V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 109 Pada bagian ini akan disajikan gambaran mengenai lokasi penelitian untuk mendapatkan data primer tentang perilaku ekonomi usaha kecil, yang meliputi tiga Kabupaten yaitu: Semarang, Magelang dan Klaten. Serta seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yang berjumlah 29 Kabupaten untuk mendapatkan data sekunder tentang peranan lembaga keuangan mikro. Guna memperoleh gambaran umum wilayah penelitian, maka akan disajikan keadaan umum masing-masing wilayah penelitian Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Penelitian Kabupaten Semarang memiliki luas wilayah hektar secara administratif terbagi menjadi 18 Kecamatan dan terdiri dari 208 Desa dan 27 Kelurahan. Pada tahun 2006 jumlah penduduk tercatat jiwa dengan kepadatan penduduk 944 jiwa per km2. Letak wilayah Kabupaten Semarang, disebelah utara berbatasan dengan Kota Semarang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak dan Grobogan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Magelang, dan disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kendal. Kabupaten Magelang memiliki luas wilayah hektar yang terbagi menjadi 21 Kecamatan terdiri dari 367 Desa dan 5 Kelurahan. Jumlah penduduk tercatat jiwa dengan kepadatan penduduk jiwa per km2. Wilayah Kabupaten Magelang di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Temanggung, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, di

2 110 sebelah selatan berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Wonosobo. Sedangkan Kabupaten Klaten memiliki luas wilayah hektar yang secara administratif terbagi menjadi 26 Kecamatan terdiri dari 391 Desa dan 10 Kelurahan. Jumlah penduduk jiwa dengan kepadatan penduduk jiwa per km2. Letak wilayah Kabupaten Klaten di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Grobogan, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sragen, Karanganyar dan Sukoharjo, di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Daerah Istimewa Yoyakarta. Tiga kabupaten ini secara topografis sebagian besar terletak di wilayah kaki Gunung Merapi dan Merbabu yang berada di tengah-tengahnya. Sedangkan secara ekonomi tiga kabupaten ini berada dalam wilayah pengembangan kawasan segitiga Jogya-Solo-Semarang (JOGLOSEMAR), dan sering disebut juga kawasan strategis pengembangan ekonomi (Special Economic Growth Zones) yang bertumpu pada potensi pertanian dan industri rakyat Keadaan Umum Wilayah Provinsi Penelitian Jawa Tengah secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, dengan luas wilayah hektar (sekitar persen dari luas pulau Jawa atau 1.7 persen dari luas Indonesia). Jumlah penduduk pada tahun 2006 tercatat jiwa dengan kepadatan sekitar jiwa per km2. Gambaran umum menyangkut aspek kependudukan,geografi, sosial, dan ekonomi, dari 29 Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

3 Tabel 2. Beberapa Indikator Makro Ekonomi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 Luas Jumlah PDRB Jumlah Posisi Kredit No Kabupaten Wilayah (ha) Penduduk (jiwa) Harga konstan (juta Rp) BPR (unit) Bank Umum (juta Rp) 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Dearah Tingkat II Lainnya * ) Jumlah Sumber: BPS Semarang, 2006 (diolah) Keterangan: *) Meliputi Data 6 Kota di Jawa Tengah **) Data Tahun Luas wilayah kabupaten di Jawa Tengah rata-rata sekitar hektar, Kabupaten Cilacap memiliki wilayah paling luas hektar dan Kabupaten Sukoharjo memiliki wilayah paling sempit hektar. Jumlah penduduk di Kabupaten Cilacap juga tercatat paling banyak yaitu jiwa, sedangkan

4 112 Kabupaten Purworejo tercatat memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu sebanyak jiwa. Untuk angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cilacap dan Kudus tercatat paling, dua kabupaten ini merupakan daerah industri yang berbasis minyak dan gas, dan industri rokok. Di bidang ekonomi jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masing-masing kabupaten jumlahnya sangat bervariasi terendah 2 unit BPR di Kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara, dan tertinggi 30 unit BPR di Kabupaten Banyumas dan Kendal. Lokasi kantor dan unit dari BPR umumnya adalah di wilayah kecamatan, yang tingkat aktivitas perekonomian tinggi dan umumnya ditandai dengan aktivitas pasar yang cukup intensif. Posisi kredit yang disalurkan dari bank umum yang disalurkan ke masyarakat, tercatat Kabupaten Wonosobo paling rendah dengan posisi kredit Rp miliar dan tertinggi di Kabupaten Semarang sebesar Rp miliar. Dari tabel diatas variasi jumlah unit BPR dan posisi kredit dari bank umum diantara kabupaten-kabupaten cukup tinggi, hal ini menggambarkan pula adanya tingkat kesenjangan indikator ekonomi antar kabupaten di Jawa Tengah cukup tinggi pula, karena tidak semua kabupaten memiliki kecamatan dengan aktivitas perekonomian yang berkembang maju Keragaan UsahaKecil Keadaan keragaan contoh (sampel) usaha kecil dari tiga kabupaten yaitu: Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten ini diharapkan dapat mewakili perilaku ekonomi usaha kecil dari usaha kecil yang ada di Jawa Tengah, terutama yang menyangkut karateristik sosial-ekonomi, jenis usaha kecil, karakteristik kredit kecil, serta pemasaran produk.

5 Karateristik Sosial Ekonomi 113 Kegiatan usaha kecil yang dilakukan oleh contoh (sampling) di tiga wilayah kabupaten mempunyai keragaan yang cukup tinggi, baik dari umur kepala keluarga, jenis kelamin, maupun tingkat pendidikan, seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Rumah Tangga Usaha Kecil Kabupaten Jumlah Diskripsi Semarang Magelang Klaten 1. Jumlah Contoh (KK) Umur: tahun tahun tahun Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan Pendidikan: SD SMP SMA D3 / Perguruan Tinggi Sumber : Data Primer (diolah) Dari Tabel 3. diatas dapat dilihat umur kepala keluarga sebagai pelaku utama, sekaligus pemilik usaha kecil di tiga kabupaten sebagian besar berumur antara tahun dan tahun, dimana jumlahnya mencapai 83 contoh dari total 90 contoh (sekitar 92 persen). Untuk Kabupaten Klaten bahkan 14 contoh dari 25 contoh (sekitar 56 persen) berumur antara tahun. Sementara pelaku usaha kecil yang berumur antara tahun di tiga kabupaten ini hanya tercatat 7 contoh (sekitar 8 persen), hal ini tentu cukup merisaukan apabila dilihat dari aspek upaya pengembangan dam keberlanjutan usaha kecil yang sedang digelutinya. Dilihat dari sisi gender pelaku usaha kecil di tiga kebupaten ini juga sebagian besar adalah laki-laki, dimana jumlahnya mencapai 66 contoh (sekitar 73

6 114 persen), dan hanya 24 contoh (sekitar 27 persen) adalah perempuan. Sedangkan dari sisi tingkat pendidikan cukup merata, dimana pelaku usaha kecil berpendidikan antara SD, SMP, dan SMA. Hanya ada 6 contoh (sekitar 7 persen) yang berpendidikan D3 / Perguruan Tinggi. Bila dilihat dari sisi wilayah, Kabupaten Klaten memiliki sumber daya manusia yang paling baik karena jumlah contoh (sampel) yang berpendidikan SMA keatas mencapai 14 contoh dari 25 contoh (56 persen), padahal sebagian besar berumur antara tahun Jenis Usaha Kecil Walaupun usaha kecil yang menjadi kajian adalah kelompok usaha makanan, namun ternyata jenis-jenis usaha dilakukan 50 contoh (sampel) usaha kecil cukup beragam terutama usaha kecil di wilayah Kabupaten Magelang yang merupakan jumlah terbesar contoh yang diambil. Hal ini dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis Usaha Kecil yang Dilakukan Kabupaten Jumlah Diskripsi Semarang Magelang Klaten 1. Jumlah Contoh (KK) Jenis-jenis Usaha: Krupuk kedelai Kripik tempe Ceriping(pisang,ketela,getuk) Rengginang ketan 3 3 Slondok ketela 7 7 Krupuk rambak Soun mie Jenis Produk: Produk jadi (siap konsumsi) Produk setengah jadi (siap olah) Sumber : Data Primer (diolah) Dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa keragaan jenis usaha yang dilakukan oleh contoh cukup bervariasi. Di kabupaten Semarang 15 contoh merupakan usaha kecil makanan krupuk kedelai, diproduksi di Kecamatan Tuntang yang

7 115 merupakan sentra usaha krupuk kedelai dan terletak pada jalur jalan raya Solo - Semarang. Sentra usaha krupuk kedelai ini sudah ada sejak 30 tahun yang lalu dan saat ini ada sekitar 50 pengrajin usaha kecil makanan krupuk kedelai yang beroperasi. Produk krupuk kedelai ini merupakan makanan setengah jadi, karena krupuk kedelai ini masih mentah dan harus dijemur terlebih dahulu sebelum digoreng untuk dikonsumsi. Di Kabupaten Magelang, jenis usaha kecil yang dilakukan responden jenis usaha yang dilakukan beragam dan tersebar di beberapa desa disekitar Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Grabag, Kecamatan Candirejo, dan Kecamatan Mertoyudan. Dari 50 contoh usaha kecil, terdapat 14 usaha kecil penghasil kripik tempe, 13 usaha kecil krupuk rambak, 13 usaha kecil ceriping pisang dan ceriping ketela, 7 usaha kecil slondok ketela, 3 usaha kecil penghasil rengginang ketan, dan 2 usaha kecil penghasil marning jagung. Semua usaha kecil ini membuat makanan ringan jadi yang siap untuk dikonsumsi. Untuk Kabupaten Klaten, 25 contoh usaha kecil ada di 2 kecamatan, yaitu: 15 usaha kecil mie soun di Kecamatan Ngawen yang merupakan produk setangah jadi yang siap diolah, dan 10 usaha kecil krupuk rambak di Kecamatan Jogonalan yang merupakan produk jadi siap dikonsumsi. Secara historis usaha kecil makanan olahan berupa krupuk kedelai di wilayah Tuntang Kabupaten Semarang ini telah ada sejak tahun 1970-an akhir, yang berawal dari usaha perorangan oleh seorang pengasuh pesantren yang membuat krupuk kedelai dan kemudian diikuti oleh usaha perorangan lainnya yang sebelumnya juga bekerja di tempat tersebut. Usaha ini semakin berkembang sejak tahun 1980-an yang antara karena kemudahan akses transportasi yang

8 116 berada di tepi jalan raya nasional dan mengalami pasang surut terutama pada periode krisis moneter tahun 1997, namun demikian usaha ini berhasil melewati masa sulit tersebut dan terus berkembang hingga sekarang. Karena adanya budaya lokal yang lekat dengan pesantren, usaha kecil disini umumnya kurang berinisiatif dan kurang dekat dengan lembaga bank. Namun apabila pihak perbankan cukup aktif untuk melayani kelompok ini, maka alternatif pembiayaan lainnya dari bank masih dapat dilakukan. Untuk wilayah Kabupaten Magelang, usaha kecil yang ada telah berkembang sejak lama. Pada periode tahun 1960-an telah berkembang usaha kecil makanan olahan terutama yang berbasis bahan baku lokal dari ketela pohon (singkong) dan lainnya, mulai dari: getuk, ceriping ketela, ceriping getuk, slondok ketela, ceriping pisang, kripik tempe, krupuk rambak, dan rengginang ketan. Usaha kecil ini tersebar di beberapa perdesaan di wilayah kecamatan, seperti: Tegalrejo, Grabag, Candimulyo, Secang, Mertoyudan, dan Borobudur. Usaha kecil ini terus berkembang hingga sekarang dan telah menjadi salah satu ikon produk makanan khas dari Magelang. Pada awalnya sumber pembiayaan dari bank berupa kredit umumnya diperoleh dari Bank Pasar (BP) yang kemudian diikuti bank umum seperti BRI Unit. Sedangkan usaha kecil lainnya dibawah binaan dinas terkait memperoleh memperoleh pinjaman dari program, yang kemudian berkembang menjadi kredit bergulir (revolving funds) dari program dinas terkait dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini sebagian juga telah berkembang menjadi program Corporate Social Responsibility (CSR) dari BUMN.

9 117 Sedangkan usaha kecil di wilayah Jogonalan dan Ngawen di Kabupaten Klaten juga telah berkembang sejak lama. Untuk produk krupuk rambak di Jogonalan telah ada sejak tahun 1970-an hingga berkembang sekarang ini, karena antara lain diuntungkan dengan lokasinya yang berada di tepi jalan raya Solo Yogyakarta dan rel kereta api lintas selatan, sehingga pemasaran produk ke Yogyakarta dan daerah lainnya menjadi sangat mudah dan menguntungkan. Untuk produk mie soun di Ngawen telah ada sejak awal tahun 1960-an, yang berawal dari pekerja yang berkerja pabrik soun di Klaten kota. Pabrik soun di kota tutup dan pekerja kemudian merintis usaha mie soun sendiri di wilayah Ngawen dan terus berkembang hingga sekarang ini, terutama sejak krisis moneter tahun Pada awalnya usaha mie soun yang pemasaran hingga Jawa Timur ini, tidak dilirik sama sekali oleh perbankan bahkan pengusaha mie soun ini sulit sekali untuk mendapat kredit, walaupun usahanya sangat feasible. Namun setelah krisis moneter, beberapa bank mulai mendatangi pengusaha mie soun dan menawarkan kredit, ini dilakukan antara lain karena ketika krisis moneter terjadi usaha ini masih tetap bertahan dan bahkan beberapa usaha kecil justru lebih berkembang Karakteristik Kredit Mikro dan Kecil Karakteristik kredit mikro dan kecil dari contoh (sampel), baik yang berasal dari perbankan, maupun kredit atau pinjaman dari koperasi simpan pinjam, dan sumber-sumber lainnya, masing-masing memiliki keragaan yang cukup tinggi, baik pagu kredit, tingkat bunga, dan jenis agunan seperti terlihat pada Tabel 5.

10 118 Tabel 5. Karateristik Kredit dan Pinjaman yang Diambil Usaha Kecil Diskripsi Kabupaten Semarang Magelang Klaten Jumlah 1. Jumlah contoh (KK) Sumber Pinjaman: Bank (BRI, BNI, Mandiri, BPD) BPR Koperasi Sumber lainnya Pengambilan Kredit: 5 juta rupiah s/d 50 juta rupiah > 50 juta rupiah Tingkat Bunga Pinjaman: 12 persen per tahun s/d 18 persen per tahun s/d 24 persen per tahun persen per tahun Jenis Agunan: Sertifikat Tanah BPKB Tanpa Agunan Sumber : Data Primer (diolah) Terdapat 15 contoh usaha kecil di Kabupaten Semarang, yang merupakan sentra usaha kerupuk kedelai di wilayah Kecamatan Tuntang, belum menggunakan sumber kredit formal dari lembaga keuangan formal, seperti bank umum, bank perkreditan rakyat, ataupun koperasi. Seluruh usaha kecil masih memanfatkan kredit atau pinjaman informal dari perorangan, kelompok, terutama untuk membayar bahan baku terutama tepung terigu, tapioka, kedelai, serta sebagian kecil untuk membayar tenaga kerja dan membeli kayu bakar. Pinjaman informal ini selain berasal dari perorangan dan kelompok, ada pula yang berasal dari pedagang yang mensuplai bahan baku tepung tapioka. Namun pinjamanpinjaman informal ini umumnya bersifat jangka pendek dan tidak berkelanjutan (unsustainable) seperti pada sumber kredit formal dari bank atau koperasi. Usaha kecil di wilayah Tuntang ini walaupun usahanya feasible namun belum bankable.

11 119 Sedangkan di wilayah Kabupaten Magelang dari 50 contoh usaha kecil, terdapat 10 usaha kecil yang telah memanfaatkan bank umum, seperti BRI dan BPD Jateng untuk mendapatkan kredit dengan agunan sertifikat tanah dan surat BPKB kendaraan bermotor, terutama kendaraan bermotor roda 4 (empat). Selain dari BRI dan BPD, ada pula 10 usaha kecil yang mendapatkan kredit dari BPR, dan umumnya adalah Bank Pasar (BP) milik pemerintah daerah kabupaten Magelang. Disamping itu tercatat sebanyak 22 usaha kecil memanfaatkan kredit bergulir dari dinas perindustrian dan perdagangan (non bank) yang nilai kreditnya masih di bawah Rp Sedangkan yang lainnya tercatat ada 2 usaha kecil yang memperoleh pinjaman koperasi simpan pinjam, serta ada 6 usaha kecil yang memperoleh pinjaman informal dari perorangan dan kelompok, atau dari Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Usaha kecil di wilayah Kabupaten Magelang walaupun sangat feasible namun sebagian besar masih belum bankable. Untuk wilayah Kabupaten Klaten dari 25 contoh usaha kecil sebagian besar telah memanfaatkan bank umum dan koperasi untuk mendapatkan kredit bagi usahanya. Tercatat 13 usaha kecil produsen mie soun di Kecamatan Ngawen yang memperoleh kredit dari bank umum seperti bank BNI, BRI, dan Mandiri, terdapat 2 usaha kecil yang memperoleh kredit dari bank perkreditan rakyat (BPR), serta ada 9 usaha kecil produsen krupuk rambak di kecamatan Jogonalan yang memperoleh kredit dari koperasi. Disamping itu tercatat 1 usaha kecil yang mendapatkan pinjaman dari lembaga bank dan koperasi. Untuk wilayah Klaten semua usaha kecil telah feasible dan sebagian besar usaha kecil juga telah bankable. Karena itu usaha kecil yang mendapatkan kredit dari bank pemerintah

12 120 ada pula memanfaatkan kredit komersial, tapi mendapatkan fasilitas pelayan perbankan yang baik. Dari uraian diatas dapat beberapa catatan dalam kaitannya dengan hubungan antara usaha kecil dan bank atau sumber pinjaman lainnya, (1) ada usaha kecil yang telah feasible dan bankable, (2) ada usaha kecil yang telah feasible tapi belum bankable, dan (3) sebenarnya masih terdapat pula usaha kecil dan mikro lainnya yang belum terlalu feasible, tapi produktif dalam arti mampu memberikan nilai tambah. Pengambilan kredit oleh usaha kecil cukup bervariasi, namun sebagian besar contoh memperoleh kredit di bawah Rp seperti terlihat di Kabupaten Semarang. Di Kabupaten Magelang dari 50 contoh usaha kecil, terdapat 25 usaha kecil yang memperoleh kredit di bawah Rp dan ada 25 usaha kecil lainnya yang mendapatkan kredit diatas nilai Rp Kredit dengan nilai di bawah Rp umumnya merupakan kredit mikro dan berasal dari dana bergulir, lembaga kredit non formal lainnya, dan hanya sedikit yang berasal dari bank umum, bank perkreditan rakyat, atau koperasi simpan pinjam. Untuk Kabupaten Klaten agak berbeda karena dari 15 contoh usaha kecil terdapat 13 usaha kecil produsen mie soun mendapatkan kredit dari bank umum yang nilainya antara Rp sampai dengan Rp Jumlah usaha kecil yang mengakses kredit dari bank umum dan BPR tercatat 35 contoh usaha kecil dengan nilai rata-rata pinjaman Rp Sedangkan usaha kecil yang mengakses kredit atau pinjaman dari koperasi dan lembaga lain non bank tercatat 55 contoh usaha kecil dengan nilai rata-rata pinjaman sekitar Rp

13 121 Untuk tingkat bunga kredit, kredit dari lembaga formal seperti bank umum, bank perkreditan rakyat, dan koperasi mengenakan tingkat bunga kredit yang lebih rendah dibandingkan lembaga kredit informal seperti perorangan, kelompok, atau pedagang. Tingkat bunga kredit yang dikenakan oleh lembaga kredit formal (bank dan koperasi) dan lembaga kredit non formal (perorangan, kelompok atau pedagang) sangat bervariasi nilainya. Lembaga kredit formal (bank dan koperasi) mengenakan tingkat bunga kredit antara 6 persen sampai dengan 30 persen per tahun, sedangkan kredit informal mengenakan tingkat bunga pinjaman diatas 30 persen per tahun Karakteristik Perijinan dan Pemasaran Produk Dalam melakukan kegiatan produksi, usaha kecil juga dihadapkan pada persoalan aspek formal usaha yaitu berupa perijinan dari dinas kesehatan, dinas perindustri dan perdagangan. Selain itu karakteristik pemasaran usaha kecil juga cukup menarik untuk disimak. Jenis perijinan yang dimiliki usaha kecil terdiri dari: ijin Depkes, SIUP, TDI dan TDP. Di Kabupaten Semarang dari 15 contoh usaha kecil terdapat 8 usaha kecil yang memiliki ijin Depkes dan ijin dari disperindag (SIUP, TDI, TDP). Di Kabupaten Magelang dari 50 contoh usaha kecil terdapat 20 usaha kecil yang memiliki ijin Depkes dan ijin dari disperindag, namun demikian ada 16 usaha kecil yang sama sekali belum memiliki perijinan usaha. Untuk Kabupaten Klaten dari 25 contoh usaha kecil, di Kecamatan Ngawen terdapat 13 usaha kecil yang memiliki ijin dari disperindag (SIUP, TDI dan TDP) dan 12 usaha kecil di Kecamatan Jogonalan yang sama sekali belum memiliki ijin seperti terlihat pada Tabel 6. Perijinan ini dalam jangka panjang akan memberikan keuntungan bagi usaha kecil dalam hal akses pasar, apabila

14 122 ingin melakukan deversifikasi produk dan menembus pasar nasional dan luar negeri. Tabel 6. Karakteristik Perijinan dan Pemasaran Produk Kabupaten Jumlah Diskripsi Semarang Magelang Klaten 1. Jumlah contoh (KK) Jenis-jenis Ijin Usaha: Depkes Deperindag Depkes dan Deperindag Belum ada ijin usaha Lokasi Pemasaran: Lokal (Jateng dan DIY) Jawa Barat Jakarta Jawa Timur Cara Pembayaran: Secara tunai Secara kredit (konsinyasi) Sumber : Data Primer (diolah) Dari Tabel 6 terlihat umumnya ijin Depkes hanya dimiliki oleh usaha kecil penghasil makanan jadi yang siap dikonsumsi, sedangkan usaha kecil produsen makanan setengah jadi yang siap diolah hanya membutuhkan ijin dari disperindag seperti terjadi di sentra usaha mie soun di Ngawen Kabupaten Klaten. Karena itu tidak semua usaha kecil penghasil makanan olahan membutuhkan ijin dari Depkes, namun demikian perijinan dari Depkes sangatlah dibutuhkan agar ke depan usaha kecil ini sudah siap untuk melakukan diversifikasi produk, dengan memproduksi makanan olahan jadi yang siap dikonsumsi. Untuk lokasi pemasaran, 8 contoh (sampel) usaha kecil di Kabupaten Semarang memasarkan ke Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya, sedangkan usaha kecil di Kabupaten Magelang 25 contoh usaha kecil memasarkan produknya secara lokal di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah dan 25 contoh lainnya

15 123 memasarkan hingga Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya. Di Kabupaten Klaten terdapat 10 contoh usaha kecil yang memasarkan produknya secara lokal di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah, namun demikian agak berbeda dengan contoh di Kabupaten Semarang dan Magelang, produsen mie soun di Kecamatan Ngawen secara tradisional memiliki pasar di Jawa Timur, tercatat ada 9 contoh usaha kecil. Sementara cara pembayaran produknya yang dijual ke pasar, terdapat 62 contoh usaha kecil memperoleh pembayaran secara tunai dan 28 contoh usaha kecil yang menjual dengan cara non-tunai atau dikenal dengan cara konsinyasi Perkembangan Indikator Makro di Provinsi Jawa Tengah Setelah terjadi krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998, dalam perkembangannya di Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2000 beberapa indikator ekonomi menunjukkan bahwa proses pemulihan ekonomi yang semakin membaik. Hal menonjol yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah diantaranya adalah berkembangnya peranan lembaga keuangan mikro, baik dari perbankan maupun non perbankan. Pada tahun 2003 jumlah kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit yang ada di 29 kabupaten dan 7 kota, tercatat sebanyak 362 kantor BRI unit atau sekitar 9.1 persen dari kantor BRI unit di seluruh Indonesia. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada tahun 2003 tercatat 580 BPR atau sekitar 17.6 persen dari BPR yang ada di seluruh Indonesia. Sedangkan lembaga Non BPR pada tahun 2003 tercatat unit yang terdiri dari Badan Kredit Desa (BKD) dan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP). Untuk memperoleh gambaran tentang peranan lembaga keuangan mikro terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Tengah, berikut ini diuraikan gambaran umum perkembangan indikator ekonomi makro yang digunakan dalam penelitian ini.

16 Kredit Koperasi Simpan Pinjam Kredit atau pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dalam kegiatan operasional sehari-hari dikenal sebagai volume usaha koperasi. Jumlah kredit yang menggambarkan volume usaha koperasi simpan pinjam ini pada umumnya dari tahun ke tahun sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 terus meningkat. Peningkatan ini cukup merata di 29 Kabupaten di Jawa Tengah, lihat Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Kredit Koperasi Simpan Pinjam Tingkat Kabupaten di Jawa Tengah Tahun Tahun (Rp. Juta) No Kabupaten Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Jawa Tengah, 2007 (data primer diolah)

17 125 Di Kabupaten Cilacap yang merupakan salah satu kabupaten dengan penduduk terbanyak dan wilayah terluas di Jawa Tengah, kenaikan volume usaha KSP dari tahun 2001 sampai tahun 2005 meningkat lebih dari 200 persen, dari angka Rp miliar naik menjadi Rp miliar. Pertumbuhan volume usaha ini juga hampir sama terjadi di wilayah Kabupaten Banyumas yang merupakan kabupaten tetangga. Angka kenaikan volume usaha KSP paling menonjol terjadi di Kabupaten Grobogan, meningkat lebih 500 persen selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari Rp miliar pada tahun 2001 naik menjadi Rp di tahun Kenaikan ini menunjukkan aktivitas operasional koperasi simpan pinjam di wilayah tersebut sangat dinamis. Kanaikan yang tinggi ini bila disertai dengan tingkat pengembalian pinjaman yang lancar tentu akan membuat kenaikan pada nilai Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diterima oleh anggota koperasi Kredit Dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kredit dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikategorikan sebagai kredit mikro dan kecil kepada masyarakat berdasarkan aktivitas operasionalnya yang berada di wilayah kecamatan-kecamatan di seluruh kabupaten di Jawa tengah. Pada Tabel 8 tersaji data jumlah kredit BPR berdasarkan sektor ekonomi yaitu: pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa tahun Jumlah tertinggi penyaluran kredit berada di sektor perdagangan, terjadi di seluruh kabupaten di Jawa Tengah kecuali Kabupaten Grobogan yang penyaluran kredit dari BPR tertinggi berada di sektor pertanian. Angka tertinggi jika dibandingkan dengan keadaan di 28 kabupaten yang lainnya ini, diduga terjadi karena tingginya intensitas penanaman komoditas pangan salah satunya adalah tanaman jagung hibrida.

18 126 Tabel 8. Jumlah Penyaluran Kredit BPR Sektoral Tingkat Kabupaten di Jawa Tengah Tahun 2005 No Kabupaten Tahun 2005 (Rp ribu) Pertanian Industri Perdagangan Jasa-Jasa 1 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : BI Semarang, 2007 (data primer diolah) Sektor pertanian di Kabupaten Grobogan menunjukkan aktivitas yang tinggi dalam aksesibilitas sumber kredit formal dari perbankan terutama BPR. Jumlah kredit ke sektor pertanian mencapai Rp miliar sementara sektor perdagangan menyerap kredit BPR sebesar Rp miliar. Hal ini diduga juga karena jumlah BPR di wilayah kecamatan lebih dominan dibandingkan yang ada di ibukota kabupaten, sehingga penyaluran pada kegiatan pertanian baik on farm maupun off farm, seperti komoditi jagung dan olahannya. Angka tinggi untuk

19 127 penyaluran kredit di sektor pertanian juga terlihat di Kabupaten Kendal, Pati, Blora, dan Banjarnegara Kredit Kupedes BRI Unit Penyaluran kredit Kupedes dari BRI unit ditujukan untuk melayani masyarakat perdesaan yang membutuhkan modal usaha baik untuk kegiatan di pertanian, industri pengolahan, maupun perdagangan seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Penyaluran Kredit Kupedes BRI Tingkat Kabupaten di Jawa Tengah Tahun No Kabupaten Tahun (Rp ribu) Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : BI Semarang, 2007 (data primer diolah)

20 128 Saat ini jangkau (outreach) dari BRI unit adalah yang paling luas diantara lembaga bank yang ada. Di Jawa Tengah pada tahun 2005 tercatat 688 kantor BRI unit atau rata-rata setiap kabupaten terdapat 23 kantor BRI unit. Dengan jumlah 545 kecamatan di seluruh Jawa Tengah, maka ada lebih 100 kecamatan memiliki 2 kantor BRI unit, angka akan memberikan keunggulan bagi BRI unit dalam menyalurkan kredit ke nasabah. Total penyaluran kredit Kupedes di Jawa Tengah tahun 2005 mencapai Rp 3.21 triliun dengan jumlah nasabah debitor, sehingga rata-rata per nasabah meminjam sekitar Rp Angka ini menunjukkan tingkat penetrasi pasar kredit yang kuat dari BRI unit di wilayah perdesaan Kredit Usaha Kecil Penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) di Provinsi Jawa Tengah yang dilakukan oleh perbankan menunjukkan perkembangan yang pesat sejak tahun 2002 hingga tahun Sampai dengan tahun 2005 penyaluran KUK tercatat Rp 7.11 triliun, angka ini naik dari tahun 2004 yang mencapai Rp 5.99 triliun atau naik hampir 19 persen. Kredit Usaha Kecil (KUK) meliputi KUK yang disalurkan oleh bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dengan plafon kredit sampai dengan sejumlah Rp 200 juta mempunyai perkembangan yang prospektif terutama jika dibandingkan dengan keadaan perekonomian setelah krisis ekonomi yang pernah terjadi pada tahun 1998 yang lalu. Hal ini juga didukung dengan terus menurunnya tingkat suku bunga kredit dari bank perkreditan rakyat, sejalan dengan membaiknya perekonomian di Jawa Tengah.

21 Tabel 10. Jumlah Penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) Tingkat Kabupaten di Jawa Tengah Tahun No Kabupaten Tahun (Rp juta) Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : BI Semarang, 2007 (data primer diolah) 129 Perkembangan kredit untuk kegiatan usaha kecil yang terus bertumbuh di Jawa Tengah ini tidak terlepas dari dua kondisi, pertama kegiatan usaha mikro dan kecil relatif stabil dan tahan terhadap gejolak krisis ekonomi, kedua terus berkembangnya lembaga keuangan (perbankan) yang melayani kegiatan usaha mikro dan kecil dan ini ditandai misalnya oleh bertambahnya jumlah jumlah kantor BRI unit dan kantor BPR. Kondisi ini tentu saja diharapkan akan memberikan dampak yang positif terhadap pekembangan perekonomian yang

22 130 tercermin dari membaiknya indikator-indikator makro ekonomi yang ada di Provinsi Jawa Tengah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Jawa Tengah juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. PDRB tahun 2005 sektor pertanian tercatat Rp triliun Stabilitas perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di propinsi Jawa Tengah ditunjukkan tabel dibawah ini. Secara sektoral pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 didorong oleh kenaikan kinerja sektor primer terutama pertanian, sektor sekunder terutama industri pengolahan (manufacturing), dan sektor tertier terutama perdagangan, pengangkutan, dan jasa-jasa, juga terus mengalami peningkatan, dan merata di semua kabupaten. Untuk tahun 2005 sektor pertanian PDRB tertinggi dicatat oleh Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dengan nilai PDRB masing-masing mencapai Rp 2.55 triliun dan Rp 2.70 triliun. Sedangkan PDRB sektor pertanian tathun 2005 terendah dialami Kabupaten Kudus yang mencatat Rp 356 miliar, sedangkan rata-rata kabupaten lainnya berada pada kisaran Rp 600 miliar sampai dengan Rp 800 miliar. Kabupaten lain yang mencatat angkat PDRB sektor pertanian diatas Rp 1 triliun adalah Kabupaten Magelang, Boyolali, Wonogiri, Grobogan, Pati, Demak, dan Kendal. Secara sektoral pertanian di Jawa Tengah mempunyai kontribusi terhadap total PDRB sekitar 14 persen. Untuk Kabupaten Brebes PDRB sektor pertanian banyak ditopang oleh komoditas pangan dan hortikultura, sedangkan untuk Kabupaten Cilacap banyak ditopang komoditas pangan dan perkebunan.

23 Tabel 11. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun Sektor Pertanian Tahun (Rp. Ribu) No Kabupaten Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : BPS Semarang, 2007 (diolah) 131 Untuk sektor industri pengolahan perkembangan PDRB di semua kabupaten mencatat angka yang terus meningkat dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005, sektor industri pengolahan (manufacturing) di Kabupaten Kudus pada tahun 2005 mencatat angka Rp 6.69 triliun tertinggi diantara 29 Kabupaten di Jawa Tengah. Hal ini karena Kabupaten Kudus merupakan sentra industri rokok terbesar di Jawa Tengah, juga sentra industri lainnya seperti konveksi dan kerajinan tas banyak terdapat di Kabupaten Kudus, seperti terlihat pada Tabel 12.

24 132 Tabel 12. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Th 2000 di Jawa Tengah Tahun Sektor Industri Pengolahan Tahun (Rp. ribu) No Kabupaten Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : BPS Semarang, 2007 (diolah) Keragaan PDRB sektor perdagangan di Jawa Tengah hampir sama dengan keragaan sektor industri pengolahan (manufacturing), dimana Kabupaten Kudus mencatat nilai PDRB pada tahun 2005 sebesar Rp 2.99 triliun angka ini juga tertinggi diantara kabupaten di Jawa Tengah, kemudian disusul 4 (tiga) kabupaten lain yang mencatat angka PDRB diatas Rp 1 triliun yaitu Kabupaten Cilacap, Klaten, Sukoharjo, dan Semarang, seperti terlihat pada Tabel 13 berikut. Tingginya PDRB di sektor perdagangan di lima kabupaten tadi sebenarnya juga

25 133 menunjukkan, besarnya jumlah usaha mikro dan kecil di kabupaten tersebut. Hal ini juga sedikit banyak berkaitan dengan PDRB di sektor industri yang ada di lima kabupaten tersebut. Tabel 13. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun Sektor Perdagangan Tahun (Rp. ribu) No Kabupaten Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : BPS Semarang, 2007 (diolah) Terakhir untuk sektor jasa-jasa yang juga merupakan sektor tertier, keragaan PDRB tahun 2005 di tingkat kabupaten lebih merata, tidak ada kabupaten yang mencapai Rp 600 miliar. Hal ini juga mengindikasikan bahwa sektor jasa-jasa belum merupakan sektor unggulan di kabupaten-kabupaten di

26 134 Jawa Tengah. Ini juga menunjukkan bahwa basis perekonomian kabupatenkabupaten di Jawa Tengah umumnya masih bertumpu pada sektor primer dan sektor sekunder, sedangkan untuk sektor tertier pada lapangan usaha jasa-jasa belum berkembang dengan baik. Menjadi tugas bersama antara pemerintah dan pelaku usaha, terutama usaha kecil untuk menggali dan memanfaatkan peluang usaha baru di sektor jasa-jasa, terutama dengan mengembangkan usaha kecil pada kegiatan industri kreatif. Tabel 14. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Jawa Tengah Tahun Sektor Jasa-Jasa Tahun (Rp. ribu) No Kabupaten Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Jumlah Sumber : BPS Semarang, 2007 (diolah)

27 135 Sedangkan data mengenai porsi (share) Kredit Usaha Kecil (KUK) dari bank umum, kredit dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk masing-masing sektor yang meliputi: pertanian, industri pengolahan, perdagangan, jasa-jasa, dan sektor lainnya, menunjukkan adanya keragaan yang cukup besar seperti terlihat pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Porsi Kredit Mikro dan Kecil serta Nilai PDRB per Sektor Ekonomi Tahun 2005 Sektor Ekonomi Porsi Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Umum (persen) Porsi Kredit dari BPR (persen) Porsi PDRB (persen) Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Jasa-Jasa Sektor Lainnya *) Jumlah *) Sektor: Pertambangan, Listrik dan Air, Bangunan, Transportasi, dan Keuangan Sumber: BPS Semarang, 2007 (diolah) Untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) dari bank umum dengan menggunakan data tahun 2005, porsi terbesar disalurkan untuk sektor perdagangan sebesar persen diikuti sektor pertanian, jasa-jasa, dan industri pengolahan, sedangkan empat sektor lainnya (pertambangan, listrik dan air, bangunan, transportasi dan komunikasi, dan keuangan) menyerap 9.43 persen. Ini juga mengindikasikan bahwa usaha kecil di sektor perdagangan paling siap dan paling tinggi mengakses kredit dari perbankan. Secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa usaha kecil di sektor perdagangan adalah paling bankable. Hal ini juga tidak terlepas dari karakteristik usaha kecil di sektor perdagangan yang pada umumnya memiliki tingkat perputaran usaha (turn over) yang tinggi, sehingga menuntut adanya modal kerja yang lebih tinggi pula.

28 136 Hal yang hampir sama juga terjadi pada kredit mikro dan kecil dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang disalurkan untuk masing-masing sektor ekonomi jumlah paling besar disalurkan untuk sektor perdagangan sebesar persen selanjutnya dikuti sektor pertanian, jasa-jasa, dan industri pengolahan, serta sektor lainnya sebesar persen. Keberadaan lokasi BPR di Jawa Tengah umumnya berada di kecamatan-kecamatan, sehingga BPR ini keberadaannya adalah menunjang usaha kecil yang bergerak pada lapangan usaha perdagangan yang aktivitasnya banyak dilakukan pasar-pasar di tingkat kecamatan. Saat ini BPR yang ada di kecamatan dengan tingkat perdagangan yang tinggi umumnya cenderung mengumpul, menjadi semacam klaster lembaga keuangan di tingkat kecamatan. Data tentang porsi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektoral untuk kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa Tengah tahun 2005 masih di dominasi sektor pertanian dengan persen, diikuti sektor industri pengolahan persen, sektor perdagangan persen, untuk sektor jasa-jasa dan sektor lainnya masing-masing 9.94 persen dan persen. Hal ini mengindikasikan bahwa PDRB Jawa Tengah masih berbasis pada kegiatan sektor primer da sekunder, yaitu pertanian dan industri pengolahan dengan total kontribusi persen, karena itu pengembangan usaha kecil termasuk didalamnya usaha mikro perlu terus dilakukan. Sedangkan data mengenai kontribusi dari kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah terhadap PDRB untuk kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa Tengah belum tersedia datanya. Untuk melihat kontribusi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah terhadap PDRB kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa Tengah

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 No. 79/11/33/Th. XI, 06 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Agustus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian 33 A. Gambaran Umum BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Dengan ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini di sebelah

Lebih terperinci

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA TUGAS AKHIR Oleh : PUTRAWANSYAH L2D 300 373 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH Rachman Djamal, dkk Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan menjadi suatu upaya untuk mencapai peningkatan kesejahteraan sosial, yaitu dengan gerakan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH 1. LATAR BELAKANG MASALAH Upaya pengendalian harga dapat dimulai dari mencari sumber-sumber penyebab inflasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 96 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Dalam bab ini, akan dipaparkan secara umum tentang 14 kabupaten dan kota yang menjadi wilayah penelitian ini. Kabupaten dan kota tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG

PROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG PROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA. 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG 1 I.Program Peningkatan Ketahanan Pangan (APBD) Peningkatan Akses Pangan Masyarakat dan Pemantauan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang No 20 tahun 2008, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PELATIHAN DESAIN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK IKM KERAJINAN BAMBU DI JAWA TENGAH

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PELATIHAN DESAIN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK IKM KERAJINAN BAMBU DI JAWA TENGAH KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PELATIHAN DESAIN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK IKM KERAJINAN BAMBU DI JAWA TENGAH Melalui Kegiatan: PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI DI WILAYAH IHT BIDANG IATEA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tanggal 7 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) yang dikembangkan selama ini hanya meliputi dua kota besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi DIY. Menurut

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3. 54 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 dengan perbatasan wilayah dari arah Timur : Kabupaten Wonogiri di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci