BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Jauhari Alafi

ANALISA ANGKUTAN BATU BARA DENGAN KONSEP PENGGUNAAN TONGKANG KOSONG DI PELABUHAN DAN PEMANFAATAN PASANG SURUT SUNGAI

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh produsen batubara untuk dapat memenuhi permintaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan di negeri yang memiliki kekayaan alam seperti negeri kita

IMPLEMENTASI LEAN SIGMA UNTUK MENGOPTIMALKAN WAKTU PELAKSANAAN DI COAL HANDLING SYSTEM PLTU CILACAP

PBR INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM PROSEDUR PEMUATAN BATUBARA KE DALAM TONGKANG

SEMINAR PROGRESS TUGAS AKHIR (MN ) Analisis Penerapan Continuous Coal Transport Mode Untuk Angkutan Batubara di Sungai

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

PERJANJIAN JUAL BELI BATUBARA ANTARA PT... DAN TUAN X (TRADER) No:..

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan. pertambangan Batubara di Indonesia termasuk di Propinsi Jambi, salah

KAJIAN TEKNIS BELT CONVEYOR DAN BULLDOZER DALAM UPAYA MEMENUHI TARGET PRODUKSI BARGING PADA PT ARUTMIN INDONESIA SITE ASAM-ASAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Artikel Pendidikan 23

EVALUASI CRUSHING PLANT UNTUK PENINGKATAN TARGET PRODUKSI PADA PT INDONESIAN MINERALS AND COAL MINING KECAMATAN KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT

BAB I PENDAHULUAN. PT. ABC adalah perusahaan penyedia jasa pertambangan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan khususnya terhadap batubara. Batubara merupakan

ANALISA KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN UNIT DUMP TRUCK DI PT. MASDAR MEGA MAS

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK)

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

V E R S I P U B L I K

Tugas Akhir. Kegiatan Bongkar Muat Curah Kering. Pelabuhan Khusus Petrokimia Gresik)

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Contoh Gambar dari Rear Tipper Vessel [9]

Biaya Operasional Tongkang. Bidang Studi Transportasi Laut Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB II LANDASAN TEORI

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO SARI...

CV. PERMATA AL ZAHRA A BRIEF HISTORY

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM

SIDANG TUGAS AKHIR FRANIGA KUSBANDI Dosen Pembimbing Ir. Witantyo, M.Eng.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Maka pada tingkat awal pengolahan batugamping terutama dalam peremukan harus

EVALUASI PENCAPAIAN TARGET PRODUKSI ALAT MEKANIS UNTUK PEMBONGKARAN OVERBURDEN DI PIT 4 PT DARMA HENWA SITE ASAM-ASAM

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama 2

BAB 1 PENDAHULUAN. alat-alat tersebut untuk mendapatkan harga besaran estimasi kapasitas alat yang paling

- 5 - LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1823 K/30/MEM/ K TANGGAL : 7 Mei Maret 2018

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pengendalian Internal (Internal Control System) adalah suatu

BAB IV DATA DAN PERHITUNGAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Kerangka Pikir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan industri pada sektor usaha bidang pertambangan batubara

BAB I PENDAHULUAN. besar berwarna gelap vesicular batuan vulkanik yang bisanya porfiritik (berisi

EVALUASI KINERJA ALAT CRUSHING PLANT DAN ALAT MUAT DALAM RANGKA PENINGKATAN TARGET PRODUKSI BATUBARA PADA PT MANDIRI CITRA BERSAMA

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENINGKATAN KAPASITAS MESIN PENUNJANG DENGAN KONSEP 7 WASTE LEAN THINKING STUDI KASUS PT. NSBI CILEGON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan

BAB II TINJAUAN UMUM

OPTIMALISASI JUMLAH ALAT ANGKUT JENIS HD785 PADA PIT A MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MONTE CARLO DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI OVERBURDEN DI PT X

PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE )

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tengah. PT QRS terdaftar sebagai pemilik izin PKP2B ( Perjanjian Karya. Pengusaha Pertambangan Batubara ) Generasi III

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemasaran. Pada kegiatan usaha pertambangan, terdapat suatu kegiatan

Bagaimana perusahaan bapak mengatasi masalah keterlambatan produk yang dipesan? dan bagaimana menjelaskan keterlambatan tersebut ke customer?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODEL TRANSPORTASI PENGANGKUTAN BATUBARA KE LOKASI DUMPING DENGAN METODE SUDUT BARAT LAUT DAN METODE BIAYA TERENDAH PADA PT. BUKIT ASAM (PERSERO), Tbk

PT MORES PRIMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penggalian, muat dan pengangkutan material. Semua kegiatan ini selalu berkaitan

DATA TAKE OVER (TO) TAMBANG BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk mengangkut hasil tambang batu bara dari (Pit) di Balau melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV STRATEGI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Semen Andalas Indonesia atau juga sekarang dikenal sebagai PT. Lafarge

PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE)

Analisis Biaya dan Pengembalian Modal Investasi Pembelian Truck Trailer Studi Kasus di PT Iron Bird Pool Cikarang Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

PERSYARATAN ADMINISTRATIF UNTUK PEMBELIAN BATU BARA

A. Konsep Pengembangan Model

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain

TESIS JOHAN JOHANNES PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK TRANSPORTASI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

ANALISA BIAYA OPERASIONAL ALAT PEMECAH BATU (STONE CRUSHER) (Studi kasus CV. PUTRA DIAFAN Ngadirojo Wonogiri) Tugas Akhir

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT

BAB I PENDAHULUAN. usahanya untuk mencapai tujunnya. Secara umum, tujuan utama sebuah

PERENCANAAN TAMBANG (MINE PLANNING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

OPTIMASI PENCAMPURAN BATUBARA MELALUI SIMULASI BERDASARKAN KRITERIA PARAMETER BATUBARA

Penentuan Kapasitas Optimal Jalur Pelayaran Kapal di Sungai Musi Menggunakan Model Simulasi. Zakariya Amirudin Al Aziz

TUGAS AKHIR NOMOR : 933/WM/FT.S/SKR/2016

KAJIAN TEKNIS ALAT MUAT DAN ALAT ANGKUT DALAM UPAYA PENCAPAIAN PRODUKSI BATUBARA SEBESAR TON/BULAN PT

HALAMAN PENGESAHAN...

Universitas Widyatama BAB I PENDAHULUAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA INFRASTRUKTUR COAL TERMINAL PELABUHAN TARAHAN MILIK PT. X. Aditya Setyawan Moekti Presentasi Sidang Tugas Akhir 27 Juni

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PT Mitrabara Adiperdana Tbk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan,

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menyediakan solusi terhadap masalah rantai pasok yang dihadapi oleh Perusahaan, maka diagram kerja terstruktur dari McKinsey digunakan untuk menghasilkan hipotesis berdasarkan data-data yang dikumpulkan dan untuk selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis tersebut benar atau salah. 4.1 Penyusunan Masalah Penyusunan dari masalah yang ada adalah langkah pertama untuk mendapatkan solusi yang optimum, seperti yang tergambar dibawah ini: Gambar 4.1 Penyusunan Masalah 45

46 4.2 Pohon Logika Untuk mengidentifikasi masalah dan menyusun hipotesis awal, digunakanlah diagram kerja pohon logika sebagai alat bantunya seperti pada Gambar 4.2 di bawah ini. Gambar 4.2 Pohon Logika (1) Diduga bahwa kerugian pada tahun 2007 disebabkan oleh tiga hal, yaitu ketidaksesuain suplai dan permintaan, strategi harga yang salah, dan biaya demurrage yang meningkat secara signifikan. Pengumpulan data terus dilakukan untuk menentukan dengan lebih spesifik apa yang menjadi penyebab kerugian Perusahaan di tahun 2007.

47 4.3 Analisis Data Alur Pengapalan Perusahaan adalah seperti pada Gambar 4.3 di bawah ini. Gambar 4.3 Alur Pengapalan Perusahaan Dari lokasi tambang atau pit, batubara bongkahan dibawa ke stockpile batubara bongkahan dengan menggunakan dump truck, lalu batubara tersebut dihancurkan dengan menggunakan crusher, agar ukurannya menjadi lebih kecil dan lebih mudah untuk diangkut. Setelah batubara dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil, dump truck kembali digunakan untuk membawa batubara ke tongkang di pelabuhan. Dari data-data yang berhasil dikumpulkan, salah satunya yaitu data keuangan mengenai kerugian yang diderita Perusahaan, digambarkan sebagai berikut:

48 Gambar 4.4 Kerugian yang diderita Perusahaan Dari Gambar 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2006, Perusahaan mendapat keuntungan sebesar Rp. 447.057.560,- sedangkan pada tahun 2007, Perusahaan menderita kerugian sebesar Rp. 1.648.790.140,-. berikut: Sedangkan biaya demurrage yang diderita Perusahaan, digambarkan sebagai Gambar 4.5 Biaya Demurrage

49 Terlihat pada Gambar 4.5 di atas bahwa peningkatan biaya demurrage dari tahun 2006 ke tahun 2007 adalah sebesar Rp. 288.455.230,- atau lebih dari 400%. Biaya demurrage terbagi atas dua komponen, yaitu laytime loading dan biaya dead freight. Laytime loading adalah denda yang dikenakan apabila waktu pengisian tongkang melebihi batas waktu yang sudah ditentukan sebelumnya, sedangkan biaya dead freight adalah denda yang dikenakan apabila jumlah tonase pengisian tongkang di bawah batas yang telah ditentukan sebelumnya. Dari data yang telah dianalisis, apabila di rata-rata, maka untuk setiap metrik ton batubara yang diproduksi, biaya demurrage yang diderita sebesar Rp. 1.711,53 per metrik ton dan sebagian besar disebabkan karena biaya dead freight, atau tidak terpenuhinya jumlah tonase minimal. 4.4 Hipotesis Hipotesis yang berhasil disusun adalah sebagai berikut: 1. Penyebab kerugian pada tahun 2007 disebabkan karena tingginya biaya operasional. 2. Biaya demurrage yang melonjak tinggi. 3. Harga jual batubara di bawah harga pasar.

50 4.5 Solusi Dari data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, maka disusunlah pohon logika kedua untuk menyelesaikan masalah yang ditemukan sebagai berikut: Gambar 4.6 Pohon Logika (2) Dari Gambar 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa tujuan dari tesis ini adalah untuk memberikan masukan dalam upaya mengurangi besarnya biaya yang dikeluarkan Perusahaan. Biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya demurrage yang meningkat secara signifikan di tahun 2007 seperti yang terlihat di Gambar 4.4 merupakan bagian dari biaya variabel.

51 Untuk mengurangi besarnya salah satu dari biaya variabel tersebut, maka diusulkan tiga hal, yaitu: 1. Membangun sebuah sistem conveyor dari pit sampai dengan jetty untuk mencocokkan permintaan dan suplai. Gambar 4.7 Sistem Conveyor Menyeluruh 2. Memindahkan stockpile ke dekat lokasi jetty dan menggunakan dump truck sebagai sarana transportasinya untuk mencocokkan permintaan dan suplai.

52 Gambar 4.8 Sistem Manual Menyeluruh 3. Mencocokkan permintaan dan persediaan dengan menggunakan dump truck dari pit sampai dengan stockpile, lalu menggunakan sistem conveyor dari stockpile ke jetty. Gambar 4.9 Sistem Campuran

53 Analisis dilakukan dengan menghitung total investasi awal ditambah dengan biaya operasional antara tiga pilihan di atas. Hasil dari analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Total Investasi Awal dan Biaya Operasional Total Investasi Awal dan Biaya Operasional dalamus dollar Bulan Produksi (dlm Tingkat SistemConveyor ribuan MT) Inflasi Menyeluruh SistemManual SistemCampuran 1 Investasi awal $ (6,427,930.20) $ (99,300.00) $ (323,125.00) 9 Biaya Operasional 20 0.0025 $ (19,555.57) $ (41,285.73) $ (40,751.86) 10 30 0.0025 $ (29,260.21) $ (61,774.16) $ (60,975.35) 11 30 0.0025 $ (29,187.24) $ (61,620.11) $ (60,823.29) 12 30 0.0025 $ (29,114.46) $ (61,466.44) $ (60,671.61) 13 40 0.0025 $ (38,722.47) $ (81,750.88) $ (80,693.75) 14 40 0.0025 $ (38,625.90) $ (81,547.01) $ (80,492.52) 15 50 0.0025 $ (48,161.97) $ (101,679.56) $ (100,364.74) 16 60 0.0025 $ (57,650.24) $ (121,711.20) $ (120,137.34) 17 60 0.0025 $ (57,506.48) $ (121,407.68) $ (119,837.75) 18 60 0.0025 $ (57,363.07) $ (121,104.91) $ (119,538.90) 19 60 0.0025 $ (57,220.02) $ (120,802.91) $ (119,240.80) 20 60 0.0025 $ (57,077.33) $ (120,501.65) $ (118,943.44) 21 60 0.0025 $ (56,934.99) $ (120,201.15) $ (118,646.82) 22 120 0.0025 $ (79,510.21) $ (239,802.79) $ (236,701.89) 23 120 0.0025 $ (79,311.93) $ (239,204.78) $ (236,111.61) 24 120 0.0025 $ (79,114.14) $ (238,608.26) $ (235,522.81) 25 120 0.0025 $ (78,916.85) $ (238,013.23) $ (234,935.47) 26 120 0.0025 $ (78,720.05) $ (237,419.68) $ (234,349.59) 27 120 0.0025 $ (78,523.74) $ (236,827.61) $ (233,765.18) 28 120 0.0025 $ (78,327.92) $ (236,237.02) $ (233,182.23) 29 120 0.0025 $ (78,132.59) $ (235,647.90) $ (232,600.72) 30 120 0.0025 $ (77,937.75) $ (235,060.25) $ (232,020.67) 31 120 0.0025 $ (77,743.39) $ (234,474.06) $ (231,442.07) 32 120 0.0025 $ (77,549.51) $ (233,889.34) $ (230,864.91) 33 120 0.0025 $ (77,356.12) $ (233,306.07) $ (230,289.18) 34 120 0.0025 $ (77,163.22) $ (232,724.26) $ (229,714.90) 35 120 0.0025 $ (76,970.79) $ (232,143.90) $ (229,142.04) 36 120 0.0025 $ (76,778.84) $ (231,564.99) $ (228,570.61) 37 120 0.0025 $ (76,587.37) $ (230,987.52) $ (228,000.61) 38 120 0.0025 $ (76,396.38) $ (230,411.49) $ (227,432.03)

54 Tabel 4.1 (lanjutan) Total Investasi Awal dan Biaya Operasional 39 120 0.0025 $ (76,205.87) $ (229,836.90) $ (226,864.87) 40 120 0.0025 $ (76,015.83) $ (229,263.74) $ (226,299.12) 41 120 0.0025 $ (75,826.26) $ (228,692.01) $ (225,734.79) 42 120 0.0025 $ (75,637.17) $ (228,121.71) $ (225,171.86) 43 120 0.0025 $ (75,448.55) $ (227,552.82) $ (224,610.33) 44 120 0.0025 $ (75,260.40) $ (226,985.36) $ (224,050.20) 45 120 0.0025 $ (75,072.72) $ (226,419.31) $ (223,491.48) 46 120 0.0025 $ (74,885.50) $ (225,854.67) $ (222,934.14) 47 120 0.0025 $ (74,698.76) $ (225,291.45) $ (222,378.19) 48 120 0.0025 $ (74,512.47) $ (224,729.62) $ (221,823.64) 49 120 0.0025 $ (74,326.66) $ (224,169.20) $ (221,270.46) 50 120 0.0025 $ (74,141.30) $ (223,610.17) $ (220,718.66) 51 120 0.0025 $ (73,956.41) $ (223,052.54) $ (220,168.24) 52 120 0.0025 $ (73,771.98) $ (222,496.30) $ (219,619.19) 53 120 0.0025 $ (73,588.01) $ (221,941.45) $ (219,071.52) 54 120 0.0025 $ (73,404.50) $ (221,387.98) $ (218,525.20) 55 120 0.0025 $ (73,221.45) $ (220,835.89) $ (217,980.25) 56 120 0.0025 $ (73,038.85) $ (220,285.18) $ (217,436.66) 57 120 0.0025 $ (72,856.71) $ (219,735.84) $ (216,894.42) 58 120 0.0025 $ (72,675.02) $ (219,187.87) $ (216,353.54) Total Investasi Awal dan Biaya Operasional $ (9,817,895.41) $ (9,801,926.49) $ (9,900,286.49) Dari hasil analisis data pada Tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa untuk biaya keseluruhan, dengan menggunakan sistem manual menyeluruh adalah pilihan yang paling ekonomis.

55 Untuk sistem manual disusunlah sebuah simulasi dari contoh kasus yang berlokasi di blok M. Berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai jarak, waktu dan kapasitas alat yang digunakan untuk proses logistic seperti digambarkan pada Gambar 4.10 di bawah ini. Gambar 4.10 Alur Pengapalan di Blok M Hauling dari Lokasi Tambang Blok M sampai ke Stockpile Batubara Bongkahan Jarak dari lokasi tambang blok M ke Stockpile batubara bongkahan adalah 9 kilo meter. Untuk menempuh jarak tersebut dengan menggunakan DT maka diperlukan maksimum waktu sebagai berikut: - Jika kondisi kering memakan waktu 25 menit. - Jika kondisi hujan memakan waktu 50 menit.

56 Waktu yang diperlukan untuk memuat batubara ke DT adalah lima menit, sedangkan waktu yang diperlukan untuk bongkar batubara ke Stockpile batubara bongkahan adalah dua menit. Dengan asumsi minimal jumlah jam kerja per hari adalah 16 jam (960 menit) dan memakai asumsi-asumsi tersebut di atas jadi dapat diasumsikan maksimum total waktu yang diperlukan untuk satu rit perjalanan dari lokasi tambang blok M ke Stockpile batubara bongkahan dan balik lagi menuju lokasi tambang blok M adalah sebagai berikut: Total waktu/rit = waktu muat + waktu bongkar + (waktu tempuh X 2) - Total waktu (kondisi kering) = 5 menit + 2 menit + (25 X 2) = 57 menit/rit - Total waktu (kondisi hujan) = 5 menit + 2 menit + (50 X 2) = 107 menit/rit Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam satu hari, sebuah DT dari lokasi tambang blok M ke Stockpile batubara bongkahan dan balik lagi menuju lokasi tambang blok M dapat berjalan sebanyak: Total rit/hari = Jumlah optimum jam kerja / total waktu per rit - Total rit/hari (kondisi kering) = 960 menit / 57 menit = 17 rit - Total rit/hari (kondisi kering) = 960 menit / 107 menit = 9 rit

57 2. Dalam satu hari, sebuah DT berkapasitas 18 MT/rit, dari lokasi tambang blok M ke Stockpile batubara bongkahan dan balik lagi menuju lokasi tambang blok M dapat mengangkut bongkahan batubara sebanyak: Total batubara bongkahan di stockpile = total rit per hari X kapasitas DT - Total batubara bongkahan di stockpile (jika kondisi kering) = 17rit X 18MT = 306 MT/hari/DT - Total batubara bongkahan di stockpile (jika kondisi kering) = 9 rit X 18 MT = 162 MT/hari/DT 3. Dengan asumsi penggunaan enam unit DT, maka dalam satu hari jumlah batubara bongkahan yang tersimpan di stockpile adalah sebagai berikut: Total batubara per hari = Total batubara bongkahan di stockpile X unit DT - Total batubara bongkahan per hari di stockpile (jika kondisi kering) = 306 MT X 6 DT = 1.836 MT/hari - Total batubara bongkahan per hari di stockpile (jika kondisi hujan) = 162 MT X 6 DT = 972 MT Proses Penghancuran Batubara Bongkahan Kapasitas optimum mesin penghancur batubara ( crusher ) mencapai 400 metrik ton per jam kerja. Dengan total jam kerja 16 jam per hari, maka produksi batubara mencapai 6.400 metrik ton per hari, yang didapat dari: Kapasitas crusher per hari = kapasitas optimum crusher per jam X jam kerja = 400 MT X 16 jam = 6.400 MT/hari

58 Proses penghancuran batubara dilakukan pada saat batubara bongkahan yang disimpan dalam Stockpile telah mencapai: Jumlah optimum batubara sebelum proses penghancuran = kapasitas crusher per hari total batubara bongkahan per hari di stockpile - Jumlah optimum batubara sebelum proses penghancuran (jika kondisi kering) = 6.400 MT 1.836 MT = 4.564 MT - Jumlah optimum batubara sebelum proses penghancuran (jika kondisi hujan) = 6.400 MT 972 MT = 5.428 MT Hal ini dipertimbangkan untuk mencapai tingkat efisiensi optimum dalam penggunaan crusher. Dapat dilihat bahwa dengan jumlah jam keja crusher sebanyak 16 jam dalam satu hari, maka dapat dihasilkan 6.400MT batubara, sehingga jumlah tersebut dapat terpenuhi dalam waktu 1 hari kerja (16 jam aktif) Hauling dari Lokasi Stockpile Batubara sampai Muat ke Tongkang Jarak dari lokasi tambang blok M ke Stockpile batubara bongkahan adalah 100 meter. Untuk menempuh jarak tersebut dengan menggunakan DT maka diperlukan maksimum waktu sebagai berikut: - Jika kondisi kering memakan waktu 5 menit. - Jika kondisi hujan memakan waktu 10 menit. Waktu yang diperlukan untuk memuat batubara ke DT adalah 5 menit, sedangkan waktu yang diperlukan untuk bongkar batubara ke tongkang adalah 2 menit.

59 Dengan asumsi minimal jumlah jam kerja per hari adalah 16 jam (960 menit) dan memakai asumsi-asumsi tersebut di atas jadi dapat diasumsikan maksimum total waktu yang diperlukan untuk satu rit perjalanan dari stockpile batubara ke tongkang dan balik lagi menuju lokasi stockpile batubara adalah sebagai berikut: Total waktu/rit = waktu muat + waktu bongkar + (waktu tempuh X 2) - Total waktu (kondisi kering) = 5 menit + 2 menit + (5 X 2) = 17 menit/rit - Total waktu (kondisi hujan) = 5 menit + 2 menit + (10 X 2) = 27 menit/rit Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam satu hari, sebuah DT stockpile batubara ke tongkang dan balik lagi menuju lokasi stockpile batubara dapat berjalan sebanyak: Total rit/hari = Jumlah optimum jam kerja / total waktu per rit - Total rit/hari (kondisi kering) = 960 menit / 17 menit = 56 rit - Total rit/hari (kondisi kering) = 960 menit / 27 menit = 36 rit 2. Dalam satu hari, sebuah DT berkapasitas 18 MT/rit, dari stockpile batubara ke tongkang dan balik lagi menuju lokasi stockpile batubara sebanyak: Total batubara dimuat ke tongkang per DT = total rit per hari X kapasitas DT - Total batubara dimuat ke tongkang per DT (jika kondisi kering) = 56 rit X 18MT = 1.016 MT/hari/DT

60 - Total batubara dimuat ke tongkang per DT (jika kondisi kering) = 36 rit X 18 MT = 640 MT/hari/DT 3. Dengan asumsi penggunaan 3 unit DT, maka dalam satu hari jumlah batubara yang dimuat ke tongkang adalah sebagai berikut: Total batubara per hari = Total batubara dimuat ke tongkang X unit DT - Total batubara dimuat ke tongkang per hari (jika kondisi kering) = 1.016 MT X 3 DT = 3.048 MT/hari - Total batubara dimuat ke tongkang per hari (jika kondisi hujan) = 640 MT X 3 DT = 1.920 MT Batas aman persediaan perlu untuk diperhitungkan, agar Perusahaan dapat menentukan kapan saat yang tepat untuk menghubungi klien dan tongkang dapat berlabuh di jetty. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: Jumlah optimum batubara sebelum tongkang datang = kapasitas tongkang - Total batubara dimuat ke tongkang per hari - Jumlah optimum batubara sebelum tongkang datang (jika kondisi kering): = 8.000 3.048 = 4.952 MT - Jumlah optimum batubara sebelum tongkang datang (jika kondisi hujan): = 8.000 1.920 = 6.080 MT

61 CONTOH KASUS a. Kasus Kondisi Optimum (kondisi kering) Mulai produksi = 20 November 2008 Untuk mencapai batas aman persediaan sebesar 4.564 MT, maka dengan kapasitas produksi sebesar 1.836 MT perhari, dibutuhkan hari kerja sebanyak = 4.564 / 1.836 = 3 hari kerja maka pada tanggal 22 November 2008 malam setelah jam kerja berakhir, sudah dihasilkan batubara sebanyak 5.508 MT Sehingga perusahaan sudah dapat memberitahukan kepada klien untuk melabuhkan bargenya pada tanggal 23 November 2008. Dari waktu penginformasian sampai dengan barge datang membutuhkan waktu minimal 1 hari kerja. Gambar 4.11 Simulasi Kasus Kondisi Optimum

62 b. Kasus Kondisi Terburuk (kondisi hujan) Mulai produksi = 20 November 2008 Untuk mencapai batas aman persediaan sebesar 5.428MT, maka dengan kapasitas produksi sebesar 972 MT perhari, dibutuhkan hari kerja sebanyak = 5.428 / 972 = 6 hari kerja maka pada tanggal 25 November 2008 malam setelah jam kerja berakhir, sudah dihasilkan batubara sebanyak 5.832 MT Sehingga perusahaan sudah dapat memberitahukan kepada klien untuk melabuhkan bargenya pada tanggal 26 November 2008. Dari waktu penginformasian sampai dengan barge datang membutuhkan waktu minimal 1 hari kerja. Gambar 4.12 Simulasi Kasus Kondisi Terburuk

63 c. Kasus rata-rata Mulai produksi = 20 November 2008 Untuk mencapai batas aman persediaan sebesar (5.428+4.564)/2 = 4.996 MT, maka dengan kapasitas produksi sebesar (972+1.836)/2 = 1.404 MT perhari, dibutuhkan hari kerja sebanyak = 4.996 / 1.404 = 4 hari kerja maka pada tanggal 23 November 2008 malam setelah jam kerja berakhir, sudah dihasilkan batubara sebanyak 5.216 MT Sehingga perusahaan sudah dapat memberitahukan kepada klien untuk melabuhkan bargenya pada tanggal 24 November 2008. Dari waktu penginformasian sampai dengan barge datang membutuhkan waktu minimal 1 hari kerja. Gambar 4.13 Simulasi Kasus Rata-Rata