BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. 1. Konsep Pendidikan. Menurut Suhartono (2007) pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

2015 GAMBARAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita

AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDAR LAMPUNG T.A 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. postpartum yang terdiri dari tiga fase yaitu fase dependen (taking in), fase

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan terhadap wanita usia produktif. AKI merupakan jumlah kematian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masa enam minggu sejak bayi lahir sampai saat organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. adalah saat yang paling menggembirakan dan ditunggu-tunggu setiap. perubahan tersebut mungkin relatif pada tiap-tiap wanita.

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Persalinan merupakan proses fisiologis yang dialami oleh hampir setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

METODE PENELITIAN. normal atau masa sebelum melahirkan (Wong & Perry, 2006). Sedangkan, postpartum blues

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. depresi. Kemunculan depresi ini diperikirakan setelah 1 tahun atau secepatnya dalam

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Diajukan Oleh : HIDAYATUL MUNAWAROH J.

GAMBARAN KEJADIAN POST PARTUM BLUES BERDASARKAN GEJALA DAN FAKTOR PENYEBAB PADA IBU NIFAS DI KELURAHAN MARGADANA DAN SUMUR PANGGANG

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI PASCA MELAHIRKAN PADA KELAHIRAN ANAK PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. istimewa dalam kehidupan seorang calon ibu. Setiap pasangan menginginkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

UNIVERSITAS GALUH PROGRAM PASCA SARJANA

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Definisi

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas

BAB I PENDAHULUAN. persalinan (WHO, 2008) merupakan periode penting bagi ibu dan bayi baru lahir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. dialami oleh perempuan daripada laki-laki, khususnya pada awal melahirkan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan selanjutnya. (Manuaba,1998). dalam kehidupannya. Pengalaman baru ini memberikan perasaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marmi (2012), postpartum adalah masa beberapa jam sesudah

NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN DEPRESI POSTPARTUM DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Dukungan Sosial Suami. dukungan moral dan emosional (Jacinta, 2005).

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

BAB III METODE PENELITIAN. desain case control. Kasus kontrol adalah suatu penelitian (survei) analitik

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

tingkat emosional. Tekanan psikologis setelah melahirkan merupakan gejala

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

KETENANGAN IBU MEMPENGARUHI RASA NYAMAN BAGI BAYI

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat besar dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, disinilah

BAB I PENDAHULUAN jiwa yang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA WANITA PRIMIGRAVIDA DIBANDING MULTIGRAVIDA DI RUMAH BERSALIN DAN KLINIK MITRA IBU TEGAL SKRIPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa mengandung dan bersalin adalah masa yang penting bagi seorang wanita.

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu anugerah yang menyenangkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator dasar pelayanan kesehatan. terhadap wanita usia produktif adalah Angka Kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana terjadi penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah <11 gr/dl selama

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama mortalitas (Saefudin, 2002). AKI ini menggambarkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa nifas (Sulistyawati, 2009). Periode masa nifas meliputi masa

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan di Kelurahan Parupuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Kecamatan : Bogor Tengah Data Urusan : Pendidikan Tahun : 2017 Triwulan : 1

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2017

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani

PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Bobak, 2010:53). Periode

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pendidikan Menurut Suhartono (2007) pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang Zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada didalam diri individu. Menurut departemen pendidikan dan kebudayaan, jenjang pendidikan dibagi menjadi : a. Pendidikan Dasar Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia.Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6.Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun.di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.

Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut: 1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. 2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat b. Pendidikan Menengah Pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun (SD, SMP).

Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat).pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun.di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota.sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota. Pembelajaran di SMP/MTs atau yang sederajat, anak-anak usia SMP dapat memilih sekolah yang sesuai dengan pilihan dan kesempatan yang dimiliki, seperti: 1) SMP Negeri atau SMP Swasta Biasa 2) SD-SMP Satu Atap 3) SMP Terbuka

4) MTs Negeri atau MTs Swasta atau sekolah lainnya yang sederajat 5) Pondok Pesantren Salafiyah yang menyelenggarakan program Wajib Belajar Sekolah menengah atas (SMA) merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan dasar. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 18 diatur tentang pendidikan menengah yaitu: 1. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. 2. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. 3. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. 4. Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. c. Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan menengah. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 19 dan pasal 20 diatur tentang pendidikan tinggi yaitu:

Pasal 19 1. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. 2. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Pasal 20 1. Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya. 2. Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi. 2. Postpartum Blues a. Pengertian Postpartum Blues Menurut Mansyur (2009) postpartum blues adalah suasana hati yang dirasakan oleh wanita setelah melahirkan yang berlangsung selama 3-6 hari dalam 14 hari pertama pasca melahirkan, dimana perasaan ini berkaitan dengan bayinya. Sedangkan menurut Suririnah (2008) postpartum blues sering

disebut juga maternity blues atau baby syndrome, dan cenderung lebih buruk pada hari ke tiga dan keempat. b. Penyebab Postpartum Blues Penyebab postpartum blues antara lain menurut Mansyur (2009) adalah sebagai berikut : 1. Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin, dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. 2. Faktor demografik, yaitu umur dan paritas. Umur yang terlalu muda untuk melahirkan, sehingga dia memikirkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu untuk mengurus anaknya. 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. Kesulitan-kesulitan yang dialami ibu selama kehamilannya akan turut memperburuk kondisi ibu pasca melahirkan. Sedangkan pada persalinan, hal-hal yang tidak menyenangkan bagi ibu mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan, seperti ibu yang melahirkan dengan cara operasi sesar (section caesarea ) akan dapat menimbulkan perasaan takut terhadap peralatan opersi dan jarum. 4. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, status

sosial ekonomi, serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). 5. Fisik. Kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari bahkan tak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga. Apalagi jika tidak ada bantuan dari suami atau anggota keluarga yang lain. c. Gejala Postpartum Blues Menurut Arfian (2012) gejala postpartum blues terdiri dari : 1. Gejala prilaku postpartum blues antara lain sering menangis, hiperaktif/sering berlebihan, terlalu sensitif, mudah tersinggung, tidak perduli terhadap bayi. 2. Gejala fisik postpartum blues antara lain kurang tidur, hilang tenaga, hilang nafsu makan/makin nafsu makan, mudah lelah setelah bangun tidur. 3. Gejala emosional postpartum blues antara lain cemas dan khawatir berlebihan, bingung, mencemaskan kondisi fisik berlebihan, tidak percaya diri, sedih, perasaan diabaikan. Menurut Elvira (2006) postpartum blues juga dapat dipicu oleh adanya perasaan belum siap menghadapi bayi, dan atau timbulnya kesadaran akan meningkatkan tanggung jawab sebagai ibu. Gejala ini dialami oleh duapertiga dari ibu melahirkan.

d. Penanganan Postpartum Blues Penanganan postpartum blues menurut Arfian (2012) yaitu berikan kesempatan pada diri anda untuk beradaptasi menjadi seorang ibu, bicaralah pada seseorang yang mengerti, keluar dan carilah suasana baru, bergabunglah dengan support group, beri tahu suami apa yang harus dilakukan, terimalah bantuan dari orang lain, cukup tidur, jangan terlalu perfeksionis, nikmati pekerjaan, berolahraga, makanlah makanan sehat dan jaga diri dan cintai diri anda. Menurut Syamil dan Sulaeman (2007) penanganan postpartum blues yaitu jangan merasa bersalah atas rasa mudah tersinggung atau rasa melankolis yang dimiliki, berterus teranglah tentang perasaan yang dialami, siapkan mental untuk menghadapi kejadian yang mungkin tidak diduga, carilah informasi sebanyak mungkin tentang baby blues, selalu berfikir positif dan bersyukur, yakinkan bahwa ibu orang yang berarti bagi keluarga dan suami serta membantu memulihkan kepercayaan ibu dengan memberikan dukungan positif atas keberhasilannya menjadi orang tua. Cara mengatasi gangguan psikologis nifas pada postpartum blues menurut Dahro (2012) ada dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik dengan tujuan menciptakan hubungan baik antara bidan dan pasien dalam rangka kesembuhannya, dengan cara mendorong pasien mampu meredakan segala

ketegangan emosi, dapat memahami dirinya, dan dapat mendukung tindakan konstruktif. e. Pengukuran Postpartum Blues Pengukuran postpartum blues menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang dikembangkan oleh Cox, Holden dan Sagovky sejak tahun 1987. EPDS dipilih sebagai pengukuran postpartum blues karena EPDS merupakan instrument baku dan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa telah diuji dan diakui validitas dan reabilitasnya. Uji validitas instrument tersebut juga telah dilakukan pada berbagai budaya dan tersedia dalam berbagai bahasa. Hasil uji coba tersebut didapatkan nilai sensivitasnya (86%) dan spesivitasnya (78%) (Cox dkk, 2013). 3. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian postpartum blues Menurut Mansyur (2009) penyebab postpartum blues diantaranya adalah latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan, status sosial dan status sosial ekonomi. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akansemakin luas pula pengetahuannya, sehingga kejadian postpartum blues dapat dihindari. Menurut WHO (dalam Arfian, 2012), berbagai hipotesis menerangkan bahwa teori biologi (perubahan hormonal dan neorokimia), psikologis (tipe

kepribadian dan cara berfikir), dan sosial (tingkat pendidikan, penghasilan, hubungan dengan pasangan, dan kekerasan dalam rumah tangga) dapat menyebabkan terjadinya postpartum blues. Jadi dapat diasumsikan bahwa tingkat pendidikan rendah, menyebabkan kurangnya informasi akanpostpartum blues, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya postpartum blues. B. Kerangka Konsep Tingkat pendidikan Formal Resiko Kejadian Postpartum Blues Keterangan : : Diteliti 1. Faktor hormonal 2. Faktor demografik 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan 4. Latar belakang psikososial 5. Fisik C. Hipotesis : Tidak diteliti Ada hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan kejadianpostpartum blues.