maka jumlah zat metabolit sekunder yang mengenai kulit semakin banyak, sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian serangga lebih banyak. Tanaman yang berinteraksi 45

3 dengan serangga menyebabkan adanya usaha mempertahankan diri sehingga tanaman mampu memproduksi metabolit sekunder untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif yang dikandung oleh tanaman yang dibuat pestisida nabati akan menyebabkan aktivitas larva terhambat, sesuaia pengamatan ditandai dengan gerakan larva lamban, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan kurang dan akhirnya mati (Sinaga, 2009: 16). 2. Hasil Analisis Statistik Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Berdasarkan data pengamatan mortalitas larva Instar III Plutella xylostella, dilakukan analisis statistik untuk mengetahui rata-rata mortalitas dan signifikansi dari pestisida nabati dari ekstrak batang Jarak cina terhadap mortalitas larva Instar III Plutella xylostella. Tabel 3. Hasil Analisis Statistik Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Dosis Ekstrak Batang Jarak cina Rata-rata Persentase Mortalitas ± SD 0% 0,00 ± 0,00 a 7,5% 3,20 ± 0,83 b 10% 4,40 ± 0,54 c 12,5% 5,00 ± 0,00 d Rata-rata 3,15 ± 2,03 Keterangan : huruf yang sama menunjukkan persentase mortalitas sama. Berdasarkan Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas larva Plutella xylostella adalah 3,15 dengan standar deviasi 2,03. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan mortalitas larva Plutella xylostella yang berbanding lurus dengan kenaikan dosis ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn). Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pada dosis ektrak batang Jarak cina 12,5% menyebabkan mortalitas hama Plutella xylostella tertinggi. 46

4 Dari Tabel 3 masing-masing rerata mortalitas memiliki huruf yang berbeda, artinya berbeda signifikan rerata antar perlakuan dosis. Semakin tinggi dosis ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) yang di aplikasikan maka akan semakin kuat daya insektisidal dari ekstrak batang Jarak cina tersebut. Kematian larva instar III Plutella xylostella ini disebabkan oleh racun yang terkandung dalam ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) yaitu Flavonoid, Alkaloid, dan Phenolik. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) tersebut memang tidak membunuh hama larva instar III Plutella xylostella secara cepat, tetapi berpengaruh terhadap daya makan larva instar III Plutella xylostella. Dengan perlakuan aplikasi ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) lebih efektif mengurangi intensitas serangan larva instar III Plutella xylostella. Hal ini terjadi karena pengaruh senyawa-senyawa yang terkandung dalam batang jarak cina (Jatropha multifida Linn) yang mampu mengurangi bahkan menghambat daya makan larva instar III Plutella xylostella. Kandungan senyawa yang terkandung pada ekstrak batang jarak cina yaitu Flavonoid, Alkaloid, Saponin dan Tanin. Menurut Endah dan Heri (2000) fungsi dari senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, glikosida dan terpen dapat menghambat daya makan larva (antifeedant) cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, apabila senyawa-senyawa tersebut masuk kedalam tubuh serangga, alat pencernaan akan terganggu. Hal itu akan menyebabkan kematian pada larva Plutella xylostella. 47

5 Setelah ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) diaplikasikan terhadap larva instar III Plutella xylostella, terjadi perubahan perilaku. Larva instar III Plutella xylostella yang tadinya mempunyai tingkah yang pasif yaitu hanya memakan daun sawi saja (Brassica juncea L.), setelah pengaplikasian ekstrak tingkah berubah menjadi aktif yaitu mencari bagian daun yang tidak terkena aplikasi ekstrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Surtikanti (1981), yang menyatakan peracunan pada serangga dapat mengakibatkan perilaku serangga menjadi abnormal, sehingga dapat mati dan dapat pula sembuh dari kelumpuhan. Setelah beberapa menit, larva instar III Plutella xylostella tersebut tidak bergerak lagi, tetapi masih menempel pada daun sawi (Brassica juncea L.) meskipun sudah tidak ada aktivitas memakan lagi. Hal itu terjadi karena senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) yaitu Flavonoid, Alkaloid, Saponin, dan Tanin yang dapat menghambat daya makan larva (antifeedant) cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. 3. Hasil Analisis Statistik Homogenitas dan Uji Normalitas Larva Instar III Plutella xylostella Berdasarkan hasil penelitian, data dilakukan analisis menggunakan uji homogenitas untuk mengetahui apakah data homogen. Berikut adalah hasil analisis uji homogenitas. 48

6 Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella. Uji Homogenitas Mortalitas Berdasarkan Rata-rata Berdsarkan Nilai Tengah Berdasarkan Nilai Tengah dan df yang telah disesiakan Berdasarkan pada rata-rata yang diperkecil Sig Hasil uji homogenitas menujukkan bahwa nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p-value=0,05), maka data dapat dikatakan homogen karena hasil tidak signifikan. Ternyata pengujian dengan statistik berdasarkan rata-rata diperoleh signifikansi 0,430, nilai tersebut melebihi 0,05. Dengan demikian data mortalitas larva Plutella xylostellahomogen. Selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berikut adalah hasil analisis uji normalitas. Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Larva Instar III Plutella xylostella Uji Normalitas Mortalit Dosis Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk as Sig. Sig. 7,5%.200 * %.200 * ,5%.200 *.421 a. Liliefors Significance Correction Berdasarkan data tersebut, menujukkan bahwa nilai signifikansi lebih beasar dari taraf kesalahan 0,05 artinya data mortalitas tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 49

7 Dari kedua hasil uji analisis tersebut, diketahui bahwa data mortalitas larva instar III Plutella xylostella berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi yang memiliki variansi yang sama, maka data memenuhi syarat untuk dilanjutkan uji Anova satu arah. 4. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) terhadap Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Berdasarkan data mortalitas larva Plutella xylostella selama pengamatan, dilakukan analisis dengan menggunakan uji homogenitas untuk mengetahui apakah data hasil penelitian adalah homogen. Hasil uji homogenitas menunjukkan hasil yang tidak signifikan, artinya data homogen. Data mortalitas juga dianalisis dengan menggunakan uji normalitas untuk mengetahui apakah persebaran data normal, hasil analisis menunjukkan tidak signifikan p>0,05. Data tersebut terdistribusi normal, maka dilanjut dengan uji statistik One Way Anova. Uji statistik One Way Anova untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan ekstrak batang Jarak cina terhadap mortalitas larva. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Hasil Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) terhadap Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hasil Antar Kelompok Dalam Kelompok Total Sig..000 Berdasarkan Tabel 6di atas, menujukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil Anova satu arah menujukkan bahwa p-value sebesar 0,000 (ɑ 0,05) 50

8 sehingga Ho ditolak. Nilai signifikansi yang lebih kecil dibandingkan dengan taraf nilai kesalahan 0,05 artinya terdapat pengaruh perbedaan perlakuan terhadap mortalitas larva Plutella xylostella. Larva Plutella xylostella yang mengalami mortalitas setelah penyemprotan ekstrak batang Jarak cina diduga larva tidak dapat lagi mengenali makanannya, dan terjadi perubahan perilaku. Larva instar III Plutella xylostella yang tadinya mempunyai tingkah yang pasif yaitu hanya memakan daun sawi saja (Brassica juncea L.), setelah pengaplikasian ekstrak tingkah berubah menjadi aktif yaitu mencari bagian daun yang tidak terkena aplikasi ekstrak. Hal diatas sesuai dengan pendapat Surtikanti (1981), yang menyatakan peracunan pada serangga dapat mengakibatkan perilaku serangga menjadi abnormal, sehingga dapat mati dan dapat pula sembuh dari kelumpuhan. Setelah beberapa menit, larva instar III Plutella xylostella tersebut tidak bergerak lagi, tetapi masih menempel pada daun sawi (Brassica junceal.) meskipun sudah tidak ada aktivitas memakan lagi. Hal itu terjadi karena senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) yaitu Flavonoid, Alkaloid, Saponin dan Tanin. Seperti penelitian Sinaga (2009), yang menyatakan bahwa kandungan metabolit sekunder dalam tanaman seperti glikosida flavonoid bersifat racun perut (stomach poisoning), yang bekerja apabila senyawa tersebut masuk dalam tubuh serangga maka akan mengganggu organ pencernaannya. Selain meracuni perut, senyawa golongan flavonoid juga dapat mengiritasi kulit. Senyawa monoterpen, sesquiterepen, flavonoid, triophenes dan senyawa yang bersifat minyak lainnya mampu membuka lapisan lipid bilayer 51

9 yang terdapat di kutikula sehingga mengakibatkan cairan membran meningkat dan permeabilitas sel otot terganggu. Kondisi ini akan melemahkan gerakan serangga dan berakhir dengan kematian (Ivanice et al. 2004).Menurut Ibrahim et al. (2001) senyawa monoterpen bersifat toksik dan masuk melalui lapisan kutikula (racun kontak), saluran pernafasan dan saluran pencernaan (racun cerna). Hal tersebut mengindikasikan bahwa larva Plutella xylostella mengalami kematian akibat paparan ekstrak batang Jarak cina yang bersifat racun kontak, racun pernapasan dan racun perut. Menurut pengamatan peneliti, larva instar III Plutella xylostella mengalami selang waktu kematian kurang lebih 2 jam setelah aplikasi pestisida sintetis. Kematian larva adalah 100%, dari semua ulangan. Kerja pestisida sintetis sangat cepat untuk membunuh larva. Senyawa kimia tersebut masuk kedalam tubuh larva diduga melalui 3 cara yaitu melalui saluran pernapasan, kontak fisik antara tubuh dengan senyawa toksik dan saluran pencernaan. 5. Uji DMRT Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) terhadap Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Data mortalitas larva instar III Plutella xylostella yang diperoleh dan di analisis dengan uji Anova menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,00. Kemudian dilakukan uji lanjut, yakni uji DMRT untuk mengetahui pengaruh antar dosis yang diberikan terhadap mortalitas larva. Berikut adalah hasil analisis uji DMRT 52

10 Tabel 7. Hasil Uji DMRT Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) terhadap Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Dosis N Subset for alpha=0, % ,5% 10% 12,5% Pestisida Sintetis Sig Berdasarkan hasil uji DMRT menunjukkan ekstrak batang Jarak cina sebagai pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi caisim pada dosis 10% dan 12,5% dan pestisida sintetis mempunyai pengaruh yang sama terhadap tingkat mortalitas hama Plutella xylostella. Hasil penelitian menujukkan terdapat perbedaan pengaruh tingkat mortalitas pada penggunaan dosis 7,5% dan dosis 10%, dosis 7,5% dan dosis 12,5%, serta dosis 7,5% dan pestisida sintetis.pada dosis 10%; 12,5%; dengan pestisisda sintetis tidak mempunyai pengaruh yang signifikan karena terletak pada kolom subset yang sama. Namun pada dosis 12,5% dengan pestisida sintetis mempunyai nilai rata-rata mortalitas yang sama. Berdasarkan data analisis tersebut, dosis ekstrak batang Jarak cina mampu mematikan semua serangga uji, begitu pula pestisida sintetis yang mampu mematikan semua serangga uji. Aktivitas makan larva instar III Plutella xylostella yang telah terinfeksi oleh ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) akan semakin lambat atau bahkan terhenti karena sistem pencernaan larva instar III Plutella xylostella telah terganggu yang disebabkan oleh Flavonoid, Alkaloid, Saponin, dan 53

11 Taninyang terkandung dalam ekstrak. Selain itu juga terjadi perubahan warna pada tubuh larva instar III Plutella xylostella, larva akan berwarna hijau pucat. Hal ini karena ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) mengandung bahan aktif yakni Flavonoid, Alkaloid, saponin, dan tanin yang bersifat racun kontak dan racun perut pada serangga. Senyawa-senyawa tersebut menghambat indera perasa pada daerah mulut larva Plutella xylostella yang mengakibatkan larva Plutella xylostella gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan akhirnya larva mati kelaparan. Hal tersebut sesuai dengan teori Suryani (2004) yang menyatakan bahwa alkaloid tersebut dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena molekul biotoksin yang aktif berperan sebagai biosida dapat digolongkan dalam golongan alkaloid. B. Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) terhadap Jumlah Pupa Larva Instar III Plutealla xylostella Berdasarkan penelitian, dilakukan pengamatan perubahan larva instar III Plutella xylostella menjadi pupa. Pengamatan dilakukan setelah penginfeksian hama dan setelah penyemprotan dengan pestisida nabati. Berikut adalah data pengamatan jumlah pupa yang terbentuk selama penelitian. 54

12 1. Hasil Pengamatan Jumlah Larva Instar III Plutella xylostella menjadi Pupa Tabel 8. Pengamatan Jumlah Pupa Plutella xylostella Jumlah Total Hama Dosis Pengamatan Ke- Jumlah Larva yang Hidup Jumlah Pupa Jumlah Total Pupa Persentase Pupa (%) 25 0% ,5% % ,5% Pestisida Sintetis Keterangan : Penyemprotan pestisida nabati di lakukan sebanyak tiga kali yaitu setiap 2 hari sekali. Penyemprotan pertama dilakukan pada hari Sabtu, 4 Maret 2017, penyemprotan kedua dilakukan pada hari Senin, 6 Maret 2017 dan penyemprotan ke tiga dilakukan pada hari Rabu, 8 Maret Pengamatan ke-1 = Minggu, 5 Maret 2017 Pengamatan ke-2 = Selasa, 7 Maret 2017 Pengamatan ke-3 = Kamis, 9 Maret 2017 Berdasarkan Tabel 8 semakin tinggi dosis pestisida nabati yang diberikan memberikan efek penurunan jumlah pupa. Hal tersebut berkaitan dengan konsentrasi bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak batang Jarak cina. Dosis optimal pemberian pestisida nabati adalah 10 dan 12,5%. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka larva akan mati dan gagal menjadi pupa. Berikut adalah gambar pupa Plutella xylostella. 55

13 Gambar 5. Pupa Plutella xylostella Sumber: Dokumentasi pribadi Pembentukan larva instar III Plutella xylostella menjadi pupa, berkaitan dengan jumlah atau rerata mortalitas larva, karena pupa yang terbentuk adalah larva yang tidak mati selama pengamatan. Pada dosis 12,5% terjadi kegagalan pemebentukan pupa karena larva sudah mati setelah dilakukan penyemprotan pestisida nabati dari ekstrak batang Jarak cina tersebut. Untuk penggunaan pestisida sintetis juga larva mengalami kegagalan dalam pembentukan pupa karena larva mati selang 2 jam setelah aplikasi pestisisda sintetis. 2. Hasil Analisis Statistik Larva Instar III Plutella xylostella yang Menjadi Pupa Berdasarkan data pengamatan pembentukan pupa instar III Plutella xylostella, dilakukan analisis statistik untuk mengetahui rata-rata jumlah pupa terbentuk dan signifikansi dari pestisida nabati dari ekstrak batang Jarak cina terhadap pembentukan pupa larva instar III Plutella xylostella. Tabel 9. Hasil Analisis Statistik Larva Plutella xylostella yang Menjadi Pupa Dosis Ekstrak Batang Jarak cina Rata-rata Persentase Mortalitas ± SD 0% 5,00 ± 0,00 a 7,5% 1,80 ± 0,83 b 10% 0,60 ± 0,54 c 12,5% 0,00 ± 0,00 d Total 1,85 ± 2,03 56

14 Besdasarkan hasil analisis analisis statistik yang tertera pada tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata larva Plutella xylostella yang menjadi pupa adalah 1,85 dengan standar deviasi 2,03. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pembentukan pupa dari larva Plutella xylostella yang berbanding terbalik dengan kenaikan dosis ekstrak batang Jarak cina. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pada dosis ekstrak batang Jarak cina 12,5% menyebabkan tidak terjadinya pembentukan pupa Plutella xylostella. Diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak batang Jarak cina, maka semakin tinggi mortalitas larva instar III Plutella xylostella. Pada pengamatan dosis 12,5% dapat mematikan hingga 100% larva instar III Plutella xylostella, sehingga tidak terbentuk pupa. Salah satu senyawa metabolit sekunder dalam batang Jarak cina adalah flavonoid, yaitu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan dialam. Menurut Hollingworth (2001; Sri Utami, 2010: 99) bahwa flavonoid mempunyai efek toksik, antimikrobia, antifeedant. Sehingga hal tersebut mempenagruhi siklus hidup larva instar III Plutella xylostella. 3. Data Hasil Analisis Statistik Homogenitas dan Normalitas Jumlah Pupa Plutella xylostella Berdasarkan hasil penelitian, data dilakukan uji homogenitas untuk menguji apakah data homogen. Berikut adalah hasil analisis uji homogenitas. 57

15 Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Pupa Larva Instar III Plutella xylostella Pupa Berdasarkan Rata-rata Berdsarkan Nilai Tengah Berdasarkan Nilai Tengah dan df yang telah disesiakan Berdasarkan pada rata-rata yang diperkecil Sig Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p-value=0,05). Pengujian dengan statistik Based on Mean diperoleh signifikansi 0,979, nilai tersebut melebihi 0,05. Dengan demikian data penelian di atas homogen. Selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berikut adalah hasil analisis uji normalitas. Tabel 11. HasilUjiNormalitas Jumlah Pupa Plutella xylostella Uji Normalitas Dosis Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Sig. Sig. 7,5%.200 * %.200 * ,5%.200 *.314 a. Liliefors Significance Correction *. This is an lower bound of the true significance. Berdasarkan data tersebut, menujukkan bahwa nilai signifikansi lebih besar dari taraf kesalahan 0,05 artinya data tersebut di nyatakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 58

16 Dari kedua hasil uji analisis tersebut, diketahui bahwa data jumlah pupa Plutella xylostella berasal dari populasi berdistribusi normal dan populasi yang memiliki variansi yang sama, maka data memenuhi syarat untuk dilanjutkan uji Anova satu Arah. 4. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) terhadap Jumlah Pupa Larva Instar III Plutella xylostella Berdasarkan data jumlah pupa Plutella xylostella selama pengamatan, dilakukan analisis dengan menggunakan uji Homogenitas untuk mengetahui apakah data hasil penelitian adalah homogen. Hasil uji homogenitas menunjukkan hasil yang tidak signifikan, artinya data homogen. Data pupa juga dianalaisis dengazn uji Normalitas untuk mengetahui apakah persebaran data normal, hasil analisis menujukkan tidak signifikansi p>0,05. Data tersebut terdistribusi normal, maka dilanjut dengan uji statistik One Way Anova. Berikut adalah data hasil analisis dengan menggunakan One Way Anova untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari pemberian ekstrak batang Jarak cina terhadap pembentukan pupa larva instar III Plutella xylostella. Tabel 12.Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) terhadap Jumlah Pupa Larva Instar III Plutella xylostella Hasil Antar Kelompok Dalam Kelompok Total Sig..000 Berdasarkan tabel analisis uji Anova Satu Arah menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dibandingkan dengan taraf nilai kesalahan (p-value) sebesar 0,05 (ɑ<0,05). Artinya terdapat pengaruh 59

17 yang berbeda nyata perlakuan ekstrak batang Jarak cina terhadap pembentukan pupa larva instar III Plutella xylostella. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, larva mengalami kematian 100% pada penyemprotan pestisida sintetis. Hal tersebut tidak menyebabkan terjadinya pembentukan pupa pada larva Plutella xylostella. Pupa yang ditemukan pada saat pengamatan yaitu berwarna putih sebagai pelindung yang membentuk seperti jala dan berbentuk silinder. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Muchlis (1993) yaitu larva membuat kokon yang berwarna putih sebagai pelindung sehingga tampak seperti jala dan berbentuk silinder pada permukaan bawah daun. Pada hasil penelitian di atas untuk dosis 7,5% dan 10% mengalami pembentukan pupa. Siklus hidup larva Plutella xylostella berlangsung 10 sampai 14 hari kemudian menjadi pupa, namun pada penelitian ini kurang dari 10 hari larva Plutella xylostella telah berubah menjadi pupa, artinya ekstrak bantang jarak cina ini memberikan efek pemendekan sikulus hidup Plutella xylostella. Waktu pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella bisa disebabkan karena akumulasi zat ekstrak dalam tubuh ulat yang menyebabkan ulat berhenti makan sehingga menjadi pupa. Tujuan utama penggunaan pestisisda nabati selain mematikan hama adalah mengurangi tingkat konsumsi hama akan tanaman infeksinya, sehingga mengurangi kegagalan produksi. 60

18 Tabel 13. Hasil Uji DMRT Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) Terhadap Jumlah Pupa Larva Instar III Plutella xylostella Dosis N Subset fof alpha=0, % ,5% % ,5% Pestisida Sintetis Sig Berdasarkan hasil uji DMRT menunjukkan ekstrak batang Jarak cina sebagai pengendali hama Plutella xylostella pada tanaman sawi caisim pada dosis 12,5% dan pestisida sintetis mempunyai pengaruh yang sama terhadap pembentukan pupa hama Plutella xylostella. Hasil penelitian menujukkan terdapat perbedaan terhadap jumlah pupa pada penggunaan dosis 0% dan dosis 7,5%, serta dosis 7,5% dan dosis 10% ekstrak batang Jarak cina terhadap pembentukan pupa larva Instar III Plutella xylostella. Jumlah terbentuknya pupa berbanding terbalik dengan mortalitas larva. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin kecil pula jumlah pupa yang terbentuk dikarenakan mortalitas larva. Dari hasil pengamatan semakin tinggi konsentrasi, jumlah pupa semakin sedikit. Hal ini karena adanya kendungan senyawa saponin dan alkaloid yang dapat menghambat perkembangan larva menjadi pupa. Menurut Karimah (2006) senyawa saponin berfungsi sebagai larvasida. Senyawa-senyawa itu juga mampu menghambat pertumbuhan larva, terutama tiga hormon utama dalam serangga yaitu hormon otak (brain hormon), hormon edikson, dan hormon pertumbuhan (juvenil hormon). Tidak berkembangnya hormon tersebut dapat mencegah 61

19 pergerakan larva. Dinata (2009) menambahkan bahwa saponin dapat mengikat sterol bebas dalam pencernaan makanan, dimana sterol berperan sebagai prekusor hormon edikson, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol akan mengganggu proses pergantian kulit pada serangga (moulting). Alkaloid merupakan senyawa turunan isoprenoid yang mengandung nitrogen. Diantara golongan alkaloid terdapat suatu senyawa yang berperan sebagai penolak serangga dan antifungus (Robinson, 1995). Alkaloid juga dapat menghambat terjadinya metamorfosis dari larva menjadi pupa. Jika larva memiliki daya tahan tubuh yang rendah kemudian memakan senyawa aktif tersebut maka dapat mengalami kematian. Jika larva memiliki daya tahan tubuh yang tinggi maka dapat bertahan hingga menjadi pupa. Larva akan mempertahankan hidupnya dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber energi yang ada didalam tubuhnya. C. Tingkat Kerusakan Tanaman Sawi Caisim (Brassica juncea L.) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti melakukan pengamatan tingkat kerusakan tanaman sawi akibat pengaruh penyemprotan ekstrak batang jarak cina (Jatropha multifida Linn) 62

20 Tabel 14. Tingkat Kerusakan Tanaman Sawi Caisim (Brassica juncea L.) Dosis Morfologi Daun Daun Berlubang 0% Daun sawi tetap Sangat banyak berwarna hijau, (+++++) tidak menguning, dan tidak layu, beberapa helai daun hanya tersisa tulang daun Keterangan Gambar 7,5% Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning, dan tidak layu, beberapa helai daun hanya tersisa tulang daun Sangat banyak (++++) 10% Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning, dan tidak layu Banyak (+++) 12,5% Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning, dan tidak layu Sedikit (++) Pestida sintetis Daun sawi tetap berwarna hijau, tidak menguning, dan tidak layu Sangat sedikit (+) 63

21 Berdasarkan tabel pengamatan diatas menunjukkan bahwa ekstrak batang jarak cina tidak memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman sawi, hal ini dapat dilihat dari ciri daun berdasarkan warna daun. Perbedaan hasil hanya terlihat pada banyaknya daun yang berlubang akibat aktivitas makan Plutella xylostella. Banyaknya daun yang berlubang diurutkan dari dosis 0%, dan 7,5%, karena pada dosis ini masih terdapat larva Plutella xylostella yang masih hidup, sehingga masih adanya aktivitas makan larva. Daun yang memiliki kerusakan yang sedikit akibat aktivitas makan larva adalah pada dosis 10%; 12,5% dan pestisida sintetis. Hal ini dikarenakan pada dosis ini kebanyakan larva telah mengalami mortalitas yang tinggi, sehingga aktivitas makan larva sudah berkurang. Pada pengamatan tanaman sawi setelah penyemprotan ekstrak tetap berwarna hijau segar, sama dengan kondisi awal sebelum penyemprotan. kerusakan pada daun disebabkan karena daun sawi dimakan oleh Plutella xylostella. Setelah penyemprotan ekstrak, intensitas makan larva berkurang karena senyawa aktif yang mempengaruhi indera perasa larva yaitu tanin yang menyebabkan larva tidak dapat mengenali sawi sebagai makanannya. Penggunaan ekstrak batang jarak cina dapat menekan serangan larva dan aktivitas memakan larva Plutella xylostella pada tanaman sawi sehingga dampak kerusakan yang ditimbulkan dapat berkurang. D. Keterbatasan Penelitian Peneliti kesulitan untuk mencari hama Plutella xylostella, sehingga hama Plutella xylostella yang diinfeksikan untuk masing-masing sampel berjumlah lima dan hama Plutella xylostellatidak dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu. 64

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG JARAK CINA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG JARAK CINA 38 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 6 Tahun 2017 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG JARAK CINA (Jatropha multifida Linn) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALI HAMA Plutella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian larutan pestisida nabati perasan daun kayu kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap pengendalian hama Plutella xylostella

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi 1. Jumlah Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI Prehatin Trirahayu Ningrum, Rahayu Sri Pujiati, Ellyke, Anita Dewi

Lebih terperinci

MORTALITAS LARVA 58 JAM

MORTALITAS LARVA 58 JAM 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh filtrat daun tanaman bunga pagoda terhadap mortalitas larva Aedes aegypti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke-

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke- LAMPIRAN 1. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Tabel.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Waktu:

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kecepatan Kematian Penambahan kosentrasi ekstrak daun mimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva Plutella

Lebih terperinci

FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN

FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN Efektivitas Ekstrak Daun (Dwi Indah Prawesti ) 498 FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN HAMA Crocidolomia binotalis PADA

Lebih terperinci

Kata kunci: Ekstrak batang kayu kuning, sawi caisim, mortalitas, hama Plutella xylostella.

Kata kunci: Ekstrak batang kayu kuning, sawi caisim, mortalitas, hama Plutella xylostella. 64 Jurnal Biologi Vol 5 No 3 Tahun 2016 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG KAYU KUNING (Arcangelisia flava (L.) Merr.) SEBAGAI BIOPESTISIDA PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi, BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun kebutuhan kedelai nasional selalu meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk disamping berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi dosis pestisida

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) Oleh: Ani Nihayah 1), Asep Ginanjar 2), Taufik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Uji Larvasida Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap larva Aedes aegypti instar III yang dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun Biologi FMIPA UNY. 2. Waktu : Penelitian ini berlangsung selama ± 2 bulan dari bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu bahan sayuran yang banyak dibudidayakan oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di Indonesia. Di Indonesia, kubis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Rerata Zona Radikal Penelitian untuk menguji kemampuan daya hambat ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab gingivitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian. Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak daun picung kontak dan anti-feedant berpengaruh nyata terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

Hasil pengamatan awal kematian larva setelah dianalisis sidik ragam. pemberian ekstrak biji jarak berpengaruh tidak nyata terhadap instar Spodoptera

Hasil pengamatan awal kematian larva setelah dianalisis sidik ragam. pemberian ekstrak biji jarak berpengaruh tidak nyata terhadap instar Spodoptera IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.5.1. Awal Kematian Larva. (Jam). Hasil pengamatan awal kematian larva setelah dianalisis sidik ragam pemberian ekstrak biji jarak berpengaruh tidak nyata terhadap instar Spodoptera

Lebih terperinci

Mahasiswa Biologi UNY. Abstrak

Mahasiswa Biologi UNY. Abstrak 481 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 8 Tahun 2017 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KLUWAK (Pangium edule Reinw.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI ( Brassica juncea

Lebih terperinci

UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.

UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L. UJI EKSTRAK DAUN MARA TUNGGAL (Clausena excavata Burm F.) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea (L.)) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan menggunakan plat resin akrilik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium pada suhu rata-rata 27,7 C dan kelembaban 91,5% (Lampiran 4), dengan hasil sebagai berikut: 4.L Awal Kematian Rayap (Jam) Hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di negara kita, khususnya di kota-kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Tanaman Kubis Tanaman kubis merupakan salah satu tanaman yang banyak ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Tanaman kubis dapat ditanam setiap saat, tetapi

Lebih terperinci

(The effect of application Legundi leaves extract (Vitex trifolia) as Pest Controller Plutella xylostella on Mustrad Plant (Brassica juncea))

(The effect of application Legundi leaves extract (Vitex trifolia) as Pest Controller Plutella xylostella on Mustrad Plant (Brassica juncea)) Pengaruh Pemberian Ekstrak ( Marta Lina)34 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea) (The

Lebih terperinci

Setelah dilakukan uji penelitian didapatkan hasil jumlah kematian larva Aedes aegypti selama 24 jam sebagai berikut :

Setelah dilakukan uji penelitian didapatkan hasil jumlah kematian larva Aedes aegypti selama 24 jam sebagai berikut : 1 PENDAHULUAN Sekitar 2,5 milyar orang atau 40 % dari populasi dunia hidup di daerah yang memiliki resiko tinggi sebagai tempat transmisi virus dengue. World Health Organization (WHO) memperkirakan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang pertanian. Pertanian Indonesia ini tidak lepas dari sumber produksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji Lampiran 1 Pembuatan Suspensi Zat Uji Bahan obat herbal X yang merupakan hasil fraksinasi dari daun sukun tidak dapat larut secara langsung dalam air maka dibuat dalam bentuk sediaan suspensi agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran

Lebih terperinci

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan BAB III METODE A. Model Penelitian Penelitian ini menggunakan design Penelitian Eksperimen yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdapat lima kali pengulangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Racun merupakan salah satu senjata pembunuh makhluk hidup yang sudah sangat tua, setua kehidupan manusia. Racun menjadi favorit untuk melenyapkan nyawa makhluk hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT TRITIP(Plutella xylostella) PADA TANAMAN KUBIS

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT TRITIP(Plutella xylostella) PADA TANAMAN KUBIS UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT TRITIP(Plutella xylostella) PADA TANAMAN KUBIS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang

I. PENDAHULUAN. lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan tanaman pangan terpenting karena lebih dari setengah penduduk menggantungkan hidupnya pada beras yang dihasilkan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat pertumbuhannya. Sekitar 1 juta dilaporkan pada WHO setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembudidayaan tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat organisme pengganggu tanaman

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA KONSENTRASI EKSTRAK BIJI PINANG

UJI BEBERAPA KONSENTRASI EKSTRAK BIJI PINANG UJI BEBERAPA KONSENTRASI EKSTRAK BIJI PINANG (Area catechu) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera liturra F.) PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TEST OF SOME CONCENTRATION BETEL NUT (Areca

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Penolakan Hasil penelitian menunjukan dosis ekstrak rimpang kencur memberikan pengaruh nyata terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk ekstrak rimpang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai Perbedaan Ekstrak Kulit Salak Pondoh (Salacca zalacca) dan Sodium Hipoklorit 0,5% dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Uji Efektivitas Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas

Lebih terperinci

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah PROPOSAL TUGAS AKHIR - SB 091351 UJI POTENSI EKSTRAK DAUN BINTARO (Cerbera odollam) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MEDIA DAUN CABAI RAWIT (Capsicum

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaksanaan dimulai bulan April

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dengan kondisi tempat penyimpanan rata-rata suhu harian 27,05*'C dan kelembaban 84,3%, dengan hasil setiap parameter pengamatan sebagai berikut: 4.1.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis tentunya memiliki banyak keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan karena ternyata Tumbuhan secara alamiah menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengendalian produk hasil pertanian berupa biji-bijian di Indonesia sebagian besar menggunakan cara mekanik dan pestisida sintesis. Hama yang menyerang produk

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji

BAB V PEMBAHASAN. konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan sebagai dasar penetapan konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji pendahuluan didapatkan LC50

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN TEMBELEKAN (Lantana camara) TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypti

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN TEMBELEKAN (Lantana camara) TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypti PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN TEMBELEKAN (Lantana camara) TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypti Ratih Sari Wardani 1, Mifbakhuddin 2, Kiky Yokorinanti 3 1,2,3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies. DBD adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram 2 Dosen Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram.

Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram 2 Dosen Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram. POTENSI EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata, L.) SEBAGAI INSEKTISIDA KUTU DAUN PERSIK (Myzus persicae, Sulz) PADA DAUN TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Integrated Pest. dapat kita gunakan untuk menjelaskan hal yang sama. Kalau dilihat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Integrated Pest. dapat kita gunakan untuk menjelaskan hal yang sama. Kalau dilihat dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) 1. Pengertian PHT Saat ini dikenal ada dua istilah Bahasa Inggris yang sering digunakan secara bergantian untuk pengendalian hama terpadu yaitu

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan. A. Hasil penelitian. kamboja putih (Plumeria acuminataw.t.ait ) terhadap hambatan pertumbuhan

IV. Hasil dan Pembahasan. A. Hasil penelitian. kamboja putih (Plumeria acuminataw.t.ait ) terhadap hambatan pertumbuhan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil penelitian Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi larutan getah tangkai daun kamboja putih (Plumeria acuminataw.t.ait ) terhadap hambatan pertumbuhan bakteri Streptococcus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sawi. Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sawi. Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Sawi Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae yang mempunyai ekonomi tinggi. Tanaman sawi berasal dari Tiongkok (cina) dan Asia Timur. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan berkembang pada suatu tempat dan waktu, tidak lepas dari hubungannya dengan perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis dengan aneka ragam flora dan fauna yang merupakan tempat hidup ideal bagi berbagai jenis serangga, baik serangga yang menguntungkan,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MAJAPAHIT (Crescentia cujete) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan yang penting di dunia. Di puluhan negara, lebih dari satu milyar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae) 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Sidik Ragam Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus terpenuhi kecukupannya untuk menunjang kelangsungan hidup sebahagian besar penduduk Indonesia.Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada penelitian digunakan tembakau limbah puntung rokok yang terdapat pada kampus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki musim penghujan, ancaman penyakit yang diakibatkan gigitan nyamuk Aedes sp yaitu demam berdarah kembali menjadi pokok perhatian kita. Penyakit demam berdarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP TAHAPAN PERKEMBANGAN Spodoptera litura Fabricius

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP TAHAPAN PERKEMBANGAN Spodoptera litura Fabricius PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP TAHAPAN PERKEMBANGAN Spodoptera litura Fabricius Riza Rahayu Ilmawati, Sofia Ery Rahayu, Agus Dharmawan Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case

BAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).Penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Mortalitas Larva S. litura Akibat Perlakuan Insektisida Nabati Minyak Biji Jarak Pagar (J.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Mortalitas Larva S. litura Akibat Perlakuan Insektisida Nabati Minyak Biji Jarak Pagar (J. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mortalitas Larva S. litura Akibat Perlakuan Insektisida Nabati Minyak Biji Jarak Pagar (J. curcas) Pada penelitian ini minyak biji jarak pagar digunakan sebagai insektisida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecoa merupakan salah satu jenis serangga pemukiman yang sering mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang tidak sedap, pembawa patogen penyakit,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS

PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS PEMANFAATAN DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DANBATANG SERAI (Andropogon nardus L) UNTUK INSEKTISIDA ALAMI PEMBASMI KUTU BERAS (Sitophilus oryzae) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : NITA OKTAVIA A 420

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kekerasan gigi desidui sebelum dan sesudah perendaman pada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan masalah kesehatan, bersifat endemis dan timbul disepanjang tahun. Bahaya penyakit ini walau banyak terjadi pada anak-anak, terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic. nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia merupakan negara

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic. nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia merupakan negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk merupakan masalah kesehatan serius dan masih menjadi persoalan akhir-akhir ini. Demam Berdarah, Filariasis, Malaria, Yellow

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap Mortalitas H. armigera Mortalitas larva H. armigera merupakan parameter pengukuran terhadap banyaknya jumlah

Lebih terperinci