BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, maka semua faktor-faktor

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Oleh Iwan Sidharta, MM.

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dalam melakukan kegunaan operasionalnya tidak akan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

Perihal : Permohonan Menjadi Responden Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUGI LABA BIAYA FISKAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

By Afifudin PSP FE Unisma 2

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perencanaan pajak (tax planning) merupakan proses pengorganisasian yang

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan informasi keuangan yang relevan

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Keuangan Fiskal Sebagai Dasar Penghitungan Penghasilan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS)

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 220/PJ.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

Oleh Iwan Sidharta, MM.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas penerapan perencanaan pajak terhadap

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dengan direktur bernama FENNY PHITOYO yang beralamat di jalan HR.

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT AMD

Penerapan Metode Penyusutan Aktiva Tetap Berwujud Ditinjau Dari Sudut Pandang Akuntansi dan Perpajakan Pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. sendiri, seperti peraturan-peraturan perpajakan yang sering kali berubah-ubah,

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

Mentoring Perpajakan 1. PT ABC memiliki rincian aset tetap pada tahun 2014 sebagai berikut: Biaya Perolehan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam negeri sangatlah penting serta mempunyai kedudukan yang

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik dalam perolehan maupun pengelolaannya. Banyak alternatif cara perolehan aktiva tetap ini. Oleh karena itu harus ditetapkan kebijakan cara perolehan yang paling baik dan paling menguntungkan bagi perusahaan. Cara-cara perolehan tersebut antara lain : 1. Pembelian tunai 2. Pembelian angsuran 3. Ditukar dengan surat-surat berharga 4. Ditukar dengan aktiva lain 5. Diperoleh dari hadiah/donasi 6. Dibangun sendiri. Dari cara-cara perolehan aktiva tetap tersebut, yang diterapkan oleh Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines adalah sebagai berikut: 1. Pembelian tunai Perusahaan menetapkan kebijakan untuk melakukan pembelian tunai adalah untuk aktiva yang mudah diperoleh dan harganya tidak terlalu mahal. Aktiva yang dibeli secara tunai untuk tahun 2002 adalah handphone dan dispenser. 56

57 2. Pembelian kredit Tujuan dari pembelian aktiva dengan cara kredit adalah agar dana yang harus dikeluarkan dapat digunakan untuk keperluan lain yang lebih mendesak. Bunga yang timbul dari pembelian kredit ini tidak dimasukkan kedalam harga perolehan melainkan dibebankan sebagai biaya bunga. Aktiva yang dibeli dengan cara ini adalah kendaraan. 3. Membangun Sendiri Adapun maksud ditetapkannya kebijakan membangun sendiri aktiva tetap adalah untuk menghemat biaya dan memperoleh kualitas yang lebih baik karena bisa dilakukan sendiri pengawasannya dan bahan-bahan dapat dipilih sendiri sesuai dengan yang diinginkan. Aktiva yang diperoleh dengan cara ini adalah bangunan. Cara perolehan aktiva tetap ini telah sesuai prinsip-prinsip akuntansi (Standar Akuntansi Keuangan) maupun ketentuan perpajakan (UU PPh No. 17 tahun 2000). B. Penggolongan Aktiva Tetap Untuk penggolongan aktiva tetap, dalam banyak literatur akuntansi diberikan pengelompokan yang berbeda-beda. Oleh karena itu pengelompokan aktiva ini untuk masing-masing perusahaan juga akan tergantung dari kebijakan pimpinan perusahaan. Berdasarkan penggolongan sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II, Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines menggolongkan aktiva tetapnya kedalam 2 (dua) kelompok yaitu:

58 1. Aktiva yang umumnya tidak terbatas Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines menggolongkan ke dalam kelompok ini adalah tanah. 2. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunannya bisa diganti dengan aktiva yang sejenis. Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines menggolongkan aktivanya ke dalam kelompok ini antara lain bangunan, peralatan komputer, peralatan kantor, dan kendaraan. Untuk kepentingan perpajakan, kelompok aktiva tetap telah diatur lebih rinci dan jelas sehingga setiap wajib pajak harus mengikuti pengelompokan aktiva sebagai mana telah diatur dalam pasal 11 Undangundang No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 17 tahun 2000 dan sebagai peraturan pelaksanaannya telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/2000 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan. Pada dasarnya Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines telah berusaha untuk mengikuti pengelompokan sesuai ketentuan perpajakan tersebut. Untuk tanah wajib pajak tidak menyusutkan dan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan. Demikian juga bangunan dan peralatan kantor maupun kendaraan telah dikelompokkan sesuai ketentuan. Namun untuk peralatan komputer, menurut ketentuan perpajakan mengalami perubahan di mana berdasarkan

59 Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/2000 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2001 ditegaskan bahwa untuk keperluan penyusutan komputer, printer, scanner dan sejenisnya termasuk dalam kelompok II. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002 yang mulai berlaku sejak bulan April 2002 ditegaskan bahwa untuk keperluan penyusutan komputer, printer, scanner dan sejenisnya termasuk dalam kelompok I. Oleh karena itu terjadi perubahan kelompok untuk komputer, printer, scanner dan sejenisnya dari kelompok II menjadi kelompok I dan atas ini wajib pajak (Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines) masih menggunakan ketentuan lama. C. Metode Penyusutan Aktiva Tetap Pemilihan metode penyusutan yang akan digunakan oleh perusahaan perlu dipertimbangkan dengan baik. Banyaknya alternatif metode penyusutan yang ada membuat perusahaan harus mencari metode mana yang paling menguntungkan bagi perusahaan. Begitu juga perusahaan harus memperhatikan metode penyusutan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Pemilihan metode penyusutan dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan perpajakan, apakah memakai metode garis lurus (straight line method) atau metode saldo menurun (declining balance method) perlu diperhatikan beberapa hal: 1. Penggunaan metode garis lurus cenderung lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan metode saldo menurun. Karena untuk metode garis

60 lurus cukup dengan mengalikan tarif penyusutan dengan harga perolehan atau dengan membagi harga perlohan dengan umur ekonomis dari aktiva tersebut. Sedangkan untuk metode saldo menurun ditentukan dengan mengalikan tarif dengan nilai sisa buku sehingga harus selalu dihitung nilai sisa buku fiskal dari aktiva tersebut. 2. Umumnya perusahaan untuk kepentingan perhitungan pajak berusaha untuk mengecilkan laba sehingga memperkecil PPh terutang. Salah satu cara untuk mengecilkan laba tersebut adalah dengan memilih metode penyusutan yang menghasilkan biaya penyusutan yang paling besar. Untuk awal tahun penyusutan aktiva tetap tersebut maka dengan metode saldo menurun akan menghasilkan biaya penyusutan yang lebih besar dibandingkan dengan metode garis lurus. Namun perlu diperhatikan untuk bidang-bidang usaha yang pada awal pendiriannya umumnya masih mengalami kerugian karena besarnya modal yang harus diinvestasikan untuk awal pendirian misalnya usaha perkebunan, jika digunakan metode saldo menurun maka jumlah beban penyusutan pada awal-awal akan lebih besar sehingga jumlah kerugian juga akan lebih besar. Namun perlu diperhatikan bahwa kompensasi kerugian secara fiskal dibatasi hanya boleh maksimal 5 (lima) tahun sehingga bila kerugian tersebut telah melebihi 5 (lima) tahun akan mengakibatkan hak untuk mengkompensasikan kerugian tersebut akan hilang. Dengan demikian justru hal itu akan lebih merugikan perusahaan.

61 Misalnya sebuah mesin dibeli awal Januari 2002 dengan harga perolehan sebesar Rp 150.000.000,00. Mesin tersebut termasuk dalam kelompok I. Perhitungan penyusutan menurut metode garis lurus maupun saldo menurun adalah sebagai berikut: Metode garis lurus Depresiasi/ tahun = Rp 150.000.000,00 4 = Rp 37.500.000,00 Tabel 14 Metode Garis Lurus Tahun Depresiasi Akumulasi Nilai Buku Depresiasi Aktiva Harga perolehan 150.000.000 2002 37.500.000 37.500.000 112.500.000 2003 37.500.000 75.000.000 75.000.000 2004 37.500.000 112.500.000 37.500.000 2005 37.500.000 150.000.000 0 Sumber : diolah

62 Tabel 15 Metode Saldo Menurun Thn Depresiasi Akumulasi Nilai buku Depresiasi aktiva Harga perolehan Rp 150.000.000 2002 50% x 150.000.000 = 75.000.000 Rp 75.000.000 75.000.000 2003 50% x 75.000.000 = 37.500.000 112.500.000 37.500.000 2004 50% x 37.500.000 = 18.750.000 131.250.000 18.750.000 2005 Disusutkan sekaligus= 18.750.000 150.000.000 0 Sumber : diolah Bila digunakan metode garis lurus maka beban penyusutan tahun 2002 adalah sebesar Rp 37.500.000,00 sedangkan jika digunakan metode saldo menurun maka beban penyusutan adalah sebesar Rp 75.000.000,00 atau selisihnya sebesar Rp 37.500.000,00. Metode penyusutan yang dipakai oleh Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines adalah garis lurus (straight line method) baik dalam penyajian laporan keuangan komersial maupun untuk laporan keuangan fiskal. Namun karena wajib pajak masih mengelompokkan komputer ke dalam kelompok II di mana seharusnya dimasukkan dalam kelompok I maka seharusnya akan terjadi perbedaan beban penyusutan yang diakui menurut akuntansi komersil dengan menurut akuntansi fiskal sehingga seharusnya terdapat penyesuaian/koreksi fiskal apakah itu koreksi fiskal negatif atau positif. Jika penyusutan menurut akuntansi komersial lebih besar daripada penyusutan akuntansi fiskal maka dilakukan koreksi

63 positif. Demikian juga sebaliknya apabila penyusutan menurut akuntansi kemersial lebih kecil daripada penyusutan akuntansi fiskal maka dilakukan koreksi negatif. Oleh karena itu dapat dibuat perbedaan tarif dan umur masa manfaat antara akuntasi komersil dan akuntasi fiskal sebagai berikut: Tabel 16 Perbandingan Umur dan Tarif Penyusutan Aktiva Tetap Jenis Aktiva Akuntansi Komersial Akuntansi Fiskal Masa Manfaat Tarif Masa Manfaat Tarif 1. Bangunan 20 tahun 5% 20 tahun 5% 2. Komputer 8 tahun 12,5% 4 tahun 25% 3. Peralatan kantor - terbuat dari besi 8 tahun 12,5% 8 tahun 12,5% - terbuat dari kayu 4 tahun 25% 4 tahun 25% 4. Kendaraan 8 tahun 12,5% 8 tahun 12,5% Sumber : diolah D. Perhitungan Penyusutan Aktiva Tetap Harta yang dapat disusutkan menurut Undang-undang PPh No. 17 tahun 2000 adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan kecuali tanah. Oleh karena itu harta yang tidak digunakan untuk

64 mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Pada dasarnya cara perhitungan penyusutan yang dibuat Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines telah sesuai dengan ketentuan perpajakan karena pada dasarnya peraturan perpajakan mengadopsi cara perhitungan penyusutan dari akuntansi komersial. Namun ada beberapa hal yang belum sesuai dengan ketentuan perpajakan yang menyebabkan perbedaan penyusutan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal. Misalnya kesalahan pengelompokan komputer. Selain itu perbedaan pengakuan biaya penyusutan handphone dan kendaraan dinas yang dimiliki perusahaan. Perhitungan penyusutan bangunan adalah sebagai berikut: Depresiasi/tahun = 5% x Rp 4.042.311.845,00 = Rp 202.115.592,00 Penyusutan bangunan dibebankan ke dalam beban investasi dan merupakan biaya untuk mendapatkan penghasilan yang telah dikenakan PPh final dan oleh wajib pajak tidak dikurangkan dari penghasilan bruto sehingga telah sesuai dengan ketentuan perpajakan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP- 316/PJ./2002 junto Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE- 07/PJ.42/2002 tentang perhitungan penyusutan atas komputer, printer, scanner, dan sejenis sebagai peraturan pelaksana atas Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002 sebagai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/2002 yang telah mengubah kelompok aktiva

65 tetap atas komputer, printer, scanner, atau sejenis dari kelompok II menjadi kelompok I. Berdasarkan ketentuan tersebut maka perhitungan penyusutan atas komputer, printer, scanner dan sejenisnya yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan sebelum tanggal 1 April 2002 adalah sebagai berikut: 1. Penyusutan berdasarkan ketentuan lama (penyusutan kelompok II) berlaku sampai dengan bulan Maret 2002; 2. Penyusutan berdasarkan ketentuan baru (penyusutan kelompok I) berlaku mulai bulan April 2002, dengan tetap menggunakan sisa manfaat semula yang akan mengalami penyesuaian/percepatan secara otomatis. Oleh karena itu komputer yang dimiliki Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines jika dikelompokkan kembali adalah sebagai berikut: Tabel 17 Sisa Masa Manfaat Komputer per 1 April 2002 Tahun Harga Nilai Buku per Sisa Manfaat Akhir Masa Perolehan Perolehan 1 April 2002 per 1 April 02 Manfaat 1995 14.971.000 1.403.531 9 bln 2002 1996 29.438.600 6.439.694 1 thn 9 bln 2003 1997 38.916.000 13.377.375 2 thn 9 bln 2004 1999 11.370.000 6.750.938 4 thn 9 bln 2005 2000 7.600.000 5.462.500 5 thn 9 bln 2005 Sumber : diolah

66 Untuk komputer yang diperoleh tahun 1995 sampai dengan tahun 1997 tidak ada perubahan pengelompokan karena sisa manfaatnya per April 2002 kurang dari 4 tahun. Namun untuk komputer yang diperoleh tahun 1999 dan 2000 karena sisa manfaat per April 2002 lebih dari 4 tahun maka komputer tersebut akan dikelompokkan kembali menjadi kelompok I dengan masa manfaat 4 tahun. Pada tahun 2005 nilai sisa buku fiskal yang masih ada harus disusutkan semuanya. Perhitungan penyusutan komputer tahun 2002 adalah sebagai berikut: Yang diperoleh tahun: 1995 = 12,5% x Rp 14.971.000,00 = Rp 1.871.375,00 1996 = 12,5% x Rp 29.438.600,00 = Rp 3.679.825,00 1997 = 12,5% x Rp 38.916.000,00 = Rp 4.864.500,00 Yang diperoleh tahun 1999 dan tahun 2000 maka perhitungan penyusutannya dilakukan terpisah antara penyusutan bulan Januari sampai dengan Maret (kelompok II) dengan bulan April sampai dengan Desember (kelompok I) sebagai berikut: Penyusutan bulan Januari sampai dengan Maret 1999 = 12,5% x Rp 11.370.000,00 x 3/12 = Rp 355.313,00 2000 = 12,5% x Rp 7.600.000,00 x 3/12 = Rp 237.500,00 Penyusutan bulan April sampai dengan Desember 1999 = 25% x Rp 6.750.938,00 x 9/12 = Rp 1.265.801,00 2000 = 25% x Rp 5.462.500,00 x 9/12 = Rp 1.024.219,00

67 Dasar penyusutan untuk perhitungan penyusutan bulan Januari sampa dengan Maret adalah harga perolehan sedangkan untuk masa April sampai dengan Desember adalah nilai sisa buku fiskal per April 2002 (karena perubahan kelompok). Dengan demikian total penyusutan komputer secara fiskal untuk tahun 2002 adalah sebesar Rp 13.298.532,00 (1.871.375 + 3.679.825 + 4.864.500 + 355.313 + 237.500 + 1.265.801 + 1.024.219). Untuk penyusutan peralatan kantor tidak ada perubahan pengelompokan. Karena metode yang digunakan adalah garis lurus maka perhitungan penyusutan dilakukan dengan cara menglikan tarif dengan harga perolehan. Perhitungan penyusutan peralatan kantor adalah sebagai berikut: Tabel 18 Perhitungan Penyusutan Peralatan Kantor Th.Perolehan Kelompok Perhitungan Peny. Th. 2002 1996 II 12,5% x 12.528.000,00 1.566.000,00 1997 II 12,5% x 27.293.600,00 3.411.700,00 1999 I 25% x 8.916.850,00 2.229.213,00 2000 I 25% x 40.463.650,00 10.115.913,00 2001 I 25% x 500.000,00 112.500,00 2001 I 25% x 4.080.000,00 x 50% 510.000,00 2002 I 25% x 2.550.000,00 x 50% 318.750,00 2002 I 25% x 637.500,00 x 9/12 119.531,00 Jumlah 13.418.406,00 Sumber : diolah

68 Penyusutan peralatan kantor yang dibuat wajib pajak umumnya telah sesuai dengan ketentuan perpajakan. Namun atas penyusutan hanphone yang diperkenankan sebagai penghasilan bruto berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-220/PJ./2002 adalah sebesar 50% dari penyusutan tahun pajak yang bersangkutan. Kendaraan dibeli bulan April 2002 sehingga penyusutan tahun 2002 hanya 9 (sembilan) bulan dan penyusutannya dapat dihitung sebagai berikut: Penyusutan = 12,5% x Rp 154.000.000,00 x 9/12 = Rp 14.437.500,00 Oleh karena itu perbandingan penyusutan menurut wajib pajak dan penyusutan secara fiskal dapat dibuat adalah sebagai berikut: Tabel 19 Perbandingan Penyusutan Komersial dan Fiskal Jenis Aktiva Komersial Beban Penyusutan Fiskal Koreksi Fiskal Komputer 12.639.993,00 13.298.532,00 (658.539,00) Peralatan Kantor - terbuat dari besi 4.977.700,00 4.977.700,00 0,00 - terbuat dari kayu 15.297.012,00 13.418.406,00 1.878.606,00 Kendaraan 14.437.500,00 14.437.500,00 0,00 Jumlah 47.352.205,00 46.132.138,00 1.220.067,00 Sumber : diolah

69 Oleh karena itu yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah sebesar: = Rp 1.149.133.208,00 x 46.132.138,00 5.563.467.976,00 = Rp 9.528.584,00 Dengan demikian terdapat koreksi penyusutan sebagai pengurang penghasilan bruto sebesar Rp 252.005,00 (9.780.589 9.528.584) E. Perhitungan Pajak Penghasilan Karena penghasilan dari Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines untuk kepentingan perhitungan PPh terdiri dari 2 (dua) macam penghasilan yaitu penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final maupun yang dibebaskan dari pengenaan pajak dan penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final, maka harus dipisahkan pencatatan antara penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final/ dibebaskan dari pengenaan pajak dengan penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final. Demikian juga atas biaya yang dikeluarkan harus dipisahkan pencatatannya. Apabila terdapat biaya bersama maka biaya tersebut harus dialokasikan berdasarkan proporsi dari penghasilan. Untuk ini wajib pajak telah melakukan pemisahan pencatatan biaya dan berdasarkan proporsi penghasilan maka persentase biaya bersama yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah 20,65% sebagaimana telah dijelaskan dalam data perusahan dalam bab III.

70 Perhitungan PPh terutang Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan Neto Komersil a. Peredaran Usaha Rp 5.563.467.976,- b. Harga Pokok Penjualan Rp 2.798.729,- c. Biaya Usaha Rp 292.164.670,- d. Penghasilan Neto dari Usaha Rp 5.268.504.577,- e. Penghasilan Neto dari Luar Usaha Rp 0,- Jumlah d dan e Rp 5.268.504.577,- 2. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak Rp 6.712.601.184,- 3. Penyesuaian fiskal positif Rp 24.621.539,- 4. Penyesuaian fiskal negatif Rp 0,- 5. Fasilitas penanaman modal berupa Rp 0,- pengurang penghasilan neto 6. Penghasilan neto fiskal (1 2 + 3 4 5) (Rp 1.419.475.068,-) 7. Kompensasi kerugian Rp 0,- 8. Penghasilan kena pajak Rp 0,- 9 PPh terutang Rp 0,- 10 Kredit pajak Rp 143.888.604,- 11 PPh lebih bayar Rp 143.888.604,- F. Koreksi Fiskal

71 Dalam menentukan penghasilan (pendapatan) dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan undang-undang pajak penghasilan (UU PPh), terdapat persamaan dan perbedaan. Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal (berdasarkan UU PPh) maka sebelum menghitung pajak penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba (rugi) komersil tersebut harus dilakukan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal sehingga disusun laporan keuangan fiskal. Dengan demikian untuk keperluan perpajakan, wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda melainkan cukup dengan membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan terlebih dahulu harus dilakukan penyesuaianpenyesuaian fiskal. Koreksi fiskal terjadi karena perbedaan perlakuan antara menurut akuntansi (SAK) dengan menurut undang-undang PPh. Perbedaaan tersebut terdiri dari beda tetap dan beda waktu. Beda tetap adalah perbedaan perlakukan antara akuntansi dengan perpajakan yang sifatnya tetap dan bukan karena perbedaan waktu pengakuan biaya atau pendapatan. Perbedaan tersebut dapat berupa: 1. Penerimaan yang menurut akuntansi merupakan penghasilan sendangkan menurut ketentuan perpajakan bukan merupakan objek PPh. Perbedaan ini sifatnya menguntungkan wajib pajak karena akan memperkecil penghasilan kena pajak dan PPh terutang.

72 2. Misalnya dividen yang diterima Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. 3. Penerimaan yang menurut akuntansi bukan merupakan penghasilan tetapi menurut ketentuan perpajakan merupakan objek PPh. Perbedaan ini sifatnya merugikan wajib pajak karena akan menambah penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Misalnya penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-pihak yang ada hubungan usaha, pekerjaan, penguasaan atau kepemilikan. 4. Penerimaan yang menurut akuntansi merupakan penghasilan tetapi menurut ketentuan peerpajakan telah dikenakan PPh yang bersifat final. Misalnya penghasilan dari bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh final. 5. Pengeluaran yang menurut akuntansi merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan perpajakan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense). Misalnya, a. biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan merupakan objek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final. b. Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan. c. Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan d. Biaya-biaya yang menurut ketentuan perpajakan tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu.

73 Beda waktu adalah perbedaan pengakuan/pembebanan biaya tiap-tiap tahun buku atau tahun pajak tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai biaya adalah sama. Jadi perbedaan tersebut hanyalah perbedaan waktu untuk pengakuan atau pembebanan. Perbedaan tersebut misalnya: 1. Metode penyusutan 2. Metode penilaian persediaan 3. Penyisihan piutang tak tertagih 4. Laba (laba) selisih kurs Perbandingan antara akuntansi komersial dan akuntansi fiskal serta koreksi fiskal Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 20 Koreksi Fiskal Uraian Akuntansi Komersial Akuntansi Fiskal Koreksi Fiskal Peredaran Usaha (1.149.133.208) (1.149.133.208) 0 Harga Penjualan Pokok 2.798.729 0 2.798.729 Laba (Rugi) Bruto (1.151.931.937) (1.149.133.208) 2.798.729 Pengurang Penghasilan Bruto Laba (Rugi) Neto Usaha 292.164.670 279.097.575 13.067.095 (1.444.096.607) (1.428.230.783) 15.865.824 Penghasilan Lain-lain 0 0 0 Jumlah Penghasilan (1.444.096.607) (1.428.230.783) 15.865.824

74 Neto Kompensasi Kerugian 0 0 0 Penghasilan Kena 0 0 0 Pajak PPh Terutang 0 0 0 Kredit Pajak 143.888.604 143.888.604 0 PPh Kurang (Lebih) (143.888.604) (143.888.604) 0 Bayar Sumber : diolah Untuk Harga Pokok Penjualan dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp 2.798.729,00 karena biaya tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final yang terdiri dari beban administrasi custodian, beban administrasi deposito dan beban transaksi surat-surat berharga. Koreksi ini bersifat merugikan wajib pajak karena akan memperbesar penghasilan kena pajak. Namun karena wajib pajak masih mengalami kerugian maka hanya akan mengurangi kerugian yang dapat dikompensasikan ke tahun berikutnya. Koreksi pengurang penghasilan bruto disebabkan oleh : 1. Koreksi beban handphone sebesar Rp 1.317.873,00 yang digunakan oleh direksi. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP- 220/PJ./2002 tanggal 18 April 2002 menyatakan bahwa atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah berlangganan

75 atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan. Pada tahun 2002 jumlah biaya hanphone yang dikeluarkan (biaya non final) adalah sebesar Rp 2.635.746,00 sehingga yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah sebesar 50% atau sebesar Rp 1.317.873,00. 2. Koreksi beban pemeliharaan inventaris kantor sebesar Rp 1.744.621,00 karena merupakan biaya pemeliharaan kendaraan yang digunakan oleh direksi berdasarkan dengankeputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-220/PJ./2002 hanya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan. Pada tahun 2002 jumlah biaya pemeliharaan kendaraan yang dikeluarkan (biaya non final) adalah sebesar Rp 3.654.468,00 sehingga yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah sebesar 50% atau sebesar Rp 1.744.621,00. 3. Koreksi atas biaya konsultasi dan manajemen sebesar Rp 784.889,00 karena merupakan biaya entertainment yang tidak dibuat daftar nominatifnya. 4. Koreksi atas biaya administrasi bank sebesar Rp 516.375,00 karena merupakan pemberian sumbangan sesuai dengan pasal 9 ayat (1g) Undang-undang PPh No. 17 tahun 2000.

76 5. Koreksi atas biaya transportasi dan perjalanan sebesar Rp 3.288.647,00 karena merupakan pemberian sumbangan sesuai dengan pasal 9 ayat (1g) Undang-undang PPh No. 17 tahun 2000. 6. Koreksi atas biaya presentasi dan rapat sebesar Rp 5.162.479,00 karena merupakan pemberian sumbangan sesuai dengan pasal 9 ayat (1g) Undang-undang PPh No. 17 tahun 2000. 7. Koreksi penyusutan sebesar Rp 252.005,00 sebagai mana perhitungan di atas. Koreksi penyusutan tersebut terdiri dari: a. Koreksi fiskal negatif atas penyusutan komputer karena perubahan kelompok komputer dari kelompok II menjadi kelompok satu sehingga mengakibatkan percepatan/penyesuaian penyusutan. Komputer yang mempunyai sisa manfaat per 1 April 2002 lebih dari 4 tahun maka akan disusutkan menjadi 4 tahun sehingga beban penyusutan akan semakin besar. b. Koreksi fiskal positif penyusutan hanphone karena secara fiskal hanya diperbolehkan sebagai pengurang bruto sebesar 50% dari biaya penyusutan tahun pajak yang bersangkutan. Penghasilan kena pajak di isi 0 (nol) karena Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines untuk tahun 2002 mengalami kerugian sehingga apabila dikalikan dengan tarif tidak akan menghasilkan angka yang negatif. Akibat adanya koreksi fiskal ini meskipun tidak berpengaruh terhadap besarnya PPh terutang Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines namun koreksi tersebut akan mengakibatkan berkurangnya kerugian yang dapat

77 dikompensasikan. Kompensasi kerugian menurut wajib pajak adalah sebesar Rp 1.444.096.607,00 namun dengan adanya koreksi fiskal sebesar Rp 15.865.824,00 akan mengakibatkan kompensasi kerugian fiskal menjadi Rp 1.428.230.783,00.