Pelestarian Kawasan Kampung Arab Almunawar Palembang

dokumen-dokumen yang mirip
POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

ORNAMEN DAN BENTUK RUANG RUMAH TINGGAL DI KAWASAN KAMPUNG AL MUNAWAR 13 ULU PALEMBANG

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

Pola Permukiman Komunitas Arab di Palembang

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

Menelusuri Makna Ruang Publik pada Dermaga di Sungai Musi Palembang

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

BAB III KOTA PALEMBANG

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Daerah Palembang (Sumatera Selatan) banyak memiliki aneka ragam budaya,

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. adimistratif Nias merupakan kabupaten yang termasuk dalam Propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik

Pelestarian Cagar Budaya

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG

1. PENDAHULUAN. lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tionghoaterhadap kebudayaan Indonesia.Etnis

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Pendampingan dalam Pendataan Bangunan di Kawasan Permukiman Tradisional 3-4 Ulu Palembang

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB 1 PENDAHULUAN. bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari Surabaya yang menjadi kota perdagangan tua, banyak sekali pedagang dari berbagai belahan dunia berdagang dan

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

2015 KEMENARIKAN SUNGAI MUSI SEBAGAI WISATA SUNGAI DI KOTA PALEMBANG

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya

LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

PUSAT PERBELANJAAN PASAR FESTIVAL Di Kawasan Waterfont Pusat Kota Pelembang

BAB I PENDAHULUAN. Arti kata Vernakular itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu verna yang

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

1.1 Latar Belakang Masalah

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

Transkripsi:

SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Pelestarian Kawasan Kampung Arab Almunawar Palembang Retno Purwanti nretnopurwanti@yahoo.com Balai Arkeologi Sumatera Selatan. Abstrak Kampung Almunawar merupakan salah satu permukiman etnis Arab di Palembang selain perkampungan Arab lain yang ada di Palembang. Keberadaan permukiman etnis Arab di Palembang pernah terancam penggusuran pada awal tahun 2000an, yang oleh pemerintah akan digunakan sebagai lokasi pembangunan jembatan Musi III. Rencana tersebut ditentang oleh masyarakat, karena permukiman Arab di Palembang merupakan urban heritage dan salah satu kampung berdasarkan etnis, selain Cina, Melayu dan Tambi. Melalui perjuangan panjang oleh masyarakat dibantu oleh berbagai LSM dan pelestari budaya, rencana pemerintah tersebut dapat digagalkan. Setelah itu, kampung ini seolah ditelantarkan oleh pemerintah dan nyaris dilupakan oleh masyarakat. Namun, sejak tiga tahun terakhir ini berbagai pihak termasuk pemerintah mulai melirik kawasan ini untuk dijadikan destinasi wisata baru menjelang dilaksanakannya Asian Games 2018. Rencana pengelolaan kawasan ini haruslah berbasis pelestarian, karena bangunan-bangunan kuno dan kawasannya masih terjaga dengan baik. Makalah ini menguraikan secara deskriptif tentang usaha pelestarian kawasan Kampung Almunawar sebagai salah satu urban heritage di Palembang. Kata-kunci : Al-Munawar, kampung Arab, Palembang, pelestarian, metode deskriptif Pendahuluan Kampung Almunawwar terletak di Kelurahan 13 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang. Kampung ini disebut Almunawar karena masyarakat yang tinggal di sini mayoritas berasal dari suku Al-Munawwar. Berdasarkan letak geografisnya, Kampung Almunawar berada di tepi sebelah selatan Sungai Musi dan sebelah timur sungai Ketemenggungan, serta di sebelah barat Sungai Kangkang. Penelitian terhadap pemukiman Arab di Almunawar dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang pertama kali tahun 1996 (Mujib, 1996; 2000). Dari hasil penelitian tahun ini diketahui bahwa selain suku Al-Munawar di Palembang juga ada suku Al-Habsyi, Al-Hadad, Assegaf, Al-Musawa dan Al-Kaff. Penelitian berikutnya dilakukan pada tahun 2005 (Purwanti, 2005; Novita, 2006). Hasil penelitian di kawasan ini masih memperlihatkan adanya bentuk pola permukiman lama yang ditandai dengan ruang terbuka (lapangan) di tengah-tengah pemukiman dan di sekitarnya terdapat rumah-rumah tinggal dengan arsitektur tradisional dan Indies. Yang menarik, rumah-rumah di sekitar lapangan tersebut memiliki nama atau julukan, yaitu Rumah Tinggi, Rumah Darat, Rumah Tengah, Rumah Batu, dan Rumah Kembar Batu. Sementara itu, Rumah Kembar Laut terletak terpisah dan berada di tepi Sungai Musi dan sebelah timur sungai Ketemenggungan (di muara sungai). Rumah-rumah tersebut berusia ratusan tahun yang dibuktikan dengan adanya angka tahun hijriah ١٢٠٦ (1792 M) pada bagian atas kusen jendela di Rumah Tinggi. Selain itu juga ada satu rumah di sini merupakan tempat tinggal kapiten Arab terakhir bernama Ahmad bin Al-Munawwar alias Ayib Kecik yang kemungkinan diangkat menjadi kapiten pada tahun 1855. Kapiten ini bertugas menjadi perantara antara orang-orang keturunan Arab dengan pihak pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan bukti angka tahun tersebut dapat diketahui bahwa kampung ini telah berusia lebih dari Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 89

Pelestarian Kawasan Kampung Arab Almunawar Palembang 200 tahun. Dari hasil penelitian tahun 2005 juga dapat diketahui bahwa perkampungan Arab tidak hanya ada di seberang ulu, melainkan juga di seberang ilir Sungai Musi, yaitu Kutobatu. Selain pola permukiman dan rumah-rumah tinggal yang masih memperlihatkan arsitektur lama, Kampung Almunawar masih memperlihatkan tradisi keagamaan dan budaya yang tidak dilakukan oleh sebagian besar suku-suku lain yang ada di Palembang. Pada awal tahun 2000an kampung Almunawar terancam keberadaannya karena rencana pemerintah yang akan membangun jembatan Musi III. Selain kampung Almunawar yang terkena dampak pembangunan jembatan tersebut adalah kampung Kutobatu. Untuk mempertahankan keberadaan kampung dari upaya penggusuran, masyarakat dibantu oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan para pelestari sejarah dan cagar budaya dilakukan berbagai upaya untuk menggagalkan pemerintah dalam pembangunan jembatan. Usaha ini berhasil dan keberadaan kampung-kampung Arab di Palembang masih bisa disaksikan sampai saat ini. Setelah berhasil mempertahankan kampung, masyarakat ingin melakukan pengembangan di kawasan tersebut. Namun, upaya mereka selama belum berhasil sampai pada tahun 2016 pemerintah provinsi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan berupaya melakukan revitalisasi kawasan ini. Revitalisasi masih terbatas pada pembangunan fisik dan belum menyentuh aspek kultural dan nilai-nilai penting lain, yang merupakan keunikan dan ciri khas Kampung Almunawar sebagai kawasan sejarah atau kawasan cagar budaya. Proses revitalisasi dalam tahap pengerjaannya tidak melibatkan tenaga-tenaga ahli yang berkompen di bidang sejarah dan cagar budaya sehingga beberapa bagian asli kawasan ini dihilangkan dengan alasan tidak tersedianya bahan pengganti. Kampung Almunawar merupakan salah satu pemukiman pendatang asing di Palembang yang sampai saat ini masih mempertahankan homogenitasnya. Homogenitas inilah yang tidak dimiliki oleh kampung-kampung lain di Palembang. Homogenitas, budaya, tradisi dan bangunan-bangunan bersejarah dengan ciri arsitektur tradisional dan indies merupakan salah satu daya tarik dan menjadi identitas kawasan. Permasalahan yang terjadi pada kawasan kampung Al-Munawar yaitu proses revitalisasi yang masih sebatas pada bangunan (tangible) dan mengabaikan aspek intangible yang ada di Kampung Almunawar dan tidak adanya tenaga ahli di bidang sejarah dan cagar budaya. Selain itu juga kerusakan yang terjadi pada beberapa komponen bangunan belum mendapat perhatian yang serius sehingga mengancam kelestariannya. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: 1. Bagaimana karakteristik bangunan (tangible) dan budaya non bendawi (intangible) di Kampung Almunawar? 2. Komponen-komponen dan bangunan-bangunan mana saja di kawasan ini yang mengalami kerusakan?. 3. Bagaimana bentuk pengelolaan pelestarian kawasan Kampung Almunawar?. Tujuan : 1. Teridentifikasikannya karakteristik bangunan (tangible) dan budaya non bendawi (intangible) di Kampung Almunawar. 2. Diketahuinya komponen-komponen dan bangunan-bangunan mana saja di kawasan ini yang mengalami kerusakan. 3. Arahan pengelolaan pelestarian kawasan Kampung Almunawar. 90 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Metode Penelitian Retno Purwanti Penelitian di kawasan Kampung Almunawwar menggunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu survei dengan cara melakukan wawancara dengan masyarakat yang terpilih untuk mengetahui sejarah dan budaya non bendawi yang masih dilakukan oleh masyarakat. Selain itu juga dilakukan observasi melalui pengamatan terhadap bangunanbangunan kuna dan data arsip (peta, foto, buku, jurnal). Adapun metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Sejarah Kampung Al Munawar Perkampungan Arab Almunawar menurut masyarakat didirikan oleh Habib Abdurrahman Al- Munawwar yang datang dari Hadramaut, Yaman Selatan pada awal abad ke-18. Rumah-rumah kuno di kampung ini yang berjumlah delapan bangunan didirikan oleh Habib Abdurrahman Al-Munawwar untuk anak-anaknya yang sudah menikahdan sudah menikah. Rumah-rumah tersebut menurut warga yang menempati sudah ditinggali selama tujuh sampai delapan generasi, sehingga diyakini umurnya antara 200-300 tahun. Saat datang ke Palembang Habib Abdurrahman Al-Munawwar masih muda dan lajang. Namun, dari hasil penelitian Azyumardi Azra adalah orang-orang Arab yang didatangkan oleh Sultan Abdurahman dari Aceh untuk memulihkan kondisi perekonomian Palembang yang terpuruk setelah kraton Kutogawang dibumihanguskan oleh Belanda pada tahun 1659 (Purwanti, 2005). Orang-orang Arab ini diberi keleluasaan untuk bermukim di Palembang sampai pada masa Sultan Mahmud Badaruddin pada awal abad ke-19 (Berg, 2010: 108). Dari segi populasi jumlah orang Arab di Palembang menempati jumlah kedua terbanyak yang ada di nusantara setelah Aceh. Karakteristik Bangunan Rumah Gambar 1. Kampung Almunawar (Sumber: Johannes Adiyanto) Ciri khas rumah-rumah kuna di Kampung Almunawwar adalah bentuk arsitektur rumah, yang terdiri dari arsitektur Rumah Limas, Indies, Rumah Panggung dan Gabungan antara Rumah Panggung dan Indies. Kekhasan lain adalah nama-nama yang diberikan oleh masyarakat pada bangunannya. Adapun nama-nama bangunan rumah tersebut antara lain: Rumah Kembar Laut, Rumah Tinggi, Rumah Darat, Rumah Batu, Rumah Kembar Darat dan Rumah Tengah. Penamaan rumahrumah tersebut didasarkan pada keletakaannya terhadap sungai Musi dan bahan yang digunakan untuk pembangunannya. Penyebutan nama tersebut juga berfungsi sebagai identitas dan pembeda antara satu rumah dengan rumah lainnya. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 91

Pelestarian Kawasan Kampung Arab Almunawar Palembang Gambar 2. Angka tahun di Rumah Tengah (Sumber: Balar Sumsel) Gambar 3. Rumah Darat (Sumber: Balar Sumsel) Rumah Kembar Laut terletak di tepi Sungai Musi atau menghadap ke arah sungai Musi (Utara) (Lihat gambar 1). Rumah ini merupakan gabungan dua buah rumah Limas yang dipisahkan oleh ruangan terbuka, namun dihubungkan dengan semacam jembatan dari kayu. Rumah Tinggi merupakan rumah yang didirikan pada tahun 1875 Masehi oleh Al Habib Abdurrahman. Rumah ini berarsitektur rumah limas dan berbentuk rumah panggung, namun ketinggian tiangnya lebih tinggi dari rumah-rumah limas lainnya yang ada di sekitarnya pada saat itu. Oleh karena rumah ini secara turun temurun disebut dengan Rumah Tinggi. Konstruksi bangunannya menggunakan konstruksi kayu yaitu bangunan yang konstruksi utamanya adalah rangka yang menyangga bagian atap yang bahannya dari kayu (Parmono Atmadi 1979: 6). Rumah Darat disebut demikian karena terletak jauh dari tepian sungai Musi dan terletak tepat di depan Rumah Tinggi. Bentuk arsitektur rumah ini adalah limas dan mempunyai garang pada awal pendiriannya. Namun seiring dengan perkembangan jumlah penghuni, maka garang tersebut kemudian dihilangkan dan bagian ini dipisah, sehingga membentuk rumah lain yang mandiri. Pemisahan ini terjadi sekitar awal abad ke-20. yang membedakan Rumah Darat dengan Rumah Tinggi adalah bentuk dan keletakan tangga naiknya. Rumah darat tangganya terletak di kanan dan kiri rumah dan selrurhnya terbuat dari kayu, jadi merupakan bentuk asli rumah limas Palembang. Sementara tangga naik Rumah Darat diletakkan di bagian tengah dan terbuat dari batu. Berbeda dengan kedua rumah tersebut, Rumah Tengah sebenarnya merupakan rumah tingkat Arab, karena rumah ini disusun bertingkat dan bentuk arsitektur seperti ini hanya dijumpai pada rumah-rumah tingkat milik orang-orang Arab di Palembang. Bentuk arsitektur rumah ini merupakan perpaduan antara rumah Limas dan Indies dan dibangun dengan menggunakan konstruksi campuran antara kayu dan batu. Rumah ini disebut Rumah Tengah, karena keletakannya yang ada di tengah, diapit oleh Rumah Kembar Batu, Rumah Tinggi, Rumah Darat dan Rumah Batu. Yang menarik dari rumah ini adalah hiasan pada bagian atas kusen jendela, yaitu hiasan krawang dengan morif bunga, namun di bagian tengahnya menggunakan angka Arab ١٢٠٢. Angka tahun di atas jendela rumah tinggi ini adalah 1206 H, yang jika dikonfersikan ke dalam tahun Masehi adalah 1792. Dengan angka tahun tersebut, maka motif hiasan sejaman dengan masa pemerintahan Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Motif hiasan tersebut kemungkinan berasal dari bangunan Rumah Tinggi, karena persamaan bentuk motif hiasannya. 92 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Retno Purwanti Gambar 4. Rumah Darat, Rumah Tengah dan Rumah Kembar Batu (Sumber: Johannes Adiyanto) Rumah Kembar Batu terdiri dari dua buah rumah yang berdiri saling berhadapan dan dipisahkan oleh sebuah halaman di depannya. Salah satu rumah ini terletak di sebelah kanan Rumah Batu, sementara rumah lainnya terletak di sebelah kiri Rumah Tengah. Rumah Kembar Batu tersebut merupakan rumah tipe Tingkat Arab dengan menggunakan konstruksi batu. Gaya arsitekturnya adalah Indies. Karakteristik Budaya Intangible Masyarakat Kampung Almunawar merupakan masyarakat yang homogen dan mengembangkan budaya yang diadaptasi dari budaya yang dibawa dari negara asal maupun budaya lokal. Budaya yang dibawa dari negara asal leluhur mereka adalah bahasa dan seni tari (zapin). Tari zapin biasa dipentaskan pada saat acara haul maupun acara pernikahan. Tradisi haul Habib Abdurrahman Al- Munawar (pendiri kampung) dilakukan setiap tanggal 7 Rajab. Kekhasan dalam penyelenggaraan haul pendiri kampung adalah dihelatnya acara ijab kabul pasangan pengantin yang jumlahnya antara 2-8 pasang pengantin. Setelah itu, pasangan yang telah resmi menikah tersebut kemudian disandingkan di dalam Rumah Kembar Laut. Sampai akhir tahun 1990-an, pengantin laki-laki diajak menari zapin oleh para pemuda di halaman depan Rumah Kembar Laut. Setelah itu, pengantin laki-laki diceburkan ke Sungai Musi. Busana pengantin yang dikenakan adalah busana pengantin adat Palembang. Budaya lokal lain yang mereka kembangkan ialah aneka makanan asli Palembang. Selain itu adalah tradisi rumpak-rumpak, yaitu berkunjung ke tempat para ulama, habib atau syeikh setiap perayaan Idul Fitri atau Idul Adha masih tetap dipertahankan. Identifikasi Kerusakan Bangunan Rumah-rumah kuna di Kampung Almunawar memiliki usia lebih dari 100 tahun sehingga wajar jika mengalami kerusakan di berbagai bagian komponen rumah, terutama yang terbuat dari konstruksi kayu. Di Rumah Darat kerusakan tampak pada papan lantai, kusen dan jendela, serta bagian dinding. Sementara itu, rumah-rumah yang terbuat dari konstruksi batu mengalami kerusakan pada bagian dinding yang mengalami keretakan dan ubinnya pecah. Pengelolaan Pelestarian Kawasan Kampung Almunawar Strategi pelestarian terhadap fisik bangunan rumah didasarkan pada nilai penting, baik nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. Penetapan arahan pelestarian didasarkan pada hasil studi kelayakan terhadap fisik bangunan, yang meliputi keaslian, kejamakan, kelangkaan, kesejarahan, keluarbiasaan dan kekhasan citra kawasan (Antariksa, 2016: 121-122). Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 93

Pelestarian Kawasan Kampung Arab Almunawar Palembang Arahan pelestarian untuk budaya non bendawi didasarkan pada observasi dan wawancara dengan masyarakat. Bentuk arahannya berupa kebijakan yang diambil, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Salah satu kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah dan diampu oleh komunitas adalah diselenggarakannya Festival Kopi Al-Munawar. Keunikan budaya dan homogenitas masyarakat Kampung Almunawar sejak lama telah menarik perhatian kaum wisatawan lokal, nusantara dan mancanegara. Berdasarkan studi kelayakan, maka arahan pelestarian kawasan harus memperhatikan tata guna lahan terkait dengan fungsi perdagangan, fungsi pendidikan, fungsi obyek wisata dan fungsi rumah tinggal. Kesimpulan Kampung Almunawar merupakan salah satu permukiman komunitas Arab yang ada di Palembang. Komunitas Arab di kampung ini memiliki keunikan budaya tangible dan intagible. Rumah-rumah kuna yang ada di kampung ini ditata mengikuti pola mengelompok di sekitar lapangan terbuka. Pola ini masih bertahan sampai sekarang. Begitupun dengan bentuk arsitektur rumah juga tidak mengalami perubahan. Homogenitas masyarakat Kampung Almunawar merupakan keunikan dan kekhasan yang tidak dimiliki oleh perkampungan lain di Palembang. Kekhasan itu didukung eksistensi budaya intangible, baik yang dibawa dari negara asal maupun budaya lokal. Berdasarkan pada keunikan dan kekhasan tersebut, arahan pelestarian kawasan harus dilakukan lintas sektoral. Daftar Pustaka Antariksa. (2016). Teori & Metode Pelestarian Kawasan Pecinan. yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. Atmadi, P. (1979). Beberapa Patokan Perancangan Bangunan Candi Suatu Penelitian Melalui Ungkapan Bangunan Pada Relief Candi Borobudur. Jakarta: Proyek Pelita Pemugaran Candi Borobudur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Berg, L.W.C. van den. (2010). Orang Arab di Nusantara. Depok: Komunitas Bambu. Mujib. (2000). Pemberdayaan Masyarakat Asing di Palembang Pada Masa Kesultanan. Proceeding Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi, Bedugul 14-18 Juli 2000. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Mujib. (2003). Tinggalan Budaya dan Perkampungan Masa Kesultanan dan Kolonial di Seberang Ulu Kota Palembang. Berita Penelitian Arkeologi No.14. Palembang: Balai Arkeologi Palembang-Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata-Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Novita, A. (2006). Permukiman Kelompok Etnis Arab Sejarah Perkembangan Permukiman Kota Palembang Pasca Masa Sriwijaya. Berita Penelitian Arkeologi No.9. Palembang: Proyek Penelitian Arkeologi Sumatera Selatan- Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Novita, A. (2014). Perubahan Gaya Arsitektur pada Rumah Tinggal di Situs Almunawar, Palembang Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Arkeologi. Jurnal Siddhayatra, Volume 19 Nomor 2 November 20141, 127-135. Purwanti, R. (2005). Komunitas Arab Palembang dalam Perspektif Arkeologi. Makalah Seminar Sehari Kantong- Kantong Permukiman Arab Palembang. Fakultas Adab-IAIN Raden Fatah Palembang (tidak terbit). Rahim, H. (1998). Sistem Otoritas dan Administrasi Islam Studi tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang. Jakarta: Logos. Sevenhoven, J.L. van. (1971). Lukisan tentang Ibukota Palembang. Jakarta: Bhratara. 94 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017