BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al,

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

BAB III DASAR TEORI. elektron valensi memiliki tingkat energi yang disebut energi valensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al, 2008). Fenol memiliki rumus struktur

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia selain membawa keuntungan juga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X

BAB II LANDASAN TEORI

Butadiena, HCN Senyawa Ni/ P Adiponitril Nilon( Serat, plastik) α Olefin, senyawa Rh/ P Aldehid Plasticizer, peluas

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

PENGARUH ph TERHADAP PRODUKSI ASETON DARI LIMBAH CAIR TAPIOKA DENGAN FOTOKATALIS TiO2-Mn

PENDAHULUAN ABSTRAK ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan mengembangkan industri tekstil (Achmad, 2004). Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

Oksigen memasuki udara melalui reaksi fotosintesis tanaman : CO 2 + H 2 O + hv {CH 2 O} + O 2 (g)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gugus Fungsi Senyawa Karbon

4 Hasil dan Pembahasan

D. 4,50 x 10-8 E. 1,35 x 10-8

PENGEMBANGAN C-TiO 2 NANOTUBE ARRAYS UNTUK PRODUKSI HIDROGEN DAN LISTRIK DARI LARUTAN GLISEROL SKRIPSI

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

Handout. Bahan Ajar Korosi

ABSTRAK. Kata Kunci: fotokatalis, fenol, limbah cair, rumah sakit, TiO 2 anatase. 1. Pendahuluan

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2!

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Uji fotokatalisis reduksi benzaldehida menggunakan titanium dioksida hasil sintesis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGOLAHAN LIMBAH Cr(VI), FENOL dan Hg(II) DENGAN FOTOKATALIS SERBUK TiO 2 dan ZnO/TiO 2

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGOLAHAN LIMBAH Cr(VI) DAN FENOL DENGAN FOTOKATALIS SERBUK TiO 2 DAN CuO/TiO 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

4. Hasil dan Pembahasan

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Hidrasi dan Hidrolisis Ion dalam Pelarut

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

D. Ag 2 S, Ksp = 1,6 x E. Ag 2 CrO 4, Ksp = 3,2 x 10-11

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

REDOKS dan ELEKTROKIMIA

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Kimia CO 2 Karbon dioksida adalah produk akhir oksidasi senyawa organik dan karena itu dianggap sebagai senyawa yang stabil. Senyawa ini dapat diproses secara kimiawi untuk menghasilkan senyawa-senyawa organik yang lebih berguna. Salah satu ilustrasi yang berlangsung secara alamiah adalah proses foto-sintesis yang merupakan dasar kehidupan di bumi ini. Dalam reaksi ini CO 2 ditangkap oleh tumbuh-tumbuhan hijau dan mikroorganisme kemudian dengan bantuan energi matahari diubah menjadi karbohidrat. Sampai saat ini proses foto-sintesis tersebut masih merupakan inspirasi para ahli kimia untuk menirunya dalam tabung reaksi. Walaupun masih terbatas, CO 2 sudah dipakai sebagai bahan baku untuk membuat berbagai senyawa/bahan. Pemakaian CO 2 terbesar dalam industri saat ini adalah mereaksikan CO 2 dengan amonia untuk sintesa urea. Pemakaian lain di industri adalah untuk sintesis asam salisilat, karbonat organik dan gas CO. Usaha lebih lanjut untuk mencari kemungkinan pemanfaatan CO 2 secara kimiawi terus dilakukan. Beberapa kemungkinan pemanfaatan lain sudah terlihat walaupun masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Beberapa sintesis dalam tahap laboratorium dengan memakai CO 2 sudah banyak dilaporkan seperti diilustrasikan dalam gambar 2.1. Dalam gambar skema ini terlihat bahwa pemanfaatan kembali CO 2 sebagai sumber karbon memerlukan masukan energi dalam bentuk panas, elektron, foton, hidrogen, dan lain-lain, karena CO 2 secara termodinamis merupakan hasil akhir dari berbagai proses kimia. Apabila tersedia CO 2 dalam jumlah yang cukup besar, maka dapat langsung digunakan sebagai sumber karbon (C 1 ) untuk menghasilkan produkproduk petrokimia yang bernilai tinggi asalkan tersedia energi yang cukup untuk mengubah CO 2 tersebut. 5

Bab II Tinjauan Pustaka 6 CO 2 Hidrogen, Toluena Hidrogen Hidrogen Hidrogen Hidrogen Hidrogen, Alkohol, Amina Hidrogen/Amonia Listrik, Air Listrik Olefin Asetilena Diolefin Xilena Gas Metana Parafin, Olefin Metanol Alkohol Tinggi Format Amina Garam Asam atau Garam Formiat Oksalat Karbonat Lakten Lakten Gambar 2.1 Transformasi CO 2 yang potensial untuk dikembangkan (H.Yoneyama,1997 dalam Andarwari, 2002) 2.2 Metana (CH 4 ) Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus kimia CH 4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen utama gas alam, metana adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran satu molekul metana dengan oksigen akan melepaskan satu molekul CO 2 (karbondioksida) dan dua molekul H 2 O (air):

Bab II Tinjauan Pustaka 7 CH 4 + 2O 2 CO 2 + 2H 2 O Penelitian-penelitian yang dilakukan telah dapat menyimpulkan bahwa gas hidrat metana ini bisa dieksplorasi untuk diolah menjadi sumber energi baru masa depan, menggantikan sumber energi minyak (BBM). Gas metana relatif mudah digunakan dalam industri otomotif, selain tanpa banyak modifikasi pada mesin. Dengan keunggulan yang dimiliki, gas metana, justru memberikan harapan yang lebih baik terhadap performa mesin, memperpanjang waktu penggunaan, dan kemudahan perawatan. Kecenderungan untuk beralih kepada gas-based economy juga dilakukan pemerintah Indonesia. Dengan demikian, pada saat teknologi eksploitasi gas hidrat juga telah kita kuasai, akan semakin mudah untuk melakukan proses peralihan ke penggunaan gas metana ini. 2.3 Metode Preparasi Katalis Metode pembuatan katalis sangat penting karena katalis dengan komposisi yang sama tetapi dibuat dengan metode yang berbeda, menghasilkan sifat katalis yang berbeda pula (Amenomiya dalam Andawari,2002). Ada beberapa metode yang biasa dipakai dalam pembuatan katalis, yaitu: a) impregnasi; b) presipitasi; dan c) pertukaran ion. Dalam penelitian ini metode pembuatan katalis yang digunakan adalah metode impregnasi, karena metode ini mudah dilaksanakan dan paling banyak digunakan dalam industri pembuatan katalis. Kelebihan dari metode impregnasi dibandingkan dengan metode presipitasi adalah: a) sedikit peralatan dan komponen karena tidak ada langkah pencucian, penyaringan; dan b) sangat cocok untuk katalis dengan % berat prekursor kecil, misalnya Cu yang diinginkan terdistribusi sempurna sehingga diperoleh luas permukaan komponen aktif yang besar.

Bab II Tinjauan Pustaka 8 Menurut (Most,1976 dalam Andawari,2002), impregnasi dibagi menjadi dua, yaitu: a) impregnasi basah; dan b) impregnasi kering. Pada impregnasi basah katalis direndam atau dicelupkan dalam larutan impregnan yang berlebih. Kelemahan metode ini adalah konsentrasi logam yang terdispersi pada katalis jauh lebih kecil dari konsentrasi larutan impregnan dan terbentuknya lumpur (mude) sehingga sulit dalam pemanfaatan kembali larutan impregnan. Sedangkan pada impregnasi kering, katalis dikontakkan dengan larutan impregnan dalam volume yang sama dengan volume pori katalis. Keuntungan dari metode ini adalah akurat dalam mengontrol komponen aktif yang akan digabungkan dalam katalis. Kelemahannya sulit melakukan pembuatan dengan persen berat prekursor yang besar. 2.4 Impregnasi Menurut (Most,1976 dalam Andawari,2002), impregnasi adalah metode pembuatan katalis dengan cara pengisisan pori-pori, diikuti penguapan pelarut (biasanya air), dilanjutkan dengan dekomposisi atau reduksi dari garam logam. (Becker dalam Andawari,2002) menyimpulkan bahwa impregnasi adalah preparasi katalis yang diawali dengan pembasahan katalis dengan larutan impregnan yang mengandung garam logam, diikuti pengeringan. Dalam metode impregnasi menurut (Most,1976 dalam Andawari,2002) tersebut, katalis dalam berat tertentu, dibasahi secara menyeluruh dengan larutan yang mengandung prekursor dalam jumlah yang telah disesuaikan yang akan memberikan kandungan prekursor yang diinginkan. Hal ini dengan alasan kandungan logam dari prekursor dapat diatur/direncanakan dengan pengaturan konsentrasi larutan impregnan. Impregnasi tidak sesederhana namanya. Keseluruhan proses merupakan kombinasi dari proses adsorpsi, dalam hal ini adsorpsi dari larutan ke dalam

Bab II Tinjauan Pustaka 9 permukaan katalis, bersama-sama dengan pengendapan zat terlarut dalam poripori katalis pada saat pelarut diuapkan. 2.5 Perlakuan Panas Setelah proses pengisian pori-pori katalis dengan larutan prekursor, diikuti dengan penguapan pelarut, dilanjutkan dekomposisi atau reduksi dari garam logam. Faktor pengeringan akan menentukan distribusi prekursor pada permukaan katalis. Proses pengeringan adalah proses pengambilan pelarut. Proses ini dilakukan dengan cara penguapan larutan prekursor, bersamaan dengan dimulainya pengkristalan garam logam. Proses penguapan tidak seketika itu juga tetapi dimulai dari permukaan luar partikel katalis yang dilanjutkan pada daerah pori-pori yang lebar yang menghubungkan permukaan luar katalis dengan volume katalis. Daerah dengan diameter pori yang lebih besar lebih disukai karena pada daerah tersebut tekanan uapnya lebih besar. Cairan yang terdapat dalam pori-pori yang kecil diuapkan dengan aksi kapilaritas. Bersamaan dengan itu, terjadi proses pengkayaan zat terlarut dalam pori-pori katalis. Perlakuan panas setelah pengeringan adalah kalsinasi. Fungsi utama kalsinasi adalah dekomposisi ke garam awal. Adapun fungsi lain dari kalsinasi adalah: a) menghilangkan bahan tambahan yang keberadaannya tidak diinginkan; dan b) kalau prekursor yang diiinginkan dalam bentuk oksida, kenaikan suhu pemanasan sangat diperlukan untuk membentuk komponen atau fasa kristal yang diinginkan. Untuk menyempurnakan langkah kalsinasi, disamping pemanasan, sering dilakukan dengan alian gas H 2, aliran gas H 2 yang terlarut dalam N 2, aliran oksigen atau aliran udara. 2.6 Fotokatalis Fotokatalis adalah suatu proses reaksi yang dibantu oleh adanya cahaya dan material katalis. Fotokatalisis merupakan suatu kombinasi proses antara

Bab II Tinjauan Pustaka 10 proses fotokimia dan katalisis. Yang dimaksud dengan fotokimia adalah suatu proses sintesis atau transformasi secara kimiawi dengan melibatkan cahaya sebagai pemicunya. Sedangkan katalis adalah substansi yang dapat mempercepat laju reaksi tanpa ikut bereaksi secara keseluruhan. Artinya, pada awal dan akhir reaksi, jumlah katalis adalah sama. Hal ini disebabkan katalis memiliki kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan minimal satu molekul reaktan untuk menghasilkan senyawa antara yang lebih reaktif. Katalis dalam proses ini disebut sebagai fotokatalis karena memiliki kemampuan dalam menyerap energi foton. Suatu bahan dapat dijadikan fotokatalis jika memiliki daerah energi kosong yang disebut celah pita energi (energy band gap). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fotokatalitik adalah suatu proses transformasi kimia yang melibatkan unsur cahaya dan katalis sekaligus dalam melangsungkan dan mempercepat proses transformasi yang terjadi. Reaksi fotokatalitik dalam tahapan mekanismenya sama dengan reaksi katalitik konvensional. Hanya saja dalam reaksi fotokatalitik, aktivasi katalis berupa aktivasi oleh foton, berbeda dengan reaksi katalitik jenis konvensional dengan aktivasi katalis dilakukan secara termal. Proses fotokatalitik heterogen pada bahan semikonduktor diawali dengan fotoeksitasi sebagai akibat cahaya yang mengenai bahan semikonduktor. Cahaya yang mengenai bahan semikonduktor ini memiliki energi yang lebih besar daripada energi celah pita semikonduktor, sehingga akan mentransfer elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan menghasilkan hole (h + ) pada pita valensi. Jadi pada proses fotoeksitasi dihasilkan elektron pada pita konduksi dan hole pada pita valensi. Berdasarkan jenis katalis yang digunakan, proses fotokatalitik terdiri dari fotokatalitik homogen dan fotokatalitik heterogen. Fotokatalitik homogen adalah proses fotokatalitik yang berlangsung pada suatu sistem dalam satu fasa, dan biasanya dengan bantuan zat pengoksidasi seperti ozon dan hidrogen peroksida, sedangkan fotokatalitik heterogen adalah proses fotokatalitik yang memanfaatkan bahan semikonduktor dalam bentuk serbuk/partikel dan penggunaannya sebagai

Bab II Tinjauan Pustaka 11 fotokatalis yang dilakukan dalam suspensi. Proses fotokatalitik yang kita gunakan dan akan lebih lanjut dibahas ialah proses fotokatalitik heterogen. Pada proses fotokatalitik heterogen ini, semikonduktor yang digunakan adalah bahan semikonduktor tipe chalgonide (oksida : TiO 2, ZnO, ZrO, CeO 2 atau sulfida: ZnS, CdS). Semikonduktor dapat dimanfaatkan sebagai fotokatalis karena memiliki daerah energi yang kosong (void energi region) yang disebut celah pita energi (energy band gap), yang terletak diantara batas pita konduksi dan pita valensi yang tidak menyediakan tingkat-tingkat energi untuk mempromosikan rekombinasi elektron dan hole yang diproduksi oleh suatu fotoaktivasi dalam semikonduktor tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Daerah energi pada semikonduktor ( http://www.chem-is-try.org ) Katalis semikonduktor ini akan berfungsi sebagai katalis jika diiluminasi dengan foton yang memiliki energi yang setara atau lebih dari energi band gap, EG, (hv EG) semikonduktor yang bersangkutan. Induksi oleh sinar tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi elektron (dari pita valensi ke pita konduksi) dalam bahan semikonduktor (Richardson, 1989). Hal ini dikarenakan, iluminasi foton akan mengakibatkan terbentuknya pasangan elektron (e - ) dan hole (h + ) yang dipisahkan menjadi fotoelektron bebas pada pita konduksi dan fotohole pada pita valensi. Energi pita valensi dan pita konduksi semikonduktor akan mengontrol kemampuan transfer muatan yang diinduksi radiasi pada molekul teradsorbsi pada permukaan semikonduktor. Molekul penerima muatan (akseptor) harus memiliki

Bab II Tinjauan Pustaka 12 tingkat potensial yang lebih positif (terletak lebih di bawah pada kurva energi potensial) daripada tingkat energi potensial pita konduksi semikonduktor. Sedangkan untuk molekul donor muatan harus memiliki tingkat potensial yang lebih negatif (lebih atas pada kurva energi potensial) daripada tingkat potensial pita valensi semikonduktor tersebut. 2.6.1 Fotokatalis TiO 2 Fotokatalis TiO 2 merupakan semikonduktor yang memiliki berbagai keunggulan, terutama untuk aplikasi produksi hidrogen. Keunggulan TiO 2 antara lain, memiliki kestabilan yang tinggi, ketahanan terhadap korosi, ketersediaan yang melimpah di alam, dan harga yang relatif murah. Disamping itu, TiO 2 juga memenuhi persyaratan khusus untuk water-splitting, yaitu posisi pita konduksi dan pita valensi tertentu agar dapat terjadi pembentukan hidrogen dan oksigen dari air (Radecka M, 2008 dalam Afrozi.A, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas TiO 2 sebagai fotokatalis adalah bentuk kristalnya (Tjahjanto, 2001 dalam Afrozi.A, 2010). Katalis TiO 2 memiliki 3 jenis struktur kristal yaitu anatase, rutile dan brookite. Struktur kristal brookite sulit untuk dipreparasi sehingga biasanya hanya struktur kristal rutile dan anatase yang umum digunakan pada reaksi fotokatalitik. Secara fotokatalitik, struktur anatase menunjukkan aktivitas yang lebih baik dari segi kereaktifan dibandingkan dengan struktur rutile (Su, 2004 dalam Afrozi.A, 2010). Struktur anatase merupakan bentuk yang paling sering digunakan karena memiliki luas permukaan serbuk yang lebih besar serta ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan struktur rutile dan struktur ini muncul pada rentang suhu pemanasan dekomposisi senyawa titanium (400-650 o C). Selain itu energy bandgap anatase lebih besar daripada rutile sehingga memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi (Licciuli L, 2002 dalam Afrozi.A, 2010). Gambaran struktur anatase dan rutile dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan 2.4.

Bab II Tinjauan Pustaka 13 Gambar 2.3 Struktur Kristal Anatase TiO 2 (Licciulli L, 2002 dalam Afrozi.A, 2010) Gambar 2.4 Struktur Kristal Rutile TiO 2 (Licciulli L, 2002 dalam Afrozi.A, 2010) Anatase merupakan tipe yang paling aktif karena memiliki energy band gap (celah pita energi yang menggambarkan energi cahaya minimum yang dibutuhkan untuk mengeksitasi elektron) sebesar 3,2 ev (lebih dekat ke sinar UV, panjang gelombang maksimum 388 nm), sedangkan rutile 3,0 ev (lebih dekat ke sinar tampak, panjang gelombang maksimum 413 nm). Semakin kecil band gap, semakin mudah pula fotokatalis menyerap foton dengan tingkat energi lebih kecil namun kemungkinan hole dan elektron untuk berekombinasi juga semakin besar. Oleh karenanya, kedua aspek ini perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fasa semikonduktor TiO 2. TiO 2 mempunyai energi celah sebesar 3,2 ev, hal ini mengindikasikan bahwa h + pada permukaan TiO 2 merupakan spesi oksidator kuat, karenanya akan mengoksidasi spesi kimia lainnya yang mempunyai potensial redoks lebih kecil, termasuk dalam hal ini molekul air dan/atau gugus hidroksil yang akan menghasilkan radikal hidroksil. Radikal hidroksil ini pada ph=1 mempunyai potensial sebesar 2,8 V, dan kebanyakan zat organik mempunyai potensial redoks yang lebih kecil dari potensial tersebut (Gunlazuardi, 2003).

Bab II Tinjauan Pustaka 14 2.6.2 Mekanisme Fotokatalis TiO 2 TiO 2 mengabsorbs sinar UV dari cahaya matahari atau misalnya sumber cahaya buatan (lampu ultraviolet), pada proses ini akan dihasilkan sepasang elektron dan hole. Elektron dari pita valensi titanium dioksida tereksitasi ketika disinari oleh cahaya. Energi yang dihasilkan dari elektron yang tereksitasi ini menyebabkan elektron berada pada pita konduksi TiO 2 dan menghasilkan pasangan elektron bermuatan negatif (e - ) dan hole positif (h + ) dan disebut sebagai semiconductor photo-excitation state. Perbedaan energi antara pita valensi dan pita konduksi inilah dikenal sebagai band-gap. Panjang gelombang cahaya yang dibutuhkan untuk photo-excitation adalah : 1240 (Planck's constant, h) / 3.2 ev (band gap energy) = 388 nm. Jika fotokatalis TiO 2 teraktivasi oleh cahaya (energi foton) yang besarnya setara dengan energy band gap, maka akan memiliki kemampuan untuk membentuk radikal hidroksil yang dapat mengoksidasi polutan organik. Gambar 2.5 Mekanisme Fotokatalitik Semikonduktor TiO 2 ( Power point oleh Amin Faturrakhman, dkk) 2.7 Penggunaan Dopan Untuk Meningkatkan Aktivitas Fotokatalis Untuk meningkatkan aktivitas fotokatalis TiO 2 dalam mendegradasi CO 2, perlu ditambahkan dopan dalam rangka untuk mendapatkan kinerjanya yang optimal. Dopan yang ditambahkan ke dalam sistem katalis, yaitu jenis dopan logam. Penggunaan logam sebagai dopan fotokatalis untuk degradasi CO 2 telah banyak dilakukan, baik dopan logam mulia maupun ion logam. Logam mulia

Bab II Tinjauan Pustaka 15 yang banyak digunakan sebagai dopan fotokatalis diantaranya adalah Pt, Au, Pd, dan Rh. Logam mulia banyak digunakan karena memiliki level energi Fermi yang lebih rendah dibandingkan dengan TiO 2 sehingga elektron tereksitasi dapat ditransfer dari pita konduksi ke partikel logam yang terdeposit pada permukaan TiO 2, sementara hole di pita valensi tetap bertahan di TiO 2. Logam lainnya yang dapat ditambahkan sebagai dopan adalah logam Cu. Logam Cu ditambahkan sebagai dopan karena lebih murah dan telah terbukti lebih aktif dari titania untuk mereduksi CO 2 menjadi metana (Slamet dkk, 2005). Aplikasi Cu, baik dalam bentuk logam maupun oksida logam CuOx, telah banyak digunakan sebagai electron-trapper untuk menghambat rekombinasi elektron-hole dalam berbagai aplikasi. Perannya sebagai electron-trapper ini disebabkan oleh tinggi dan positifnya potensial reduksi dari Cu (0.34 V). Selain sebagai electrontrapper, penambahan dopan CuOx juga dapat meningkatkan absorbansi bagi fotokatalis melalui mekanisme penyempitan band-gap (Slamet, 2005). (Bokhimi,1999 dalam Slamet,2005) mengatakan bahwa penggunaan prekursor CuO yang berbeda memiliki pengaruh signifikan terhadap karakteristik dan aktivitas dari katalis semikonduktor TiO 2. Selain penggunaan prekursor, komposisi dari Cu berpengaruh pula terhadap karakteristik dan aktivitas dari katalis semikonduktor TiO 2. Hal tersebut telah dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Slamet,dkk (2005). 2.7.1 Pengaruh Prekursor Terhadap Karakteristik dan Aktivitas Katalis Semikonduktor TiO 2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Slamet, dkk (2005) prekursor sebagai bahan awal pembuat dopan ternyata juga memiliki pengaruh terhadap aktivitas katalis CuO/TiO 2. Berdasarkan pernyataan tersebut, dalam penelitian Slamet, dkk dilakukan uji aktivitas terhadap katalis CuO/TiO 2 untuk jenis prekursor Cu-Nitrat, Cu-Asetat, Cu-Klorida dan Cu-Sulfat. Dari hasil penelitian oleh Slamet, dkk diketahui bahwa katalis CuO/TiO 2 yang dipreparasi dari prekursor Cu-Asetat dan Cu-Nitrat memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan katalis CuO/TiO 2 yang dipreparasi dari prekursor Cu-Klorida dan Cu-Sulfat. Hal

Bab II Tinjauan Pustaka 16 ini sesuai dengan data karakterisasi XRD yang menyatakan bahwa pada katalis yang berasal dari prekursor Cu-Asetat dan Cu-Nitrat telah terbentuk kristal CuO, sementara untuk Cu-Klorida dan Cu-Sulfat tidak. Apabila dibandingkan antara Cu-Asetat dengan Cu-Nitrat, katalis yang dipreparasi dari prekursor Cu-Asetat memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan Cu-Nitrat. Hal ini disebabkan karena pada katalis yang dipreparasi dengan prekursor Cu-Asetat memiliki ukuran kristal CuO lebih kecil dibandingkan ukuran kristal CuO yang dipreparasi dengan prekursor Cu-Nitrat, sehingga luas permukaannya lebih besar dan permukaan TiO 2 yang tertutupi tidak banyak. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Data Karakterisai XRD Pada Katalis CuO/TiO 2 (Slamet, dkk, 2005) Sampel Ukuran Kristal CuO (nm) 5% CuO/TiO 2 (Cu-Nitrat) 18 5% CuO/TiO 2 (Cu-Asetat) 10 5% CuO/TiO 2 (Cu-Klorida) 0 5% CuO/TiO 2 (Cu-Sulfat) 0 2.7.2 Pengaruh Komposisi Cu Selain jenis prekursor, yang berpengaruh terhadap aktivitas katalis CuO/TiO 2 adalah komposisi Cu yang ditambahkan pada katalis tersebut. Cu- Asetat sebagai prekursor yang optimal selanjutnya diuji dengan variasi komposisi Cu. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa katalis CuO/TiO2 dengan komposisi Cu 0,2% memiliki aktivitas optimal dibandingkan katalis lainnya. Semakin meningkat komposisi Cu pada katalis CuO/TiO2 menyebabkan aktivitasnya semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pada katalis CuO/TiO2 dengan Cu di atas 0,2%, permukaan aktif dari TiO2 tertutupi oleh kristal CuO sehingga menurunkan aktivitas katalis. Dengan demikian, penambahan dopan CuO yang semula dapat mencegah terjadinya rekombinasi elektron-hole tidak berperan secara optimal (Slamet, dkk, 2005).

Bab II Tinjauan Pustaka 17 2.8 Reaksi Reduksi CO 2 Reduksi adalah suatu reaksi yang menyebabkan bilangan oksida dari suatu senyawa berkurang karena proses perpindahan elektron. Pada reaksi reduksi ini terjadi proses penangkapan elektron, yaitu menerima elektron atom lain. Karena adanya usaha penangkapan elektron di satu sisi, maka ada usaha pelepasan elektron di sisi lain. Oleh karena itu, pada proses reduksi ini selalu dibarengi dengan proses oksidasi. CO 2 adalah suatu gas dengan C dalam keadaan teroksidasi sempurna, sehingga diperlukan energi luar untuk mereduksinya. Salah satu aplikasi pemanfaatan fotokatalitik TiO 2 adalah mereduksi CO 2 tersebut. Reaksi reduksi dapat berlangsung dengan adanya elektron yang dihasilkan dari iluminasi terhadap fotokatalis TiO 2. Produk yang dihasilkan dari reaksi CO 2 cukup beragam, mulai dari senyawa turunan alkohol, aldehid, karboksilat, keton, sampai hidrokarbon yang berupa gas metana atau etana. Tahapan reaksi pembentukan produk tersebut sebagai berikut: Elektron yang dihasilkan fotokatalis TiO 2 bereaksi dengan ion H + dari air hingga menghasilkan radikal hidrogen. H + + e - H Selanjutnya radikal hidrogen tersebut akan bereaksi dengan CO 2 sehingga menghasilkan berbagai macam produk. CO 2 + 2 H HCOOH HCOOH + 2 H H-CO-H + H 2 O H-CO-H + H H-C(OH)-H H- C(OH)-H + H CH 3 OH CH 3 OH + H CH 3 + H 2 O CH 3 + H CH 4 CH 3 + CH 3 C 2 H 6 OH + OH H 2 O + ½ O 2 (Andawari,2001)

Bab II Tinjauan Pustaka 18 Beberapa jenis produk yang mungkin terbentuk dari reduksi CO 2 secara fotokatalitik dengan berbagai jenis katalis semikonduktor telah diringkas oleh H.Yoneyama seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Data Jenis Produk yang Terbentuk dari Reduksi CO 2 (H.Yoneyama,1997 dalam Andawari,2002) No Katalis Produk 1 SiC, GaP, TiO 2 HCHO, CH 3 OH 2 SrTiO 3, WO 3, TiO 2 HCHO, CH 3 OH, CH 4 3 SrTiO 3 /Oxides of Rh, Pt, HCOO, HCHO, CH 3 OH, Ir CH 3 CHO, C 2 H 5 OH 4 BaTiO 3, LiNbO 3 CH 3 CHO, HCOOH, HCHO 5 TiO 2 / RuO 2 HCOOH,CH 3 OH, HCHO 6 TiO 2 /Cu CH 4, C 2 H 6 7 TiO 2 / RuO 2 /Ru CH 4 8 TiO 2 /Rh HCOOH, HCHO, CH 3 OH 9 TiO 2 /Pd HCOOH 10 TiO 2 /Pt HCHO 11 TiO 2, SrTiO 3 /Pt, Rh, Ru, Ag CO,CH 4,HCOOH 12 TiO 2 /suspended-cu HCOOH, CH 3 OH 13 CaFe 2 O 4 CH 3 OH, HCHO 14 Cu 2 O x H 2 O CH 3 OH, HCHO 15 ZnS HCOOH 16 CdS Glyoxylic acid, acetic acid, HCOOH, CH 3 OH, CH 3 CHO Sacrificial electron donor Supercritical CO 2 2,5- dihydrofran, TEACl 17 CdS HCOOH,HCHO EDTA, TEOA