BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota Di Jawa Tengah tahun Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah Jl. Pemuda (Simpang Lima), Semarang dari tahun Data pertumbuhan ekonomi di Jawa tengah meningkat pada tahun 2007, namun pada tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah mengalami penurunan. Tingkat inflasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan dan penurunan disetiap tahunnya, sehingga dalam grafik terlihat jelas fluktuatifnya. Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2007 sampai 2010 selalu mengalami penurunan. Penurunan tingkat kemiskinan di Jawa tengah pada tahun 2007 sampai 2010 diikuti dengan kenaikan tingkat kesempatan kerja pada tahun tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis data panel (pooled data) yang terdiri antara data cross section dan data time series yaitu terdiri dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah selama 4 tahun. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari satu. 51

2 1.2. Analisis Data Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang menyangkut banyak aspek karena berkaitan dengan pendapatan yang rendah, rendahnya angka melek huruf, derajat kesehatan yang rendah, kondisi lingkungan yang tidak menyehatkan dan kumuh serta ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selain itu kemiskinan juga merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan lokasi lingkungan. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar (kebutuhan dasar) dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat di masyarakat. Selain itu masalah pendistribusian yang tidak merata sehingga hanya sebagian orang saja yang dapat menikamati manfaatnya. Oleh karena itu, pemerintah sangat berupaya keras untuk mengatasi permasalahan kemiskinan tersebut sehingga pembangunan dilakukan secara terus menerus termasuk dalam menentukan batas ukur untuk mengenali siapa si miskin tersebut. Berikut disajikan data tentang kemiskinan yang terjadi menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun

3 Tabel 4.1. Persentase Kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun (dalam satuan persen) No. Kabupaten / Kota Kabupaten Cilacap Kabupaten Banyumas Kabupaten Purbalingga Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Kebumen Kabupaten Purworejo Kabupaten Wonosobo Kabupaten Magelang Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen Kabupaten Grobogan Kabupaten Blora Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Jateng

4 4.2.2 Pertumbuhan Ekonomi Tabel 4.2. Laju Pertumbuahan Ekonomi berdasarkan Harga konstan 2000 di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun (dalam satuan persen) No. Kabupaten / Kota Kabupaten Cilacap 2,64 4,92 5,25 5,65 2 Kabupaten Banyumas 5,30 5,38 5,49 5,77 3 Kabupaten Purbalingga 6,19 5,30 5,89 5,67 4 Kabupaten Banjarnegara 5,01 4,98 5,11 4,89 5 Kabupaten Kebumen 4,52 5,80 3,94 4,15 6 Kabupaten Purworejo 6,08 5,62 4,96 5,01 7 Kabupaten Wonosobo 3,58 3,69 4,02 4,29 8 Kabupaten Magelang 5,21 4,99 4,72 4,51 9 Kabupaten Boyolali 4,08 4,04 5,16 3,60 10 Kabupaten Klaten 3,31 3,93 4,24 1,73 11 Kabupaten Sukoharjo 5,11 4,84 4,76 4,65 12 Kabupaten Wonogiri 5,07 4,27 4,73 3,14 13 Kabupaten Karanganyar 5,74 5,30 5,54 5,42 14 Kabupaten Sragen 5,73 5,69 6,01 6,06 15 Kabupaten Grobogan 4,37 5,33 5,03 5,05 16 Kabupaten Blora 3,95 5,62 5,08 5,19 17 Kabupaten Rembang 3,81 4,67 4,46 4,45 18 Kabupaten Pati 5,19 4,49 4,69 5,11 19 Kabupaten Kudus 3,23 3,92 3,95 4,16 20 Kabupaten Jepara 4,74 4,49 5,02 4,52 21 Kabupaten Demak 4,15 4,11 4,08 4,12 22 Kabupaten Semarang 4,72 4,26 4,37 4,90 23 Kabupaten Temanggung 4,03 3,54 4,09 4,31 24 Kabupaten Kendal 4,28 4,23 5,58 5,95 25 Kabupaten Batang 3,49 3,67 3,72 4,97 26 Kabupaten Pekalongan 4,59 4,78 4,30 4,27 27 Kabupaten Pemalang 4,47 4,99 4,78 4,94 28 Kabupaten Tegal 5,51 5,32 5,29 4,83 29 Kabupaten Brebes 4,79 4,81 4,99 4,94 30 Kota Magelang 5,17 5,05 5,11 6,12 31 Kota Surakarta 5,82 5,69 5,90 5,94 32 Kota Salatiga 5,39 4,98 4,48 5,01 33 Kota Semarang 5,98 5,59 5,34 5,87 34 Kota Pekalongan 3,80 3,73 4,78 5,51 35 Kota Tegal 5,21 5,15 5,02 Sumber: PDRB Jawa Tengah ,61 54

5 4.2.3 Inflasi Tabel 4.3. Laju Inflasi di 35 Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah tahun (dalam satuan persen) No. Kabupaten / Kota Kabupaten Cilacap 6,18 9,97 4,63 5,65 2 Kabupaten Banyumas 5,30 12,06 2,83 6,04 3 Kabupaten Purbalingga 6,36 9,51 3,35 7,82 4 Kabupaten Banjarnegara 6,49 11,09 4,37 7,13 5 Kabupaten Kebumen 6,42 14,21 5,01 8,36 6 Kabupaten Purworejo 7,75 11,28 3,98 7,56 7 Kabupaten Wonosobo 9,78 9,06 3,01 6,06 8 Kabupaten Magelang 5,90 9,53 3,83 8,25 9 Kabupaten Boyolali 4,61 6,51 2,05 7,34 10 Kabupaten Klaten 13,26 10,33 0,30 7,90 11 Kabupaten Sukoharjo 4,43 11,39 2,59 6,67 12 Kabupaten Wonogiri 8,45 11,54 2,89 6,66 13 Kabupaten Karanganyar 4,09 10,83 2,98 7,26 14 Kabupaten Sragen 4,16 10,82 2,82 6,77 15 Kabupaten Grobogan 4,37 13,59 4,26 7,45 16 Kabupaten Blora 5,67 12,79 2,91 7,17 17 Kabupaten Rembang 6,64 10,04 3,09 6,61 18 Kabupaten Pati 6,33 13,01 3,05 6,36 19 Kabupaten Kudus 6,79 11,99 3,00 7,65 20 Kabupaten Jepara 6,33 12,76 2,83 6,24 21 Kabupaten Demak 5,98 12,64 3,10 6,87 22 Kabupaten Semarang 5,60 11,03 3,18 7,07 23 Kabupaten Temanggung 6,89 12,36 4,16 7,35 24 Kabupaten Kendal 6,78 12,74 1,23 5,89 25 Kabupaten Batang 5,64 10,44-0,04 6,62 26 Kabupaten Pekalongan 5,35 10,61 3,39 6,54 27 Kabupaten Pemalang 6,48 8,71 4,10 7,38 28 Kabupaten Tegal 6,16 9,57 4,50 6,44 29 Kabupaten Brebes 7,18 11,81 4,25 6,04 30 Kota Magelang 6,49 9,53 3,48 6,80 31 Kota Surakarta 3,28 6,96 2,63 6,65 32 Kota Salatiga 7,22 10,20 3,28 6,65 33 Kota Semarang 6,75 10,34 3,19 7,11 34 Kota Pekalongan 4,16 10,03 3,39 6,77 35 Kota Tegal 6,05 8,52 5,83 Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka ,73 55

6 4.2.4 Kesempatan Kerja Tabel 4.4. Jumlah Kesempatan Kerja di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun No. Kabupaten / Kota Kabupaten Cilacap Kabupaten Banyumas Kabupaten Purbalingga Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Kebumen Kabupaten Purworejo Kabupaten Wonosobo Kabupaten Magelang Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen Kabupaten Grobogan Kabupaten Blora Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Sumber: Jawa Tengah dalam Angka

7 1.3. Hasil Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik merupakan syarat utama dalam persamaan regresi. Maka dari itu harus dilakukan 4 pengujian yaitu: (1) data berdistribusi normal (Uji Normalitas) (2) tidak terdapat autokorelasi (Uji Autokorelasi) (3) tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen (Uji multikolinearitas) (4) tidak terdapat heteroskedastisitas (Uji Heteroskedastisitas). Dalam analisis regresi perlu di perhatikan adanya penyimpangan penyimpangan atas asumsi klasik, jika tidak di penuhi maka variabel variabel yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien. Tabel 4.5. Hasil Regresi Utama Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Tahun C PE IF KK R-Squared F-statistic Prob(F- Statistic) Durbin Watson Sumber: lampiran A Coefficient t-statistic Prob E Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis Jarque-Bera dan untuk perhitungannya menggunakan program Eviews 5. Hasil Uji J-B test dapat dilihat pada Gambar 4.1 Berikut. 57

8 Gambar 4.1 Hasil Uji Jarque-Bera Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Tahun Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Variabel Sig. Kesimpulan Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja Normal terhadap tingkat kemiskinan Sumber: lampiran B Hasil uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera menunjukan bahwa residual model penelitian mempunyai nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (sig>0,05). Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian berdistribusi normal. Pada model persamaan pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun dengan n = 140 dan k = 3, maka diperoleh degree of freedom (df) = 137 (n-k), dan menggunakan α = 5 persen diperoleh nilai χ 2 tabel sebesar Dibandingkan dengan nilai Jarque Bera pada Gambar 4.1 sebesar 2,280, dapat 58

9 ditarik kesimpulan bahwa probabilitas gangguan μ 1 regresi tersebut terdistribusi secara normal karena nilai Jarque Bera lebih kecil dibanding nilai χ 2 tabel Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan linier atau terdapat korelasi anatar variabel Independen. Dalam penelitian ini, untuk mengkaji ada tidanya multikolinearitas dapat dilihat darai perbandingan antara nilai R 2 Regresi Parsial (auxiliary regression) dengan nilai R 2 regresi utama. Jika nilai dari R 2 Regresi Parsial (auxiliary regression) lebih besar dari pada R 2 regresi utama, maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut terjadi multikolinearitas. Berikut tabel 4.7 yang menunjukan perbandingan antara R 2 Regresi Parsial (auxiliary regression) dengan nilai R 2 regresi utama. Tabel 4.7 R 2 Auxiliary Regression Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Tahun No. Persamaan R 2 * R 2 Kesimpulan PE IF KK IF PE KK KK PE IF Non Multikolinearitas Non Multikolinearitas Non Multikolinearitas Sumber: lampiran C Dari tabel 4.7 diatas menunjukan bahwa semua variabel independen mempunyai nilai R 2 Regresi Parsial (auxiliary regression) lebih kecil dari R 2 regresi utama, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. 59

10 Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas dan untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas dengan menggunakan uji White. Jika variabel independen tidak signifikan secara statistik tidak mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil uji heteroskedastisitas terhadap model regresi pada penelitian ini. Tabel 4.8 Hasil Uji White Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Tahun Obs*R-Squared Sig. Kesimpulan Non Heteroskedastisitas Sumber: Lampiran D Tabel di atas menunjukkan bahwa uji white menghasilkan kesimpulan tidak ada masalah heteroskedastisitas, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansinya sebesar lebih besar dari 0, Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi atau hubungan yang terjadi antara anggotaanggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (data time series) maupun tersusun dalam rangkaian ruang atau disebut data cross sectional. Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Uji ini sesungguhnya dilandasi oleh 60

11 model error yang mempunyai korelasi sebagaimana telah ditunjukkan di bawah ini: Gambar 4.2 Hasil Uji Durbin-Watson Ada Tidak ada tidak ada ada Autokorelasi Keputusan keputusan Autokorelasi positif dan tidak ada negatif dan menolah H0 Autokorelasi dan menolak H0 tidak menolah Ho dl=1,68 du=1,76 4-du=2,24 4-dl=2,32 4 Hasil dari Durbin-Watson menunjukkan bahwa nilai d-hitung atau DW sebesar 0,53. Hasil dari Durbin-Watson statistik adalah du=1,76 dan dl=1,68. Sehingga d-hitung atau DW terletak pada 0 < d < dl atau 0 < 0,53 < 2,24. kesimpulan yang dapat ditarik adalah ada autokolerasi positif didalam model dan menolak H Pengujian Statistik Analisis Regresi Uji Signifikansi parameter Individual (Uji t) Uji signifikansi parameter individual (Uji t) merupakan pengujian untuk menunjukkan pengaruh secara individu variabel independen yang ada di dalam model terhadap variabel terikat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas menjelaskan variasi variabel terikat. Apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 61

12 (sig<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Dengan α = 5% dan degree of freedom (df) = 136 (n-k =140-4), maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,645 dan dengan α = 10 persen diperoleh nilai t-tabel sebesar 1,282. Penjelasan hasil uji t untuk masing-masing variabel bebas adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Nilai T-Statistik Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Tahun Variabel Pertumbuhan ekonomi (PE) Inflasi (IF) Kesempatan Kerja (KK) Sumber: Lampiran A Koefisien regresi E-05 t hitung T tabel (ɑ=5%) 1,645 1,645 1,645 T tabel (ɑ=10%) 1,282 1,282 1,282 Sig Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji F (Fisher) digunakan untuk menguji signifikansi model regresi. yaitu untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh semua variabel bebas pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja secara bersama-sama terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka model regresi signifikan secara statistik. Analisis regresi dilakukan dengan menggunakan Eviews 5. Tabel 4.10 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Variabel Koefisien regresi (b) Pertumbuhan ekonomi Inflasi Kesempatan Kerja 1.04E-05 Sumber: Data diolah 2012 Konstanta (a) R 2 F Hitung Sig ,

13 Dari regresi pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun yang menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), dengan degree of freedom for numerator (dfn) = 3 (k-1 = 4-1) dan degree of freedom for denominator (dfd) = 137 (n-k = 140-3), maka diperoleh F-tabel sebesar 2,67 dengan F-statistik sebesar 7,33 dan nilai probabilitas F-statistik 0, Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Fhitung > F-tabel) Uji Koefisien Determinasi (Uji R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) merupakan alat untuk mengukur besarnya persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel Dependen. Besarnya koefisien determinasi berkisar antara angka 0 sampai dengan 1, semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi, maka semakin kecil pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya semakin besar koefisien determinasi mendekati angka 1, maka semakin besar pula pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Dari Hasil uji R 2 pada penelitian pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja di jawa Tengah tahun diperoleh nilai R 2 sebesar 0,1393. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja sebesar 13,93%; sedangkan sisanya sebesar 86,07% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. 63

14 1.5. Pembahasan Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan. Hal ini dibuktikan dari uji t diperoleh hasil uji t untuk variabel pertumbuhan ekonomi diperoleh nilai t hitung sebesar dengan nilai signifikansi sebesar 0,2277 dan koefisien regresi sebesar 0, Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian ini pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Kuznet dalam Tulus Tambunan (2001), pertumbuhan dan perekonomian mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang orang miskina berangsur angsur berkurang. Selain itu, yang menyebabkan ketidaksignifikansinya pertumbuhan ekonomi dalam mempengaruhi kemiskinan dikarenakan pertumbuhan ekonomi tersebut belum efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Arinya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum menyentuh disetiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin Inflasi dan Tingkat Kemiskinan Variabel Inflasi berpengaruh positif terhadap variabel tingkat kemiskinan tetapi tidak signifikan. Hal tersebut dibuktikan dari nilai t hitung sebesar 1, dengan nilai signifikansi sebesar 0,1890 dan koefisien regresi memiliki arah positif sebesar 0, Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian ini inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. 64

15 Hal tersebut dapat terjadi karena adanya keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), hal tersebut akan mengakibatkan realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memilik daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary gap) menghilang. Selain itu, efek inflasi tidak sama pada semua kelompok masyarakat. Masyarakat miskin terkonsentrasi di wilayah pedesaan, lebih dari 60 persen dari total penduduk miskin tinggal di pedesaan. Tingkat inflasi di pedesaan secara persisten lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Perubahan harga-harga memberikan tekanan yang lebih besar bagi perekonomian daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan. Dengan demikian tingkat inflasi juga akan memberikan tekanan yang berbeda terhadap tingkat kemiskinan. Masyarakat miskin di pedesaan relatif lebih rentan akan guncangan ekonomi, khususnya inflasi. Pada semua level, peningkatan harga pada komoditi makanan memiliki dampak yang relatif jauh lebih besar terhadap kemiskinan dibandingkan dengan inflasi yang terjadi pada komoditi non pangan. Masyarakat miskin pedesaan yang secara relatif akan merasakan dampak inflasi komoditi makanan lebih besar. 65

16 Tingkat kesempatan kerja dan kemiskinan Dari penelitian ini menyatakan bahwa tingkat kesempatan kerja berpengaruh positif namun signifikan. Hal ini dapat terbukti dari nilai t hitung sebesar , dengan nilai signifikansi 0,000 dan koefisien regresi memiliki arah yang positif yaitu sebesar 1.04E-05. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesempatan kerja belum efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Arinya, setiap penambahan tingkat kesempatan kerja, belum tentu diikuti dengan pengurangan kemiskinan. Kesempatan kerja yang sempit di bandingkan angkatan kerja, akan menimbulkan Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Ketidakseimbangan tersebut terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Di bidang ketenagakerjaan, kurang adanya keahlian manajerial dan secara keseluruhan rendahnya pendidikan tenaga kerja menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan. Rendahnya permintaan tenaga kerja dan tingginya penawaran tenaga kerja mengakibatkan banyaknya pengangguran, rendahnya produktivitas dan rendahnya pendapatan. Dampak selanjutnya dari meningkatnya jumlah pengangguran adalah peningkatan angka kemiskinan Pengaruh Pertumbuhan ekonomi, Inflasi, dan Tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun Hal ini dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 7,33 dengan nilai 66

17 signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja sangat menentukan besar kecilnya tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun Dalam regresi tersebut diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel dapat dilihat dengan persamaan sebagai berikut: Y = 14,51 0,75 (PE) 0,20(IF) 1,04(KK)+e...(4.1) Menurut Jhingan, terdapat 3 (tiga) komponen dalam pertumbuhan ekonomi: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; dan ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Keberhasilan suatu rencana pembangunan sangat tergantung pada kemampuan menyediakan tenagatenaga yang melaksanakannya. Dasar pemikiran kesempatan kerja adalah rencana investasi dan target hasil yang direncanakan, atau secara umum rencana pembangunan. Tiap kegiatan mempunyai daya serap yang berbeda akan tenaga kerja, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Daya serap tersebut berbeda secara sektoral dan menurut penggunaan teknologi. Sektor kegiatan yang dibangun secara padat karya pada dasarnya akan menciptakan kesempatan kerja yang relatif besar dan tidak terlalu terikat kepada persyaratan keterampilan yang tinggi. 67

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tengah tahun dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tengah tahun dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab masalah penelitian pada Bab I yaitu apakah jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang kemiskinan ini hanya terbatas pada kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2011. Variabel yang digunakan dalam menganalisis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data 1. UJI Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi imi terjadi heterokedastisitas atau tidak, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan struktur ekonomi dan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejaheraan penduduk atau masyarakat. Kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kabupaten atau kota sejumlah 35 kabupaten dan kota (BPS,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2013 yang seluruh data keuangannya telah di terbitkan dan dilaporkan kepada

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian hipotesisinya yang meliputi uji serempak (ujif), uji signifikansi paramerer individual (uji T), dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat ditentukan menggunakan indeks Williamson yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi, karena dalam penelitian ini menggunakan dua variabel. Metode eksplanasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan ialah metode penelitian eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris merupakan penelitian yang bersifat noneksploratif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab. BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Hasil analisa Deskripsi Obyek Penelitian dapat dilihat pada deskriptif statistik dibawah ini yang menjadi sampel penelitian adalah

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengenai situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut Arikunto (1989),

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengenai situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut Arikunto (1989), BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian Menurut Moleong (2010:132), subjek penelitian sebagai informan, yang berarti orang pada latar penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian

Lampiran 1. Data Penelitian Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelan g Lampiran 1. Data Penelitian Kab / Kota Tahun Kemiskinan UMK TPT AMH LnUMK (%) (Rb Rp) (%) (%) 2010 18.11 698333 13.4565 9.75

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku. Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun

DAFTAR LAMPIRAN. Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku. Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2015 1 Kab. Banjarnegara 10,56 13,03 10,99 2 Kab. Batang 10,26 12,26

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2 Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1 ISSN (Online):

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2 Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1  ISSN (Online): DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2 Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1 ISSN (Online): 2337-3814 ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDRB SEKTOR PERTANIAN 35 KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi Jawa Timur ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan Model prediksi variabel makro untuk mengetahui kerentanan daerah di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan dengan terlebih dahulu mencari metode terbaik. Proses pencarian metode terbaik

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 No. 79/11/33/Th. XI, 06 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Agustus

Lebih terperinci

HASIL ANALISA DATA ROE LDA DA SDA SG SIZE

HASIL ANALISA DATA ROE LDA DA SDA SG SIZE HASIL ANALISA DATA STATISTIK DESKRIPTIF Date: 06/15/16 Time: 11:07 Sample: 2005 2754 ROE LDA DA SDA SG SIZE Mean 17.63677 0.106643 0.265135 0.357526 0.257541 21.15267 Median 11.00000 0.059216 0.251129

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TENAGA KERJA DI JAWA TENGAH TAHUN 2014

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TENAGA KERJA DI JAWA TENGAH TAHUN 2014 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TENAGA KERJA DI JAWA TENGAH TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ekonomi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013-2015 Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar strata I pada Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut merupakan Statistik Deskriptif variabel dependen dan variabel. Tabel 4.1

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut merupakan Statistik Deskriptif variabel dependen dan variabel. Tabel 4.1 46 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Berikut merupakan Statistik Deskriptif variabel dependen dan variabel independen. Tabel 4.1 Sumber : output SPSS Dari tabel diatas dapat

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan hipotesa. Jenis penelitian ini adalah penelitian sebab akibat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan hipotesa. Jenis penelitian ini adalah penelitian sebab akibat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen yang di teliti kemudian dianalisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series tahunan 2002-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung. Adapun data

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian hipotesisnya yang meliputi uji serempak (uji-f), Uji signifikansi parameter individual (Uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Data tersebut didapat dari beberapa

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam lingkup wilayah Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder 47 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan 2003-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Dalam Angka, Badan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Sumber Data Metode penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang berbentuk time series selama periode waktu 2005-2015 di Sumatera Barat yang diperoleh dari

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci