BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Leony Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Benda Cagar Budaya tahun 1992 nomor 5, secara eksplisit dikemukakan bahwa syarat sebuah Benda Cagar Budaya adalah baik secara keseluruhan maupun pada bagian-bagian yang tersisanya telah berumur minimal 50 tahun. Tidak hanya itu, apabila gaya yang dimiliki oleh benda tersebut ternyata khas dan langka serta bernilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, maka benda tersebut juga dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya yang patut dilindungi. Benda Cagar Budaya juga merupakan warisan budaya dan sejarah, serta bukti sejarah kehidupan budaya bangsa yang mempunyai nilai sangat penting bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan bangsa Indonesia. Selain itu, pentingnya keberadaan bangunan tua bersejarah tersebut juga sebagai saksi bisu sejarah suatu masa yang mencerminkan identitas daerah atau masyarakatnya pada periode tertentu (Dinas Museum dan Sejarah, 1993). Untuk mempelajari kehidupan manusia di masa lampau berdasarkan bukti benda-benda peninggalan tersebut digunakan ilmu arkeologi. Salah satu periode dalam studi arkeologi Indonesia adalah periode Kolonial. Bentang waktu yang panjang dalam periode Kolonial ini telah meninggalkan banyak pengaruh kebudayaan bagi bangsa kita. Peninggalan-peninggalan dari masa kolonial ini dimulai dari datangnya bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke-16 dan ke-17, yaitu Portugis dan Belanda, yang kemudian menetap. Sejak lama Kepulauan Nusantara terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Hal ini menyebabkan banyak bangsa asing terutama Bangsa Barat datang ke Nusantara. Mereka saling bersaing berusaha untuk mendapatkan secara langsung rempah-rempah tersebut (Van den End, 2005:28-29). Di berbagai daerah yang didatangi, ternyata tidak sedikit di antara mereka yang kemudian mendirikan bangunan-bangunan umum seperti gedunggedung dan bangunan-bangunan khusus seperti pelabuhan untuk memperlancar usaha dagang. Pendirian sebuah gedung, bagaimanapun tak dapat terlepas dari arsitektur atau seni bangunan, baik yang berhubungan dengan aspek keindahan dari suatu
2 2 bangunan, maupun sebagai ilmu bangunan yang memiliki latar belakang perkembangan gaya dan teknik konstruksi (Watterson, 1968:4). Seni bangunan atau yang dikenal pula dengan istilah arsitektur merupakan karya manusia untuk manusia, berarti sesungguhnya arsitektur tidak dapat dinilai hanya sebagai suatu seni bangunan saja, tetapi harus selalu dalam konteks manusianya (Boedojo, 1986:2). Dalam dunia arsitektur hubungan dengan masa lalu merupakan persyaratan utama untuk menciptakan karya arsitektur yang proporsional, baik dan mantap untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang (Sumalyo, 1998:1). Istilah arsitektur itu sendiri memiliki beberapa pengertian. Menurut Martin S. Briggs, arsitektur adalah bangunan yang berbeda dengan bangunan lain karena di dalamnya terkandung tiga unsur yaitu barang atau bahan (commoditie), kekuatan atau kekokohan (firmness), dan kesenangan (delight). Maksud dari pengertian tersebut adalah bahwa sebuah bangunan dibangun tidak hanya sesuai kegunaannya, tapi juga harus memperhatikan segi kekuatan atau kekokohannya (firmness). Untuk memperoleh bangunan yang kuat diperlukan bahan bangunan yang baik (commoditie). Selain itu bangunan tersebut harus memberikan kesenangan bagi yang melihatnya (delight). Oleh karena itu pada bangunan tersebut juga ditambahkan berbagai ornamen atau hiasan (Briggs, 1959:18). Berdasarkan Mc Grow-Hill Encyclopedia of Science and Technology, arsitektur adalah kajian tentang rancang bangun dan struktur bangunan (Vol. I, 1960:520). The Harper Encyclopedia of Science, (Vol. I, 1963:84) menyatakan arsitektur terdiri dari teori dan teknik mendirikan bangunan termasuk perencanaan, rancang bangun strukturnya, dan seni bangunnya baik untuk tujuantujuan ekspresif fungsional maupun simbolik. Adapun seni bangunan kolonial meliputi rumah tinggal, gedung-gedung pemerintahan/umum, perkantoran, benteng, monumen, bangunan keagamaan dan sebagainya, khususnya yang memiliki nilai keindahan, nilai historis atau mewakili jamannya (Soekiman, 1980). Dari sekian banyak peninggalan masa Kolonial tersebut, yang dibicarakan di sini adalah gereja. Kata gereja berasal dari sebuah kata pokok dalam bahasa Portugis, yaitu igreja. Kata igreja ini sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ekklesia yang artinya mereka yang dipanggil, kaum
3 3 (golongan Kyriake) yang dimiliki Tuhan (Heuken, 1992:341). Gereja merupakan tempat ibadah buat agama Kristen. Sebelum agama Kristen masuk ke Indonesia, agama di negeri ini sudah melalui sejarah yang panjang. Orang biasa membedakan antara agama Indonesia asli dan agama-agama yang datang kemudian (Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen). Agama Indonesia asli dibawa oleh suku-suku yang zaman dahulu kala memasuki Indonesia. Sementara itu, agama Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen dibawa oleh saudagar-saudagar dari luar yang datang ke Indonesia. Agama Kristen dibawa oleh bangsa-bangsa Barat pada abad ke-16 dan ke-17, yaitu Portugis dan Belanda. bangsa Portugis menganut agama Kristen Katolik, sedangkan Belanda adalah pengikut Reformasi (Calvin) atau disebut Protestan. Perbedaan dengan agama Kristen Katolik adalah Negara tidak berada di bawah gereja, tidak juga di atasnya, tetapi di sampingnya, dan keduanya harus bekerja sama demi kemajuan Kerajaan Allah (Van den End, 2005:13-25). Arsitektur masing-masing bangunan sangat berkaitan dengan kemajuan teknologinya (Snyder & Catanese, 1984:334). Demikian juga halnya dengan bangunan-bangunan gereja yang ada di Indonesia memiliki arsitektur yang beraneka ragam dan masing-masing arsitektur ini mencerminkan kemajuan teknologi dan perkembangan gaya seni. Sejak abad ke-12 M pantai timur laut Sumatera Utara berfungsi sebagai lokasi tumpuan jaringan perdagangan yang menghidupi kawasan pedalaman, seperti Bandar, Perumbukan, Belawan, dan Bedagai. Hingga kurun abad ke-18, kawasan di Sumatera Utara berlaku sebagai perantara antara pihak asing dengan pihak lain di kawasan Barat Sumatera. Medan yang berada di belahan timur Sumatera Utara merupakan kota terbesar di pulau ini. Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, dan dengan wilayah Deli Serdang di sebelah timur, selatan, dan barat. Hal ini membuat Medan menjadi sebuah pusat perdagangan sejak tahun Bukti keagungannya dahulu adalah pada tahun 1886 Belanda menjadikannya ibukota. Pada tanggal 4 April 1909 Medan diberi status pemerintahan otonom. Di bawah pemerintahan inilah kota Medan mengadakan pembangunan jalan-jalan baru, jembatan, pipa air minum, listrik, klinik-klinik, dan tempat beribadah (Koestoro, 2006:12-22).
4 4 Peta 1.1. Peta Provinsi Sumatera Utara (Sumber: Balai Arkeologi Medan, 2007)
5 5 Kota Medan sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara juga merupakan salah satu daerah yang perkembangan agama Kristennya cukup besar. Sejak tahun 1820 tiga pekabar injil dari perhimpunan pekabar injil Baptis di Inggris memasuki daerah-daerah Sumatra, yaitu salah satunya Burton yang diutus ke Sibolga (Sumatra Utara) (Kruger, 1966:208). Sejak saat itu terus dilakukan penyebaranpenyebaran Injil ke daerah Sumatera Utara hingga akhirnya pada tahun 1915 didirikan gereja Protestan pertama di Medan, yaitu gereja Gereformeerd atau sekarang Gereja Kristen Indonesia (GKI), yang menjadi topik penelitian. Oleh karena itu, dapat dikatakan bangunan gereja merupakan ciri khas peninggalan arkeologi bercorak keagamaan yang dapat mewakili arsitektur bangunanbangunan kolonial yang ada di kota Medan. Sebuah gereja yang masih berdiri megah di Kota Medan, Sumatera Utara, adalah GKI Sumut Medan. Gereja yang terletak di Jl. H.Z. Arifin 126 dalam wilayah Kelurahan Petisah Tengah ini tepat berada di sebelah timur/depan Kuil Shri Mariamman. Gereja ini pada mulanya bernama Gereja Gereformeerd Sumatra-Utara Medan dan merupakan gereja Calvinist pertama di Medan (Koestoro, 2006:69). Berdasarkan undang-undang Bangunan Cagar Budaya, bangunan ini termasuk dalam daftar Tim Khusus Pembangunan D. Tetengger Sumatera Utara S.K. GUBSU K.1995 sebagai bangunan yang dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya tahun 1992 nomor 5. Gereja GKI Sumut Medan pada awalnya tumbuh dari kelompok yang terdiri dari beberapa orang anggota Gereja Gereformeerd Kwitang Jakarta. Kelompok pelayanan ini dimulai tanggal 1 Januari 1904 dan terus berkembang, hingga pada tahun 1913 telah meluas daerah pelayanannya. Pelayanan yang semakin berkembang ini, pada tanggal 16 Agustus 1915 dilembagakan tersendiri menjadi Perkumpulan Gereformeerd (Gereformeerd Vereniging) dengan jumlah sudah mencapai 60 orang. Untuk pembinaan warga kelompok ini, Majelis Gereja Gereformeerd Kwitang Jakarta menugaskan Ds. W.S. de Haas sebagai Pendeta utusan 1. Sejak berdiri sampai sekarang bangunan ini belum pernah diteliti secara mendalam oleh pihak yang menangani bidang arkeologi, baik itu permuseuman, 1 Dituliskan dalam Tata Tertib Acara Kebaktian Syukur Menyambut HUT RI ke-50 Tahun dan HUT ke-80 Tahun GKI Sumut Medan.
6 6 Badan Warisan Sumatera, Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, maupun Balai Arkeologi. Penelitian yang dilakukan hanya sebatas sejarah bangunan GKI Medan seperti yang telah ditulis secara singkat di dalam beberapa buku antara lain oleh: Lucas Partanda, dkk (2007) dan Loekman Sinar (1993), namun demikian belum pernah dilakukan penelitian khusus tentang arsitektur bangunan gereja ini. Foto 1.1. Gereja Kristen Indonesia Sumut Medan (Sumber: Foto Koleksi Arsip Nasional tahun1924) 1.2. Ruang Lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi sejarah, arsitektur bangunan gereja beserta komponen-komponennya yang terdapat pada bangunan gereja seperti atap, dinding, tiang, mimbar, pintu, jendela, lantai, pondasi, balkon, menara, dan ruang
7 7 pertemuan. Aspek yang diteliti adalah komponen-komponen arsitektural dan ornamental pada bangunan GKI Sumut Medan. Data primer dalam penelitian ini adalah bangunan GKI Sumut Medan dan komponen-komponennya yang terletak di sekitar bangunan, seperti komponenkomponen pelengkap di dalam bangunan yang juga telah berusia lebih dari 50 tahun sesuai dengan persyaratan pada Undang-Undang Benda Cagar Budaya tahun 1992 nomor 5. Kemudian data sekunder meliputi literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan dengan topik penelitian, serta data pemugaran gerejanya Masalah dan Tujuan Penelitian Penelitian mengenai GKI Sumut Medan yang telah dilakukan sebelumnya dapat dikatakan sangat minim. Penelitian-penelitian yang ada lebih kepada penelitian mengenai bangunan-bangunan cagar budaya di Kota Medan dan salah satunya adalah hanya menyebut GKI Sumut Medan sebagai bangunan cagar budaya peninggalan Belanda. Hal ini menyebabkan aspek-aspek mengenai bangunan GKI Sumut Medan dapat dikatakan belum terungkap secara lebih luas. Penelitian secara khusus dan mendalam terhadap bangunan GKI belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan atas tinggalan gereja di Indonesia, di Sumatera pada khususnya, selama ini masih sangat jarang. Dari penelitian yang telah dilakukan kebanyakan lebih berorientasi pada gereja-gereja yang terletak di pulau Jawa, seperti yang tertulis pada buku Gereja-Gereja Tua di Jakarta (Heuken, 2003) dan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia (Yulianto Sumalyo, 1998). Selain itu, dalam mendirikan bangunan peribadatan umat Kristen, tidak terdapat aturan arsitektural yang baku seperti halnya pada bangunan peribadatan agama lain. Sebuah arsitektur bangunan gereja biasanya mendapat pengaruh dari gaya 2 seni yang berkembang pada jaman gereja tersebut dibangun. Unsur seni di daerah itu sendiri (lokal) juga memberikan pengaruh dalam proses 2 Beberapa ahli mengemukakan beberapa pengertian gaya. Menurut Briggs, gaya adalah gambaran bangunan pada saat periode atau wilayah pada suatu periode dan dapat dibedakan berdasarkan bentuk umum, konstruksi dan hiasannya (Briggs, 1959:322). Dagobart D. Runes dan Harry G. Schriekel mengatakan gaya adalah suatu ciri atau karakter khusus yang dapat menandai waktu atau kelompok karya seni dan juga dapat membedakan suatu karya seni dengan karya seni lainnya (Runes&Dagobart, 1946:74). Sedangkan Wolf menyatakan bahwa gaya adalah ciri-ciri bentuk atau teknik yang dikenakan pada suatu karya, atau juga kepada seniman, aliran/gerakan, periode/wilayah (Wolf, 1959:682).
8 8 pembangunannya. Inilah yang menjadi permasalahan pada penelitian ini, yaitu sejauh apakan keberadaan unsur lokal dalam bangunan GKI Sumut Medan. Sehubungan dengan apa yang diuraikan itu, terdapat beberapa pertanyaan yang menarik untuk dikemukakan dari GKI Sumut Medan, yaitu: 1. Bagaimanakah bentuk arsitektur dan ornamen bangunan GKI Sumut Medan? 2. Selain unsur arsitektur asing, pada bangunan GKI Sumut Medan juga terdapat unsur arsitektur lokal. Bagaimanakah bentuk-bentuk unsur lokal dan terdapat pada bagian-bagian mana sajakah unsur lokal tersebut? Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, diharapkan dapat dibuat gambaran tentang arsitektur bangunan GKI Sumut Medan secara utuh dan lengkap. Adapun penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu memaparkan bentuk arsitektur bangunan GKI Sumut Medan, serta menjelaskan unsur-unsur arsitektural dan ornamental yang terdapat pada bangunan GKI Sumut Medan sehingga pada akhirnya dapat diuraikan sejauh mana peran unsur arsitektur asing dan unsur arsitektur lokal pada bangunan GKI Sumut Medan. Tujuan penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai gereja tua di Sumatera, serta dapat bermanfaat bagi penelitian mengenai bentuk gereja tua di Indonesia pada umumnya Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Medan dengan menggunakan objek penelitian berupa bangunan gereja tua peninggalan masa Kolonial yaitu GKI Sumut Medan. Pada dasarnya metode yang umum dipakai dalam ilmu arkeologi terdiri atas tiga tahap atau tingkatan, yaitu tahap-tahap pengumpulan data (observation), pengolahan data (description), dan tahap penafsiran data (explanation) (Deetz, 1987: 8). Sebagai langkah awal dalam upaya mencapai tujuan penelitian dikumpulkan sebanyak mungkin data dan keterangan yang diperlukan. Data ini diperoleh dari studi kepustakaan dan pengumpulan data di lapangan. Melalui studi kepustakaan dikumpulkan kepustakaan yang berhubungan dengan objek
9 9 penelitian dan yang berkaitan dengan latar sejarah objek penelitian tanpa mengesampingkan pustaka-pustaka lain yang sekiranya masih berhubungan dan dapat mendukung penelitian ini. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data lapangan, dengan cara melakukan pemerian baik verbal maupun piktorial. Dalam hal ini yang dilakukan adalah pencatatan, penggambaran, pengukuran, pemotretan terhadap semua data yaitu unsur-unsur bangunan seperti antara lain atap, dinding, dan lantai. Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengukur langsung pada objek penelitian. Hasil dari pengumpulan data dianalisis pada tahap ini menggunakan analisis perbandingan. Unsur-unsur arsitektural dan ornamental pada bangunan GKI Sumut Medan dibandingkan dengan bangunan lain yang sudah diidentifikasi gaya arsitekturnya. Dari perbandingan ini dapat diketahui apa saja unsur-unsur arsitektur pada bangunan GKI Sumut Medan. Pada tahap ini dibuat pemilahan komponen-komponen arsitektural dan ornamental bangunan GKI Sumut Medan. Komponen-komponen bangunan inilah yang nantinya dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang sudah diketahui gaya arsitekturnya. Bangunanbangunan yang dijadikan pembanding adalah gereja-gereja Protestan di Jawa seperti gereja Sion, gereja Anglikan, dan gereja Kwitang. Untuk menemukan unsur lokal pada bangunan GKI Sumut Medan maka dilakukan pembandingan dengan bangunan tradisional Melayu di Sumatera Utara. Bangunan-bangunan tersebut dijadikan bahan pembanding karena memiliki bagian bangunan dan bentuk arsitektur yang hampir sama dengan bangunan GKI Sumut Medan. Tingkat (tahap) terakhir dari metode penelitian ini adalah membuat suatu penafsiran. Penelitian yang bersifat deskriptif ini ditujukan untuk mengungkapkan bagian-bagian mana saja dari bangunan GKI Sumut Medan yang terdapat unsur asing dan unsur lokal. Hasil dari tahap analisis digunakan untuk menunjukkan bentuk unsur lokal pada bangunan GKI Sumut Medan.
sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masuknya bangsa Eropa ke Indonesia pertama kali ditandai dengan kedatangan bangsa Portugis pada abad 16 M kemudian diteruskan dengan kedatangan bangsa Belanda yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gedung bouwpleog..., Yuri Arief Waspodo, FIB UI, 2009
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari sisa-sisa peninggalan budaya masa lalu untuk mengungkapkan kehidupan masyarakat pendukung kebudayaannya serta berusaha untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gaya bangunan..., Cheviano Eduardo Alputila, FIB UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolonisasi di Indonesia, khususnya yang dilakukan oleh orang Belanda, menghasilkan banyak sekali tinggalan berupa bangunan yang bergaya kolonial. Selain kantor dagang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kedatangan etnis Tamil dimulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggaran 2013 yang menyebutkan bahwa : Secara geografis, Kota Medan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau berdasarkan kedudukan, fungsi dan peranannya maka Kota Medan memiliki modal dasar pembangunan ekonomi yang potensial. Hal ini ditandai dengan terus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu bentuk arsitektur yang umum dikenal bagi masyarakat Islam adalah bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari segala
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Bntuk dan..., Albertus Napitupulu, FIB UI, 2009
BAB 4 KESIMPULAN Pembangunan sarana dan prasarana bagi kebutuhan pemerintahan dan orang-orang barat di Bandung sejalan dengan penetapan kota Bandung sebagai Gemeente pada tahun 1906. Gereja sebagai tempat
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang meliputi Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, dan Kesultanan Asahan, salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Gereja merupakan bangunan ibadat umat kristiani yang mewadahi kegiatan spiritual bagi jemaatnya. Berbagai bentuk desain gereja telah tercipta sejak berabad-abad silam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias daerah atau suku suku yang telah membudaya berabad abad. Berbagai ragam hias yang ada di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki beranekaragam sejarah dan kebudayaan. Salah satu bentuk peninggalan sejarah yang masih ada sampai sekarang dan beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan populasi penduduk
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan populasi penduduk melebihi 200 juta penduduk, bangsa Indonesia terdiri dari multi ras, etnis, kultur, dan agama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Medan dikenal dengan nama Tanah Deli dengan keadaan tanah berawa-rawa kurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Medan merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Utara. Pada awalnya kota Medan dikenal dengan nama Tanah Deli dengan keadaan tanah berawa-rawa kurang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti aspek ekonomi, religi, seni, filsafat, dan termasuk juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, emosional, individual, abadi dan universal. Sesuai dengan salah satu sifat seni yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal memiliki segudang sejarah yang panjang dari kebudayaankebudayaan masa lampau. Sejarah tersebut hingga kini masih dapat dinikmati baik dari
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian
Lebih terperinciMUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Batasan Pengertian Judul Museum :Gedung yg digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu
Lebih terperinciMENGENAL GEREJA BLENDUK SEBAGAI SALAH SATU LAND MARK KOTA SEMARANG
MENGENAL GEREJA BLENDUK SEBAGAI SALAH SATU LAND MARK KOTA SEMARANG Moedjiono 1, Indriastjario 2 1,2 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang Jl. Prof Sudarto SH Tembalang Semarang
Lebih terperinciPerpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinci, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.
Lebih terperinciLebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan arsitektur di dunia maupun di Indonesia sendiri. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu hal yang paling penting bagi sebuah agama adalah tempat ibadah. Dan tempat ibadah tersebut dapat berupa gedung ataupun bangunan yang lain. Sebuah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanda datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1569 dan melabuhkan kapalnya di pelabuhan Banten. Pada tahun 1610 mereka membangun benteng sebagai tempat pertahanan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK 1.1.1 Tinjauan Umum Gereja Dengan adanya perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, mengakibatkan manusia berlomba-lomba dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.
Lebih terperinciKANTOR SINODE GEREJA KRISTEN JAWA (GKJ) DI SALATIGA BABI PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen dimana terdapat
BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen dimana terdapat bermacam macam pemeluk agama dan pemeluk keyakinan dan semuanya memiliki hak yang sama dalam menjalankan
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR
STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masehi Injili di Timor). Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) pada waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) merupakan gereja yang dibentuk berdasarkan Keputusan Sidang Sinode Am ketiga Gereja Protestan di Indonesia (GPI) tahun
Lebih terperinciUKDW PENDAHULUAN. GEDUNG GEREJA GKST BUKIT MORIA di KOTA PALU SULAWESI TENGAH CHRISMANTO LAULA PULAU SULAWESI KOTA PALU
PENDAHULUAN PROFIL Kota palu secara geografis berada di wilayah kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Terletak di sebelah garis khatulistiwa pada astronomis 0,36º LU- 0,56º LU dan 199,45º BT- 120,01º
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kain batik sudah menjadi semacam identitas tersendiri bagi masyarakat Jawa. Motif dan coraknya yang beragam dan memikat memiliki daya jual yang tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peninggalan sejarah merupakan suatu warisan budaya yang menceritakan keluhuran dari suatu budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar di seluruh kepulauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan
Lebih terperinciBAB 2 GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI ) SUMUT MEDAN
10 BAB 2 GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI ) SUMUT MEDAN 2.1. Lokasi Gereja Kristen Indonesia di Kota Medan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Medan, Sumatra Utara, yang dulu bernama Gereja Gereformeerd Medan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk kota terbesar ketiga di Indonesia. Tidak hanya besar dari segi wilayah, namun juga besar
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif, sehingga dalam penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yang pertama adalah penelitian lapangan dan yang kedua adalah penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik tersendiri karena penduduknya yang beragam budaya dan agama. Untuk memasuki kota Semarang dapat
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 149 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN GEREJA EMMANUEL DI KOTA KEDIRI SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Inkulturasi budaya Indonesia berawal dari masuknya bangsa-bangsa asing ke Indonesia yang awalnya memiliki tujuan untuk berdagang. Dengan masuknya budaya-budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh occidental (Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk kebudayaan, hal ini antara lain dapat dilihat dalam
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN BANGUNAN BERCIRIKAN ORNAMEN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak jaman kerajaan-kerajaan
Lebih terperinciABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, )
ABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, 1873-1924) Oleh NOVALINDA NIM : 27105006 Istana Maimun merupakan salah satu peninggalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Multikulturalisme dan pluralisme adalah esensi Bhineka Tunggal Ika yaitu keragaman dalam kesatuan yang mana memiliki peran besar dalam pembangunan bangsa. Selain itu,
Lebih terperinciSejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung Andita Aprilina Nugraheni anditaprilina2804@gmail.com Mahasiswa Program Sarjana, Prodi Arsitektur, Sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. 88 Universitas Indonesia. Gereja Koinonia..., Rinno Widianto, FIB UI, 2009
BAB 5 KESIMPULAN Bangunan Gereja Koinonia merupakan bangunan tinggalan kolonial pada awal abad 20 jika dilihat dari tahun berdirinya. Perkembangan gaya seni arsitektur di Indonesia tidak lepas dari pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL DAN BAGAN... v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan Masalah... 5 D. Perumusan Masalah...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun didirikan pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1909.Secara keseluruhan biaya pembangunan masjid ditanggung sendiri oleh Sultan Maamun Al-Rasyid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama Katolik masuk ke Indonesia melalui Bangsa Portugis pada tahun 1512 dengan tujuan untuk berdagang di daerah penghasil rempahrempah tepatnya di kepulauan Maluku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisional, dengan karakter dan gaya seni masing-masing. kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara peringkat keempat penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika, Indonesia juga banyak memiliki ragam seni
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bayang-bayang kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Kesultanan Melayu Deli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bila berbicara mengenai sejarah kota Medan, tentunya tidak lepas dari bayang-bayang kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Kesultanan Melayu Deli adalah kerajaan yang didirikan
Lebih terperinciBAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Transformasi yang terjadi dalam bangunan De Bouwploeg ini adalah transformasi fungsi yang diakibatkan oleh beberapa faktor sebagai berikut : Kebutuhan Identitas
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai
Lebih terperinciWajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi Aileen Kartiana Dewi aileen_kd@yahoo.com Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Lebih terperinciKomunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:
Kepada Yth Wali Kota Semarang di tempat Perihal: Informasi mengenai kajian cagar budaya bangunan kuno Pasar Peterongan Semarang oleh BPCB Jateng Dengan hormat, Bersama surat ini kami menginformasikan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama Islam, memberikan pengaruh yang kuat terhadap masjid sebagai bentuk arsitektur Islam yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peninggalan sejarah Islam diacehsalah satunya kesenian. Kesenian merupakan sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan yang dapat didengar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari ujung Utara sampai Selatan dan Timur sampai ke Barat baik kebudayaan asli dari bangsa Indonesia
Lebih terperinciMODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA
MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan
Lebih terperinciBenteng Fort Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperincimereka sebagai satu-satunya masa yang membawa perubahan mendasar bagi umat manusia. Pengaruh masa lampau diperkuat oleh kenyataan bahwa Renaissance
SEJARAH RENAISSANCE Masa Renaissance sering disebut juga masa pencerahan Atau masa kelahiran, karena menghidupkan kembali budaya-budaya klasik, hal ini disebabkan banyaknya pengaruh filsuf-filsuf dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. menjalar ke Suriah merupakan akar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di Suriah.
BAB V KESIMPULAN Fenomena Arab Spring yang dimulai dari Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan menjalar ke Suriah merupakan akar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di Suriah. Fenomena ini menjadi momen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Binjai merupakan kota multi etnik yang dihuni oleh etnis Melayu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Binjai merupakan kota multi etnik yang dihuni oleh etnis Melayu, Jawa, Batak Karo, India dan Cina. Di antara etnik tersebut terdapat dua kelompok etnik yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya tarik utama wisata kuliner adalah produk makanan. Produk makanan merupakan hasil proses pengolahan bahan mentah menjadi makanan siap di hidangkan melalui kegiatan
Lebih terperinciUPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1
UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU Drs. M. Nendisa 1 1. P e n d a h u l u a n Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki warisan masa lampau dalam jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Haryoto Kunto (2000) dalam Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe, Bandung sempat dijadikan Ibu Kota Nusantara Pemerintahan Hindia Belanda pada zaman kolonial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid
BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pentingnya Pengetahuan Arsitektur Mesjid Mesjid merupakan tempat untuk melaksanakan ibadah kaum muslimin menurut arti yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari
Lebih terperinciBAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN
BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. yaitu Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok. Kedua objek tersebut. Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta khususnya.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kawasan Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok merupakan salah satu kawasan yang layak untuk dijadikan Kawasan Cagar Budaya baru di Yogyakarta. Hal ini mengingat pada kawasan
Lebih terperinci