IV. METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
VII. ANALISIS KEBIJAKAN

III. METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2)

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bayu Nuswantara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen SatyaWacana, Salatiga

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian

GUBERNUR JAWA TENGAH

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

Lampiran 1. Data Penelitian

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

GUBERNUR JAWA TENGAH

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

PERANAN KREDIT DALAM MENDORONG KINERJA USAHA KECIL

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH


KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB IV GAMBARAN UMUM

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. MEODOLOGI PENELIIAN 91 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa engah dengan pertimbangan wilayah Jawa engah merupakan salah satu sentra berbagai kegiatan usaha kecil yang dinamis dan berkembang di Indonesia. Untuk mencapai tujuan penelitian pertama dan ketiga, maka dilakukan survei usaha kecil di tiga Kabupaten yaitu: Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Klaten. Penentuan tiga kabupaten ini dilakukan secara sengaja (purposive) dan didasarkan pada beberapa pertimbangan: (1) merupakan daerah potensial untuk kegiatan usaha kecil, () merupakan daerah dengan sentra produksi usaha kecil makanan olahan (berbasis bahan baku pertanian) yang menonjol di Jawa engah (BPS Semarang, 003), dan (3) merupakan kabupaten dengan tingkat pengembalian kredit kecil yang baik atau memiliki non performing loans yang rendah di Jawa engah, sehingga dapat menjadi acuan (benchmark) bagi wilayah lain dalam melihat peranan kredit terhadap kinerja usaha kecil. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 007 sampai dengan Agustus 007. Sedangkan untuk tujuan penelitian yang kedua, dilakukan penelitian menggunakan data sekunder dari instansi pemerintah terkait, dengan mencakup seluruh kabupaten di wilayah Provinsi Jawa engah, meliputi 9 Kabupaten yaitu: Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegera, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, emanggung, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, egal, dan Brebes.

9 4.. Metoda Pengambilan Contoh Untuk keperluan analisis model ekonomi usaha kecil, pengambilan data primer menggunakan data cross-section dengan contoh yang diambil secara acak (random sampling method), sehingga setiap pelaku usaha kecil mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai contoh (sampel). Contoh ditarik dari wilayah yang telah dipilih lebih dahulu, dalam hal ini adalah daerah sentra usaha kecil (di wilayah kecamatan). Contoh ditarik dari kelompok populasi sebagai kerangka contoh, tetapi tidak semua anggota kelompok populasi menjadi anggota contoh. Sehingga didapat jumlah contoh usaha kecil sebagai responden antara 9 sampai 15 contoh (sampel) untuk setiap wilayah kecamatan. Pemilihan 3 (tiga) Kabupaten penelitian yaitu: Semarang, Magelang dan Klaten, dilakukan secara sengaja (purposive). Dari Kabupaten Semarang dipilih wilayah Kecamatan untang sebagai lokasi penelitian, dari Kabupaten Magelang dipilih 4 (empat) wilayah Kecamatan yaitu: Mertoyudan, egalrejo, Candimulyo, dan Grabag, sedangkan dari Kabupaten Klaten dipilih (dua) wilayah Kecamatan yaitu: Jogonalan dan Ngawen. Pemilihan kecamatan ini juga dilakukan secara sengaja (purposive). Selanjutnya penarikan contoh dilakukan dengan secara acak (random sampling method) dan jumlah contoh masing-masing wilayah kecamatan ditentukan dengan cara alokasi tidak berimbang, sehingga didapat 15 contoh dari Kabupaten Semarang, 5 contoh dari Kabupaten Klaten dan 50 contoh dari Kabupaten Magelang. Jumlah keseluruhan usaha kecil makanan yang dijadikan sampel adalah 90 contoh. Adapun kerangka sampling di 3 (tiga) kabupaten ini didapat dari data jumlah usaha kecil makanan yang ada di Dinas Perindustrian di masing-masing

93 kabupaten dan dari Dinas Perindustrian Provinsi Jawa engah. Dari 90 contoh usaha kecil makanan yang ada di 3 (tiga) wilayah kabupaten ini diharapkan dapat diperoleh gambaran keragaan ekonomi usaha kecil yang mengambil kredit mikro dan kecil. Sentra-sentra usaha kecil ini, merupakan industri perdesaan yang menonjolkan resource based industry, yaitu bersifat mendukung serta menimbulkan efek multiplier terhadap sektor pertanian dan industri pengolahan yang berbasis pertanian di perdesaan (White, 1990). Sedangkan untuk analisis model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah, masing-masing blok yaitu: Kredit dari Lembaga Keuangan Mikro dan PDRB, data diperoleh dari data sekunder (time series) untuk kondisi tahun 000 sampai dengan tahun 005 selama 6 (enam) tahun dan data primer (cross-section) dari 9 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa engah, sehingga didapat data pool. Model diestimasi dengan metode pendugaan wo Stages Least Square (SLS). 4.3. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer crosssection dari survei yang bersumber dari usaha kecil sebagai contoh, di tiga Kabupaten di wilayah Provinsi Jawa engah yaitu: Semarang, Magelang dan Klaten. Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara terhadap pelaku usaha kecil menggunakan daftar pertanyaan dengan kuisioner yang dirancang untuk penelitian ini. Dalam pengumpulan data primer ini peneliti dibantu oleh empat orang enumerator, yang telah dilatih mengenai pertanyaan dalam kuisioner sehingga dapat memahami dan menguasai pertanyaan yang dimaksud. Data primer ini meliputi identitas pelaku usaha kecil (umur, jenis kelamin, pendidikan, jumlah anggota keluarga, dll), identitas usaha, penggunaan input produksi, hasil

94 produksi, penggunaan pinjaman, pengeluaran untuk pendidikan dan sosial, konsumsi, tabungan, kepemilikian aset, serta permasalahan usaha kecil yang dihadapi. Adapun data primer untuk pool data yang merupakan gabungan data timeseries dan data cross-section di 9 Kabupaten di Provinsi Jawa engah periode tahun 000-005, diperoleh dari Badan Pusat Statistik Semarang, Bank Indonesia Semarang, Kantor Wilayah Bank Rakyat Indonesia, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 4.4. Perumusan Model Model ekonometrika ini dalam bentuk persamaan simultan terdiri dari persamaan perilaku dan persamaan identitas. Model kuantitatif yang digunakan untuk analisis penelitian ini dibangun dengan langkah-langkah melalui prosedur yang bertahap mulai dari pengidentifikasian masalah, pemilihan pendekatan teknik modeling, spesifikasi model, estimasi atau solusi model, evaluasi dan validasi model, dan aplikasi model, sehingga dapat diperoleh hasil dan kesimpulan penelitian (Sinaga, 1997). Secara garis besar penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu (1) ekonomi usaha kecil, dan () keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah. Model ini dibangun dengan menggunakan persamaan simultan. 4.4.1. Model Ekonomi Usaha Kecil Bagian ini menganalisis hubungan simultan variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan ekonomi pelaku usaha kecil dengan menggunakan model ekonometrika. Model ini terdiri dari 11 persamaan dengan model

persamaan simultan, terdiri 8 persamaan perilaku dan 3 persamaan identitas, yaitu: 1. Persamaan Pengambilan Kredit (PKM) : Kredit yang diambil oleh usaha kecil diduga dipengaruhi oleh tingkat bunga kredit, tabungan, pengeluaran non tenaga kerja, lama pengalaman usaha, dan dummy sumber kredit. PKM = a 10 + a 11 SBK + a 1 ABS + a 13 PNK + a 14 LU + a 15 DSK + U 1... (01) anda parameter dugaan yang diharapkan a 1, a 13, a 14, a 15 > 0 dan a 11 < 0 PKM = Kredit yang Diambil Usaha Kecil (Rp per tahun) SBK = ingkat Bunga Kredit (persen per tahun) ABS = abungan (Rp per tahun) PNK = Pengeluaran Non enaga Kerja (Rp per tahun) LU = Pengalaman Usaha (ahun) DSK = Dummy Sumber Kredit ( 0 adalah sumber kredit dari non bank dan 1 adalah sumber kredit dari bank). Persamaan Modal Usaha (MOUS) : Modal usaha merupakan penjumlahan kredit yang diambil oleh usaha kecil dan nilai aset kegiatan usaha (ALK) yang dimiliki usaha kecil. MOUS = PKM + ALK... (0) MOUS PKM ALK = Modal Usaha (Rp per tahun) = Kredit yang Diambil Usaha Kecil (Rp per tahun) = Aset Kegiatan Usaha (Rp per tahun) 3. Persamaan Penggunaan Bahan Baku (PBM) : Pengeluaran untuk penggunaan bahan baku diduga dipengaruhi oleh modal usaha, harga input produksi, dan jumlah tenaga kerja. 95

96 PBM = a 0 + a 1 MOUS + a PI + a 3 JK + U... (03) anda parameter dugaan yang diharapkan a 1,a, a 3, a 4 > 0 PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PI = Harga Input Produksi (Rp per satuan) JK = Jumlah enaga Kerja (HOK) 4. Persamaan Penggunaan Bahan Bakar (PBB): Disamping bahan baku kegiatan usaha juga membutuhkan bahan bakar untuk produksi. Pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar diduga dipengaruhi modal usaha dan pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar minyak tanah. PBM = a 30 + a 31 MOUS + a 3 PBBM + U 3... (04) anda parameter dugaan yang diharapkan a 31,a 3 > 0 PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PBBM = Penggunaan Bahan Bakar Minyak anah (Rp per tahun) 5. Persamaan Penggunaan enaga Kerja (PK): Pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja diduga dipengaruhi oleh modal usaha dan pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja perempuan. PK = a 40 + a 41 MOUS + a 4 PKP + U 4... (05) anda parameter dugaan yang diharapkan a 41,a 4 > 0 PK = Penggunaan enaga Kerja (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PKP = Penggunaan enaga Kerja Perempuan (Rp per tahun)

6. Persamaan otal Biaya Produksi (BP): 97 otal biaya produksi merupakan penjumlahan antara pengeluaran untuk penggunaan bahan baku, pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar, dan pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja. BP = PBM + PBB + PK... (06) BP = otal Biaya Prosuksi (Rp per tahun) PBM = Penggunaan Bahan Baku / Bahan Mentah (Rp per tahun) PBB = Penggunaan Bahan Bakar (Rp per tahun) PK = Penggunaan enaga Kerja (Rp per tahun) 7. Persamaan Penerimaan Usaha (PENU) : Penerimaan usaha kecil diduga dipengaruhi oleh penggunaan bahan baku, penggunaan bahan bakar, penggunaan tenaga kerja, harga jual produk, dan dummy wilayah pemasaran. PENU = a 50 + a 51 PBM + a 5 PBB + a 53 PK + a 54 PO + a 55 DPP + U 5... (07) anda parameter dugaan yang diharapkan a 51,a 5, a 53, a 54, a 55, > 0 PENU = Penerimaan Usaha (Rp per tahun) PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) PBB = Penggunaan Bahan Bakar (Rp per tahun) PK = Penggunaan enaga Kerja (Rp per tahun) PO = Harga Jual Produk (Rp per satuan) DPP = Dummy Pemasaran Produk ( 0 adalah wilayah pemasaran di Jawa engah dan Yogyakarta dan 1 adalah wilayah pemasaran yang lebih luas mencapai Jawa imur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya)

98 8. Persamaan Pendapatan Usaha (PEND) : Pendapatan usaha merupakan selisih antara penerimaan usaha dengan total biaya produksi, ini merupakan pendapatan bersih usaha. PEND = PENU - BP... (08) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) PENU = Penerimaan Usaha (Rp per tahun) BP = otal Biaya Produksi (Rp per tahun) 9. Persamaan abungan (ABS) : abungan diduga pengaruhi oleh pendapatan usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan dummy kelembagaan tabungan. ABS = a 60 + a 61 PEND + a 6 JAK + a 63 P + a 64 DJS + U 6... (09) anda parameter dugaan yang diharapkan a 61, a 63, a 64 > 0 dan a 6 < 0 ABS = abungan (Rp per tahun) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) JAK = Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) P = ingkat Pendidikan (Skor) DJS = Dummy Kelembagaan abungan ( 0 adalah simpanan/tabungan di kelompok atau di rumah dan 1 adalah simpanan/tabungan di bank atau koperasi) 10. Persamaan Konsumsi (PKON) : Pengeluaran untuk konsumsi diduga dipengaruhi oleh pendapatan bersih usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan konsumsi tenaga kerja. KONS = a 70 + a 71 PEND + a 7 JAK + a 73 P + a 74 KK + U 7... (10) anda parameter dugaan yang diharapkan a 71, a 7 a 73, a 74 > 0 PKON = Konsumsi (Rp per tahun)

PEND = Pendapatan Bersih Usaha (Rp per tahun) JAK = Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) P = ingkat Pendidikan (Skor) KK = Konsumsi enaga Kerja (Rp per tahun) 99 11. Persamaan Pengeluaran Pendidikan dan Sosial (PPKS): Pengeluaran untuk pendidikan dan sosial diduga dipengaruhi pendapatan bersih usaha, jumlah anak sekolah, pengeluaran sosial, dan dummy jenis kelamin. PPKS = a 80 + a 81 PEND + a 8 JAS + a 83 PSO + a 84 DJG + U 8... (11) anda parameter dugaan yang diharapkan a 81, a 8, a 83, a 84 > 0 PPKS = Pengeluaran Pendidikan dan Sosial (Rp per tahun) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) JAS = Jumlah Anak Sekolah (Jiwa) PSO = Pengeluaran Sosial (Rp per tahun) DJG = Dummy Jenis Kelamin ( 0 adalah perempuan dan 1 adalah laki-laki) 4.4.. Model Keterkaitan Kredit Dan Ekonomi Wilayah Untuk melihat keterkaitan ini, maka dirumuskan model ekonometrika yang merupakan model simultan dengan persamaan terdiri dari 11 persamaan perilaku dan persamaan identitas, serta dibagi dalam blok, yaitu : Blok Kredit dari Lembaga Keuangan Mikro, dan Produk Domestik Regional Bruto. 4.4..1. Blok Kredit Dari Lembaga Keuangan Mikro 1. Kredit Modal Kerja dari Bank Perkreditan Rakyat (KMB) : KMB = a 10 + a 11 SBBM + a 1 JG + a 13 JBPR + U 1... (01). Kredit Investasi dan Konsumsi dari BPR (KIKB) : KIKB = a 0 + a 1 SBBI + a JG + a 3 JBPR + U... (0)

100 3. Kredit Modal Kerja dari KUK (KMK) : KMK = a 30 + a 31 SBPM + a 3 J + a 33 JG + a 34 KBRI + a 35 JNB + U 3... (03) 4. Kredit Investasi dan Konsumsi dari KUK (KIKK) : KIKK = a 40 + a 41 SBPI + a 4 JD + a 43 JBRI + U 5... (04) 5. Kredit Kupedes dari Bank Rakyat Indonesia-Unit (KBRI) : KBRI = a 50 + a 51 SBPK + a 5 RPN + a 53 RNU + a 54 JBRI + a 55 PDRB1 + U 5... (05) 6. Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (KKSP): KKSP = a 60 + a 61 SBSM + a 6 JKSP + a 63 JG + a 64 JAKO + a 65 AKO + a 66 JMK + U 6... (06) 7. Jumlah Giro Masyarakat di Bank Umum : JG = a 70 + a 71 PDRB + a 7 PDRB3 + a 73 PDRB4 + U 7... (07) 8. Kredit Mikro dari Bank Perkreditan Rakyat : KBPR = KMB + KIKB... (08) 9. Kredit Kecil dari Bank Umum: KUK = KMK + KIKK... (09) anda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) dalam persamaan (01) hingga (07) adalah a 1, a 13, a, a 3, a 4, a 3, a 33, a 34, a 4, a 43, a 44, a 5, a 53, a 54,a 6, a 63, a 64, a 65 a 71, a 7, a 73 > 0 ; a 11, a 1, a 31, a 41, a 51, a 61 < 0 SBBM = Suku Bunga Kredit Modal Kerja dari BPR (persen) SBBI = Suku Bunga Kredit Investasi dari BPR (persen). SBBK = Suku Bunga Kredit Konsumsi dari BPR (persen) JG = Jumlah Simpanan Giro dari Masyarakat di Bank Umum (Rp)

101 JBPR = Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat (unit) JR = Jumlah Rumah angga (unit) SBPM = Suku Bunga Kredit Modal Kerja dari Bank Pemerintah (persen) SBPI = Suku Bunga Kredit Bank Pemerintah untuk Kredit Inv. (persen) JNB = Jumlah Nasabah Peminjam di BRI-Unit (orang) J = Jumlah Simpanan abungan Masyarakat di Bank Umum (Rp) JD = Jumlah Simpanan Deposito Masyarakat di Bank Umum (Rp) JBRI = Jumlah Kantor BRI-Unit (unit) RPN = Jumlah Rata-rata Pinjaman per Nasabah di BRI-Unit (Rp) RNU = Jumlah Rata-rata Peminjam per Kantor BRI-Unit (orang) KKSP = Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp) SBSM = Suku Bunga Kredit dari Bank Swasta untuk Kredit Modal Kerja (persen) JKSP JAKO AKO JMK KBPR KKSP KUK = Jumlah Kantor Koperasi Simpan Pinjam (unit) = Jumlah Anggota Koperasi Simpan Pinjam (orang) = Aset Koperasi Simpan Pinjam (Rp) = Jumlah Modal Koperasi Simpan Pinjam (Rp) = otal Kredit dari BPR (Rp) = otal Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp) = otal Kredit dari KUK Bank Umum (Rp) 4.4... Blok Produk Domestik Regional Bruto 10. Produk Domestik Regional Bruto sektor Pertanian (PDRB1) : PDRB1= b 80 + b 81 KBPR + b 8 KKSP + b 83 JP + b 84 JAK + U 8... (10) 11. Produk Domestik Regional Bruto sektor Industri Pengolahan (PDRB): PDRB= b 90 + b 91 KKSP + b 9 JP + b 93 JAK + U 9... (11) 1. Produk Domestik Regional Bruto sektor Perdagangan (PDRB3): PDRB3= b 100 + b 101 KUK + b 10 JP + b 103 JAK + U 10... (1)

10 13. Produk Domestik Regional Bruto sektor Jasa-jasa (PDRB4): PDRB4= b 110 + b 111 KBPR + b 11 KUK + b 113 JP + U 11... (13) anda parameter dugaan yang diharapkan persamaan (10), (11), (1) adalah : b 71, b 7, b 73, b 81, b 8, b 83, b 91, b 9 b 93, b 101, b 10, b 103, b 111, b 11, b 113 > 0 JAK = Jumlah Angkatan Kerja (orang) JP = Jumlah Penduduk (orang) PDRBi= Produk Domestik Regional Bruto sektoral (PDRB1 sektor Pertanian, PDBR sektor Industri Pengolahan, PDBR3 sektor Perdagangan, PDBR4 adalah sektor Jasa-jasa) (Rp) KBPR = otal Kredit dari BPR (Rp) KKSP = otal Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp) KUK = otal Kredit dari KUK Bank Umum (Rp) 4.5. Prosedur Estimasi Model 4.5.1. Identifikasi Model Sebelum menentukan metode yang digunakan untuk menduga parameterparameter suatu model, maka model perlu diidentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan order condition sebagai syarat keharusan, dan metode rank condition sebagai syarat kecukupan. Berdasarkan kriteria rank condition maka suatu persamaan akan teridentifikasi jika dan hanya jika, dimungkinkan untuk membentuk paling sedikit satu determinan bukan nol pada order (G 1) dari parameter struktural, pada variabel yang tidak termasuk dalam persamaan yang bersangkutan (Intriligator, 1996; Lains, 006; Manurung et al., 005). Sementara itu berdasarkan kriteria order condition, agar setiap persamaan dapat teridentifikasikan, maka harus dipenuhi beberapa persyaratan. Rumusan

103 identifikasi model menurut Koutsoyiannis (1977) dalam model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G 1) K = jumlah total variabel endogen dan predetermined didalam model, M = jumlah variabel endogen dan eksogen dalam suatu persamaan yang sedang diuji dan diidentifikasi, dan G = jumlah persamaan atau jumlah total variabel endogen. Bila sebuah persamaan memperlihatkan kondisi: (K M) < (G 1), persamaan dikatakan tidak teridentifikasi (under identified), (K M) = (G 1), persamaan dikatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified), dan (K M) > (G 1), persamaan dikatakan teridentifikasi berlebih (over identified), sehingga persamaan dapat diduga parameternya. 4.5.. Pendugaan Model 4.5..1. Model Ekonomi Usaha Kecil Model ini dikembangkan untuk mencapai tujuan penelitian yang pertama ini, merupakan model persamaan simultan yang tersusun dari 11 persamaan, yaitu 8 persamaan perilaku dan 3 persamaan identitas. Serta 11 variabel endogen dengan variabel predetermined sebanyak 18 yang terdiri atas variabel-variabel eksogen. Masing-masing jumlah nilai K = 9, M = 5, dan G = 11. Setelah melalui pengujian pada setiap persamaan, semua persamaan struktural memenuhi kriteria identifikasi model, dimana (K-M) > (G-1) sehingga (9 5) > (11 1) atau 4 > 10. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel yang relatif kecil (n

104 responden = 90), maka dipilih metode SLS (two stage least squares method) yang relatif kurang sensitif guna menduga parameter struktural (Sinaga, 1989). 4.5... Model Keterkaitan Kredit Dan Ekonomi Wilayah Model yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan model persamaan simultan yang tersusun dari 13 persamaan terdiri persamaan identitas dan 11 persamaan perilaku, dengan 13 variabel endogen serta variabel predetermined sebanyak 19 yang terdiri atas variabel-variabel eksogen. Masingmasing jumlah nilai K = 3, M = 6, dan G = 13, dimana (K M) > (G 1) sehingga (3 6) > (13 1) atau 6 > 1. Setelah melalui pengujian setiap persamaan, semua persamaan struktural memenuhi kriteria identifikasi model. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel yang relatif kecil (n kabupaten = 9 dan n tahun = 6) dan kemungkinan adanya respesifikasi model ketika dilakukan analisis struktural dan simulasi, maka dipilih metode SLS (two stage least squares method) yang relatif kurang sensitif untuk menduga parameter struktural (Sinaga, 1989). eknik estimasi ini menggunakan program Statistical Analysis System / Econometric ime-series (SAS/ES) Versi 9.1. 4.5.3. Validasi Model Model perlu diuji apakah cukup valid bila digunakan untuk simulasi kebijakan. Untuk itu digunakan kriteria statistik yaitu. Root Mean Squares Error (RMSE), Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE), dan U-heil. Statistik RMSE dan RMSPE menggambarkan seberapa jauh nilai-nilai dugaan variabel endogen tersebut menyimpang dari nilai-nilai aktual, baik itu dalam angka nominal (RMSE) maupun persentase (RMSPE).

dimana : RMSE = ( ) 0.5 1 P t A t 1 t = 0.5 1 ( P t A t / A t ) t 1 RMSPE = 100% ( ) = 105 RSME = Root Mean Squares Root RSMPE = Root Mean Squares Root Percentage Error = Jumlah pengamatan dalam simulasi P = Nilai dugaan model (predict value) A = Nilai pengamatan (actual value) U heil dan UI (modification heil inequality) U-heil juga memiliki kelemahan, karena merupakan fungsi dari predictor itu sendiri yang merupakan salah satu unsur didalam penyebutnya, sehingga tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk membandingkan serta meranking model alternatif. Untuk mengatasi hal ini sering kali digunakan juga UI yang merupakan modifikasi dari U-heil. Nilai koefisien U berkisar antara 0 dan 1, sedangkan UI diantara 0 dan ~ (tak terhingga). Makin kecil nilai ataupun UI, termasuk juga RMSPE, menunjukkan kualitas model yang makin baik. Untuk mengukur U-heil dan UI adalah sebagai berikut. U-heil = 1 ( Pt A t ) 1 t = 1 Pt t = 1 + 1 t = 1 A t UI = P t A t A t A = t 1 t 1 A A t t = 1 t 1

106 Sementara itu Mean Squares Error dapat didekomposisi atas 3 komponen yaitu : 1. UM atau Biased proportion, mengindikasikan systematic error merupakan deviasi antara rata-rata nilai prediksi dengan nilai aktual.. UR atau Regression Component, mengindikasikan deviasi slope dari nilainilai aktual dengan nilai prediksi. 3. UD atau Residual Component, yang menangkap unsystematic error. Jumlah koefisien dari ketiga komponen tersebut adalah sama dengan satu. Nilai UM dan UR yang makin kecil menunjukkan bahwa model makin baik, sedangkan untuk UD bila nilainya makin besar (mendekati 1) berarti model makin baik (Pindyck dan Rubenfeld, 1991). Ketiga komponen tersebut masing-masing dapat dirumuskan sebagai berikut. UM = ( PM AM ) ( Pt A t ) t = 1 UR = ( SP rsa ) ( Pt A t ) t = 1 UD = ( I - r ) ( Pt A t ) t = 1 SA dimana : PM = rata-rata dari nilai prediksi AM SP SA r = rata-rata dari nilai aktual = standard deviasi dari nilai prediksi = standar deviasi dari nilai aktual = koefisien korelasi antara nilai-nilai aktual dengan prediksi = jumlah pengamatan

4.5.4. Simulasi Kebijakan 107 Setelah dilakukan validasi model maka akan dilakukan simulasi kebijakan. Analisis simulasi kebijakan ini dilakukan untuk model ekonomi usaha kecil, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari perubahan variabel endogen maupun eksogen terhadap variabel endogen yang berjumlah sebelas di dalam model ekonomi usaha kecil. Simulasi kebijakan dalam model ekonomi usaha kecil meliputi: 1. Penurunan suku bunga kredit sebesar 0 persen.. Kenaikan pengambilan kredit oleh usaha kecil sebesar 100 persen. 3. Perubahan sumber kredit dari non bank menjadi sumber kredit yang berasal dari bank (dummy = 1). 4. Perubahan sumber kredit dari bank menjadi sumber kredit yang berasal dari non bank (dummy = 0). 5. Kenaikan harga jual produk sebesar 10 persen. 6. Perluasan daerah pemasaran produk dari hanya di wilayah Yogyakarta dan Jawa engah menjadi wilayah pemasaran mencakup wilayah Jawa imur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya (dummy = 1). 7. Perubahan daerah pemasaran produk dari mencakup wilayah Jawa imur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya, menjadi hanya di wilayah Yogyakarta dan Jawa engah (dummy = 0). 8. Kombinasi simulasi dan simulasi 5. 9. Kombinasi simulasi dan simulasi 6. 10. Kombinasi simualsi, simulasi 5, dan simulasi 6.

108 Beberapa pertimbangan dalam melakukan simulasi kebijakan ini adalah: 1. Penurunan suku bunga kredit sebesar 0 persen dari rata-rata suku bunga yang berlaku saat ini, diharapkan akan memberikan insentif bagi usaha kecil karena akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit menjadi sekitar 15 persen per tahun. Kebijakan ini bisa dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui subsidi bunga kredit atau program penjaminan kredit.. Kenaikan pengambilan kredit sebesar 100 persen, diharapkan akan dapat meningkatkan rata-rata jumlah pengambilan kredit oleh usaha kecil menjadi sekitar Rp.30 juta sampai dengan Rp.40 juta sehingga mendekati plafon kredit kecil dari perbankan. Kebijakan ini bisa ditempuh antara lain melalui skimskim kredit usaha kecil baru dengan plafon pinjaman yang lebih besar. 3. Kenaikan harga jual produk sebesar 10 persen, kebijakan ini dapat dilakukan dengan memperbaiki infrastruktur perhubungan, sehingga produsen dapat menjual dengan harga lebih tinggi. 4. Perluasan wilayah pemasaran produk, bagi usaha kecil akan memberikan peluang pasar yang lebih baik karena akan mendorong omset penjualan produk. Kebijakan ini bisa dilakukan melalui kesempatan mengikuti pameran dagang, pelatihan, maupun lokakarya (workshop) di tingkat regional, nasional, atau bahkan internasional sehingga produk menjadi lebih dikenal luas. 5. Perubahan sumber kredit dari non bank ke bank, diharapkan akan memberikan akses lebih baik dalam memperoleh jumlah kredit yang lebih besar bagi usaha kecil. Kebijakan yang bisa ditempuh antara lain mendorong dan mempermudah pendirian kantor bank sampai dengan tingkat kecamatan, sehingga usaha kecil yang telah feasible bisa memperoleh akses perbankan.