LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat :

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN MODEL COOPERATIVE FARMING

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

IKU TAHUN 2017 SUB BAGIAN UMUM, KEPEGAWAIAN, KEUANGAN DAN ASET DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG INDIKATOR KINERJA TARGET

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

LAPORAN AKHIR KINERJA DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN MODEL AGROPOLITAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH BERBASIS AGRIBISNIS.

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

Renstra BKP5K Tahun

V. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

Potensi daerah yang berpeluang pengembangan tanaman hortikultura; tanaman perkebunan; usaha perikanan; usaha peternakan; usaha pertambangan; sektor in

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BAGI KEPALA DAERAH DAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PENGELOLA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Ketahanan Pangan. Laporan Komisi ke Menko Perekonomian KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA

Perencanaan dan Perjanjian Kerja

GENDER BUDGET STATEMENT. (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar

PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab.

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan

Mendorong Petani Kecil untuk Move Up atau Move Out dari Sektor Pertanian

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

DESA KERTA DAN DESA BUAHAN KECAMATAN PAYANGAN KABUPATEN GIANYAR, BALI

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi...

I PENDAHULUAN

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

RINGAKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang 1. Meningkatkan kesejahteraan petani merupakan salah satu agenda dari 11 prioritas program penting pembangunan nasional dan salah satu target utama Kementerian Pertanian. Misi Kementerian Pertanian antara lain mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal serta wawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis berkawasan pertanian dalam usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal untuk menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di pedesaan. 2. Telah diimplementasikan kebijakan terkait konsolidasi lahan, diantaranya program Konsolidasi Pengelolaan lahan Usahatani (consolidated Farming) oleh Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air. Dirjen Hortikultura juga mengembangkan program konsolidasi hortikultura. Dirjen Tanaman Pangan terakhir mengimplementasikan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K). Dengan usaha yang terus-menerus untuk memperbaiki program, diharapkan tercapai pembangunan secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan kajian untuk menganalisis faktor pendorong dan penghambat dari masing-masing program yang sedang berlangsung untuk penyempurnaan kebijakan yang sedang berlangsung maupun penyusunan program kedepan. Tujuan Penelitian 3. Secara umum penelitian adalah menyusun rekomendasi kebijakan konsolidasi usahatani dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan pertanian. Adapun secara khusus tujuan penelitian adalah: a) Melakukan review konsep, Kebijakan, dan implementasi konsolidasi usahatani dan hubungannya dengan pengembangan kawasan pertanian; b) Mengevaluasi aspek teknis, ekonomi, sosial-budaya, yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan konsolidasi usahatani dan c) Menganalisis prospek dan keberlanjutan penerapan konsolidasi usahatani sebagai basis pengembangan kawasan pertanian. Metodologi Penelitian 4. Penelitian ini dilaksanakan pada program konsolidasi usahatani yang masih berjalan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian. Penelitian dilaksanakan di tiga provinsi yaitu 1) Provinsi Jawa Tengah untuk Program konsolidasi usahatani oleh Ditjen Prasarana dan Sarana; 2) Provinsi vii

Lampung untuk Program Agropolitan oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian dan 3) Provinsi Bali untuk Program Primatani dari Badan Litbang Pertanian yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali dengan sebutan Simantri. 5. Responden meliputi stakeholder yang terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan program konsolidasi usahatani. pendamping, pelaku agribisnis dan petani penerima program. Total responden 94 orang/kelompok terdiri dari instansi pusat dan daerah (40 orang), kelompok terkait pelaksanaan program (6 kelompok), pendamping program (6 orang), petani peserta (30 orang) dan pelaku agribisnis (12 orang). 6. Penggalian data dan inormasi dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner semi terstruktur dan kuesioner terstruktur. Data dan informasi dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan mengungkapkan keragaan, masalah dan perspektif mengacu pada studi kebijakan yaitu melakukan review, sintesis dan analisis secara kritis dan empiris dengan experties judment dari tim peneliti. HASIL PENELITIAN Tujuan I 7. Telah banyak konsep konsolidasi baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan usahatani. Demikian pula kebijakan/ program yang terkait konsolidasi yang dilaksanakan oleh pemerintah terutama Kementerian Pertanian. Konsep konsolidasi diartikan bergabungnya minimal dua atribut apakah lahan, petani, kelompok tani, lembaga, perusahaan dan lainnya. Konsep konsolidasi yang ideal mengarah pada konsep sistem agribisnis terpadu. Implementasi program konsolidasi usahatani tidaklah mudah terutama bila dikaitkan dengan konsolidasi lahan. 8. Implementasi program konsolidasi usahatani belum maksimal, seperti belum berkembangnya kelembagaan pemasaran bersama. Kegiatan pasca panen dan pengolahan produk belum memberikan dampak maksimum terhadap terhadap peningkatan kesempatan kerja, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan agribisnis yang mencakup sistem usahatani, kelembagaan ekonomi dan kemitraan belum berjalan seperti yang diharapkan. Tujuan II 9. Pada umumnya pelaksanaan konsolidasi dari aspek teknis baik untuk usahatani padi, palawija, hortikultura maupun ternak sapi relatif tidak ada hambatan. Hal ini dikarenakan lahan yang diusahakan relatif subur dengan viii

dominan milik sendiri walaupun kepemilikannya relatif sempit. Selain itu juga untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan relatif mudah selain berdasarkan pengalaman selama menjadi petani juga pendampingan dari PPL dan instansi lain yang intensif serta teknologi dapat diakses dengan mudah melalui berbagai media (brosur, temu teknologi,tv/radio). Kesemuanya tersebut diatas menjadi aspek pendorong dalam implementasi program tersebut. 10. Faktor penghambat dalam implementasi program konsolidasi dilihat dari aspek ekonomi adalah terbatasnya permodalan finansial yang mandiri di pedesaan dan orientasi usaha yang masih bersifat subsisten, perbankan dalam membantu modal petani masih kecil, walaupun terdapat banyak skim kredit dari pemerintah. Selain masalah permodalan, produk yang dihasilkan masih berupa produk primer sehingga tidak ada nilai tambah untuk menambah pendapatan petani. Jaringan usaha yang ada juga masih terbatas hubungan petani dengan petani lain baik dalam satu poktan/gapoktan dengan pelaku lain (penyedia saprodi, pembeli produk). Sementara, aspek ekonomi yang mendorong pelaksanaan program adalah mudahnya menjual produk yang dihasilkan petani, dan sebagian petani telah mendapat bantuan permodalan baik melalui pinjaman maupun CSR dari perbankan dan swasta. 11. Sementara itu terkait dengan aspek sosial-budaya yang menghambat pelaksanaan program adalah lemahnya dukungan dari pemerintah daerah dan swasta baik dalam bentuk anggaran maupun pendampingan, basis organisasi baru tahap poktan/gapoktan yang belum memiliki legalitas hukum, kesatuan organisasi belum terbentuk. Khusus program Simantri yang mengharuskan adanya kandang koloni (bersama) dirasakan dapat menjadi hambatan bagi petani terutama yang domisilinya jauh dari kandang koloni. Aspek sosial-budaya yang mendorong pencapaian kinerja program Simantri adalah komitmen gubernur dan bupati beserta jajarannya yang tinggi serta basis poktan/gapoktan dengan subak memberi kekuatan kelompok untuk melaksanakan program secara baik. Pada program konsolidasi pengelolaan lahan usahatani, sosialisasi program yang intensif di tingkat petani maupun non petani, sehingga sampai saat ini petani peserta program belum berani menjual demikian pula orang lain juga tidak berani membeli lahan program konsolidasi. Tujuan III 12. Program konsolidasi pengelolaan lahan usahatani diperkirakan akan berhenti apabila tidak ada bantuan dari pemerintah, karena godaan petani untuk menjual lahan akan semakin besar mengingat harga lahan terus menjadi mahal. Lahan di sekitar lokasi program sudah beralih menjadi perumahan dan bangunan lainnya. Upaya pencegahan alih fungsi lahan ix

dapat dilakukan dengan menjadikan lahan tersebut sebagai bagian dari program LP2B dan petani mendapat insentif, namun sampai sekarang program LP2B belum diterapkan secara baik. Pada tahun 2012, Kemenko Perekonomian memberi sosialisasi kepada Bappeda Sukoharjo mengenai program LP2B termasuk peraturan pemerintah. Upaya lain agar program tersebut tetap berjalan adalah pemerintah pusat (dana APBD terbatas) membeli lahan tersebut dengan harga pasar dan diusahakan untuk ditanami komoditas pangan (padi) sebagai bagian untuk memperkuat ketahanan pangan. Dengan asumsi rata-rata harga lahan sebesar Rp 1 juta/meter 2, maka diperlukan biaya sekitar 250 Milyar. 13. Program agropolitan masih dapat dihidupkan kembali mengingat bangunan infrastruktur dalam kondisi masih layak pakai dengan perbaikan-perbaikan. Selain itu, petugas lapangan dan petani juga berharap program tersebut dapat dilanjutkan. Kelanjutan program memerlukan komitmen dari pemerintah pusat terutama Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah secara konsisten untuk menyiapkan anggaran dan pembinaannya. Selain itu agar program tetap berjalan dengan baik maka harus dimasukkan sebagai bagian pembangunan pertanian di Lampung Tengah dan dimasukkan dalam RPJM/P. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada benturan kepentingan walaupun terjadi perubahan kepemimpinan wilayah. 14. Melihat keragaan program Simantri selama ini dan partisipasi dari pemerintah daerah, swasta dan petani maka program ini dapat berlanjut dengan baik. Ke depan perlu dilakukan sebagai berikut: a) Dibangun asosiasi Simantri di setiap kecamatan dan kabupaten untuk membuahkan pembinaan dan saling menguatkan satu Simantri dengan Simantri lainnya, b) Produksi pupuk organik yang dihasilkan oleh Simantri akan berjumlah banyak. Oleh karena itu, program bantuan pupuk organik dari pemerintah pusat harus menggunakan pupuk organik hasil dari Simantri, c) Belajar dari pengalaman pelaksanaan program agropolitan di Lampung, maka program Simantri harus dibingkai sebagai bagian pembangunan pertanian di Provinsi Bali dan dimasukkan dalam RPJM. IMPLIKASI KEBIJAKAN 15. Belajar dari pelaksanaan ketiga program konsolidasi tersebut, dalam penyusunan program konsolidasi kedepan hendaknya dilakukan dengan matang agar keberlanjutan dan dampak program sesuai dengan yang diharapkan dan mampu meningkakan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitarnya, menyerap lapangan kerja dan mencegah terjadinya urbanisasi. 16. Beberapa usulan untuk dipertimbangkan dalam penyusunan atau penyempunaan program konsolidasi usahatani adalah Kementerian Pertanian melalui Biro Perencanaan menginisiasi percontohan program konsolidasi secara komprehensif (konsolidasi by design) yang sudah diikat x

dalam satu program besar sehingga pelaksanaanya tidak akan ego sektoral dan penempatan program akan sesuai dengan karakteristik program. Otonomi daerah sudah merupakan masalah tersendiri, apabila program dari pusat tidak saling menguatkan/terpadu maka program tidak berjalan dengan baik dan tidak akan berdampak secara signifikan pada pembangunan pertanian di pedesaan. 17. Kasus program agropolitan, sangatlah tidak bijaksana jika keberlanjutan program pemerintah (pusat) diserahkan begitu saja kepada pemerintah daerah, apalagi kepada masyarakat pertanian tradisional di pedesaan. Sebaiknya program semacam ini diawali dengan adanya perencanaan bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, wirausahawan lokal, dan tokoh masyarakat. 18. Selain itu setiap program pembangunan pertanian, walaupun sederhana ( konsolidasi usahatani ), harus dibingkai dalam wawasan makro untuk kemajuan wilayah. Kemajuan suatu daerah dengan daerah lain di masa datang akan saling mempengaruhi. Seandainya saja di Kabupaten Lampung Tengah berhasil dibangun pertanian industrial di pedesaan, hal ini bukan saja akan menolong menyehatkan perkembangan (misalnya) kota Bandar Lampung, melainkan juga akan meringankan wilayah Jabodetabek dan Jakarta. Belajar dari pelaksanaan program agropolitan, untuk menjamin akurasi dan keberlanjutan program harus dibingkai dalam program pembangunan daerah yang pendanaannya bersifat multi-years; yang anggarannya tidak hanya dari pemerintah tetapi juga melibatkan anggaran dari swasta, perbankan, dll. 19. Karakteristik keahlian dan pengalaman tenaga pendidik masyarakat pedesaan, terutama penyuluh pertanian tidak lagi sesuai pengembangan pertanian berbasis agribisnis. Pengetahuan penyuluh memadai untk budidaya tanaman dan tidak untuk pengolahan dan pemasaran, padahal pengetahuan ini penting agar produk yang dihasilkan petani tidak terbatas pada produk primer. Oleh sebab itu harus disiapkan perombakan sistem pendidikan penyuluh ke arah mewujudkan pertanian industrial di pedesaan. 20. Peran Gubernur/Bupati/Walikota sangat menentukan dalam keberlanjutan program-program dari pusat. Kebijakan ke depan, sebaiknya Gubernur/ Bupati/Walikota hanya sebagai pelaksana mandat dan jangan diberi mandat yang luas. Selain itu, perlu reorientasi politik dan kebijakan pemerintah. Pertanian harus menjadi urusan wajib, tidak pilihan seperti yang ada selama ini, sehingga para pimpinan kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang pertanian. xi