BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan antara 108 o 30 dan 111 o 30 Bujur Timur. Batas wilayah provinsi ini adalah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Selatan dengan Samudera Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah Barat dengan Provinsi Jawa Barat dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa dengan luas wilayah km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Provinsi Jawa Tengah memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1) Arah Timur : Provinsi Jawa Timur 2) Arah Barat : Provinsi Jawa Barat 3) Arah Utara : Laut Jawa 4) Arah Selatan:Samudera Hindia dan Provinsi D.I.Yogyakarta Wilayah Provinsi Jawa Tengah juga terdiri atas beragam topografi, seperti yang terlihat di gambar peta topografi Provinsi Jawa 43

2 Tengah di bawah ini.di bagian utara sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah.semakin masuk ke pedalaman (ke bagian tengah), sebagian besar berupa perbukitan dan pegunungan. Topografi ini dikarenakangeologi yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian pedalaman (tengah) didominasi gunung api dan pegunungan structural. Sumber: BPS Jawa Tengah Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 44

3 b. Luas Wilayah Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2010 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2011). Lahan di Provinsi Jawa Tengah ini, terdiri atas 992 ribu hektar (30,47 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,53 persen) bukan lahan sawah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, luas lahan sawah pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 0,013 persen, sebaliknya luas bukan lahan sawah mengalami peningkatan sebesar 0,006 persen. Luas lahan yang ada, sebagian besar telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan.kegiatan tersebut diantaranya adalah pertanian, perindustrian, permukiman, pertambangan dan lain-lain.tabel 4.1 dibawah ini menunjukkan penggunaan lahan di Jawa Tengah. 45

4 Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010 (ha) Kabupaten/Kota Regency/City Lahan Sawah/ Wet Land Bukan Lahan Sawah/ Dry Land Jumlah/ Total 01. Kab. Cilacap 63, , , Kab. Banyumas 32, , , Kab. Purbalingga 20,737 57,028 77, Kab. Banjarnegara 14,663 92, , Kab. Kebumen 39,768 88, , Kab. Purworejo 30,060 73, , Kab. Wonosobo 17,174 81,294 98, Kab. Magelang 37,220 71, , Kab. Boyolali 22,920 78, , Kab. Klaten 33,398 32,158 65, Kab. Sukoharjo 21,256 25,410 46, Kab. Wonogiri 32, , , Kab. Karanganyar 22,133 55,087 77, Kab. Sragen 39,763 54,886 94, Kab. Grobogan 64, , , Kab. Blora 46, , , Kab. Rembang 29,172 72, , Kab. Pati 59,329 89, , Kab. Kudus 20,691 21,826 42, Kab. Jepara 26,576 73, , Kab. Demak 50,893 38,850 89, Kab. Semarang 24,410 70,276 94, Kab. Temanggung 20,619 66,404 87, Kab. Kendal 26,218 74, , Kab. Batang 22,480 56,415 78, Kab. Pekalongan 24,950 58,663 83, Kab. Pemalang 37,632 63, , Kab. Tegal 40,287 47,683 87, Kab. Brebes 62, , , Kota Magelang 211 1,601 1, Kota Surakarta 103 4,300 4, Kota Salatiga 765 4,531 5, Kota Semarang 3,965 33,402 37, Kota Pekalongan 1,260 3,236 4, Kota Tegal 895 2,554 3,449 Jumlah/Total ,524 2,262,888 3,254,412 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah,

5 c. Pembagian Wilayah Administrasi Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kotamadya (Badan Pusat Statistik, 2010) seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 4.2 Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 Luas Wilayah No Kabupaten/Kota Ibukota (Ha) 1 Kab. Cilacap Cilacap 213,851 2 Kab. Banyumas Purwokerto 132,759 3 Kab. Purbalingga Purbalingga 77,765 4 Kab. Banjarnegara Banjarnegara 106,974 5 Kab. Kebumen Kebumen 128,274 6 Kab. Purworejo Purworejo 103,482 7 Kab. Wonosobo Wonosobo 98,468 8 Kab. Magelang Magelang 108,573 9 Kab. Boyolali Boyolali 101, Kab. Klaten Kota Klaten 65, Kab. Sukoharjo Sukoharjo 46, Kab. Wonogiri Wonogiri 182, Kab. Karanganyar Karanganyar 77, Kab. Sragen Sragen 94, Kab. Grobogan Purwodadi 197, Kab. Blora Blora 179, Kab. Rembang Rembang 101, Kab. Pati Pati 149, Kab. Kudus Kudus 42, Kab. Jepara Jepara 100, Kab. Demak Demak 89, Kab. Semarang Ungaran 94, Kab. Temanggung Temanggung 87, Kab. Kendal Kendal 100, Kab. Batang Batang 78, Kab. Pekalongan Kajen 83, Kab. Pemalang Pemalang 101, Kab. Tegal Slawi 87, Kab. Brebes Brebes, Bumiayu 165, Kota Magelang 1, Kota Surakarta 4, Kota Salatiga 5, Kota Semarang 37, Kota Pekalongan 4, Kota Tegal 3,449 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 47

6 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui 29 kabupaten dan 6 kotamadya di wilayah Jawa Tengah dimana kabupaten/kota yang memiliki luas wilayah tertinggi adalah Kabupaten Cilacap, sedangkan luas wilayah yang paling sempit adalah Kota Magelang. Wilayah tersebut terdiri atas 565 kecamatan, 764 kelurahan, dan desa d. Keadaan Iklim Menurut Stasiun Klimatologi Klas I Semarang, suhu udara ratarata di Jawa Tengah tahun 2014 berkisar antara 23 C sampai dengan 28 C. Tempat - tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi.untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 80 persen sampai dengan 88 persen. Curah hujan tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Sempor, Kebumen yaitu sebesar mm dan hari hujan terbanyak tercatat di Stasiun SMPK,Borobudur,Magelang 64 hari. 48

7 2. Aspek Demografi Berdasarkan Badan Pusat Statistik dalam Angka 2015 jumlah penduduk Jawa Tengah seperti tabel 4.3: Tabel 4.3 Penduduk Jawa Tengah Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2014 NO Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin 01. Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jumlah/Total Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,

8 Berdasarkan Badan Pusat Statistik dalam Angka, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2014 tercatat sebesar 33,52 juta jiwa sekitar 13,29 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin sebesar 98,41 persen. Penduduk pria pada tahun 2014 lebih sedikit dari jumlah penduduk wanita dengan rasio jenis kelamin (perbandingan banyaknya penduduk pria dengan penduduk wanita) sebesar 98,41. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin pria dan jumlah penduduk berjenis kelamin wanita semakin mendekati keseimbangan. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah per tahun selama sepuluh tahun terakhir yaitu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah 0,37 persen. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Jawa Tengah adalah Kota Semarang, yakni 1,41 persen. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Kabupaten Wonogiri, yakni minus 0,43 persen. Untuk Kota Salatiga, apabila dilihat dari sisi jumlah penduduk, Kota Salatiga termasuk dalam kabupaten yang berpenduduk sedikit meskipun laju pertumbuhan penduduknya mencapai 1,13 persen. 50

9 3. Aspek Sarana dan Prasarana Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Sarana dan prasarana ekonomi memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung aktivitas ekonomi, serta diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dapat dicapai dan daya saing ekonomi nasional secara global dapat ditingkatkan.sarana dan prasarana perekonomian yang ada di Jawa Tengah pada tahun disajikan dalam tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana Perekonomian Provinsi Jawa Tengah Tahun Keterangan Pasar Koperasi Industri Sumber: BPS Jawa Tengah 2014 Tabel 4.4 diatas menunjukkan sarana dan prasarana perekonomian yang ada di Jawa Tengah dari tahun mengalami peningkatan jumlah baik jumlah pasar, prasarana koperasi, maupun jumlah industri. 51

10 4. Aspek Perekonomian a. Produk Domestik Regional Bruto Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud disini adalah pertumbuhan yang diakibatkan oleh adanya peningkatan hasil produksi apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000.Untuk mengetahui perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Tengah Tahun (Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000) Tahun PDRB Laju Pertumbuhan (juta rupiah) (%) ,816, ,038, ,166, ,789, ,051, ,682, ,362, ,790, ,685, ,992, ,270, Rata-rata Laju Pertumbuhan 5.28 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014 Tabel 4.5 tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu , Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami peningkatan setiap 52

11 tahunnya.selama 11 tahun tersebut, peningkatan yang paling signifikan terjadi di tahun Dari yang semula 151,4 trilyun rupiah pada tahun 2007, menjadi 167,8 trilyun rupiah. Sedangkan peningkatan yang paling rendah adalah peningkatan yang terjadi pada tahun 2007, yaitu 679,97 milyar rupiah dari tahun sebelumnya. Secara rata-rata, laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Tengah pada tahun adalah 5,28%. Laju pertumbuhan ekonomi sebesar ini masih tergolong pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Berdasarkan Berita Resmi Statistik (2011), selama tahun 2011 semua sektor ekonomi yang membentuk Produk Domestik Regional Bruto mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yakni 8,6 persen, kemudian disusul oleh sektor perdagangan; hotel; dan restoran yakni 7,5 persen, sektor jasa-jasa yakni 7,5 persen, sektor industry pengolahan yakni 6,7 persen, sektor keuangan; real estate; dan jasa perusahaan yakni 6,6 persen, sektor konstruksi yakni 6,3 persen, sektor pertambangan dan penggalian yakni 4,9 persen, sektor listrik, gas dan air bersih yakni 4,3 persen. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan terendah pada tahun 2011 adalah sektor pertanian yakni 1,3 persen. 53

12 b. Kondisi Penduduk Miskin Gambaran kondisi ekonomi suatu wilayah salah satunya dapat diketahui dari data jumlah penduduk miskin di wilayah tersebut. Perekonomian suatu wilayah dikatakan baik apabila masyarakatnya mampu terhindar dari kemiskinan.kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.berikut adalah tabel 4.6 yang dapat menunjukkan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Tengah Tahun No Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase Pddk (000 org) Miskin , , , ,44 Sumber:BPS Jawa Tengah 2014 Berdasarkan tabel 4.6 jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah masih besar.persentase penduduk miskin di Jawa Tengah cenderung mengalami penurunan meskipun pada tahun 2010 ke 2011 mengalami peningkatan. 54

13 B. Analisis Data 1. Analisis Tingkat Infrastruktur a. Indikator Pendidikan Indiikator pendidikan merupakan perhitungan indeks tunggal yang terdiri dari jumlah fasilitas pendidikan (jumlah bangunan sekolah), tingkat partisipasi sekolah, dan jumlah tenaga pendidik (jumlah guru). Dalam indikator ini hanya ada dua indikator yang menempati golongan tinggi yaitu, Kabupaten Cilacap dan Kota Semarang, serta tiga indikator yang menempati golongan menengah ketas yaitu Banyumas, Kebumen, Klaten dan Kabupaten lainnya tergolong menengah kebawah dan rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh fasilitas yang tersedia tiap kabupaten yang berbeda. Penggolongan indikator infrastruktur pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut: 55

14 Tabel 4.7 Hasil Penggolongan Indikator Pendidikan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi Menengah Atas Menengah Bawah Rendah Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Boyolali Kab. Purbalingga Kota Semarang Kab. Kebumen Kab. Sukoharjo Kab. Banjarnegara Kab. Klaten Kab. Wonogiri Kab. Purworejo Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Kendal Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Surakarta Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Batang Kab. Pekalongan Kota Magelang Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Tegal Sumber: Hasil ringkasan, di lampiran 11 hal 86 Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur pendidikan di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test. Hasil uji one sample t-test (lampiran 16 halaman 91) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar dengan nilai signifikansi 0,518. Untuk pengujian 56tatistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel ( < 56

15 2.033),maka Ho diterima yang menyatakan bahwa tingkat infrastruktur pendidikan di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50. Jadi dengan tingkat signifikan5 % dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur pendidikan di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. b. Indikator Kesehatan Indikator kesehatan merupakan perhitungan indeks tunggal yang terdiri dari jumlah puskesmas, Jumlah rumah sakit umum dan jumlah dokter.dari hasil indeks komposit kesehatan, dapat diketahui bahwa indeks kesehatan di Jawa Tengah memiliki kondisi yang buruk karena rata-rata kabupaten indikator kesehatan tergolong rendah.hanya ada dua yang tergolong menengah keatas yaitu Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Semarang seperti pada tabel 4.8 berikut: 57

16 Tabel 4.8 Hasil Penggolongan Indikator Kesehatan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi Menengah Menengah Atas Bawah Rendah Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga - Kota Semarang Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 12 halaman 87 Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga 58

17 Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur kesehatan di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test.Hasil uji one sample t-test (lampiran 17 halaman 92) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar dengan nilai signifikansi 0,000. Untuk pengujian statistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel (-7.136< 2.033), maka Ho diterima yang menyatakan bahwa infrastruktur kesehatan di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50, sedangkan Ha yang menyatakan bahwa infrastruktur kesehatan tinggi dengan indeks komposit lebih dari 50 ditolak. Jadi dengan tingkat signifikan 5% dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. c. Indikator Sarana Ekonomi Indikator sarana ekonomi merupakan perhitungan indeks tunggal yang terdiri dari jumlah pasar, jumlah perusahaan, dan posisi Giro pada Bank Umum dan BPR di Jawa Tengah. Dalam indikator ini hanya terdapat satu indikator yang tergolong menengah keatas yaitu Kota Semarang, satu indikator tergolong menengah bawah yaitu Kabupaten Boyolali, dan kabupaten lainnya tergolong rendah. Hal ini dipengaruhi oleh persebaran perusahaan yang tidak merata di setiap kabupaten. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut: 59

18 Tabel 4.9 Hasil Penggolongan Indikator Ekonomi Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi Menengah Atas Menengah Bawah Rendah - Kota Semarang Kab. Klaten Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan1) Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Tegal Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 13 halaman 88 Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur sarana ekonomi di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini 60

19 digunakan analisis One Sample T-Test. Hasil uji one sample t-test (lampiran 18 halaman 93) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar dengan nilai signifikansi 0,000. Untuk pengujian statistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel ( < 2.033), maka Ho diterima yang menyatakan bahwa infrastruktur sarana ekonomi di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50, sedangkan Ha yang menyatakan bahwa infrastruktur ekonomi tinggi dengan indeks komposit lebih dari 50 ditolak. Jadi dengan tingkat signifikan 5% dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur ekonomi di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. d. Infrastruktur Secara rata-rata infrastruktur baik infrastruktur pendidikan, ekonomi, dan kesehatan di provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. Tingkat infrastruktur terbaik di Jawa Tengah adalah kota Semarang, kemudian disusul Cilacap dan Klaten, sedangkan kabupaten lainya memiliki tingkat infrastruktur yang rendah. Kota Semarang berdasarkan infrastruktur pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang cenderung memiliki tingkat infrastruktur lebih baik dari kabupaten lain dikarenakan Semarang adalah pusat pemerintahan. Hasil penggolongan indikator infrastruktur pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut: 61

20 Tabel 4.10 Hasil Penggolongan Indikator Pendidikan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi Menengah Atas Menengah Bawah Rendah Kota Semarang Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Klaten Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Tegal Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 14 halaman 89 Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test. Hasil uji one sample t-test (lampiran 19 halaman 62

21 94) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar dengan nilai signifikansi 0,000. Untuk pengujian statistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel (-7.307< 2.033), maka Ho diterima yang menyatakan bahwa infrastruktur di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50, sedangkan Ha yang menyatakan bahwa infrastruktur tinggi dengan indeks komposit lebih dari 50 ditolak.jadi dengan tingkat signifikan 5% dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. 2. Analisis Tingkat Kemiskinan Dalam penelitian ini tingkat kemiskinan di analisis dengan membandingkan presentase penduduk miskin tiap kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan presentase penduduk miskin Indonesia. Presentase penduduk miskin Indonesia sebesar 11,66, sehingga tingkat kemiskinan tinggi apabila presentase penduduk miskin > 11,66 dan rendah apabila presentase penduduk miskin < 11,66. Hasil analisis Tingkat kemiskinan tiap kabupaten di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan hanya ada tujuh kabupaten atau kota yang tingkat kemiskinannya tergolong rendah yaitu Kabupaten Sukoharjo, Tegal, Brebes dan kota Magelang, Salatiga, Semarang, Pekalongan dan Tegal. 63

22 Tabel 4.11 Hasil Penggolongan Tingkat Kemiskinan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi Rendah Kab. Sukoharjo Kab. Cilacap Kab. Tegal Kab. Banyumas Kota Magelang Kab. Purbalingga Kota Salatiga Kab. Banjarnegara Kota Semarang Kab. Kebumen Kota Pekalongan Kab. Purworejo Kota Tegal Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Brebes Kota Surakarta Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 15 halaman 90 Hasil analisa tabel tingkat kemiskinan dapat ditunjukkan bahwa rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tinggi. Kabupaten yang tingkat kemiskinannya tergolong rendah adalah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota 64

23 Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.Untuk menguji apakah nilai tingkat kemiskinan di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test pada presentase penduduk miskin. Hasil uji one sample t-test (lampiran 20 halaman 95) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar dengan nilai signifikansi 0,006. Untuk pengujian statistic satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung > t tabel (2.913 > 2.033). Maka Ho ditolak yang menyatakan bahwa tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai presentase penduduk miskin kurang dari 11,66. Sedangkan Ha yang menyatakan bahwa tingkat kemiskinan tinggi dengan nilai presentase penduduk miskin > 11,66 diterima. Jadi dengan tingkat signifikan % dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tergolong tinggi. 3. Hubungan Infrastruktur dengan Tingkat Kemiskinan Dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara infrastruktur dengan tingkat kemiskinan maka digunakan uji korelasi pearson. Hasil uji korelasi pearson antara infrastruktur dan tingkat kemiskinan dengan menggunakan indikator presentase penduduk miskin adalah sebagai berikut: a. Hubungan Infrastruktur Pendidikan dengan Tingkat Kemiskinan 65

24 Dari hasil analisis korelasi (korelasi pearson) antara infrastruktur pendidikan dengan presentase penduduk miskin didapatkan angka korelasi sebesar 0,136 dan nilai signifikansinya sebesar 0,435 (lampiran 21 halaman 96) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara infrastruktur pendidikan dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur pendidikan dengan presentase penduduk miskin, sehingga infrastruktur pendidikan tidak dapat mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur pendidikan. b. Hubungan Infrastruktur Kesehatan dengan Tingkat Kemiskinan Dari hasil analisis korelasi (korelasi pearson) antara infrastruktur kesehatan dengan presentase penduduk miskin didapatkan angka korelasi sebesar 0,103 dan nilai signifikansinya sebesar 0,554 (lampiran 22 halaman 97) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk 66

25 menjelaskan hubungan antara infrastruktur kesehatan dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur kesehatan dengan presentase penduduk miskin, sehingga infrastruktur kesehatan tidak dapat mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur kesehatan. c. Hubungan Infrastruktur Sarana Ekonomi dengan Tingkat Kemiskinan Dari hasil analisis korelasi (korelasi pearson) antara infrastruktur sarana ekonomi dengan presentase penduduk miskin didapatkan angka korelasi sebesar -0,252 dan nilai signifikansinya sebesar 0,145 (lampiran 23 halaman 98) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara infrastruktur sarana ekonomi dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur 67

26 sarana ekonomi dengan presentase penduduk miskin, sehingga infrastruktur sarana ekonomi tidak dapat mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur sarana ekonomi. Secara keseluruhan hasil uji korelasi antara Infrastruktur dan tingkat kemiskinan didapatkan angka korelasi sebesar 0.02 dan nilai signifikansinya sebesar 0,991 (lampiran 24 halaman 99) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara infrastruktur dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur dengan presentase penduduk miskin, sehingga infrastruktur tidak dapat mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur. C. Pembahasan 1. Tingkat Infrastruktur di kabupaten/kota di Jawa Tengah Berdasarkan analisa data dapat diketahui bahwa tingkat infrastruktur di Jawa Tengah tergolong rendah. Hal ini dapat dibuktikan 68

27 dari hasil penelitian ini dimana rata-rata perolehan skor berada pada golongan infrastruktur yang rendah. Kabupaten yang mendapatkan infrastruktur menengah atas yaitu Semarang. Semarang menjadi kota dengan tingkat infrastruktur tertinggi di Jawa Tengah dikarenakan merupakan kabupaten yang mempunyai dipusat pemerintahan dan perekonomian. Dalam penelitian ini ditemukan dua karakteristik yang mempunyai infrastruktur tinggi; pertama yaitu daerah dengan kondisi perekonomian baik; kedua yaitu daerah yang memiliki kondisi sumber daya manusia yang berkualitas baik dan memadai. Tingkat infrastruktur pendidikan di Jawa Tengah rata-rata tergolong rendah.hanya ada dua kabupaten yang tergolong tinggi yaitu Cilacap dan Semarang. Semarang memiliki tingkat infrastruktur pendidikan tinggi karena Semarang merupakan pusat pemerintahan dengan kepadatan penduduk besar sehingga memiliki tingkat partisipasi sekolah besar sehingga pemerintah cenderung mengutamakan sarana pendidikan di kota Semarang. Sedangkan kabupaten lainnya cenderung rendah. Tingkat infrastruktur kesehatan di Jawa Tengah juga memiliki skor rata-rata tergolong rendah.hanya Cilacap dan Semarang yang tergolong menengah keatas atau cenderung tinggi karena dipengaruhi oleh jumlah rumah sakit dan jumlah puskesmas yang cukup memadai.selain itu Semarang juga merupakan pusat pemerintahan yang padat penduduk, sehingga sarana dan prasarana harus terpenuhi dan menjadi perhatian 69

28 pemerintah. Sedangkan kabupaten lain memiliki skor yang rendah, hal ini disebabkan karena Jumlah Rumah Sakit Umum pada tiap kabupaten sedikit dan tidak merata. Bahkan ada kabupaten yang tidak memiliki Rumah Sakit Umum sendiri. Tingkat infrastruktur ekonomi di Jawa Tengah memiliki skor yang rendah pula.hanya kota Semarang yang tergolong menengah ketas dimana golongan inipun masih belum bisa dikatakan tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa infrastruktur ekonomi di Jawa Tengah tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh jumlah perusahaan di Jawa Tengah tidak merata yaitu hanya terpusat di pusat pemerintahan yaitu kota Semarang. Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dalam mengatasi infrastruktur yang kurang memadai di Jawa Tengah salah satunya bantuan Sarana Prasarana merupakan bantuan stimulan yang bersumber dari APBD Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membiayai kegiatan prioritas sarana prasarana kewenangan Kabupaten/Kota, peningkatan potensi wilayah, hasil reses/kunjungan kerja sebagai wahana serapan usulan masyarakat dan pembangunan infrastruktur strategis. 2. Tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Tengah Hasil analisa tabel tingkat kemiskinan yaitu rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tinggi. Kabupaten yang tingkat kemiskinannya tergolong rendah adalah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota 70

29 Pekalongan, dan Kota Tegal. Kota Semarang memiliki tingkat kemiskinan rendah dikarenakan pusat pemerintahan dimana tingkat infrastrukturnya tinggi.sukoharjo memiliki tingkat kemiskinan rendah dikarenakan indeks jumlah pasar cenderung tinggi.seperti diketahui bahwa pasar merupakan kegiatan ekonomi yang dapat membuka lapangan pekerjaan cukup besar.sedangkan Tegal, Magelang, Salatiga dan Pekalongan memiliki tingkat kemiskinan tergolong rendah karena memiliki industry dengan menyerap tenaga kerja yang cukup besar.sedangkan kabupaten lainnya memiliki tingkat kemiskinan tinggi karena sarana dan prasarana ekonomi rendah seperti industri dan pasar. Sudah banyak program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Di tahun 2013 Pemerintah melaksanakan program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S).Program P4S yang dilaksanakan berupa yang terdiri dari Raskin, Bantuan siswa Miskin dan Program Keluarga Harapan. Raskin yaitu untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Sedangkan BSM adalah bantuan dari Pemerintah berupa sejumlah bantuan personal yang diberikan secara langsung kepada siswa dari semua Jenjang Pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) yang berasal dari keluarga miskin dan rentan miskin sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain itu ada program keluarga harapan yaitu program pemberian bantuan tunai 71

30 kepada rumah tangga sangat miskin berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan dengan melaksanakan kewajiban. 72

31 3. Hubungan infrastruktur dengan tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Berdasarkan analisa data tidak ada hubungan antara infrastruktur pendidikan, infrastruktur kesehatan, dan infrastruktur ekonomi dengan tingkat kemiskinan.hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2013) tentang keterkaitan tingkat pendidikan dan kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin. Indikator tingkat kesehatan yang digunakan adalah fasilitas kesehatan dan indikator tingkat pendidikan adalah sarana pendidikan yang memiliki hasil tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan tidak berkaitan kepada tingkat kemiskinan dengan besarnya t hitung sebesar - 1,273 < t tabel atau memiliki hubungan yang lemah. Tidak adanya hubungan antara infrastruktur pendidikan, infrastruktur kesehatan, dan infrastruktur ekonomi dengan tingkat kemiskinan karena anggaran alokasi infrastruktur tidak sebanding dengan penurunan tingkat kemiskinan.upaya yang dilakukan pemerintah untuk terus menyeraptenaga kerja dan menekan angka kemiskinan membutuhkan anggaranyang tidak sedikit.untuk kepentingan penghitungan dampakalokasianggaran pemerintah terhadap penyerapan tenaga kerja,maka digunakan anggaran infrastruktur. 73

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 No. 79/11/33/Th. XI, 06 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kabupaten di Wilayah BARLINGMASCAKEB Wilayah BARLINGMASCAKEB terdiri atas Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian 33 A. Gambaran Umum BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Dengan ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini di sebelah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3. 54 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 dengan perbatasan wilayah dari arah Timur : Kabupaten Wonogiri di

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG. Bab 1 Pendahuluan 1-1

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG. Bab 1 Pendahuluan 1-1 Bab 1 Pendahuluan 1-1 1.1 TINJAUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN Sumber Daya Air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM

LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM PETA WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG Temanggung Dalam Angka Tahun 2011 1 LETAK GEOGRAFI Kabupaten Temanggung terletak antara : 110 o 23' - 110 o 46'30" Bujur Timur 7 o 14'

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

PROFIL PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH 1 A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Provinsi Jawa Tengah terletak 5 o 40' dan 8 o 30' Lintang Selatan dan antara 108o30' dan 111o30' Bujur Timur. Provinsi Jawa Tengah letaknya diapit oleh dua Propinsi

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah

Lebih terperinci

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA TUGAS AKHIR Oleh : PUTRAWANSYAH L2D 300 373 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur, letaknya antara 5 40 dan 8 30 dan 111 30 bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Batas admistrasi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian tengah, di bagian selatan dibatasi lautan Indonesia, sedangkan di bagian

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci