BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. organisasi untuk tetap dapat bertahan. Sumber daya manusia memegang peranan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas

BAB I PENDAHULUAN. publik harus bersikap independen terhadap berbagai kepentingan.

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance)

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: Sam Poole ID: HC Tanggal: 23 Februari 2017

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 29 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekelompok (peer group) serta kurangnya kepedulian terhadap masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan mengambil sampel pada pegawai Dinas Pertanian Tanaman

BAB V PENUTUP. 1. Seluruh faktor faktor kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri

SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I. Pendahuluan. mendapatkan pekerjaan, sehingga hal tersebut memberi kesempatan mereka yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dilandasi kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar. meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pekerjaan bukanlah dua hal yang saling berlawanan, tetapi dua entitas yang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-3

EVA IMANIA ELIASA, M.Pd

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

HOGANDEVELOP INSIGHT. Laporan Untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 4 November HOGAN ASSESSMENT SYSTEMS INC.

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB III METODE PENELITIAN

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karyawan Pada CV. Zavatex Surabaya oleh Maisaroh (2008) mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. ia berada karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja. Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

RESUME PERILAKU DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI UNTUK UTS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

DASAR DASAR PERILAKU INDIVIDU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara 2009, h.67).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan arah

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah pola-pola perilaku, tata krama, pemikiran, motif, dan emosi yang khas, yang memberikan karakter kepada individu sepanjang waktu dan pada berbagai situasi yang berbeda. Pola ini meliputi banyak trait, yaitu cara-cara dan kebiasaan berperilaku, berpikir dan merasakan: pemalu, ramah, mudah berteman, kasar, murung, percaya diri, dan sebagainya. Hasibuan (2003: 138) mendefinisikan kepribadian sebagai serangkaian ciri yang relatif tetap dan sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan, sosial, kebudayaan, dan lingkungan. Serangkaian variabel ini yang menentukan persamaan dan perbedaan perilaku seorang individu.

13 Gerver dan Michael dalam Widyasari et al. (2007: 41) mengungkapkan bahwa kepribadian adalah pengaturan dinamis yang tersembunyi dalam diri seseorang yang merupakan suatu sistem yang akan menciptakan susunan karakteristik tingkah laku, pikiran dan perasaan seseorang. Berdasarkan definisi dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu dalam berinteraksi dengan individu lain yang dibentuk oleh faktor keturunan, sosial, kebudayaan, dan lingkungan dalam bentuk sikap, perilaku, dan tindakan yang bersifat dinamis dan tersembunyi dalam diri seseorang. 2. Faktor-faktor Penentu Kepribadian Perdebatan awal dalam penelitian kepribadian berkisar pada apakah kepribadian seseorang merupakan faktor keturunan atau lingkungan. Apakah kepribadian merupakan sifat bawaan sejak lahir, atau apakah merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya? Robbins dan Judge (2008: 127) menyebutkan bahwa kepribadian dihasilkan oleh faktor keturunan dan lingkungan. a. Faktor keturunan Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, tempramen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi, dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara subtansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua anda, yaitu komposisi biologis, psikologis dan

14 fisiologis bawaan mereka. Pendekatan keturunan berpendapat bahwa penjelasan pokok mengenai kepribadian seseorang adalah struktur molekul dari gen yang terdapat dalam kromosom. b. Faktor lingkungan Faktor lain yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter kita adalah lingkungan di mana kita tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman-teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Faktor-faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian kita. 3. Model Lima Besar (The Big Five) Lima besar model faktor kepribadian merupakan lima dimensi kepribadian yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian manusia atau dimensidimensi dari kepribadian yang diasumsikan ikut mendasari sifat yang spesifik dari seseorang. Penilaian dalam kepribadian lima besar tidak menghasilkan suatu trait tunggal yang dominan, tetapi menunjukkan seberapa kuat setiap trait dalam diri seseorang (Lestari, 2014). Beberapa tahun terakhir model lima faktor (FFM) telah muncul dengan fungsi yang sangat berguna dan taksonomi yang berarti untuk mengatur ciri-ciri kepribadian (Bruck dan Allen, 2003). Faktor-faktor lima besar ini menurut McCrae dan John (1992) adalah :

15 1. Extraversion Pervin dalam Bruck dan Allen (2003) menyebut bahwa extraversion menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal serta tingkat aktivitasnya. Individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion disebut sebagai seorang ekstrovert dan memiliki karakteristik mudah bersosialisasi, tegas, banyak bicara, dan memiliki aktivitas tinggi. Selain itu, seorang ekstrovert juga merupakan seorang yang ceria, energik, dan optimis. Sebaliknya, individu yang dengan skor rendah pada dimensi ini disebut sebagai introvert, dan digambarkan sebagai pendiam, penyendiri, dan tenang. McCrae dan John (1992) menggambarkan seseorang dengan kepribadian extraversion sebagai individu yang ceria, antusias, optimis, energik, banyak bicara, mudah bersosialisasi, dan hangat. Sedangkan Barrick dan Mount (1991) menyebutkan bahwa individu yang memiliki kepribadian extraversion memiliki ciri-ciri seperti mudah bersosialisasi, suka berteman, banyak bicara, tegas, dan aktif. 2. Agreeableness Digman (1990) menyatakan bahwa dimensi ini tampaknya dimensi yang muncul dengan melibatkan aspek yang lebih manusiawi dari kemanusiaan, seperti altruism (individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk membantu orang lain), pemeliharaan, perhatian, dan dukungan emosional pada akhir dimensi, serta permusuhan,

16 ketidakpedulian terhadap orang lain, mementingkan diri sendiri, pendendam dan cemburu terhadap yang lain. McCrae dan John (1992) menyebutkan bahwa individu yang memiliki sifat agreeableness memiliki ciri-ciri menghargai orang lain, pemaaf, murah hati, baik hati, simpatik, dan mudah percaya. Sedangkan Bruck dan Allen (2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai individu yang suka membantu, bersimpati kepada orang lain, berhati lembut, kooperatif, dan baik hati. Sebaliknya, individu yang memiliki skor agreeableness yang rendah memiliki sifat egosentris, kompetitif, mudah tersinggung dan skeptis terhadap orang lain. 3. Consciousness Costa dan McCrae dalam Bruck dan Allen (2003) menyatakan bahwa individu yang memiliki tingkat consciousness tinggi memiliki ciri yaitu pekerja keras, terorganisir, tepat waktu, mandiri, dan dapat diandalkan. Sebaliknya, individu yang memiliki tingkat consciousness rendah cenderung ceroboh dalam bekerja, tanpa perencanaan, dan tidak dapat diandalkan. Barrick dan Mount (1991) mengatakan bahwa seorang consciousness memiliki sifat seperti penuh perencanaan, hati-hati, bertanggung jawab, pekerja keras, tekun, dan berorientasi prestasi. McCrae dan

17 John (1992) juga menyebutkan ciri-ciri seorang consciousness, yaitu efisien, terorganisir, penuh perencanaan, dapat diandalkan, bertanggung jawab, dan penuh ketelitian. 4. Neuroticism Menurut Costa dan McCrae dalam Bruck dan Allen (2003), dimensi neuroticism menilai penyesuaian atau kestabilan emosi dibandingkan ketidakmampuan menyesuaikan diri. Individu yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi akan mengalami ketidakstabilan emosi dan akan menunjukkan karakteristik seperti khawatir, takut, rasa bersalah, sedih, marah, malu, dan jijik. Individu yang rendah pada neuroticism terlihat memiliki emosi yang stabil, tidak mudah marah, santai dan cenderung tenang. Sementara itu, McCrae dan John (1992) menyebutkan sifat seorang neuroticism, yaitu mudah cemas, mengasihani diri sendiri, tegang, mudah tersinggung, memiliki emosi yang tidak stabil, dan mengkhawatirkan banyak hal. 5. Openness to experience Costa dan McCrae dalam Bruck dan Allen (2003) mengidentifikasi beberapa elemen yang menggambarkan dimensi ini, seperti imajinatif, sensitif terhadap nilai-nilai seni, memiliki rasa ingin tahu terhadap pengetahuan, dan memiliki penilaian sendiri. Individu dengan skor

18 tinggi pada dimensi ini menunjukkan rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru, dan bersedia untuk mengeluarkan ide-ide dan nilai-nilai yang baru dan asli. Sebaliknya, individu dengan skor rendah pada dimensi ini menunjukkan perilaku konvensional dan konservatif, lebih suka membaca novel, dan biasanya mampu meredam respon emosional. Rothman dan Coetzer (2003) menyebutkan beberapa elemen yang termasuk dalam dimensi openness to experience, seperti imajinatif, sensitif terhadap seni, menaruh perhatian pada perasaan batin, menyukai banyak hal, memiliki rasa ingin tahu terhadap pengetahuan, dan memiliki penilaian sendiri. Individu dengan tingkat openness to experience yang tinggi cenderung tidak konvensional, penasaran terhadap dunia luar, cenderung memiliki banyak pengalaman. Individu dengan tingkat openness to experience yang rendah cenderung menjadi konvensional dalam perilaku dan terlihat konservatif. McCrae dan John (1992) menyebutkan ciri-ciri seorang openness to experience, yaitu memiliki jiwa seni (artistik), memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru, imajinatif, memiliki wawasan yang luas, memiliki ide-ide baru, dan memiliki ketertarikan yang luas. Barrick dan Mount (1991) juga menyebutkan ciri-ciri openness to experience, yaitu penasaran terhadap hal-hal baru, berpikiran luas, berbudaya, dan cerdas.

19 Lima faktor kepribadian ini didesain untuk melihat karakter kepribadian setiap individu. Organisasi perlu memperhatikan kepribadian masingmasing karyawannya agar dapat mengelola sumber daya manusia yang ada dengan baik supaya kinerja karyawan dapat meningkat. 2.1.2 Self-efficacy 1. Pengertian Self-efficacy Bandura (1977) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi cara mereka berperilaku (Bandura, 1977). Friedman dan Schustack (2006: 283) menyatakan bahwa self-efficacy adalah ekspektasi-keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam situasi tertentu. Sedangkan Baron dan Byrne dalam Yolandari (2011: 40) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah kemampuan atau keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya bahwa ia mampu menyelesaikan tugas-tugasnya.

20 2. Dimensi Self-efficacy Menurut Bandura (1977), ada tiga dimensi dari self-efficacy, yaitu : a. Magnitude Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu. Sebagian menganggap masalah itu sulit, namun sebagian yang lain menganggap masalah itu mudah untuk dilakukan. Jika individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinan individu akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, kemudian sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit. b. Generality Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai tugas. c. Strength Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya.

21 3. Sumber Pembentukan Self-efficacy Adapun sumber pembentukan self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1994) yaitu: a. Pengalaman menguasai sesuatu. Cara yang paling efektif untuk menciptakan rasa efikasi yang kuat adalah melalui pengalaman menguasai sesuatu. Keberhasilan membangun kepercayaan yang kuat dalam efikasi pribadi seseorang, sedangkan kegagalan akan merusaknya. Jika orang hanya mengalami keberhasilan yang mudah mereka akan datang untuk mengharapkan hasil yang cepat dan mudah putus asa oleh kegagalan. Rasa tangguh terhadap keberhasilan membutuhkan pengalaman dalam mengatasi hambatan melalui usaha yang gigih. Beberapa kemunduran dan kesulitan dalam kegiatan manusia memiliki tujuan yang berguna dalam melatih keberhasilan yang biasanya membutuhkan usaha berkelanjutan. Setelah orang menjadi yakin bahwa mereka memiliki apa yang diperlukan untuk berhasil, mereka akan bertekun dalam menghadapi kesulitan dan cepat pulih dari kemunduran, keluar dari masa-masa sulit, dan muncul lebih kuat dari keterpurukan. b. Pengalaman perwakilan melalui model sosial. Cara kedua untuk menciptakan dan memperkuat keyakinan diri terhadap efikasi adalah melalui pengalaman yang diberikan oleh

22 perwakilan model sosial. Melihat orang yang mirip dengan diri sendiri berhasil dengan upaya berkelanjutan menimbulkan keyakinan bahwa mereka juga memiliki kemampuan menguasai kegiatan sebanding dengan sukses. Ketika melihat orang lain gagal meskipun telah mengerahkan upaya yang tinggi menurunkan penilaian keberhasilan mereka sendiri dan melemahkan usaha mereka. Dampak dari pemodelan terhadap self-efficacy sangat dipengaruhi oleh kesamaan seseorang yang dianggap sebagai model. Jika orang melihat model sebagai sangat berbeda dari diri mereka sendiri maka sel-efficacy yang mereka rasakan tidak banyak dipengaruhi oleh perilaku model dan hasilnya menghasilkan. Pengaruh modeling lebih dari sekedar memberikan standar sosial untuk menilai kemampuan sendiri. Seseorang akan mencari model ahli yang memiliki kompetensi yang mereka cita-citakan. Melalui perilaku mereka dan cara mengekspresikan pemikiran, model yang kompeten mengirimkan pengetahuan dan mengajarkan mereka keterampilan yang efektif dan strategis untuk mengelola tuntutan lingkungan. c. Persuasi Sosial Persuasi sosial adalah cara ketiga dalam memperkuat keyakinan individu bahwa mereka memiliki apa yang diperlukan untuk berhasil. Orang yang dibujuk secara lisan bahwa mereka memiliki kemampuan

23 untuk melakukan kegiatan utama yang diberikan cenderung mengerahkan upaya yang lebih besar dan mempertahankannya daripada jika mereka bersandar pada keraguan dan memikirkan kekurangan pribadi ketika masalah timbul. Sejauh ini dalam meningkatkan persuasif yang dirasakan dalam dirasakan dalam memimpin self-efficacy seseorang untuk mencoba cukup keras agar dapat berhasil, mereka mempromosikan pengembangan keterampilan dan rasa keberhasilan pribadi. Hal ini lebih sulit untuk menanamkan keyakinan yang tinggi terhadap efikasi pribadi dengan persuasi sosial saja dibanding merusaknya. Orang-orang yang telah diyakinkan bahwa mereka kurang memiliki kemampuan cenderung menghindari kegiatan menantang yang mengolah potensi dan cepat menyerah dalam menghadapi kesulitan. Pembangun efikasi yang sukses dilakukan lebih dari menyampaikan penilaian positif. Selain meningkatkan kepercayaan individu terhadap kemampuan mereka, mereka menyusun situasi bagi diri mereka dengan cara membawa keberhasilan dan menghindari menempatkan orang dalam situasi yang tidak tepat di mana mereka cenderung sering gagal. Mereka mengukur keberhasilan dalam hal perbaikan diri bukan oleh kemenangan atas orang lain.

24 d. Keadaan Fisik dan Gairah Emosional Sebagian besar orang mengandalkan keadaan fisik dan emosional dalam menilai kemampuan mereka. Mereka menafsirkan reaksi stres dan ketegangan sebagai tanda-tanda kerentanan terhadap kinerja yang buruk. Dalam kegiatan yang melibatkan kekuatan dan stamina, seseorang dapat menilai kelelahan mereka, sakit dan nyeri sebagai tanda-tanda kelemahan fisik. Suasana hati juga mempengaruhi penilaian seseorang terhadap keberhasilan pribadi mereka. Suasana hati yang positif meningkatkan self-efficacy, sedangkan suasana hati yang sedih menguranginya. Cara keempat keyakinan diri terhadap efikasi adalah untuk mengurangi reaksi stres dan mengubah kecenderungan emosional yang negatif dan penilaian yang salah dari keadaan fisik mereka. Situasi stres dan berat pada umumnya menimbulkan gairah emosional, tergantung pada keadaan yang memberikan penilaian terhadap kemampuan dirinya. Oleh karena itu, gairah emosional merupakan sumber lain yang dapat mempengaruhi self-efficacy dalam menghadapi situasi yang mengancam. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan (Bandura, 1977).

25 2.1.3. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Mangkunegara (2005: 9) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Nitisemito (2002: 160) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Kinerja perorangan dan kinerja kelompok sangat mempengaruhi kinerja perusahaan atau organisasi secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan tersebut. Hasibuan (2003:94) menyatakan bahwa secara sederhana kinerja adalah apa yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja ini adalah gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran, serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas maka semakin besar kinerja karyawan yang bersangkutan.

26 Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang, baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. 2. Indikator Kinerja Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah di tetapkan adalah merupakan indikator dari suatu kinerja. Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Menurut Koopmans et al. (2014), faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian kinerja meliputi : a. Kinerja tugas, mengacu pada kemampuan seorang karyawan melakukan tugas-tugas pekerjaan yang utama, yaitu mencakup kualitas kerja, perencanaan dan pengorganisasian tugas, berorientasi pada hasil, membuat skala prioritas, dan bekerja secara efisien. b. Kinerja kontekstual, mengacu pada perilaku karyawan yang mendukung organisasi, sosial, dan lingkungan psikologis di mana tugas-tugas pekerjaan sentral dilakukan, misalnya bertanggung jawab terhadap pekerjaan, kreatif, memiliki inisiatif, senang mengambil pekerjaan yang menantang, berkomunikasi secara

27 efektif, mampu bekerja sama, dan mau menerima dan belajar dari orang lain. c. Perilaku kerja kontraproduktif, mengacu pada pada perilaku yang berbahaya bagi kelangsungan organisasi, misalnya melakukan halhal yang merugikan organisasi, melakukan hal-hal yang merugikan rekan kerja dan atasan, dan sengaja membuat kesalahan. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson (2003: 39) ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi kinerja atau prestasi kerja seseorang, yaitu : a. Variabel individual, terdiri dari : 1. Kemampuan dan keterampilan Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan 2. Latar belakang Kondisi di masa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman di masa lalu.

28 3. Demografis Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, di mana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku. b. Variabel organisasional, terdiri dari: 1. Sumber daya Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia. 2. Kepemimpinan Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi. 3. Imbalan Balas jasa yang diterima oleh karyawan atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara intrinsik maupun ekstrinsik. 4. Struktur Hubungan wewenang dan tanggung jawab antarindividu di dalam organisasi, dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

29 5. Desain pekerjaan Job Description yang diberikan kepada karyawan, apakah karyawan dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description. c. Variabel psikologis, terdiri dari: 1. Persepsi Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. 2. Sikap Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain. 3. Kepribadian Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. 4. Belajar Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.

30 2.2 Penelitian Terdahulu 2.2.1. Sumbayak (2009) Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality terhadap Coping Stress pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan. Penelitian ini menggunakan metode analisis faktor dan analisis jalur satu persamaan jalur. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa variabel tipe kepribadian big five personality yang dominan adalah neuroticsm, agreeableness dan consciousness. Analisis lebih lanjut dengan menggunakan metode analisis jalur satu persamaan jalur, dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tipe kepribadian neuroticsm, agreeableness dan consciousness secara bersamaan memberi pengaruh sebesar 58,6% terhadap coping stress, dan tipe kepribadian extraversion memberi pengaruh sebesar 20,4% terhadap coping stress (emotion focused coping). 2.2.2. Furnham dan Fudge (2008) Furnham dan Fudge dalam Journal of Individual Differences meneliti The Five Factor Model of Personality and Sales Performance. Hasil analisis data menunjukkan bahwa individu dengan nilai consciousness tinggi, extraversion, dan neuroticism dengan nilai rendah, melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam penjualan. Consciousness and openness menunjukkan hubungan yang positif dengan penjualan, sedangkan agreeableness menunjukkan hubungan yang negatif dengan penjualan. Namun extraversion dan neuroticism secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan.

31 2.2.3. Chasanah (2008) Chasanah melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Empowerment, Self-efficacy dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Empiris pada Karyawan PT. Mayora Tbk. Regional Jateng dan DIY). Sampel yang digunakan sebanyak 161 responden dengan analisis data menggunakan Stuructural Equation Modeling (SEM). Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa self-efficacy dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Sedangkan empowerment tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja maupun kinerja karyawan. 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah kerangka hubungan antara variabel-variabel yang ingin diamati dan diukur dengan melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka pemikiran merupakan gambaran terhadap judul yang diambil dan disesuaikan dengan permasalahan yang ada agar konsep ini dapat diamati maka akan diuraikan dalam beberapa indikator. Berikut ini beberapa indikator kepribadian menurut McCrae dan John (1992), yaitu: 1. Extraversion Individu dengan kepribadian extraversion digambarkan sebagai individu yang ceria, antusias, optimis, energik, banyak bicara, mudah bersosialisasi, dan hangat.

32 2. Agreeableness Individu yang memiliki sifat agreeableness memiliki ciri-ciri menghargai orang lain, pemaaf, murah hati, baik hati, simpatik, dan mudah percaya. 3. Consciousness Individu yang memiliki sifat consciousness memiliki ciri-ciri efisien, terorganisir, penuh perencanaan, dapat diandalkan, bertanggung jawab, dan penuh ketelitian. 4. Neuroticism Sifat seorang neuroticism yaitu mudah cemas, mengasihani diri sendiri, tegang, mudah tersinggung, memiliki emosi yang tidak stabil, dan mengkhawatirkan banyak hal. 5. Openness to experience Individu dengan kepribadian extraversion digambarkan sebagai individu yang memiliki jiwa seni (artistik), memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru, imajinatif, memiliki wawasan yang luas, memiliki ide-ide baru, dan memiliki ketertarikan yang luas. Indikator-indikator self-efficacy menurut Bandura (1977), yaitu sebagai berikut. 1. Magnitude Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu. Sebagian menganggap masalah itu sulit, namun sebagian yang lain menganggap masalah itu mudah untuk dilakukan. Jika individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinan individu akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, kemudian sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit.

33 2. Generality Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai tugas. 3. Strength Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya. Menurut Koopmans et al. (2014), faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian kinerja meliputi : 1. Kinerja tugas, mengacu pada kemampuan seorang karyawan melakukan tugas-tugas pekerjaan yang utama, yaitu mencakup kualitas kerja, perencanaan dan pengorganisasian tugas, berorientasi pada hasil, membuat skala prioritas, dan bekerja secara efisien. 2. Kinerja kontekstual, mengacu pada perilaku karyawan yang mendukung organisasi, sosial, dan lingkungan psikologis di mana tugas-tugas pekerjaan sentral dilakukan, misalnya bertanggung jawab terhadap pekerjaan, kreatif, memiliki inisiatif, senang mengambil pekerjaan yang menantang,

34 berkomunikasi secara efektif, mampu bekerja sama, dan mau menerima dan belajar dari orang lain. 3. Perilaku kerja kontraproduktif, mengacu pada pada perilaku yang berbahaya bagi kelangsungan organisasi, misalnya melakukan hal-hal yang merugikan organisasi, melakukan hal-hal yang merugikan rekan kerja dan atasan, dan sengaja membuat kesalahan. Berikut ini merupakan kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam penelitian. Kepribadian Extraversion Agreeableness Consciousness Neuroticism Openness to experience McCrae dan John (1992) Self-Efficacy Kinerja (Y) Kinerja tugas Kinerja kontekstual Perilaku kerja kontraproduktif Magnitude Generality Strenght Koopmans et al. (2014) Bandura (1977) Gambar 1. Kerangka Pemikiran

35 2.4 Hipotesis Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu dan kerangka penelitian yang telah dijelaskan di atas maka hipotesis pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Kepribadian berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. 2. Self-efficacy berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. 3. Kepribadian dan self-efficacy berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.