MATERI DAN METODE. empat Desa yang memiliki populasi terbanyak yaitu Desa Topang, Desa Teluk. Samak, Desa Kemala Sari dan Desa Penyagun.

dokumen-dokumen yang mirip
III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

IV HASIL dan PEMBAHASAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April-Mei 2015 di Kecamatan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang mengikuti perlombaan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali betina umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kosong (empty body weight). Ternak telah berpuasa sejak diberi makan pada sehari

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

MATERI DAN METODE. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkuku genap dan memiliki sepasang tanduk yang melengkung. Kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A

HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni (KTMRSM)

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot

Transkripsi:

III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti pada bulan Februari sampai Maret 2014, dengan menetapkan empat Desa yang memiliki populasi terbanyak yaitu Desa Topang, Desa Teluk Samak, Desa Kemala Sari dan Desa Penyagun. 1.2. Bahan dan Alat Penelitian a. Bahan penelitian Penelitian ini menggunakan kambing kacang umur 1-2 tahun dengan menggunakan 135 ekor kambing kacang (80 jantan dan 55 betina). b. Alat penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital, pita ukur, tongkat ukur, tali, termometer, karung dan timbangan. 1.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei yang dilaksanakan di Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti yaitu pengamatan langsung terhadap ternak kambing kacang. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling pada peternak yang memiliki kambing kacang. 18

1.4.Pengambilan Data Yaitu pengamatan langsung terhadap ternak kambing kacang. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling pada peternak yang memiliki ternak kambing kacang. 1.5.Parameter yang diamati 1. Bobot badan Yaitu diperoleh dengan cara penimbangan dan dihitung dalam satuan kg. 2. Lingkar dada Lingkar dada diukur melingkari rongga dada ( body of sternum) di belakang sendi bahu. Pengukuran dilakukan dengan pita ukur dalam satuan cm. Gambar 3.1. Pengukuran Lingkar Dada 3. Panjang badan Panjang badan diukur dari jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus sampai os ischium. Pengukuran dilakukan dengan tongkat ukur dalam satuan cm. 19

Gambar 3.2. Pengukuran Panjang badan 4. Tinggi pundak Tinggi pundak diukur dari jarak tertinggi pundak sampai permukaan tanah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. Gambar 3.3. Pengukuran Tinggi pundak 5. Tinggi pinggul Tinggi pinggul diukur dari jarak tertinggi pinggul (lumbar vertabrae) yang tegak lurus terhadap permukaan tanah. Pengukuran dilakukan dengan tongkat ukur dalam satuan cm. 20

Gambar 3.4. Pengukuran Tinggi pinggul 1.6. Prosedur Penelitian A. Penetapan Sampel Diawali dengan survei pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti dengan menentukan jumlah populasi ternak dikecamatan tersebut. Kemudian menetapkan jumlah sampel dengan perhitungan menurut rumus Slovin dalam umar (2004) sebagai berikut : n = N 1+ (N (e) 2 ) Keterangan : n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi e : Taraf kesalahan (10%) Jumlah sampel yang sudah dianggap mewakili dari populasi ternak di Kecamatan Rangsang ditentukan secara Purposive Sampling, dalam hal ini menetapkan empat Desa dengan populasi ternak terbanyak yakni Desa Topang, Desa Teluk Samak, Desa Kemala Sari dan Desa Penyagun. B. Teknik Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan setiap hari. Data pengukuran meliputi bobot badan, lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak dan tinggi pinggul. Bobot badan (BB) ditimbang dengan menggunakan dacing (timbangan) dan supaya lebih 21

teliti kambing dimasukkan ke dalam karung plastik. Lingkar dada diukur melingkari rongga dada ( body of sternum) di belakang sendi bahu. Pengukuran dilakukan dengan pita ukur dalam satuan cm. Panjang badan diukur dari jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus sampai os ischium. Pengukuran dilakukan dengan tongkat ukur dalam satuan cm. Tinggi pundak diukur dari jarak tertinggi pundak sampai permukaan tanah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.tinggi pinggul diukur dari jarak tertinggi pinggul (Lumbar vertabrae) yang tegak lurus terhadap permukaan tanah. Pengukuran dilakukan dengan tongkat ukur dalam satuan cm. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara melakukan pengukuran langsung dilapangan, setelah data yang diperoleh melalui pengukuran tersebut, maka dilakukan pengolahan data dan menyimpulkan hasil dari penelitian tersebut. 1.7. Analisis Data Data bobot badan, lingkar dada, dan panjang badan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara statistik kemudian dibahas secara deskriptif dengan menggunakan literatur terkait. Analisis statistik dilakukan dengan menghitung nilai rataan, simpangan baku, koefisien varisai, koofisien korelasi (Sudjana, 1996). Rumus matematis dari masing-masing analisis disajikan sebagai berikut: 1. Rata-rata = Keterangan : X Xi n = Nilai rata-rata sampel = Penjumlahan = Nilai pengamatan sampel = Jumlah sampel 22

2. Simpangan Baku atau Standar Deviasi Jika sampel berukuran n dengan data X1, X2, X3 Xn. Maka statistik menurut Sudjana (1996) dapat dihitung dengan rumus : s = ᵢ 1 Keterangan : X Xi n s = Nilai rata-rata sampel = Penjumlahan = Nilai pengamatan ke-i = Jumlah sampel = Simpangan baku 3. Koefisien Variasi = 100 % Keterangan : Kv = Koefisien Variasi S = Simpangan Baku X = Nilai rata rata sampel Bila koofisien variasi < 20% maka dianggap seragam dan jika koofisien variasi > 20% maka data dianggap tidak seragam ( Sudjana, 1996). 4. Koefisien korelasi Untuk mengetahui tingkat korelasi bobot badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi pinggul, tinggi pundak dilakukan analisis korelasi menurut Warwick, et al., ( 1990) dengan rumus : koefisien korelasi : 23

= ( )( ) ( ) ( ) Keterangan : r = Koefisien variasi. x = Panjang badan, lingkar dada, tinggi pinggul,tinggi pundak. y = Berat badan yang dihasilkan ( kg ). = Penjumlahan. n = Populasi. Penentuan keeratan hubungan antara variabel yang diamati disesuaikan dengan pendapat ( Mirzah, 2009 ) dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Interpretasi Koofisien Korelasi Nilai Koofisien Korelasi Interpretsi +0.8 < r < + 1 Hubungan positif yang erat +0.5 < r < + 0.8 Hubungan positif yang kurang erat 0.0 < r < + 0.5 Hubungan positif yang lemah -1 < r < -0.8 Hubungan negatif yang erat -0.8 < r < - 0.5 Hubungan negatif yang kurang erat -0.5 < r < 0.0 Hubungan negatif yang lemah Sumber : Mirzah(2009) 5. Definisi Operasional Korelasi dalam ilmu statistik adalah hubungan antara dua variabel atau lebih. Koofisien korelasi adalah bilangan yang digunakan untuk mengetahui kuat, sedang dan lemahnya koofisien diantara variabel yang sedang diteliti ( Hartono, 2004). Korelasi positif yaitu koofisien dimana kenaikan variabel pertama diikuti dengan kenaikan nilai variabel atau sebaliknya menurun nilai variabel pertama diikuti menurunnya variabel kedua. Korelasi negatif adalah korelasi dimana 24

kenaikan nilai variabel pertama diikuti dengan menurunnya variabel kedua, atau sebaliknya penurunan variabel pertama diikuti dengan menurunnya jumlah variabel kedua. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Kecamatan Rangsang Kecamatan Rangsang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Ibukota Tanjung Samak. Luas Kecamatan Rangsang 681.00 Km 2 dengan jumlah penduduk 31.373 jiwa, yang terdiri dari 14 desa, dengan satudesa yang di pisah oleh laut yaitu Desa Topang dan duadesa terpisah oleh sungai yaitu Desa Bungur dan Beting. Keadaan suhu lingkungan di Kecamatan Rangsang berkisar antara 26 0 C - 33 0 C. Wilayah kecamatan Rangsang Sebelah Utara berbatas dengan Selat malaka dan Negara Malaysia, Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Tebing Tinggi dan Kabupaten Pelalawan, Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Rangsang Barat & Rangsang Pesisir dan Sebelah Timur berbatas dengan Provinsi Kepulauan Riau (BPS, 2013). Mayoritas Penduduk di Kecamatan Rangsang bekerja sebagai petani, namun ada juga yang bekerja sebagai buruh, pengusaha, PNS, POLRI, TNI dan pegawai swasta dengan jumlah masyarakat ±31.373 jiwa dan ±500 kepala keluarga. Hal ini dapat di buktikan oleh komoditi yang ada di Kecamatan Rangsang, dengan luas area perkebunan kelapa merupakan perkebunan terluas yang mencapai 10778 hektar dengan hasil produksi sebanyak 7570,2 ton sepanjang tahun 2012. Luas perkebunan karet ± 735 hektar dengan produksi 180,6 25

ton, serta luas perkebunan sagu, kopi, dan pinang dengan masing-masing seluas 523 hektar, 148 hektar dan 37 hektar (BPS, 2013). Dilihat dari segi peternakan, dapat dilihat bahwa populasi hewan ternak terbesar adalah kambing, yaitu 1664 ekor, sedangkan sapi sebanyak 474 ekor serta ada 605 ekor babi. Hewan unggas yang ada dan mulai berkembang yaitu ayam ras pedaging sebanyak 30654 ekor, ayam kampung sebanyak 19338 ekor, dan ayam petelur sebanyak 1800 ekor, serta ada juga itik sebanyak 687 ekor. Gambar 4.1. Peta Kecamatan Rangsang 4.2. Morfometrik Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang Performans seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan pengaruh kumulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak (Hardjosubroto, 1994). Performans dapat dilihat dari sifat kualitatif dan kuantitatif 26

(Noor, 2008). Sifat kuantitatif merupakan salah satu sifat yang dapat diukur atau diamati pada seekor ternak. 4.2.1. Tinggi Pinggul Ukuran tinggi pinggul kambing kacang jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Rataan Morfometrik Tinggi Pinggul Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang. No Jenis Kelamin Tinggi Pinggul ( ± SD ) 1 Jantan 52,87 ± 1,33 2 Betina 50,72 ± 0,98 KV (%) 2,25 3,09 Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rataan tinggi pinggul kambing kacang jantan adalah52,87 ± 1,33 cm danbetina 50,72 ± 0,98 cm. Hasil yang didapat lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Setiadiet al. (1997)yaitu tinggi pinggul kambing kacang jantan 58,4 cm sedangkan kambing kacang betina 54,7 cm.begitu jugajika dibandingkan dengan hasil penelitian Sander (2014) tinggi pinggul kambing kacang jantan yaitu 54,2 cm sedangkan kambing kacang betina 52,5 cm. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, faktor genetik adalah faktor yang diwariskan dari generasi ke generasi. Faktor lain yang mempengaruhi tinggi pinggul ternak kambing adalah bobot lahir. Hal ini sesuai dengan pendapat Devendra dan Burns (1994) bahwa bobot lahir penting karena 27

mempunyai hubungan dengan pertumbuhan dan ukuran tubuh saat dewasa dan juga kelangsungan hidup dari anak yang bersangkutan. Menurut Warwick et al.(1990) fenotip suatu bangsa ditentukan nilai genetik dan lingkungannya, dan jika dilihat dari segi lingkungan, yakni suhu kandang ternak di Kecamatan Rangsang berkisar antara 32 0 C 33 0 C. Menurut Mangkuwidjojo (1988) suhu yang nyaman bagi peternakan Kambing berkisar antara 18 0 C 30 0 C. Hal ini sesuai pendapat dari McDowell (1972) yang menyatakan bahwa ternak yang mengalami stres panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan, fungsi kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera makan dan penampilan. Jika dilihat dari sistem perkandangan yang ada di peternakan Kecamatan Rangsang sudah baik, jarak antara lantai kandang dengan tanah sudah tinggi, sekitar 1-1,5 meter sehingga mudah membersihan kotoran ternak kambing, akan tetapi peternak kurang memperhatikan kebersihan kandang yang mana kotoran kambing menumpuk di bawah lantai (Devandra dan Burns, 1994). Jika dilihat dari tingkat keragamannya, maka koefisien variasikambing kacang jantan dan betina senilai 2%. Hal ini masih dapat dikatakan seragam jika dibandingkan dengan pendapat Sudjana (1996) yang menyatakan bahwa bila koefisien variasi kecil dari 20% maka dianggap seragam dan jika koefisien variasi besar dari 20% maka dianggap tidak seragam. 4.2.2. Tinggi Pundak Ukuran tinggi pinggul kambing kacang jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Rataan Morfometrik Tinggi Pundak Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang. 28

No Jenis Kelamin Tinggi Pundak ( ± SD ) 1 Jantan 51,18 ± 1,30 2 Betina 52,45 ± 1,61 KV (%) 2,54 3,08 Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel, rataan tinggi pundak kambing kacang jantan dan betina di Kecamatan Rangsang berturut-turut adalah 51,18 ± 1,30 cm dan 52,45 ± 1,61 cm. Hasil rataan tinggi pundak yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dari hasil yang dinyatakan oleh Setiadiet al. (1997) yaitu tinggi pundak kambing kacang jantan 55,7 cm sedangkan kambing kacang betina 55,3 cm.begitu jugajika dibandingkan dengan hasil penelitian Sander (2014) tinggi pinggul kambing kacang jantan yaitu 52,2 cm sedangkan kambing kacang betina 52,9 cm. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan pada kambing kacang. Menurut Wahyu (1992) gen adalah penentu pola dasar pertumbuhan yang meliputi bentuk-bentuk tulang, otot, dan hormon berfungsi mendorong pertumbuhan. Faktor lain yang mempengaruhi tinggi pundak ternak kambing adalah bobot lahir. Hal ini sesuai dengan pendapat Devendra dan Burns (1994), bobot lahir adalah penting karena mempunyai hubungan dengan pertumbuhan dan ukuran tubuh saat dewasa dan juga kelangsungan hidup dari anak yang bersangkutan. Faktor lain diduga bahwa ternak jantan umur kebanyakan berumur 1-1,5 tahun, namun peternakan tidak memiliki recording, sehingga peneliti hanya melihat umur dari ternak saja. Sementara ternak betina diduga didomonasi oleh umur 2 tahun. Karena ternak kambing yang berumur 2 tahun masih produktif sehingga tidak dilakukan pemotongan, sementara ternak kambing jantan umur 2 tahun sudah dapat dijadikan sebagai hewan korban. 29

Menurut Warwick et al. (1990), fenotipe suatu bangsa ditentukan nilai genetik dan lingkungannya, dan jika dilihat dari segi lingkungan, yakni suhu kandang ternak di Kecamatan Rangsang berkisar antara 32 0 C 33 0 C. Menurut Mangkuwidjojo (1988) suhu yang nyaman bagi peternakan Kambing berkisar antara 18 0 C 30 0 C. Hal ini sesuai pendapat dari McDowell (1972) yang menyatakan bahwa ternak yang mengalami stres panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan, fungsi kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera makan dan penampilan. Jika dilihat dari sistem perkandangan yang ada di peternakan Kecamatan Rangsang sudah baik, jarak antara lantai kandang dengan tanah sudah tinggi, sekitar 1-1,5 meter sehingga mudah membersihan kotoran ternak kambing, akan tetapi peternak kurang memperhatikan kebersihan kandang yang mana kotoran kambing menumpuk di bawah lantai (Devandra dan Burns, (1994). Jika dilihat dari tingkat keragamannya, maka koefisien variasikambing kacang jantan senilai 2% dan betina senilai 3%. Hal ini masih dapat di katakan seragam jika dibandingkan dengan pendapat Sudjana (1996) yang menyatakan bahwa bila koefisien variasi kecil dari 20% maka dianggap seragam dan jika koefisien variasi besar dari 20% maka dianggap tidak seragam. 4.2.3. Lingkar Dada Tabel 4.3. Ukuran lingkar dada kambing kacang jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 4.3. Rataan Morfometrik Lingkar Dada Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang. No Jenis kelamin Lingkar Dada KV ( ± SD ) (%) 1 Jantan 56,93 ± 3,95 6,94 30

2 Betina 57,50 ± 2,19 3,81 Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel, rataan lingkar dada kambing kacang jantan dan betina di Kecamatan Rangsang berturutturut adalah 56,93 ± 3,95 cm dan 57,50 ± 2,19 cm. Hasil rataan lingkar dada yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dari hasil yang dinyatakan oleh Setiadiet al. (1997) yakni lingkar dada kambing kacang jantan 67,6 cm dan kambing kacang betina 62,1 cm. Hal ini juga diduga oleh faktor pakan yang sangat sederhana dimana ternak yang dipelihara di Kecamatan Rangsang yang hanya memakan hijauan lahan gambut kelakai (Asplenum nidus), hijauan lahan gambut pakis (Stenochlaena palustris) dan ilalang ( Imperata cylindrica) yang memiliki nilai gizi yang rendah. Rumput ini tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Namun jika dibandingkan dengan penelitian Sander (2014) lingkar dada kambing kacang jantan sedikit lebih besar yaitu 56,4 cm, sedangkan pada kambing kacang betina sedikit lebih kecil yaitu 57,9. Menurut Bambang(2005) proses pertumbuhan pada semua jenis hewan terkadang berlangsung cepat, lambat dan bahkan terhenti jauh sebelum hewan tersebut mencapai dalam ukuran besar tubuh karena dapat dipengaruhi oleh faktor genetis ataupun lingkungan. Jenis pakan yang dikonsumsi ternak kambing kacang di Kecamatan Rangsang adalah Pakis ( Asplenum nidus), Kelakai ( Stenochlaena palustris), dan Ilalang (Imperata cylindrica). Palatabilitas ternak kambing kacang di Kecamatan Rangsang memiliki palatabilitas yang cukup tinggi terhadap jenis pakan yang ada, yakni terhadap pakan jenis Pakis ( Asplenum nidus), Kelakai ( Stenochlaena palustris), dan Ilalang ( Imperata cylindrica). Konsumsi pakandipengaruhi 31

terutama oleh faktor kualitas pakan, kebutuhan energi ternak, tingkat kecernaan pakan (Parakkasi 1995 ). Sumoprastowo (1994 ), menyatakan bahwa pemberian pakan pada ternak kambing sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi berulangkali, sesuai kebiasaan kambing, sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi ternak tersebut perlu diberi kesempatan yang lebih banyak untuk membangun jaringan-jaringan baru yang rusak. Kandungan pakan yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan peran protein untuk membangun jaringan tubuh sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak.bambang (1993)mengemukakan bahwa, ternak kambing akan mengalami pertumbuhan berat badan sesuai dengan bertambahnya usia ternak kambing. Pertumbuhan dan pertambahan akan baik, apabila diimbangi dengan perawatan yang baik pula. Jika dilihat dari tingkat keragamannya, maka koefisien variasikambing kacang jantan senilai 6% dan betina senilai 3%. Hal ini masih dapat di katakan seragam jika dibandingkan dengan pendapat Sudjana (1996) yang menyatakan bahwa bila koefisien variasi kecil dari 20% maka dianggap seragam dan jika koefisien variasi besar dari 20% maka dianggap tidak seragam. 4.2.4. Panjang Badan Ukuran panjang badan kambing kacang jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Rataan Morfometrik Panjang Badan Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang. No Jenis kelamin Panjang Badan ( ± SD ) 1 Jantan 54,68 ± 1,95 2 Betina 45,74 ± 1,04 KV (%) 3,58 2,27 32

Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel, rataan panjang badan kambing kacang jantan dan betina di Kecamatan Rangsang berturut-turut adalah 54,68 ± 1,95 cm dan 45,74 ± 1,04 cm. Hasil rataan panjang badan yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dari hasil yang dinyatakan oleh Setiadiet al. (1997) yaitu panjang badan kambing kacang jantan 55 cm dan panjang badan kambing kacang betina 47 cm. Hal ini diduga karena faktor genetik dan manajemen pemeliharaan yang sederhana yakni masih bersifat peternakan rakyat dengan pemanfaatan rumput yang seragam, yaitu daun-daunan dan rumput lapang, dimana ternak yang dipelihara di Kecamatan Rangsang yang hanya memakan rumput lapang (liar), daun -daunan (ramban) yang memiliki nilai gizi yang rendah. Lukman et al. (1987) menyatakan bahwa secara umum ukuran panjang badan dan lingkar dada bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Ukuran panjang badan banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang sedangkan ukuran lingkar dada banyak dipengaruhi oleh keadaan perdagingan dan perlemakan. Jika keadaan tersebut berjalan normal, maka kambing dalam keadaan bentuk badan yang kompak, artinya semakin panjang dan semakin besar badan akan menyebabkan bobot badan meningkat. Perbedaan bobot badan kambing kacang antara tempat satu dengan tempat lainnya disebabkan latar belakang pemeliharaan dan keadaan lingkungan yang berbeda. Astuti (1999) menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedangkan faktor lingkungan memberikan kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Namun jika dibandingkan dengan penelitian Sander (2014) panjang badan 33

kambing kacang jantan sedikit lebih besar yaitu 53,3 cm, dan pada kambing kacang betina sedikit kecil rendah yaitu 46,0. Menurut Soeroso (2004) bahwa ternak jantan lebih cepat tumbuh dibandingkan betina pada umur yang sama. Jantan memiliki testosteron salah satu steroid androgen, hormon pengatur pertumbuhan yang dihasilkan sel-sel interstistial dan kelenjar adrenal. Testosteron dihasilkan testis pada jantan, sehingga pertumbuhan ternak jantan dibandingkan betina lebih cepat terutama setelah sifat-sifat kelamin sekunder muncul. Padaternak betina, peningkatan sekresi estrogen menyebabkan penurunan konsentrasi kalsium dan lipida dalam darah sehingga dengan meningkatnya sekresi estrogen akan terjadi penurunan laju pertumbuhan tulang. Bambang (2005) menambahkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi pertumbuhan jaringan dan komposisi karkas. Jika dilihat dari tingkat keragamannya, maka koefisien variasikambing kacang jantan senilai 3% dan betina senilai 2%. Hal ini masih dapat di katakan seragam jika dibandingkan dengan pendapat Sudjana (1996) yang menyatakan bahwa bila koefisien variasi kecil dari 20% maka dianggap seragam dan jika koefisien variasi besar dari 20% maka dianggap tidak seragam. 4.2.5. Berat Badan Tabel 4.5. Ukuran berat badan kambing kacang jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 4.5. Rataan Morfometrik Berat Badan Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang. No Jenis kelamin Berat Badan ( ± SD) 1 Jantan 21,62 ± 1,24 2 Betina 19,25 ± 1,00 KV (%) 5,76 5,21 34

Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel, rataan berat badan kambing kacang jantan dan betina di Kecamatan Rangsang berturutturut adalah 21,62 ± 1,24 cm dan 19,25 ± 1,00 cm. Hasil rataan berat badan yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dari hasil yang dinyatakan oleh Setiadiet al. (1997) yakni berat badan kambing kacang jantan dan kambing kacang betina 25 kg dan 22 kg.begitu juga jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sander (2014) yakni berat badan kambing kacang jantan dan kambing kacang betina 20 kg dan 19 kg. Hal ini diduga karena faktor lingkungan dan manajemen pakan yang sederhana, dan sistem pemeliharaan dimana ternak yang dipelihara di Kecamatan Rangsang yang hanya memakan hijauan lahan gambut kelakai (Asplenum nidus), hijauan lahan gambut pakis (Stenochlaena palustris) dan ilalang ( Imperata cylindrica) yang memiliki nilai gizi yang rendah. Rumput ini tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Ternak kambing yang dipelihara di Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti dipelihara dengan menggunakan sistem pemeliharaan semiintensif yang mana ternak pada siang hari akan dikeluarkan dari kandangnya untuk mencari makanannya sendiri, pada sistem pemeliharaan seperti ini memberikan kesempatan bagi ternak untuk bebas beraktivitas serta kesempatanuntuk memperoleh udara segar dansinar matahari yang baik untuk kesehatan ternak. Berbeda dengan sistem pemeliharaan ternak kambing kacang di Kota Pekanbaru yakni menggunakan sistem pemeliharaan intensif, pada sistem pemeliharaan intensif ternak akan terlindung dari hembusan angin kencang dan sinar matahari yang berlebihan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, produksi 35

dan perkembangbiakan (Tafal, 1981). Ternak yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan intensif akan membatasi ruang gerak ternak sebab dengan dengan kerja otot menaikkkan beban panas ternak sehingga menaikkan beban berat badan (Reksohadiprodjo, 1984). Sedangkanternakkambing kacang yang dipelihara di KotaPekanbaru,diberikan konsentrat sehingga dengan pemberian konsentrat mengakibatkan proses pertumbuhan berat badan maksimal. Lukmanet al. (1987) menyatakan bahwa perbedaan bobot badan kambing kacang antara tempat satu dengan tempat lainnya disebabkan latar belakang pemeliharaan dan keadaan lingkungan yang berbeda. Sumoprastowo (1994), menyatakan bahwa pemberian pakan pada ternak kambing sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi berulangkali, sesuai kebiasaan kambing, sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi ternak tersebut perlu diberi kesempatan yang lebih banyak untuk membangun jaringan-jaringan baru yang rusak. Kandungan pakan yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan peran protein untuk membangun jaringan tubuh sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak. Selanjutnya Martidjo (2009), menyatakan bahwa konsentrat atau makanan untuk penggemukan kambing sangat mendukung pertambahan berat badan, selain pemberiaan makanan yang berupa hijauaan pakan. Kebutuhan konsentrat untuk kambing dewasa yang digemukkan adalah 0,5 1,0 kg. Makanan penguat diberikan dalam bantuk bubur atau diaduk dengan air panas dan diberikan pada pagi atau sore hari. Jika dilihat dari sistem perkandangan yang ada di peternakan Kecamatan Rangsang sudah baik, jarak antara lantai kandang dengan tanah sudah tinggi, sekitar 1-1,5 meter sehingga mudah membersihan kotoran ternak kambing, 36

akan tetapi peternak kurang memperhatikan kebersihan kandang yang mana kotoran kambing menumpuk di bawah lantai.hal ini berdampak terhadap bertambahnya bobot badan ternak kambing kacang itu sendiri. Sesuai pendapatprihatman (2000), menyatakan bahwa bobot badan dipengaruhi oleh manajemen lingkungan seperti sanitasi dan tindakan preventif, pengontrolan penyakit, perawatan ternak, pemberian vaksinasi dan obat, pemeliharaan kandang dan pemberian pakan. Selain itu, juga diduga karena faktor manajemen waktu dalam pemberian pakan kepada ternak itu sendiri. Untuk meningkatkan bobot badan pada ternak kambing, pemberian pakannya sebaiknya dimulai pada pagi hari yaitu mulai pukul 08.00 14.00. Hal ini dilakukan karena pada pagi hari ternak mendapat kesempatan yang banyak pula untuk mengunyah makanan tersebut. Semakin banyak waktu yang diberikan kepada ternak kambing untuk mengkonsumsi pakan, maka akan menghasilkan bobot badan yang lebih optimal. Sebaliknya, pemberian pakan pada ternak kambing yang dilakukan pukul 14.00 17.30, ternak tidak memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengkonsumsi pakan dan tidak dapat menguyah makanannya dengan baik, sehingga akan menghasilkan bobot badan yang kurang optimal (Rudiah, 2011). Berat badan seekor ternak juga dipengaruhi oleh faktor suhu. Hal ini sesuai pendapat dari McDowell (1972) yang menyatakan bahwa ternak yang mengalami stres panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan, fungsi kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera makan dan penampilan.church dan Pond (1988), menambahkan bahwa makin baik kualitas 37

pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pula. Jika dilihat dari tingkat keragamannya, maka koefisien variasikambing kacang jantan dan betina senilai 5%. Hal ini masih dapat di katakan seragam jika dibandingkan dengan pendapat Sudjana (1996) yang menyatakan bahwa bila koefisien variasi kecil dari 20% maka dianggap seragam dan jika koefisien variasi besar dari 20% maka dianggap tidak seragam. 4.3. Nilai Korelasi antara Ukuran-Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa pemakaian bermacam - macam ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak dan lebar dada akan dapat digunakan sebagai penduga bobot badan seekor ternak dengan ketelitian yang cukup baik. Nilai korelasitinggi Pinggul, Tinggi Pundak, Lingkar Dada dan Panjang Badan dengan Bobot Badan dengan bobot badan kambing kacang jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Nilai Korelasi Ukuran-Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Kambing Kacang di Kecamatan Rangsang No Parameter Jantan Betina 1 Tinggi Pinggul dengan 0,20 0,33 Bobot Badan 2 Tinggi Pundak dengan Bobot Badan 0,88 0,78 3 Lingkar Dada 0,87 0,77 38

4 denganbobot Badan Panjang Badan dengan Bobot Badan 0,15 0,48 4.3.1. Korelasi antara Tinggi Pinggul dengan Bobot Badan Dari analisis korelasi menunjukkan bahwa tinggi pinggul berkorelasi positif terhadap bobot badan dengan koefisien korelasi pada kambing kacang jantan 0,19 dan kambing kacang betina 0,33. Menurut Mirzah (2009) hasil kedua koefisien korelasi ini menunjukkan bahwa hubungan positif yang lemah. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik, dimana ternak yang dipelihara di Kecamatan Rangsang tidak memiliki recording, maka diduga terjadi inbreeding, sehingga menurunkan mutu genetik ternak.sesuai dengan pendapat Rusfrida (2007 ) yang menyatakan bahwa korelasi biasanya disebabkan oleh gen-gen yang mempengaruhi suatu sifat tertentu juga mempengaruhi sifat yang lain dan faktor lingkungan yang mempengaruhi satu sifat tertentu jugamempengaruhi sifat yang lain. Ukuran tinggi pinggul dapat digunakan untuk menentukan berat badan ternak selain dari penimbangan, tinggi pinggul memiliki hubungan yang linier dengan bobot badan ternak (Yasmet, 1986). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Sander (2014) bahwa tinggi pinggul dengan bobot badan berkorelasi positif, akan tetapi nilai koofisien korelasinya berbeda yaitu kambing kacang jantan 0,37 dan betina 0,72. 4.3.2. Korelasi antara Tinggi Pundak dengan Bobot Badan Dari analisis korelasi menunjukkan bahwa tinggi pundak berkorelasi positif terhadap bobot badan dengan koefisien korelasi pada kambing kacang jantan 0,88. Menurut Mirzah (2009) koefisien korelasi 0,88 menunjukkan bah wa 39

hubungan positif yang erat, artinya peningkatan ukuran tubuh sudah mulai seimbang dengan bertambahnya bobot badan. Sementara pada kambing kacang betina 0,78. Menurut Mirzah (2009) koefisien korelasi 0,78 menunjukkan bahwa hubungan positif yang kurang erat, artinya dalam penelitian ini peningkatan ukuran tubuh sudah mengalami peningkatan namun belum seimbang seiring bertambahnya bobot badan. Hubungan tinggi pundak dengan bobot badan kambing lebih erat daripada domba karena memilki proporsi potongan-potongan tulang disekitar pundak (Yasmet, 1986). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Sander (2014) bahwa tinggi pundak dengan bobot badan berkorelasi positif, akan tetapi nilai koofisien korelasinya berbeda yaitu kambing kacang jantan 0,54 dan betina 0,69. 4.3.3. Korelasi antara Lingkar Dada dengan Bobot Badan Dari hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa lingkar dada berkorelasi positif terhadap bobot badan dengan koefisien korelasi kambing kacang jantan 0,87. Menurut Mirzah (2009) koefisien korelasi 0,87 menunjukkan bah wa hubungan positif yang erat, artinya peningkatan ukuran tubuh seimbang dengan pertambahan bobot badan. Sementara pada Kambing Kacang betina 0,77. Menurut Mirzah (2009) koefisien korelasi 0,77 menunjukkan bahwa hubu ngan positif yang kurang erat, artinya ukuran tubuh sudah mengalami peningkatan namun belum seimbang seiring bertambahnya bobot badan ternak itu sendiri.sesuai dengan pendapat Bambang (1993) yang mengemukakan bahwa, ternak kambing akan mengalami pertumbuhan berat badan sesuai dengan bertambahnya usia ternak kambing. 40

Pertumbuhan dan pertambahan akan baik, apabila diimbangi dengan perawatan yang baik pula. Keeratan hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada lebih bertahan sampai umur yang lebih tua dibandingkan keeratan hubungan antara bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh lainnya. Hal ini sesuai pendapat Herman dkk. (1985) bahwa selama hewan mengalami pertumbuhan, lingkar dada lebih mengikuti pertambahan bobot badan, juga menyatakan bahwa lingkar dada merupakan penduga bobot badan yang paling tepat pada kambing Peranakan Etawa baik jantan maupun betina. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Sander (2014) bahwa lingkar dada dengan bobot badan berkorelasi positif, akan tetapi nilai koofisien korelasinya berbeda yaitu kambing kacang jantan 0,63 dan betina 0. Doho (1994) menyatakan bahwa pertambahan ukuran-ukuran tubuh pada hewan menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih besar dan diikuti dengan semakin menambah kekuatan dan kesuburan otot-otot penggantung musculus serratus ventralis dan musculus pectoralis yang terdapat didaerah dada, sehingga pada gilirannya ukuran lingkar dada semakin meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fourie et al. (2002) bahwa lingkar dada dan panjang badan mempunyai pengaruh besar pada bobot badan. Lingkar dada meningkat seiring dengan umur ternak. Ukuran tubuh yang mempunyai hubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Menurut Suwano (1998) menyatakan bahwa ada korelasi antara lingkar dada dengan bobot badan, bila lingkar dada bertambah 1% maka bobot badan bertambah 3%. 4.3.4. Korelasi antara Panjang Badan dengan Bobot Badan 41

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa panjang badan berkorelasi positif terhadap bobot badan dengan koefisien korelasi kambing kacang jantan adalah 0,15 cm dan kambing kacang betina adalah 0,48 cm. Menurut Mirzah (2009) koefisien korelasi 0,15 dan 0,48 menunjukkan bahwa hubungan positif yang lemah, artinya korelasinya rendah atau lemah. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Sander (2014) bahwa panjang badan dengan bobot badan berkorelasi positif, akan tetapi nilai koofisien korelasinya berbeda yaitu kambing kacang jantan 0,06 dan betina 0,78. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan manajemen pemeliharaan yang sangat sederhana yakni masih bersifat peternakan rakyat dimana ternak kambing tersebut diberikan pakan yang seragam yaitu daun-daunan dan rumput lapang. Astuti (1999) menyatakan bahwa faktor g enetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedangkan faktor lingkungan memberikan kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Menurut Dwiyanto et aldalam Erfan (2004) semakin besar dan semakin panjang tubuh akan menyebabkan bobot badan meningkat, hal ini diumpamakan sebagai silinder yang volumenya dipengaruhi oleh diameter (lingkar dada) dan ketinggiannya (tinggi pundak). Lukman et al. (1987) menyatakan bahwa secara umum ukuran panjang badan dan lingkar dada bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Ukuran panjang badan banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang sedangkan ukuran lingkar dada banyak dipengaruhi oleh keadaan perdagingan dan perlemakan. Jika keadaan tersebut berjalan normal, 42

maka kambing dalam keadaan bentuk badan yang kompak, artinya semakin panjang dan semakin besar badan akan menyebabkan bobot badan meningkat. 43