BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans"

Transkripsi

1 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin, kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok yang anggotanya 4-6 siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans mengemukakan kooperatif merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerjasama dalam proses pembelajaran. Dan menurut Anita Lie menyebutkan kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas yang terstuktur. (Isjoni, 2010) Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok yang heterogen, dan saling membantu untuk memahami suatu pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman serta kegiatan lainnya dengan tujuan untuk membantu siswa yang satu dengan siswa yang lainnya agar dapat menguasai pembelajaran secara optimal. 6

2 7 2. Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) Menurut Slavin (2009), pembelajaran TAI termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa dikelompokan menjadi 4 sampai 5 siswa yang heterogen untuk menyelesaikan tugas kelompok, dan guru memberikan bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Dasar pemikiran dari TAI adalah mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Adapun perbedaan tersebut adalah para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. (Slavin, 2009) Menurut Slavin (2009), ada 8 unsur dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization), antara lain sebagai berikut: (1) Tim. Para siswa dalam TAI dibagi ke dalam tim yang beranggotakan 4-5 orang, (2) Tes Penempatan. Sebelum guru menjelaskan materi, para siswa diberikan tes awal terkait dengan materi yang akan diajarkan, (3) Materi- Materi Kurikulum. Strategi penyelesaian ditekankan pada seluruh materi, (4) Belajar Kelompok. Siswa memulai menyelesaikan soal-soal yang telah dipersiakan guru bersama kelompoknya, (5) Skor Tim Dan Rekognisi Tim. Pada tiap akhir minggu, guru menghitung jumlah skor tim. Skor didasarkan pada jumlah rata-rata unit yang dicapai oleh tiap anggota tim dan jumlah tes-tes unit yang dicapai oleh tiap individu, (6) Kelompok Pengajaran. Setiap hari guru memberikan pengajaran selama

3 8 sepuluh sampai lima belas menit kepada dua atau tiga kelompok kecil siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim yang berbeda, (7) Tes Fakta. Seminggu dua kali, siswa diminta mengerjakan tes-tes fakta selama tiga menit, (8) Unit Seluruh Kelas. Pada akhir tiap minggu, guru menghentikan program individual dan menghabiskan satu minggu mengajari seluruh kelas. Menurut Suyatno (2009) sintak pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah (1) membentuk kelompok heterogen dan memberikan bahan belajar, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai dari anggota kelompoknya secara individu, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif. Menurut Slavin (2009), langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah: a. Guru menyiapkan materi ajar yang akan disajikan oleh para siswanya dengan mengadopsi pembelajaran TAI. b. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang diterapkannya pembelajaran TAI. c. Guru mengadakan tes awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan. Nilai tes awal dapat diganti dari nilai ulangan harian. d. Guru menjelaskan materi. e. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen berdasarkan nilai tes awal, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.

4 9 f. Setiap kelompok mengerjakan soal latihan dari guru dan jika ada hambatan, guru memberikan bantuan secara individual bagi siswa yang memerlukan. g. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dan siap untuk diberi kuis oleh guru. h. Guru memberikan kuis untuk dikerjakan secara individual. i. Guru memasukan nilai kelompok dan kuis yang telah dikerjakan siswa secara individu. j. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman dengan menekankan strategi penyelesaian masalah. Menurut Slavin (2009), pembelajaran TAI memiliki kelebihan antara lain: a. Memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi. b. Siswa yang berkemampuan rendah tidak perlu malu bertanya karena berhadapan dengan teman kelompok bukan dengan guru, sehingga antar sesama siswa tidak perlu segan untuk saling bertanya dan menjawab. c. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, dan fleksibel. d. Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa

5 10 yang berkemampuan rendah dan di antara para siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda. Menurut Slavin (2009), kekurangan pembelajaran TAI diantaranya adalah a. Sulit memastikan bahwa setiap anggotanya telah memahami materi yang diberikan guru. b. Siswa yang pandai akan merasa dimanfaatkan tanpa mengambil manfaat apa-apa dalam kegiatan belajar koperatif karena anggota mereka dalam satu kelompok tidak lebih pandai dari dirinya, sedangkan pada siswa yang kurang pandai akan merasa hanya seperti benalu dalam kelompoknya. B. Pembelajaran Konvensional Nasution (2010) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran konvensional proses pembelajaran diberikan secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu. Penyampaian materi kebanyakan menggunakan metode ceramah. Pembelajaran konvensional berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses mengajar, sehingga guru lebih mendominasi dan bersikap otoriter dalam kegiatan belajar mengajar. Pola mengajar pada pembelajaran konvensional adalah guru secara langsung mengajar atau menyampaikan materi matematika, memberikan contoh soal, sedangkan siswa hanya memperhatikan dan meniru.

6 11 C. Prestasi Belajar Matematika Menurut Arifin (2009) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Istilah prestasi belajar (achivement) berbeda dengan hasil belajar (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Sedangkan menurut Cronbach (dalam Arifin, 2009) prestasi belajar berguna sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan kebijakan sekolah. Matematika adalah bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Lerner, matematika merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. (Abdurrahman, 2003) Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil usaha yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar di sekolah berupa perubahan atau pengembangan aspek pengetahuan yang dinyatakan dengan angka.

7 12 D. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Santrock, 2009), bahwa efikasi diri merupakan faktor penting yang menentukan apakah siswa akan berprestasi atau tidak. Dale Schunck telah menerapkan konsep efikasi diri pada berbagai aspek prestasi para siswa. Para siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah, mungkin akan menghindari berbagai tugas belajar, khususnya tugas yang menantang. Sebaliknya, para siswa dengan efikasi diri tinggi akan menghadapi tugas tersebut dengan antusias. Para siswa dengan efikasi diri tinggi cenderung akan melakukan usaha dan bertahan lebih lama dalam menyelesaikan tugas dibandingkan para siswa dengan efikasi diri rendah. Sedangkan menurut Alwisol (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri sebagai penilaian kemampuan diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, mampu atau tidak mampu mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuannya berdasarkan penilaian kemampuan diri, dalam megelola, dan melaksanakan tindakan yang dibutuhkan serta menguasai situasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

8 13 2. Dimensi-Dimensi Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Pinasti, 2011), bahwa kemampuan keyakinan akan kemampuan diri seseorang dapat bervariasi pada masingmasing dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu: a. Level/magnitude Dimensi ini berkaitan dengan kesulitan tugas dimana seseorang merasa mampu atau tidak untuk melakukannya, sebab kemampuan diri seseorang berbeda-beda. Konsep dalam dimensi ini terletak pada keyakinan seseorang atas kemampuannya terhadap tingkat kesulitan tugas. Jika seseorang dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinannya seseorang akan terbatas pada tugas yang mudah, sedang, hingga tugas yang paling sulit, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Keyakinan seseorang berimplikasi pada pemilihan tingkah laku sesuai dengan tingkat kesulitan suatu tugas. Seseorang terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuannya. Rentang kemampuan seseorang dapat dilihat dari tingkat kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas tertentu. b. Strength Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan seseorang mengenai kemampuannya. Efikasi diri yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman yang tidak mendukung, sebaliknya

9 14 efikasi diri yang tinggi mendorong seseorang tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun pernah mengalami pengalaman yang kurang mendukung. c. Generality Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan seseorang akan kemampuannya melaksanakan tugas di berbagai aktivitas dan situasi tertentu. Aktivitas dan situasi yang bervariasi menuntut, apakah seseorang merasa yakin atau tidak yakin atas kemampuannya dalam melaksanakan tugas. 3. Fungsi Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri memiliki fungsi dan berbagai dampak dari penilaian efikasi diri sebagai berikut: a. Pemilihan aktivitas Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali dihadapkan dengan pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan sosial yang ditentukan dari penilaian efikasi dirinya sendiri. Seseorang cenderung untuk menghindar dari tugas dan situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu. Efikasi diri yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang akan meningkatkan kompetensi seseorang. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri rendah akan

10 15 menghidar dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya. b. Usaha dan daya tahan Penilaian terhadap efikasi juga menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan seseorang dan seberapa lama akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi efikasi diri seseorang maka semakin besar dan gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika menghadapi kesulitan, seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut, sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau bahkan menyerah sama sekali. c. Pola berpikir dan reaksi emosional Penilaian seseorang mengenai kemampuan dirinya sendiri akan mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional orang tersebut. Selain itu, dipengaruhi pula oleh interaksi aktual dan lingkungannya. Seseorang yang menilai dirinya memiliki efikasi diri rendah merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang mungkin terjadi lebih berat dari kenyataannya. Efikasi diri juga dapat membentuk pola berpikir kausal. Dalam mengatasi kesulitan, seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang

11 16 dilakukan, sedangkan orang yang memiliki efikasi diri rendah lebih menganggap kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang dimiliki. d. Perwujudan kemampuan Efikasi diri dapat ditingkatkan dari fungsi psikososial seseorang. Seseorang yang merasa memiliki efikasi diri tinggi akan membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam kegiatan. Jika mengalami kegagalan maka akan meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan, dan menjadikan kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai keberhasilan, serta memiliki tingkat stres yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan. Seseorang yang merasa memiliki efikasi diri rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha dan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan, dan mudah mengalami stres dalam situasi yang menekan. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri Menurut Bandura (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: a. Pengalaman penguasaan (Mastery experiences) Pengalaman masa lalu memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap pengubah efikasi diri. Keberhasilan dalam prestasi (masa lalu) akan membangun efikasi diri yang kuat, sedangkan kegagalan

12 17 (masa lalu) akan melemahkan efikasi diri, khususnya jika kegagalan terjadi sebelum keyakinan pada diri terbentuk. b. Pengalaman orang lain (Vicarious experiences) Pengalaman orang lain yang diperoleh melalui model sosial. Efikasi diri seseorang akan meningkat ketika mengamati (melihat) keberhasilan orang lain yang memiliki kemampuan yang sama dengan dirinya. Begitu pula sebaliknya, efikasi diri akan menurun ketika melihat kegagalan seseorang yang memiliki kemampuan yang sama dengan dirinya. Kesan yang ditimbulkan oleh modeling pada efikasi diri dipengaruhi dengan kuat oleh kesamaan akan kemampuan yang dimiliki orang lain dan dirinya. Semakin besar kesamaan yang dimiliki seorang model maka akan semakin mempengaruhi pada efikasi diri dari orang yang mengamati. Jika seseorang melihat model sosial yang diamati sangat berbeda dengan dirinya maka efikasi diri mereka tidak akan terpengaruh. c. Persuasi sosial (Social persuasion) Persuasi sosial berupa pemaparan mengenai penilaian secara verbal dan tindakan dari orang lain, baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Sumber yang dipercaya sangat penting pengaruhnya dalam meningkatkan efikasi diri, semakin dipercaya sumber persuasi sosial maka akan semakin berpengaruh pada efikasi diri begitu pun sebaliknya.

13 18 d. Kondisi fisik dan emosi (Somatic and emotional state) Faktor terakhir yang mempengaruhi efikasi diri adalah kondisi fisik dan emosi (somatic and emotional state). Seseorang juga mengandalkan pada kondisi fisik dan emosi untuk menilai kemampuannya. Reaksi stres dan ketegangan akan dianggap sebagai tanda bahwa ia akan memiliki penampilan yang buruk, sehingga akan menurunkan efikasi diri mereka. Dalam aktivitas seseorang membutuhkan kekuatan dan stamina, jika seseorang menampilkan rasa kelelahan, dan rasa sakit, maka orang akan menilai kelelahan dan rasa sakit sebagai tanda dari kelemahan. Dalam hal ini bukan reaksi fisik dan emosi yang penting, tetapi bagaimana seseorang mengetahui kondisi fisik dan emosi. Seseorang yang yakin akan kondisi emosi dan fisik, akan mempunyai efikasi diri yang lebih besar, sedangkan mereka yang ragu dengan keadaan mereka maka akan melemahkan efikasi diri mereka. Efikasi diri memiliki empat komponen pokok yaitu (1) pengalaman penguasaan merupakan sumber yang paling berpengaruh karena kegagalan atau kesuksesan pengalaman yang lalu akan menurunkan atau meningkatkan efikasi diri seseorang; (2) pengalaman orang lain merupakan sumber informasi melalui mengamati keberhasilan orang lain yang memiliki kemampuan sama dengan dirinya yang dapat dijadikan contoh dan motivasi pribadi; (3) persuasi sosial yaitu penilaian dari orang lain yang dapat membantu

14 19 mendorong untuk mencapai kesuksesan, dan (4) kondisi fisik dan emosi merupakan status fisik dan emosi yang akan mempengaruhi kemampuan seseorang. Dengan demikian efikasi diri dapat ditingkatkan dengan menggunkan empat sumber informasi efikasi diri yaitu pengalaman penguasaan, pengalaman orang lain, persuasi sosial, serta kondisi fisik dan emosi. 5. Kendala Efikasi Diri Menurut Partini (2012), kendala efikasi diri dalam proses belajar banyak ditemui siswa yang malas belajar, cepat bosan sehingga tidak mampu berlangsung lama. Menurut Marthinu (2013) kendala efikasi diri juga dapat ditemui dari guru yaitu kurangnya kreativitas guru dalam memilih strategi mengajar sehingga pencapaian tujuan pembelajaran masih jauh dari harapan. Menurut Endang (2012), siswa merasakan ketakutan. Rasa takut akan menimbulkan rasa cemas pada dirinya. Siswa yang diliputi oleh rasa takut ini, tidak yakin dan tidak percaya diri mengenai pemikirannya sehingga akan mencari tugas yang biasa. Sehingga siswa menjadi cepat menyerah, tergantung pada orang lain, memiliki pemikiran dangkal, dan menampilkan respon menghindar karena ketidakyakinannya mengenai pemikiran dan perasaanya atau merasa cemas. Menurut Anasia (2011), siswa akan mengeluarkan usaha yang sedikit ketika menghadapi kesulitan untuk menyelesaikan soal dan

15 20 memiliki kecenderungan menunda yang tinggi. Sehingga dapat mendorong siswa untuk menarik diri dari kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya. Dan, merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah, hanya akan terpaku pada kekurangannya dan berpikir kesulitan yang mungkin akan terjadi lebih berat dari kenyataannya. Menurut Widanarti (2002), tidak adanya perhatian, penerimaan, bantuan dan dukungan dari keluarga membuat seseorang merasa tidak aman dan tidak yakin dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pengalaman gagal dalam menyelesaikan suatu tugas karena rendahnya dukungan dari keluarga menyebabkan semakin rendahnya keyakinan dalam diri dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Dan kurangnya teman sebaya yang memiliki kompetensi yang sama yang dapat dijadikan model yang sukses. Ketika siswa melihat kesuksesan siswa lain yang mempunyai kompetensi yang sama dengannya maka efikasi diri-nya meningkat. Namun ketika siswa melihat siswa lain yang memiliki kompetensi yang sama dengannya mengalami kegagalan maka efikasi dirinya menurun. Menurut pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kendala efikasi diri antara lain adanya siswa yang malas belajar, cepat bosan, mudah menyerah, suka menunda, menarik diri dari kegiatan, memiliki rasa takut, kurangnya teman sebaya yang memiliki kompetensi yang sama, tidak adanya perhatian dan dukungan dari keluarga, serta kurangnya kreativitas guru dalam memilih strategi mengajar.

16 21 E. Kerangka Berpikir Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan diatas salah satu yang diharapkan dalam belajar matematika adalah prestasi belajar. Dalam belajar matematika banyak pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya pembelajaran koopertif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan konvensional. Pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang bekerjasama dalam satu perencanaan kegiatan pembelajaran, sedangkan konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaan kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dapat mendorong siswa untuk lebih aktif atau lebih telibat dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok heterogen, dimana siswa yang kurang pandai dapat bertanya pada teman sekelompoknya yang lebih pandai untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Melalui teman sendiri, siswa akan merasa nyaman dan tidak perlu malu. Di samping itu, guru dapat memberikan bantuan individual kepada siswa yang membutuhkan. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TAI diharapkan siswa dapat meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik, karena mendorong siswa untuk terampil bekerjasama dalam menyelesaikan tugas matematika. Efikasi diri adalah keyakinan siswa akan kemampuan dirinya untuk mengatur dan melakukan suatu tindakan. Efikasi diri sebagai salah satu faktor

17 22 yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dalam menghadapi tugasnya. Efikasi diri ditentukan antara lain: pengalaman penguasaan, pengalaman orang lain, persuasi sosial, serta keadaan fisik dan emosi. Pengalaman penguasaan adalah pengalaman masa lalu atas kesuksesan atau kegagalan yang dirasakan oleh siswa. Keberhasilan yang pernah terjadi menyebabkan siswa melakukan usaha, bertahan lebih lama, memiliki perasaan tenang dalam menghadapi tugas, serta siswa lebih percaya diri untuk menyelesaikan tugas-tugas, sedangkan kegagalan menjadikan siswa menilai dirinya tidak mampu dalam mengatasi masalah dan berpikir kesulitan yang akan timbul lebih berat dari kenyataanya akibatnya siswa mudah cemas, atau tertekan. Persuasi sosial digunakan untuk meyakinkan bahwa siswa memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan tugas sebaik mungkin. Siswa yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan usaha ketika menghadapi kesulitan. Pengalaman orang lain bertujuan untuk melihat atau mengamati keberhasilan siswa lain yang memiliki kemampuan sama, sehingga dapat meyakinkan diri bahwa jika siswa lain dapat melakukannya maka siswa tersebut harus dapat melakukannya. Siswa yang memiiki efikasi rendah, mungkin akan menghindari berbagai tugas, khususnya tugas yang menantang. Sebaliknya, para siswa dengan efikasi tinggi akan menghadapi tantangan-tantangan tugas tersebut dengan antusias. Jadi siswa yang memiliki efikasi tinggi akan lebih merasa yakin untuk mengerjakan tugas matematika yang dihadapinya, sehingga

18 23 siswa yang memiliki efikasi tinggi akan memperbesar usahanya agar dapat meningkatkan prestasi. Siswa yang memiliki efikasi tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran kooperatif tipe TAI menjadi siswa lebih aktif dan siswa secara individu membangun keyakinan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas matematika, sehingga akan mengurangi rasa cemas atau takut terhadap pelajaran matematika yang banyak dialami oleh siswa, dan berakibat pada meningkatnya prestasi belajar. Sedangkan pembelajaran konvensional guru lebih aktif dalam proses pembelajaran, tanpa memperhatikan siswa secara individu, sehingga siswa kurang memahami materi dan siswa pasif dalam mengikuti proses pembelajaran, mengakibatkan prestasi belajar siswa menjadi kurang optimal. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan efikasi diri berperan penting dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. F. Materi Garis dan Sudut Standar Kompetensi: 5. Memahami hubungan garis dan sudut, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta menentukan ukurannya Kompetensi Dasar: 5.1 Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan jenis sudut 5.2 memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain

19 24 Indikator: Menyebutkan pasangan sudut yang saling berpenyiku, berpelurus, dan bertolak belakang Menentukan besar sudut yang saling berpenyiku Menyatakan pasangan sudut sehadap, dalam berseberangan, luar berseberangan, dalam sepihak, dan luar sepihak jika dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain Menyebutkan sudut yang sama besar jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain Menentukan besar sudut dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis lain dengan menggunakan sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain. G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwanegara. 2. Ada pengaruh perbedaan efikasi diri terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwanegara. 3. Ada interaksi pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari efikasi diri siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwanegara.

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization Abstrak. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. 2 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah berarti melibatkan diri dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Dalam lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 di kemukakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami

BAB II KAJIAN TEORI. melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Salah satu tujuan mata pelajaran matematika dalam kurikulum 2006 yaitu bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis Shadiq (Depdiknas, 2009) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan dalam rangka membuat suatu pernyataan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus bahasa indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemecahan Masalah Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik. BAB II KAJIAN TEORI A. Partisipasi dan Prestasi Belajar Matematika 1. Partisipasi Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI : 2007) partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan/

Lebih terperinci

ekonomi dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI).

ekonomi dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KELANGKAAN DIKELAS X SMA NEGERI 2 BIREUEN Noventi, Nurul Mahasiswa Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti akan menunjukkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII,

I. PENDAHULUAN. Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII, merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran biologi disekolah. Sistem gerak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keberhasilan proses belajar mengajar dapat diukur dari keberhasilan siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan tersebut dapat terlihat dari tingkat pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup tidak lepas dari pendidikan. Untuk menghadapi tantangan IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses membangun peradaban bangsa. Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar guna menyiapkan sumber daya manusia dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya

Lebih terperinci

*

* PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN IKATAN KIMIA DI KELAS X SMA NEGERI 10 PEKANBARU Sulastri Sibarani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah ilmu

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan proses belajar mengajar sangatlah penting, terutama dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. undang-undang No.20 pasal 1 tahun 2003 tentang sisdiknas dikatakan bahwa. lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. undang-undang No.20 pasal 1 tahun 2003 tentang sisdiknas dikatakan bahwa. lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Dalam undang-undang No.20 pasal 1 tahun 2003 tentang sisdiknas dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikan bangsa itu sendiri. Pendidikan adalah pembangunan manusia dalam upaya menjadikan manusia berkualitas sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional. Kurikulum Tingkat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. 1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. pelaksanaan pembelajaran dapat digunakan dengan revisi kecil.

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. 1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. pelaksanaan pembelajaran dapat digunakan dengan revisi kecil. BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan 1. Kevalidan Perangkat Pembelajaran 1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat dalam penelitian ini memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang II. KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, bangsa Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, bangsa Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya manusia yang unggul akan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju dan kompetitif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam menyusun sebuah laporan Penelitian Tindakan Kelas, tentunya penulis tidak dapat hanya mengandalkan pengetahuan pribadi yang dimiliki tanpa bantuan sumber-sumber yang relevan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemauan, minat, sikap, kemampuan untuk berpikir logis, praktis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu" (Piaget dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman konsep matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan pondasi bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan pondasi bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan pondasi bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang berkembang akan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembelajaran Matematika dari zaman ke zaman merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembelajaran Matematika dari zaman ke zaman merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembelajaran Matematika dari zaman ke zaman merupakan salah satu mata pelajaran yang ditakuti oleh sebagian besar siswa, baik siswa yang masih duduk dibangku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu: 7 BAB II KAJIAN PUATAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Penyelenggaraan pendidikan baik secara formal maupun informal harus disesuaikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia kelas X 1 SMA

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia kelas X 1 SMA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia kelas X 1 SMA Arjuna Bandar Lampung diketahui bahwa, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. V SDN 02 Jatiharjo, Jatipuro, Karanganyar. 1. Nilai ulangan Formatif banyak yang kurang memenuhi KKM.

BAB I PENDAHULUAN. V SDN 02 Jatiharjo, Jatipuro, Karanganyar. 1. Nilai ulangan Formatif banyak yang kurang memenuhi KKM. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengalaman peneliti dalam melaksanakan pembelajaran IPS saat ini tidak menggunakan model pembelajaran yang tepat dan hanya dengan anak di suruh membaca buku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Kondisi Awal Pra Siklus dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2 Februari 2012. Pada tahap ini yang diobservasi adalah siswa kelas IV dengan materi Pecahan

Lebih terperinci

Model pembelajaran matematika di sd

Model pembelajaran matematika di sd Model pembelajaran matematika di sd Tahapan Proses Belajar Mengajar Input Proses Output 1 Input kejadian pertama yang menggambarkan siswa yang memiliki sejumlah materi prasyarat dari konsep yang akan dipelajari,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Makna Belajar Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mempersiapkan ataupun memperbaiki

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mempersiapkan ataupun memperbaiki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mempersiapkan ataupun memperbaiki kualitas manusia agar mampu menghadapi tantangan hidup yang terjadi sesuai dengan perubahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 93 A. Hasil Penelitian 1. Refleksi Awal BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas VA SDN 25 Kota Bengkulu. Subyek penelitian ini yaitu guru dan seluruh siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu sangat penting untuk memperhatikan kemajuan pendidikan yang ada di negara kita. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda dan membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda juga.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda dan membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda juga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang berasumsi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang berasumsi dari 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang berasumsi dari pemikiran bahwa seseorang akan belajar dengan baik apabila mereka

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak lahir manusia telah memulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaya Abadi, 2006), hlm Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: PT. Raja. Grafindo Persada, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Jaya Abadi, 2006), hlm Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: PT. Raja. Grafindo Persada, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan jalan melengkapi sarana dan prasarana, meningkatkan kualitas tenaga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Kooperatif 1. Teori Belajar Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah yang lebih baik. Menurut Sardiman (1986: 22), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan merupakan proses interaksi antar manusia yang ditandai dengan keseimbangan antara peserta didik dengan pendidik. Proses interaksi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi berbagai tantangan serta mampu bersaing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masih menjadi pembicaraan hangat dalam masalah mutu pendidikan adalah prestasi belajar siswa dalam suatu bidang tertentu. Menyadari hal tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. pembelajaran menuntut seorang guru melakukan inovasi-inovasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. pembelajaran menuntut seorang guru melakukan inovasi-inovasi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga siswa dapat berhasil dengan baik dalam belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga siswa dapat berhasil dengan baik dalam belajarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran di sekolah, siswa didorong untuk lebih aktif agar dapat menghubungkan konsep materi yang telah didapatkan dengan konsep yang baru sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

Abas. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB ABSTRAK

Abas. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB ABSTRAK UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X D SMA NEGERI 6 KOTA BENGKULU MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD YANG DIINTERVENSI DENGAN STRATEGI INKUIRI Abas Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi proses peningkatan kemampuan dan daya saing suatu bangsa. Menjadi bangsa yang maju tentu

Lebih terperinci

Syahriani S.Pd.,M.Pd Dosen Non PNS Jurusan Biologi Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin Makassar. Abstrak

Syahriani S.Pd.,M.Pd Dosen Non PNS Jurusan Biologi Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin Makassar. Abstrak Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI MA Madani Alauddin Pao-Pao Kabupaten Gowa Syahriani S.Pd.,M.Pd Dosen Non PNS Jurusan Biologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut Hudojo ( 2005: 107) pengertian matematika yaitu : Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

ISSN Heri Sutarno Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA UPI

ISSN Heri Sutarno Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA UPI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Dedi Rohendi dedir@centrin.co.id Heri Sutarno

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION)

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MATEMATIKA DI KELAS VIII SEMESTER II SMP NEGERI 1 GATAK TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan interaksi antara keduanya, serta didukung oleh berbagai unsurunsur

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan interaksi antara keduanya, serta didukung oleh berbagai unsurunsur BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembelajaran dikatakan berkualitas apabila pembelajaran melibatkan seluruh komponen utama proses belajar mengajar, yaitu guru, siswa dan interaksi antara keduanya, serta

Lebih terperinci

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS DI SMA NEGERI 1 STABAT Suherman Guru Fisika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 A. Kajian Teori 1. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Menurut Joice dan Weil dalam Isjoni (2013, h. 50), Model pembelajaran adalah suatu pola

Lebih terperinci

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI)

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS X

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 10 Biau

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 10 Biau Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 10 Biau Harsono M. Timumun, Muchlis L. Djirimu, Lestari M.P. Alibasyah Mahasiswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Proses belajar tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Proses belajar tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Cooperative learning atau pembelajaran gotong royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan pada anak didik untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah dengan cara melalui perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep dan wawasan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya 8 II. LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan, salah satu tantangan yang cukup menarik yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pengembangan potensi dirinya agar dapat menghadapi perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. proses pengembangan potensi dirinya agar dapat menghadapi perubahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan kebutuhan manusia dalam proses pengembangan potensi dirinya agar dapat menghadapi perubahan yang akan terjadi, yang berpengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran dapat di artikan sebagai pedoman atau acuan dalam menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan

Lebih terperinci

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung PENERAPAN MODEL KOOPERATIF THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SDN KENDALREJO 01 KECAMATAN TALUN KABUPATEN BLITAR Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI

Lebih terperinci

Aminudin 1. SDN Sukorejo 01, Kota Blitar 1

Aminudin 1. SDN Sukorejo 01, Kota Blitar   1 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Question Student Have (QSH) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Pengukuran pada Siswa Kelas IV Aminudin 1 1 SDN Sukorejo 01, Kota Blitar Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran kunci dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia. Inti dari proses pendidikan adalah proses pembelajaran dimana memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Veithzal dan Sylviana (2010:1) mengatakan bahwa: Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun dan meningkatkan mutu SDM menuju era globalisasi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 86 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar bagi kemajuan suatu bangsa. Untuk mencapai kemajuan harus ada upaya yang sungguh-sungguh baik dari lembaga resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Jurnal Dinamika, September 2011, halaman 74-90 ISSN 2087-7889 Vol. 02. No. 2 Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair

Lebih terperinci