IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kontribusi pendapatan usaha integrasi tanamanternak (padi, sapi dan kompos) terhadap pendapatan total rumahtangga petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. 2. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani sistem integrasi tanaman-ternak relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non sistem integrasi. 3. Keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanamanternak cenderung lebih dipengaruhi oleh usaha sapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah penggunaan kompos, alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi dan pendapatan usaha sapi, serta frekuensi keikutsertaan anggota rumahtangga petani dalam kegiatan organisasi tani. 4. Keputusan produksi padi dan sapi dipengaruhi oleh penggunaan sarana masing-masing produksi seperti jumlah benih/bibit, jumlah pupuk, jumlah pakan, serta penggunaan tenaga kerja keluarga dan pendapatan usahatani. 5. Terdapat keterkaitan keputusan dalam hal alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan usaha sapi, serta curahan tenaga kerja keluarga di luar usahataninya sendiri.
181 6. Alokasi pengeluaran rumahtangga petani untuk konsumsi dan investasi dipengaruhi utamanya oleh pendapatan total rumahtangga petani. 7. Kombinasi kenaikan harga output dan harga input produksi berdampak positif terhadap peningkatan penggunaan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani. Kenaikan harga output secara efektif dapat mengkompensasi kenaikan harga input produksi dan berdampak pada peningkatan pendapatan total rumahtangga petani. 8. Kombinasi kenaikan jumlah kredit usaha (padi serta sapi) dan kenaikan harga sarana produksi memberikan dampak yang realtif kecil terhadap pendapatan total rumahtangga petani. Jumlah kredit usahatani sebagai sumber anggaran belum dapat mengkompensasi kenaikan harga sarana produksi. 9. Kombinasi kenaikan tingkat suku bunga kredit dan harga output padi dan sapi memberikan dampak terhadap peningkatan total pendapatan rumahtangga petani yang relatif besar. Kenaikan harga output secara efektif dapat mengkompensasi kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani dan berdampak pada peningkatan pendapatan total rumahtangga petani. 10. Dampak kenaikan upah tenaga kerja dan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahatani mengakibatkan terjadinya realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi yang menurun dan penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha sapi meningkat. Pendapatan dari luar usahatani tidak dapat mengkompensasi pendapatan dari usahatani sehingga pendapatan total rumahtangga petani menurun.
182 11. Dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani sistem integrasi tanaman-ternak dan non sistem integrasi memberikan pola yang searah, dimana petani sistem integrasi tanaman-ternak memberikan dampak yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non sistem integrasi. 9.2. Implikasi Kebijakan Berbagai temuan dalam penelitian ini telah memunculkan beberapa implikasi kebijakan dalam upaya meningkatkan alokasi kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini disarankan adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan peningkatan harga sarana produksi (pengurangan subsidi) yang dibarengi dengan kenaikan harga output (harga pembelian pemerintah). Kebijakan kenaikan harga output dapat menkompensasi peningkatan harga sarana produksi, sehingga dapat meningkatkan produksi usahatani dan penyerapan tenaga kerja keluarga yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan total rumahtangga petani. 2. Kebijakan peningkatan harga sarana produksi (pengurangan subsidi) diimbangi dengan alternatif upaya insentif lain, seperti pemberian kredit usahatani dengan tingkat suku bunga yang layak. Pemberian kredit usahatani dilaksanakan dengan volume yang sesuai dan peluncuran kredit sesuai dengan musim tanam. Kegiatan usahatani memerlukan dana kredit untuk menambah ketersediaan modal usaha rumahtangga petani. Upaya penyediaan dana kredit usahatani dapat berlangsung secara
183 berkesinambungan apabila dilakukan oleh lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi perdesaan. Oleh karena itu penyediaan dana kredit usahatani tidak cukup hanya dipecahkan dengan menyalurkan kredit namun perlu disertai dengan upaya pengembangan lembaga keuangan mikro di perdesaan. 3. Kebijakan kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani dapat berjalan efektif jika diimbangi dengan kenaikan harga output yang memiliki dampak lebih responsif terhadap peningkatan pendapatan total rumahtangga petani. 4. Perlunya perbaikan sarana dan prasarana yang memadai sehingga penggunaan tenaga kerja keluarga dapat dialokasikan dengan baik untuk kegiatan usahatani. Hal ini dapat meliputi penyediaan sarana pada kawasan usaha padi yang juga tersedia sarana pengadaan usaha sapi sehingga mampu memberikan pengadaan sarana input sampai ke pemasaran produk. Demikian pula halnya dengan penyediaan pasar output yang terintegrasi antara usaha padi dan usaha sapi. 9.3. Saran Penelitian Lanjutan 1. Hasil studi menunjukkan bahwa pendapatan dari usaha kompos belum bersifat komersial dan kontribusinya terhadap pendapatan total rumahtangga petani masih relatif kecil. Seluruh kompos yang dihasilkan pada penelitian ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik bagi lahan pertanian yang dimiliki petani yang relatif tidak terlalu luas. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan dasar pembuatan kompos belum dilaksanakan secara optimal, sehingga perlu penyuluhan yang
184 intensif terhadap pentingnya penggunaan kompos. Identifikasi kendalakendala yang dihadapi oleh rumahtangga petani dalam hal pemanfaatan kompos menjadi sangat penting. 2. Masih sangat terbatasnya informasi ekonomi dalam pengembangan model ekonomi rumahtangga petani pada sistem integrasi usahatani, selain padi menjadi kendala tersendiri bagi penulis saat harus merujuk kepada penelitian terdahulu. Perlu dilakukan penelitian pada pengembanganpengembangan program integrasi yang sudah ada secara multi komoditas, seperti misalnya usaha perkebunan sawit yang terintegrasi dengan usaha ternak (sapi dan unggas), usaha jagung dengan usaha ternak (sapi dan unggas), usaha perkebunan kopi kakao atau lada dengan usaha ternak (domba dan kambing), dan lain sebagainya. Hal ini menarik untuk dilakukan karena pada kenyataannya, rumahtangga petani jarang sekali mengusahakan lahannya secara monokultur. Oleh karena itu, penting juga adanya dukungan kebijakan dan legitimasi dari pemerintah untuk melakukan usaha integrasi ini secara lintas departemen/sektoral yang akan efektif meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Perlunya penelitian lanjutan berupa pengembangan model dan analisis secara disagregasi untuk alokasi penggunaan tenaga kerja dari anggota keluarga (suami keluarga, istri dan anak), maupun berdasarkan aspek gender (laki-laki dan perempuan) pada sistem integrasi tanaman-ternak. 4. Perlu dikaji lebih lanjut tentang aspek inovasi kelembagaan petani pada sistem integrasi tanaman-ternak terkait dengan unit wilayah atau spasial, maupun dalam konteks kelompok petani. Hal ini menarik untuk diamati
185 karena adanya perbedaan pengelolaan sumberdaya pada usaha padi dan usaha sapi. Demikian pula dengan peran masing-masing pelaku usaha dalam kelembagaan tersebut, baik swasta, pemerintah maupun masyarakat sendiri mulai dari penyediaan sarana produksi sampai pada aspek pemasaran. 5. Perlunya kajian lebih lanjut untuk pemberian kredit usahatani sebagai salah satu sumber modal kegiatan usaha rumahtangga petani. Pengembangan model dan analisis secara rinci tentang keputusan (perilaku) ekonomi rumahtangga petani terhadap jumlah kredit yang diterima petani menjadi sangat penting untuk dilakukan di masa-masa yang akan datang. Hal ini erat kaitannya dengan penguatan kelembagaan keuangan mikro/kecil dan menengah di perdesaan.