BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan pada Remaja yang dibesarkan oleh OrangTua Tunggal

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir dan dewasa awal. Menurut Monks (dalam Desmita, 2012) remaja akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa bahagia dalam keseharianya. Bagi manusia, hidup yang baik akan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dewasa yaitu usia tahun. Sedangkan seorang gadis yang masih berusia dibawah

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

DASAR DASAR PERILAKU INDIVIDU

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna, atau bisa juga merasakan kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being sebagai istilah dari kebahagiaan (happiness) itu sendiri. Konsep well-being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis secara optimal. Menurut Pasha (dalam Lestari, 2008) kebahagiaan adalah seni atau kemampuan seseorang dalam menikmati apa yang ada padanya, atau apa yang dimiliki. Kebahagiaan adalah keterpesonaan pada segala sesuatu yang indah dan memalingkan diri dari kemuraman.kebahagiaan adalah kemampuan diri meraih segala sisi keindahan. Kebahagiaan bukan hanya memiliki, tetapi kebahagiaan adalah kemampuan menggunakan apa yang kita miliki dengan baik. Menurut Pasha kebahagiaan ditentukan oleh pikiran sendiri. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia dalam jiwanya berupa ketentraman jiwa, ketenangan hati, kelapangan dada dan kedamaian nurani. Kebahagiaan adalah sesuatu yang tumbuh dari dalam diri manusia, akan tetapi tidak datang dari luar. Jika diibaratkan sebagai tumbuhan, maka akar kebahagiaan itu adalah jiwa dan hati yang jernih. 1

2 Menurut Ryan dan Deci (dalam Primasani, 2005) ada dua pendekatan dalam menjelaskan mengenai well-being, yaitu pendekatan eudaimonic dan hedonic. Pendekatan Eudaimonic memandang well-being tidak hanya sebagai pencapaian kesenangan, tetapi juga realisasi potensi diri seorang individu dalam mencapai kesesuaian tujuannya yang melibatkan pemenuhan dan pengidentifikasian diri individu yang sebenarnya. Konsep yang banyak dipakai pada penelitian dengan pandangan ini adalah konsep psychological well-being (PWB). Pendekatan Hedonic memandang well-being tersusun atas kebahagiaan subjektif dan berfokus pada pengalaman yang mendatangkan kenikmatan. Pandangan hedonic memperhatikan pengalaman menyenangkan versus tidak menyenangkan yang didapatkan dari penilaian baik buruknya hal-hal yang ada dalam kehidupan seseorang. Konsep yang dipakai dengan pandangan ini biasanya adalah konsep subjective well-being. Diener, Kahneman, dan Schwarz (da lam Ed Diener & Scollon, 2003) subjective well-being adalah evaluasi subjektif masyarakat terhadap hidup individu, yang meliputi konsep seperti kepuasan hidup, emosi yang menyenangkan, perasaan pemenuhan, kepuasan dengan domain seperti perkawinan, pekerjaan dan tinggi rendahnya situasi emosi. Dengan demikian subjective well-being merupakan istilah umum yang mencakup berbagai konsep yang terkait pada bagaimana orang merasakan dan berfikir tentang kehidupan mereka. Diener (dalam Veenhoven, 2008), subjective well-being merupakan suatu produk penilaian keseluruhan kehidupan yang menyeimbangkan baik dan buruk. Tidak membatasi diri dengan perasaan tertentu dan tidak mencampur pengalaman

3 subjektif dengan penyebab konseptualisasi. Menurut Veenhoven (2008), subjective well-being adalah suatu perbedaan antara penilaian kognitif dan afektif pada kehidupan. Diener (dalam Ariati, 2 010) subjective well-being adalah teori evaluasi akan kejadian yang telah terjadi atau dialami dalam kehidupan. Yang ini melibatkan proses afektif dan kognitif yang aktif karena menentukan bagaimana informasi tersebut akan diatur. Evaluasi kognitif dilakukan saat seseorang memberikan evaluasi secara sadar dan menilai kepuasan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau penilaian evaluatif mengenai aspek-aspek khusus dalam kehidupan, seperti kepuasan kerja, minat, dan hubungan. Reaksi afektif dalam subjective well-being (SWB) yang dimaksud adalah reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan. Beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut, maka dapat diartikan bahwa subjective well-being adalah suatu ungkapan perasaan individu mengenai kehidupannya didalam berbagai keadaan yang terjadi dan dialami, baik itu dilihat berdasarkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. 2. Komponen Subjective Well-Being Menurut Diener (dalam Gatari, 2008) kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan subjective well-being. Subjective well-being terbagi atas dua komponen, yaitu komponen afektif dan komponen kognitif.

4 a. Komponen Afektif Komponen afektif subjective well-being gambaran pengalaman emosi dari kesenangan, kegembiraan, dan emosi. Komponen afektif ini terbagi atas : 1. Afek Positif. Kombinasi dari hal yang sifatnya dalam hal yang menyenangkan 2. Afek Negatif. Respon negatif yang sebagai reaksi terhadap kehidpan, kesehatan, keadaan dan peristiwa yang dialami. b. Komponen Kognitif Kepuasan hidup merupakan komponen kognitif dalam Subjective well-being yang mengacu pada penilaian global tentang kualitas hidup dan dapat menilai kondisi hidupnya. Mempertimbangkan kondisi dan mengevaluasi kehidupan dari tidak puas hingga menjadi atau merasakan puas akan hidup. Keterangan diatas dapat disimpulkan subjective well-being memiliki makna yang sama dengan kebahagiaan, subjective well-being ini memiliki dua komponen, yaitu komponen afektif yang menggambarkan pengalaman emosi berdasarkan kesenangan, kegembiraan. Komponen kognitif sesuai dengan kepuasan yang mengacu pada kepercayaan atau perasaan subjektif yang dijalani dengan baik. 3. Faktor Yang Mempengaruhi Subjective Well-Being Menurut Compton (dalam Indriana, 2012), subjective well-being mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kebahagiaan dan kepuasan dalam kehidupan individu, diantaranya:

5 a. Harga Diri (self-esteem) Self-esteem yang positif merupakan variabel yang terpenting dalam Subjective well-being karena evaluasi terhadap diri akan mempengaruhi bagaimana seseorang menilai kepuasan dalam hidup dan kebahagiaan yang mereka rasakan. Seseorang yang memiliki self esteem rendah cenderung tidak akan merasa puas dengan hidupnya dan tidak akan merasa bahagia. Self esteem yang positif berasosiasi dengan fungsi adaptif dalam setiap aspek kehidupan. b. Arti kontrol kesadaran Kontrol pribadi merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat memaksimalkan hasil yang bagus dan atau meminimalkan hasil yang jelek. Dengan keyakinan ini maka seseorang dapat mempengaruhi peristiwaperistiwa yang terjadi dalam hidupnya, memilih hasil yang diinginkan, menghadapi konsekuensi dari pilihannya, dan memahami serta menginterpretasikan hasil dari pilihannya. Jadi kontrol pribadi dapat membantu seseorang untuk mewujudkan apa yang diinginkannya, yang kemudian dapat membawa kepuasan akan hidupnya. c. Ekstrovert Individu dengan kepribadian ekstrovert (sifat terbuka) akan tertarik pada hal - hal yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Kepribadian ekstrovert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. Orang-orang dengan kepribadian ekstrovert biasanya

6 memiliki teman dan relasi sosial yang lebih banyak, merekapun memiliki sensitifitas yang lebih besar mengenai penghargaan positif pada orang lain. d. Optimis Orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang positif tentnag masa depan. Schneider (dalam Indriana, 2005) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh individu bersifat realistis. e. Hubungan positif Hubungan yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional. Hubungan yang didalamnya ada dukungan dan keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik. f. Makna dan tujuan hidup Memiliki makna dan tujuan dalam hidup merupakan factor penting dari subjective well-being, karena individu akan merasakan kepuasan maupun kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam berbagai penelitian subjective well-being merupakan salah satu variabel yang sering diukur sebagai religiusitas. Religiusitas akan berpengaruh terhadap subjective well-being karena memberikan makna dan arah dalam kehidupan seseorang. Dengan adanya

7 makna dan arah dalam hidup akan menimbulkan kepuasan dalam hidup dan kebahagiaan. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi subjective well being di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi, adanya kontrol kesadaran dalam diri, sifat terbuka atau ekstrovert, perasaan optimis terhadap akan hidup, memiliki hubungan positif, dan memiliki tujuan dalam hidup maka akan terbentuklah subjective well being yang tinggi dari dalam diri individu. 1. Pengertian Wanita karir B. Wanita Karir dan Ibu Rumah Tangga Ibu yang bekerja harus menyandang atau menerima peran ganda, yaitu mencari nafkah untuk keluarga dan mengurus rumah tangga, yang mana semua itu merupakan status professional seorang wanita. Menurut Anoraga (2009) wanita karir adalah wanita yang memperoleh atau mengalami perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lain-lain. Bekerja dengan pikiran atau bekerja dengan tenaga fisik maupun kedua.wanita bekerja ini disebutkan dalam istilah wanita karir. Wanita karir lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dibandingkan menghabiskan waktu bersama keluarga, karena sibuk dengan pekerjaanya maka wanita karir banyak menggunakan jasa orang lain untuk untuk menyelesaikan pekerjaan rumah serta menjaga anak-anaknya. Menurut Sadli (dalam Yarni, 2010) mengemukakan wanita karir adalah wanita yang bekerja atau melakukan

8 kegiatan yang direncanakan untuk mendapatkan hasil berupa uang dan jasa. Menjadi wanita karir yang professional dalam artian wanita yang bekerja di luar rumah dan meniti karir sampai puncak adalah mudah. Asal memiliki kecakapan yang cukup ditambah kemampuan lobi yang baik, tuujuan itu akan tercapai. Tetapi wanita nonkonvensional, yang menjalakan bisnis dan menjadikan rumah sebagai kantor demi menjaga keseimbangan anggota keluarga dan mendidik anak. Tapi mudah bagi kalangan wanita yang lebih mementingkan hasil koleksi dari pada penampakan ego pribadi. Wanita karir adalah sosok seorang wanita yang memiliki status seorang ibu dari anak-anaknya dan status istri dari suami yang menikahinya. Wanita karir juga disebut wanita yang bekerja dan melakukan aktivitasnya diluar rumah atau bekerja dikantor maupun perusahaan negara atau swasta untuk mendapatkan hasil berupa uang dan jasa untuk menunjang kebutuhan finansial atau keuangan dalam keluarganya. 2. Ibu Rumah Tangga Ibu rumah tangga adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seorang wanita yang telah menikah serta menjalankan pekerjaan rumah, keluargahingga merawat anak-anaknya, memasak, membersihkan, dan lain-lainnya yang tidak bekerja di luar rumah.seorang ibu rumah tangga sebagai wanita menikah yang bertanggung jawab atas rumah tangganya. Pekerjaan yang paling mulia adalah

9 saat kita menjadi seorang ibu rumah tangga sejati yang mengurus semua kebutuhan rumah dan menjaga kehormatannya untuk sang suami tercinta (Gunawan, 2012). yaitu; Menurut Mappiare (1983) ada tiga konsep tentang peranan ibu rumah tangga, 1. Konsep Tradisional Menurut konsep tradisional, ibu rumah tangga adalah wanita yang mempersembahkan waktunya untuk memelihara dan melatih anak-anak, mengasuh anak dan menurut pola-pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitarnya. Sebagai orang tua yang memiliki kuasa penuh, wanita melayani keperluan suami dan anak-anak di rumah. Wanita yang dapat berperan melayani keperluan keluarga di rumah sangat terpuji. Pekerjaan yang disebut feminism yang jika dikerjakan sepenuhnya oleh ibu rumah tangga di rumah akan mendatangkan penilaian baik bagi wanita. 2. Konsep Menurut Perkembangan (zaman) Konsep menurut perkembangan ini, meletakkan penekanan pada adanya kesamaan status bagi orangtua dan anak pun hamper mempunyai kesamaan dengan status kedua orang tuanya. Bagi wanita, menurut konsep ini mempunyai tugas mandiri dalam membangkitkan potensi-potensi pada wanita. Wanita lebih suka menggunakan kemampuannya untuk mengembangkan kemampuankemampuan orang lain, atau wanita lain. Di rumah wanita memiliki peranan yang sama dengan suaminya.

10 Para ahli juga menyepakati bahwa para wanita yang menganut konsep ini, tidak merasa bersalah jika meninggalkan rumah. Baik untuk kegiatan yang mendayagunakan kemampuannya maupun dalam mengikuti latihan keterampilan yang dapat mendatangkan kepuasan baginya. Tidak pula wanita yang berdosa jika pekerjaan rumahnya (termasuk mengasuh anak) dilimpahkan kepada orang lain (misalnya pembantu) ketika ia tidak berada di rumah. Ibu rumah tangga menurut konsep ini, mengutamakan membimbing anak sesuai dengan kemampuan anak itu sendiri. Kalau ibu memiliki kebebesan sebagai individu maka anak juga mempunyai kebebasan itu. 3. Konsep Moderat Menurut konsep ini, peranan wanita bukan ekstrim tradisional dan tidak pula terlalu mengikuti konsep yang ekstrim menurut pekembangan. Konsep moderat juga mengakui individualitas seseorang yang mempunyai hak untuk mengembangkannya sendiri, namun tidak diutamakan. Dengan begitu, wanita punya hak untuk bekerja di luar rumah, akan tetapi peranan dan tugas pokoknya tetaplah berpegang kepada nilai luhur naluri kewanitaan. Wanita yang demikian itu, akan merasa bersalah dan mungkin berdosa, jika terpaksa mengabaikan pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya karena mereka merasa bertanggung jawab penuh. C. Kerangka Pemikiran

11 Bekerja dalam arti luas adalah melakukan suatu kegiatan, kegiatan yang dimaksud dapat berupa kegiatan fisik maupun mental. Dengan bekerja dapat memenuhi kehendak yang ingin dicapai dan membawa individu ke dalam keadaan atau situasi yang lebih memuaskan. Dengan tercapainya tujuan yang ingin dicapai tersebut individu merasa adanya dorongan untuk melakukan aktivitas yang dikatakan kerja. Magnis mengatakan pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan, sebab pekerjaan memerlukan pemikiran yang khusus dan hanya bisa dilakukan oleh manusia, bekerja merupakan bagian yang mendasar dari kehidupan manusia. Bekerja dapat dilakukan oleh pria maupun wanita (dalam Anoraga, 200 9). Pekerjaan yang dilakukan oleh wanita dapat dilakukan pada ruang lingkup di luar rumah (wanita karir) maupun di dalam rumah (ibu rumah tangga). Pada saat sekarang (modern) wanita yang bekerja merupakan suatu hal yang biasa. Dengan tuntutan zaman, wanita bekerja tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja melainkan untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan dan potensi yang dimiliki. Seorang wanita ingin sedikit lebih maju dengan menambah ruang gerak yang tidak lagi terbatas pada urusan rumah tangga, melainkan ingin masuk dan terlibat pada wilayah yang lebih luas. Berbagai aktivitas yang dilakukan di tempat kerja mempengaruhi kemampuan kontrol yang ada dalam diri seseorang sehingga mampu merasakan emosi dan tanggapan mengenai situasi tempat kerja. Penilaian posif tersebut merupakan indikator dari kesejahteraan (well-being).

12 Diketahui adanya Kesejahteraan yang subjektif ( subjective well-being) oleh ada atau tidaknya perasaan bahagia, dengan menilai lingkungan kerja yang menarik, menyenangkan dan penuh dengan tantangan dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa seseorang merasa bahagia dan dapat menunjukkan kinerja kerja yang optimal. Kebahagiaan di tempat kerja adalah bila seseorang merasa puas dengan pekerjaannya (Ariati, 2010). Menurut Diener, Scollon, dan Lucas (2003) penggunaan istilah subjective well-being (kesejateraan subjectif) untuk menggambarkan kebahagiaan. Subjective well-being merupakan suatu bentuk evaluasi atau penilaian mengenai kehidupan individu yang bersangkutan, subjective well-being terbagi atas beberapa komponen yang berhubungan, yaitu komponen afektif dan kognitif, komponen afektif terdiri lagi pada dua bagian yaitu afek positif dan negatif. Sedangkan pada komponen kognitif terdiri dari kepuasan hidup. Subjective well-being akan dipengaruhi beberapa faktor seperti harga diri, kontrol kesadaran, ekstrovert (sifat terbuka), optimis, hubungan positif, makna dan tujuan hidup. Dari faktor-faktor tersebut dapat diketahui tinggi rendahnya subjective well-being (kebahagiaan) dan kepuasan dalam kehidupan individu tersebut (Compton, dalam Indriana, 2012). Pekerjaan atau Peran yang dijalani oleh wanita karir dan ibu rumah tangga sudah tentu memiliki rasa kebahagiaan atau kesejahteraan yang subjektif serta kepuasan tersendiri bagi kedua belah pihak, setiap peran yang dijalani akan ada rasa nyaman, senang, bahagia dari emosi positif yang dialami. Wanita bekerja atau karir

13 adalah wanita dengan status menikah yang memiliki pekerjaan di luar rumah, namun memiliki tanggung jawab untuk mengurus keluarganya. Sedangkan ibu rumah tangga adalah wanita yang mempersembahkan waktunya untuk memelihara dan melatih anak-anak, mengasuh anak menurut pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitarnya. Sebagai orang tua yang memiliki kuasa penuh, wanita melayani kepuasan suami, dan anak-anak di rumah. Menurut Mappiare (1983) mengatakan dalam konsep perkembangan zaman dan moderat bahwa seorang ibu rumah tangga memiliki kesempatan untuk mendayagunakan dan kemampuan dan mengikuti keterampilan yang dapat menimbulkan kepuasan bagi diri sendiri namun tidak melupakan peran dan tugas pokoknya sebagai istri. Wanita karir dan ibu rumah tangga akan merasakan subjective well-being dalam peran yang dijalani dalam kehidupan rumah tangga. Misalnya pada wanita karir lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah, maka tidak semua peran yang dapat dijalaninya sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Begitu pula dengan ibu rumah tangga juga dapat merasakan terhambatnya peran yang dijalani dalam keseharian. Wanita karir lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah disebabkan adanya tuntutan dari pekerjaan, akan tetapi wanita karir mampu menyeimbangkan dalam bekerjanya dengan tanggung jawab sebagai ibu dan istri. Selain itu, wanita karir juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari pekerjaan yang akan membantu dan membantu perekonomi keluarga yang merupakan faktor yang dapat

14 meningkatkan kesejahteraan dalam bekerja. Berbeda halnya dengan ibu rumah tangga yang memiliki waktu lebih banyak dibandingkan wanita karir dikarenakan tidak ada kesibukan lain selain lebih focus mengurus keluarga. Namun, pada sisi lain menjadi ibu rumah tangga akan cenderung bergantung pada suami dalam hal pengaturan keuangan. Dari uraian di atas dalam peranan yang dirasakan oleh wanita karir dan ibu rumah tangga akan ada rasa memiliki subjective well-being dalam kehidupannya. Sebab dalam kehidupan itu akan ada ungkapan atau penilaian dari perasaan, perasaan itu bisa berupa kebahagiaan, kepuasan serta hal-hal positif lainnya. Menurut Diener, Scollon, dan Lucas (2003) penggunaan istilah subjective well-being (kesejateraan subjectif) untuk menggambarkan kebahagiaan. Subjective well-being merupakan suatu bentuk evaluasi atau penilaian mengenai kehidupan individu yang bersangkutan, subjective well-being terbagi atas beberapa komponen yang berhubungan, yaitu komponen afektif dan kognitif, komponen afektif terdiri lagi pada dua bagian yaitu afek positif dan negatif. Sedangkan pada komponen kognitif terdiri dari kepuasan hidup. Sebagian orang kerja merupakan merupakan arah untuk menuju ke arah terpenuhinya kepuasan untuk memungkinkan terwujudnya kehidupan social. Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu yang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem yang berlaku pada dirinya

15 sendiri. Hal ini disebabkan atau dikarenakan adanya perbedaan pada setiap peran yang dijalani seperti halnya wanita karir dan ibu rumah tangga. D. Hipotesis berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: terdapat perbedaan subjective well-being antara wanita karir dan ibu rumah tangga.