BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder, illit, monmorilonit), zona filik (serisit, kalsit, kuarsa sekunder), zona propilitik ( klorit, kalsit, epidot dan kuarsa sekunder) dan zona silifikasi (kuarsa sekunder). Setiap zona alterasi memiliki kondisi pembentukan yang berbeda temperatur, ph yang tentunya berhubungan dengan karakteristik fluida hidrotermal. Pada pengamatan petrografi, teramati adanya hubungan potong memotong antar mineralmineral ubahan. Hal ini, menandakan adanya perubahan dari kondisi baik temperatur, ph, dan fluida, sehingga didapatkan kumpulan mineral yang berbeda sebagai perubahan zona alterasi. Zona yang terbentuk pertama kali adalah zona filik yang terdiri dari zona kumpulan berupa serisit, klorit, kalsit. Tahapan ini memiliki kisaran temperatur kestabilan mineral ubahan 290-300 o C dan ph 4-5. Gambar 6.1 Sayatan kedalaman 322 m memperlihatkan mineral ubahan berupa serisit dan kuarsa sekunder yang terubah oleh epidot dan klorit. Ep:epidot; Ser: serisit; Chl: klorit; qtz: kuarsa. 48
Tahapan selanjutnya yang terjadi adalah zona propilitik yang terdiri dari mineral kumpulan klorit, kalsit, dan epidot. Pada zona filik dan propilitik terdapat overprinted antara serisit dengan klorit dan epidot (Gambar 6.1). Zona ini terdapat pada temperatur kestabilan temperatur 200-300 o C dengan ph yang lebih netral 5-7. Hal ini disebabkan oleh adanya struktur berupa gouge dan breksi sesar yang memungkinkan adanya pengaruh fluida meteorik. Tahapan alterasi yang terakhir berupa zona argilik yang terdapat pada bagian atas dari kedua sumur baik BWS-H01 dan MJEI S1 yang terdiri dari kumpulan mineral berupa kaolinit (nakrit), kuarsa, dan dikit dengan kisaran temperatur 150-175 o C dengan ph menjadi 3-4. Pada zona propilitik dan argilik terdapat overprinted atara kalsit dan mineral lempung (Gambar 6.2). Cc Min lp Cc Min lp qtz 1 mm 1 mm Gambar 6.2 Sayatan kedalaman 282,45 m memperlihatkan urat kalsit (propilitik) terpotong oleh urat yang terisi oleh mineral lempung dan kuarsa sekunder (argilik). (Cc: kalsit, Min lp: mineral lempung, dan qtz: kuarsa) Alterasi hidrotermal memerlukan tiga unsur utama dalam pembentukannya yaitu berupa sumber panas, fluida hidrotermal, dan permeabilitas. Sumber panas pada daerah penelitian kemungkinan berasal dari intrusi diorit yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal yang tersingkap disebelah tenggara dan utara peta geologi regional lembar Blitar. Sumber panas ini akan berhubungan dengan pembentukan dari fluida hidrotermal. Fluida hidrotermal yang bergerak ke atas akan beinteraksi dengan batuan samping dan mengalami kesetimbangan (equilibrium) sehingga kondisi fluida menjadi tereduksi dan memiliki ph yang mendekati netral 49
(Giggenbach, 1992; dalam Hedenquist dan white, 1995). Dalam suatu pembentukan mineral alterasi pada suatu sistem hidrotermal, yaitu temperatur, kimia dari fluida, konsentrasi dari fluida, komposisi batuan samping, derajat kesetimbangan atau lamanya aktifitas dari fluida dan permeabilitas. Hal ini akan memperngaruhi intensitas alterasi pada suatu batuan. Pada batugamping wackestone foraminifera planktonik intensitas alterasi yang terjadi rendah berkisar 25-35%, kemungkinan komposisi dari batuan kurang mendukung untuk terjadi alterasi. Gambar 6.3 Paragenesis alterasi sumur BWS-H01. 6.2 Mineralisasi Mineralisasi adalah suatu proses introduksi atau masuknya mineral ke dalam batuan yang kemudian membentuk mineral bijih dan mineral penyertanya (gangue) sehingga terbentuk 50
endapan mineral (Gary dkk., 1972). Hal-hal pokok yang mempengaruhi pembentukan mineral hasil dari proses mineralisasi yaitu: adanya larutan hidrotermal sebagai pembawa mineral, adanya celah batuan sebagai jalan bagi lewatnya larutan hidrotermal, adanya tempat bagi pengendapan mineral, terjadinya reaksi kimia yang dapat menyebabkan terbentuknya pengendapan mineral, dan konsentrasi larutan yang cukup tinggi bagi terendapkannya kandungan mineral. Pirit ditemukan dominan pada sumur BWS-H01 dalam urat dan tersebar di masa batuan. Kenampakan secara mikroskopik pirit berbentuk euhedral- anhedral. Umumnya pirit muncul sebagai aggregat ditemukan dalam urat dan dengan bentukan yang anhedral, sedangkan pirit yang muncul dengan bentuk euhedral-subhedral ditemukan di masa batuan. Kalkopirit ditemukan sangat jarang pada sumur BWS-H01. Pada kedalaman antara 250m- 451 m. Kalkopirit yang temukan dalam sayatan poles mengisi urat kuarsa menggantikan pirit, selain itu, juga hadir menyebar dalam masa batuan. Kalkopirit juga telah mengalami penggantian oleh kovelit. Magnetit yang ditemukan hanya beberapa buah dengan kelimpahan minim,tersebar dimasa batuan, kemungkinan magnetit tersebut bukan berasal dari proses mineralisasi, melainkan hadir sebagai aksesoris dalam batuan beku. Gambar 6.4 Pembentukan rekahan pada sistem konvergensi ortogonal (Corbett dan Leach, 1997). 51
Urat adalah retakan yang terisi mineral (kuarsa, logam berharga, logam dasar dan sebagainya) yang berasal dari pengendapan cairan magma sisa dengan tekanan dan suhu tinggi masuk melalui retakan pada batuan (Davis dan Reynolds, 1996). Urat merupakan rekahan yang berhubungan dengan sistem tarikan. Sistem struktur yang berkembang di daerah penelitian berupa sistem pure shear (Gambar 6.4). Pergerakan pada rekahan-rekahan selama kompresi ortogonal dapat menghasilkan pembentukan urat-urat (tension gash) yang sejajar dalam skala mikro pada batuan samping brittle (Corbett dan Leach, 1997) yang kemungkinan berhubungan dengan proses mineralisasi. Kemungkinan urat-urat yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 berhubungan dengan sesar geser yang berarah utara-selatan pada daerah penelitian. Pada penelitian didaerah penelitian urat juga ditemukan dengan arah dominan utara-selatan (JICA, 2004 dan Permana, 2011). Pada sumur BWS H-01 ditemukan urat-urat kuarsa yang terisi oleh mineral pirit dan kalkopirit dengan sumbu 30-45 o. Urat yang ditemukan dalam Sumur BWS-H1 bertekstur massive dan sugary dan kenampakan tekstur mineral bijih secara mikroskopis berupa penggantian dan openspace filing. Tekstur Sugary (Gambar 6.5) merupakan indikasi adanya pengulangan episode pendidihan yang biasa terbentuk di bagian dimana terjadi pencampuran air tanah dengan fluida hidrotermal pada suatu sistem epitermal. Gambar 6.5 Urat kalsit memperlihatkan tekstur sugary pada kedalaman 338 m. Mineralisasi yang terdapat dalam sumur BWS H01, sangat rendah hal ini tampak dari kehadiran mineral bijih yang sedikit dan hasil analisis geokimia dalam penentuan harga ambang sangat rendah (Lampiran D). Hal ini, kemungkinan mineral bijih terendapkan dibagian yang 52
lebih dalam dari 451 m. Dari analisis geokimia unsur, asosiasi unsur berupa Cu, Pb, Zn, Ag, Au, Sb, dan As. Harga ambang Au 9,21 ppb, Cu 37,15 ppm, Pb 75,61 ppm, Zn 72,02 ppm, Ag 3,86 ppm, As 9,02 ppm, dan Sb 2,01 ppm. Dari harga ambang unsur tersebut kurang ekonomis untuk ditambang. Hasil sumur pemboran sebelumnya yaitu sumur MJEI-S1 yang berjarak 285 m ke arah selatan sumur BWS-H01 ditemukan mineral bijih berupa pirit, kalkopirit, molydenit, magnetit, sphalerit (JICA, 2004). Mineral sfalerit hadir menggantikan pirit. Molybdenit dalam bentuk urat ditemukan pada kedalaman 368 m, sedangkan magnetit ditemukan bentuk urat pada kedalaman 350 dan 370 m dengan asosiasi mineral sekunder klorit dan epidot. Hal ini mengindikasikan pada sumur MJEI-S1 pada kedalaman yang lebih dalam sekitar 400,5 m terdapat indikasi sistem hidrotermal porfiri. 6.3 Tipe Mineralisasi Tipe mineralisasi yang terdapat di Sumur BWS-H01 erat kaitan dengan sistem hidrotermal. Setelah dilakukan pengolahan data mulai dari pengamatan megakopis, alterasi hidrotermal, geokimia, mineral bijih dan inklusi fluida maka diketahui sistem mineralisasi hidrotermal yang bekerja pada daerah penelitian Pada sumur BWS-H1 lebih memiliki kecenderungan sistem hidrotermal epitermal sulfida rendah (Tabel 6.1), sedangkan sumur MJEI- S1 memiliki kecenderungan sistem hidrotermal epitermal sulfida rendah dengan kecenderungan adanya sistem hidrotermal porfiri pada kedalaman yang lebih dalam. Sistem epitermal sulfida rendah merupakan sistem yang pembentukannya terjadi pada kondisi reduksi dimana mineral-mineral diendapkan pada lingkungan reduksi akibat dari interaksi air meteorik dengan batuan samping sehingga ph larutan mendekati netral. Pada kondisi ini, sulfur berada dominan dalam senyawa H 2 S yang memiliki bilangan oksida 2 - yang merupakan bilangan oksida terendah dari sulfur sehingga disebut sebagai sistem epitermal sulfida rendah. 53
Tabel 6.1 Perbandingan ciri-ciri mineralisasi yang terdapat pada sumur BWS-H01 dengan ciri-ciri epitermal sulfida rendah dan sulfida tinggi. Tipe Epitermal Sulfida Rendah (Hedenquist dan White, 1995) Sulfida Tinggi (Hedenquist dan White, 1995) Sumur BWS H01 Fluida hidrotermal didominasi air meteorik, didominasi air magmatik namun ada interaksi dengan ph asam air magmatik kondisi oksidasi ph mendekati netral kondisi reduksi didominasi air meteorik ph mendekati netral kondisi reduksi Mineral ubahan Kuarsa, kalsedon, kalsit, adularia, illit, karbonat Kuarsa, alunit, kaolinit, pirofilit, diaspor - Kuarsa, kaolinit,dikit, illit, montmorilonit (Argilik) - Klorit, kalsit, epidot, adularia, (Propilitik) - Serisit, kuarsa, kalsit - Alunit, diaspor (PIMA) Mineralisasi Open-space veins dan cavity filling dominan Menyebar (disseminated) dan penggantian (replacement) Disseminated dan penggantian, Open space vein Tekstur Comb, crustiform, banded vein Vuggy kuarsa massive kuarsa dan kalsit sugary kalsit Mineral bijih Pirit, sfalerit, galena, electrum, emas, arsenopirit Pirit, enargit, luzonit, kalkopirit Pirit, kalkopirit dan kovelit Galena dan Sfalerit (JICA, 2004 pada permukaan) Temperatur pembentukaan 100 o C - 320 o C 100 o C - 320 o C 100oC-226 o C 0.5-1.7 Wt%NaCl Asosiasi unsur Au + Ag, Pb, Zn, Cu, As, Te, Hg, Sb Au + Cu, As, Te Au,Ag, Pb, Zn, Cu, As, Sb 54
6.4 Analisis Mineral Ubahan dengan Analisis Petrografi dan PIMA Pada analisis PIMA klorit terindetifikasi dua jenis berupa intermediet klorit dan Fe-klorit. Intermediet klorit memiliki panjang gelombang berkisar pada 2340 nm. Pada intermediet klorit kandungan Fe dan Mg relatif seimbang. Warna biasrangkap pada sayatan tipis menunjukkan orde satu dengan warna kehitaman. Fe klorit memiliki panjang gelombang berkisar pada 2350 nm. Fe-klorit memiliki warna biasrangkap yang orde satu lebih kecoklatan. Gambar 6.6. Grafik pembacaan panjang gelombang PIMA. Pada PIMA terindetifikasi muskovit dan phengit dengan komposisi kimia Al(OH) -1 yang terdeteksi pada panjang gelombang inframerah sekitar 2200 nm (Gambar 6.6). Muskovit dan phengit yang terdeteksi pada PIMA kemungkinan merupakan serisit. Hal ini dikarenakan ketiganya masih berada pada satu varietas mika. Hal ini juga kemungkinan terjadi pada grup karbonat yaitu pada ankerit kemungkinan berupa kalsit. Alunit (244 m) dan diaspor (289,2m) terdeteksi oleh PIMA, tetapi pada pengamatan petrografi tidak ditemukan. Hal ini, terjadi kemungkinan akibat mineral alunit dan diaspor memiliki bentuk berupa aggregat halus dan hanya terkumpul pada bagian suatu bagian dari masa batuan. Pada penelitian geologi permukaan Daerah Sumberboto, ditemukan adanya alunit dan diaspor (Permana, 2011). Kedua mineral tersebut merupakan mineral yang terbentuk pada ph 55
kondisi asam dan temperatur tinggi. Kemungkinan ada transisi ke sistem epitermal sulfida tinggi, tetapi penulis tidak mendapatkan hubungan paragenesa dua mineral tersebut, sehingga sulit untuk menentukan hubungan paragenesa antara sistem epitermal sulfida rendah dan tinggi. Halloysit yang teridentifikasi PIMA kemungkinan berasal dari proses pelapukan dan hanya ditemukan pada bagian atas dari permukaan. 56