BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN CIGENDING KECAMATAN UJUNG BERUNG KOTA BANDUNG.

KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

KUESIONER KENYAMANAN PENGGUNA

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

DAFTAR PUSTAKA Buku dan Referensi Tugas Akhir, Tesis dan Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN (Kasus: Taman Lesmana dan Taman Pandawa)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Taman Pintar telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

Indikator Konten Kuesioner

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

BAB IV PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP PENATAAN PASAR TRADISIONAL

Tugas Akhir Analisa Taman Menteng Sebagai Taman Kota Berdasarkan Kriteria Kualitas Taman, Jakarta Pusat BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB V ARAHAN PERBAIKAN FISIK PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI

Kriteria Fasilitas Olahraga Ideal bagi Masyarakat Perkotaan

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberikan kesimpulan sebagai berikut : prosedur pelayanan di UPTSA tergolong mudah sehingga kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

Wali Kota Ajak Masyarakat Bangun Kota dengan Kebersamaan

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

Kuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

Salah satunya di Kampung Lebaksari. Lokasi Permukiman Tidak Layak

KEBUTUHAN TAMAN KOTA RAMAH LANSIA DI KOTA BOGOR Eneng Dayu Saidah 1) ; Indarti Komala Dewi 2) ; Ni Made Esti Nurmani 3).

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

ARAHAN PENATAAN PEMAKAMAN UMUM TRUNOJOYO BANYUMANIK DENGAN KONSEP TAMAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENELUSURAN NODES BEBERAPA KECAMATAN DI KOTA MALANG

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA

BAB IV HASIL PENELITIAN

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

KELURAHAN SELINDUNG BARU

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ini pun di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH KELURAHAN GANDUS 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UKDW

METODOLOGI PENELITIAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. semarang utara yang memiliki luas Ha. Kecamatan ini

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENOMORAN RUMAH DAN BANGUNAN DI KOTA BATU

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

Transkripsi:

127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan akhir dari seluruh tahapan studi yang telah dilakukan. Bab ini berisi temuan dan kesimpulan studi yang menjelaskan secara umum mengenai ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. Berdasarkan kesimpulan tersebut akan dibuat rekomendasi studi. Selain itu, pada bagian akhir akan dikemukakan keterbatasan studi dan usulan studi lanjutan. 5.1 Temuan Studi Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dilakukan dalam studi ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending, diperoleh temuan studi sebagai berikut. Ketersediaan Ruang Bermain Anak di Kelurahan Cigending 1. Kuantitas a. Berdasarkan standar penyediaan yang berlaku, kebutuhan jumlah dan luas lahan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending adalah sebagai berikut. Skala RT : 46 x 250 m² Skala RW : 11 ruang bermain dengan total luas lahan 5825.5 m² Skala Kelurahan : 1 x 3500 m² b. Berdasarkan hasil analisis dan observasi, ketersediaan ruang bermain terprogram di Kelurahan Cigending hanya berjumlah 1 ruang bermain dengan luas lahan 602 m² yang terdapat di wilayah permukiman terencana RW 11. Angka ini menunjukkan ruang bermain terprogram yang tersedia di skala RW Kelurahan Cigending baru memenuhi 10.33% dari total luas lahan yang dibutuhkan, dan 9.09% dari total jumlah ruang bermain yang dibutuhkan. Untuk ruang bermain pada skala RT dan Kelurahan sama sekali tidak tersedia ruang bermain terprogramkan, sehingga nilai kesesuaiannya 0%.

128 c. Ketersediaan ruang bermain tak terprogramkan memberikan kontribusi yang cukup besar bila dibandingkan dengan ketersediaan ruang bermain yang terprogramkan. Ruang bermain tak terprogramkan pada skala RT memperoleh nilai kesesuaian luas lahan sebesar 8.83% dan kesesuaian jumlah ruang 34.78%. Angka ini memang masih relatif kecil tetapi masih lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kesesuaian ruang bermain terprogram. Pada skala RW, ruang bermain tak terprogram yang tersedia berjumlah 8 ruang (72.73%) dengan total luas lahan 2200 m² (37.76%). d. Dari keseluruhan ruang bermain tak terprogramkan yang tersedia, jumlah ruang privat lebih banyak dibandingkan dengan ruang yang bersifat publik dengan perbedaan yang cukup signifikan. Dari 26 ruang bermain yang ada, hanya empat ruang yang sifat kepemilikannya publik dan atau semi publik. e. Pada skala kelurahan sama sekali tidak terdapat taman ataupun ruang bermain anak (0%). Pada skala kecamatan, terdapat Alun-alun Ujung Berung yang memenuhi 33% kebutuhan luas lahan. f. Ditinjau dari persebarannya, ruang bermain anak pada skala RT hanya terdapat di beberapa unit RW. Namun, pada penggunaannya, ruang bermain yang ada tetap melayani lebih dari satu unit RT. Untuk skala pelayanan RW, masih ditemukan tiga RW yang tidak memiliki ruang bermain skala RW. Selain itu, masih terdapat ketimpangan antara ketersediaan ruang bermain yang tersedia di perumahan terencana dengan perumahan tak terencana. g. Terdapat dua RW yang sama sekali tidak memiliki ruang untuk bermain ataupun berolahraga, yaitu RW 05 dan RW 06. Sebagai alternatif, Alun-alun Ujung Berung di RW 05 dan jalan buntu di depan halaman BKB di RW 06 yang sering menjadi tujuan anak bermain.

129 2. Kualitas a. Berdasarkan kriteria keamanan dan keselamatan, hanya satu ruang bermain yang dapat dikategorikan sesuai yaitu lapangan voli di RW 04. Pada dasarnya kriteria keamanan sudah cukup dapat terpenuhi dengan baik dibandingkan dengan keselamatan. Hal ini disebabkan adanya indikator penilaian kriteria keselamatan yang tidak dapat dipenuhi di hampir setiap ruang bermain yaitu tidak terdapat alat permainan yang membahayakan keselamatan anak, sebab pada umumnya tidak terdapat alat permainan di ruang bermain yang diobservasi sehingga penilaian tidak dapat dilakukan. Jika indikator tersebut dikesampingkan, maka lapangan badminton di RW 02 dan lapangan voli di RW 10 akan memenuhi kedua kriteria ini. b. Pemenuhan kriteria aksesibilitas dan kesesuaian fungsi masih didominasi oleh tidak sesuai sebesar 58% dan kurang sesuai sebesar 42%. Pada kriteria akses, dua indikator yang masih sulit dipenuhi adalah tidak dipisahkan topografi dan jalan yang menyulitkan dan membahayakan anak dan tersedianya jalur pejalan kaki yang memadai. Kriteria kesesuaian fungsi jelas masih sangat sulit untuk dipenuhi mengingat ruang bermain yang diobservasi didominasi oleh ruang tak terprogram, sehingga rata-rata belum memiliki luas yang ideal dan tidak menyediakan permainan yang dapat memberikan pengaruh pada perkembangan motorik, sosial, emosi dan kognitif anak. c. Dari hasil analisis penilaian kesesuaian kriteria kenyamanan diperoleh hasil 42% ruang bermain sesuai, 31% kurang sesuai dan sisanya 27% tidak sesuai. Hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya bobot penilaian kenyamanan. Dari 26 ruang bermain yang diobservasi, tujuh diantaranya tidak memenuhi satu pun indikator yang terdapat pada penilaian kriteria kenyamanan. Indikator yang paling sulit untuk dipenuhi adalah adanya penggabungan aktivitas.

130 Pemanfaatan Ruang Bermain Anak di Kelurahan Cigending 3. Karakteristik Pengguna Ruang Bermain a. Pengguna sarana bermain anak di Kelurahan Cigending didominasi oleh lakilaki dan anak-anak kelompok usia 7-14 tahun. Hal ini mendukung karakteristik anak berusia 7-14 tahun yang memang sudah ingin lepas dari pengawasan orang tua dan mulai bergaul dengan teman sebaya. Namun, hal yang cukup menarik terjadi di RW 04 di mana ditemukan lebih banyak anak perempuan. b. Asal pengguna didominasi oleh pengguna dari dalam lingkup wilayah RW. Namun, hal yang kontradiktif terjadi di lapangan olahraga milik Wisma Resko RW 02, di mana penggunanya didominasi oleh anak-anak yang berasal dari RW 01. Faktor yang paling berpengaruh adalah aksesibilitas. Akses dari dan menuju ke lapangan Resko dari RW 01 memang lebih baik dan mudah dibandingkan dengan akses dari dan menuju ke RW 02. Oleh karena itu, akses menjadi salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam menyediakan sebuah sarana bermain, agar sarana tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. c. 40% responden mengaku tidak menggunakan ruang bermain yang tersedia di lingkungannya. 35% dari jumlah tersebut mengaku mengetahui keberadaan ruang bermain di lingkungannya, sedangkan 5% sisanya mengaku tidak mengetahui informasi adanya ruang bermain yang tersedia di lingkungannya. Faktor utama penyebab mereka tidak menggunakan ruang bermain yang ada adalah faktor jarak dan teman bermain, sedangkan faktor adanya larangan dari orang tua hanya berlaku pada anak dalam kelompok usia 2-6 tahun. d. Jenis pekerjaan orang tua didominasi oleh buruh dan swasta. Hal ini menggambarkan latar belakang ekonomi pengguna mayoritas adalah golongan menengah ke bawah (terutama di wilayah permukiman tak terencana).

131 4. Karakteristik Penggunaan Ruang Bermain a. Waktu kunjungan didominasi oleh sore hari, sehingga sore hari menjadi waktu efektif penggunaan ruang sebagai tempat bermain. Hal yang cukup berbeda terdapat di Alun-alun Ujung Berung. Waktu efektif untuk bermain di ruang tersebut adalah siang dan malam hari. Siang hari, alun-alun dipenuhi anak-anak yang bermain sepulang sekolah (dengan masih mengenakan seragam). Malam hari, alun-alun dijadikan tempat bermain anak-anak sambil menunggu waktu sholat Isya dan belajar mengaji. b. Frekuensi kunjungan didominasi oleh sering atau sekitar 5-7 kali seminggu. Hal ini disebabkan adanya waktu luang yang dimiliki anak dalam setiap harinya. Selain itu, bermain juga telah menjadi kebutuhan bagi anak-anak untuk menyalurkan energi dan potensi yang ada di dalam dirinya. Mereka membutuhkan interaksi sosial dalam bermain untuk mengembangkan kemampuan emosi, motorik maupun kognitifnya. c. Jenis permainan yang mendominasi hampir seluruh ruang bermain adalah bermain bola. Hal ini didukung oleh faktor ruang yang relatif kosong sehingga anak-anak lebih leluasa melakukan permainan fisik, seperti bermain bola, layang-layang, bersepeda, dan lain-lain. d. Penggabungan aktivitas masih terjadi di hampir seluruh ruang bermain anak yang ada di Kelurahan Cigending. Mulai dari aktivitas orang dewasa yang seringkali membuat anak-anak tersingkirkan, sampai aktivitas warga dalam membuang sampah ke ruang yang sering digunakan anak-anak untuk bermain. Selain itu, parkir kendaraan dan kegiatan berdagang pun masih terlihat di lokasi ruang bermain anak. 5. Preferensi pengguna mengenai ketersediaan ruang bermain anak di lingkungannya. a. Bentuk sarana bermain yang diharapkan warga adalah taman bermain anak (playground). Alasan utama terpilihnya bentuk ini adalah karena kelengkapannya sebagai suatu sarana bermain dan fungsinya yang sesuai

132 untuk perkembangan anak. Lapangan olah raga menjadi bentuk sarana bermain kedua yang diharapkan warga. Alasannya agar lebih optimal pemanfaatannya, bisa sekaligus melayani kebutuhan orang dewasa. b. Prioritas pengguna dalam menentukan aspek yang harus dipenuhi dalam penyediaan sarana bermain anak adalah keamanan sebagai prioritas pertama, keselamatan di tempat kedua, dan kenyamanan di prioritas ketiga. Selanjutnya aksesibilitas dan yang terakhir adalah kesesuaian fungsi. Urutan prioritas ini agak berbeda dengan urutan prioritas menurut literatur dan analisis studi, kecuali pada bagian keamanan dan keselamatan. Kenyamanan merupakan prioritas yang cukup penting menurut pengguna ruang bermain (orang tua) di Kelurahan Cigending. 5.2 Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesesuaian ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. Hasil identifikasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan optimasi penyediaan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending pada masa yang akan datang. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending adalah sebagai berikut. 1. Ditinjau dari kuantitasnya, ruang bermain tak terprogram di Kelurahan Cigending memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan ruang bermain terprogram, terutama dalam memenuhi kebutuhan jumlah ruang bermain. Namun, bila ditinjau dari kepemilikannya, ruang bermain tak terprogramkan yang tersedia lebih banyak yang bersifat privat. Pada dasarnya, baik ruang publik maupun ruang privat sama-sama memiliki potensi untuk digunakan sebagai tempat bermain. Namun, kepemilikan ruang yang lebih banyak bersifat privat daripada yang bersifat ruang publik membuat ketersediaan ruang bermain tak terprogram di Kelurahan Cigending menjadi kurang potensial untuk dikembangkan.

133 2. Hasil perbandingan antara kebutuhan ruang bermain berdasarkan standar dengan ketersediaan ruang bermain yang ada saat ini masih menunjukkan kesenjangan yang cukup besar, terutama dalam nilai kesesuaian luas lahan. Selain karena faktor ketersediaan ruang bermain yang memang masih minim di lapangan, faktor internal dari standar juga patut menjadi pertanyaan. Apakah standar yang digunakan sebagai perbandingan masih perlu disempurnakan atau membutuhkan penyesuaian untuk dapat diterapkan di sebuah lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu. 3. Kualitas ruang bermain yang ada saat ini masih perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam memenuhi kriteria sebagai berikut: Tersedianya alat permainan yang tidak membahayakan keselamatan anak Tidak dipisahkan oleh topografi dan jalan yang menyulitkan anak Tersedianya jalur pejalan kaki yang memadai Memiliki luas ideal untuk menampung berbagai aktivitas permainan anak Tersedianya permainan yang dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan motorik, sosial, emosi dan kognitif anak Tidak terjadinya penggabungan aktivitas 4. Pemanfaatan ruang bermain yang ada saat ini menunjukkan tingginya frekuensi bermain anak setiap harinya. Frekuensi kunjungan di hampir setiap ruang bermain di Kelurahan Cigending adalah sering (5-7 kali dalam seminggu). Jumlah pengunjung ruang bermain setiap harinya juga cukup tinggi. Hal ini menunjukkan kebutuhan anak akan tersedianya tempat bermain yang berkualitas sangat tinggi. Oleh karena itu, ketersediaan ruang bermain di Kelurahan Cigending perlu ditingkatkan lagi jumlahnya, atau minimal ruang bermain yang saat ini telah tersedia perlu lebih dioptimalkan lagi kualitasnya.

134 5.3 Rekomendasi Studi Dari kesimpulan yang telah dikemukakan, pada bagian ini akan disampaikan rekomendasi untuk mengoptimalkan penyediaan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. 1. Peran Pemerintah sangat diperlukan dalam usaha memenuhi kebutuhan anak-anak akan tersedianya tempat bermain yang berkualitas. Ruang-ruang bermain tak terprogramkan yang saat ini tersedia di Kelurahan Cigending dapat dioptimalkan fungsinya bila Pemerintah memanfaatkan ruang tersebut untuk menyediakan sebuah tempat bermain terprogramkan. Hal ini dapat dilakukan, salah satunya dengan berusaha membina kerja sama yang baik dengan pemilik tanah, yaitu dengan membeli lahan kosong yang tersedia, sehingga statusnya menjadi ruang publik. Hal ini didukung oleh adanya informasi bahwa tanah yang puluhan tahun tak terbangun di Kelurahan Cigending dikarenakan ketidakmampuan pemilik tanah untuk membangun serta tidak lakunya tanah tersebut untuk dijual. Langkah yang dapat dilakukan untuk dapat menjembatani tercapainya hal tersebut adalah perlu ditingkatkannya kemitraan antara Dinas Pertamanan dan Pemakaman dengan pihak Kelurahan. 2. Optimasi fungsi dan kualitas ruang bermain yang saat ini telah sering digunakan anak-anak akan lebih efektif daripada membangun sebuah tempat bermain baru di lokasi dan lingkungan yang baru. Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya berusaha memanfaatkan ruang-ruang yang ada saat ini untuk dikembangkan menjadi sebuah tempat bermain terprogramkan yang berkualitas. 3. Standar penyediaan fasilitas untuk daerah permukiman yang baru akan dikembangkan dengan standar penyediaan fasilitas untuk permukiman yang sudah berkembang, baik secara terencana maupun tak terencana, sebaiknya dibedakan. Untuk permukiman yang baru akan dikembangkan, standar penyediaan fasilitas dapat difokuskan pada jumlah, luas lahan dan distribusi fasilitas yang akan disediakan, dalam hal ini adalah tempat bermain. Lain halnya dengan

135 permukiman yang sudah berkembang, standar penyediaan fasilitasnya dapat lebih difokuskan pada pemenuhan kualitas dan fungsinya. 4. Penyediaan tempat bermain seharusnya dibedakan dengan penyediaan taman, sebab pada dasarnya taman dan tempat bermain memiliki fungsi utama yang berbeda. Selama ini penyediaan tempat bermain belum tercantum secara jelas dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota, padahal seharusnya penyediaan tempat bermain anak tercakup di dalamnya. 5. Bila ditinjau dari penggunaan ruang, pada umumnya anak-anak memanfaatkan ruang bermain yang ada untuk melakukan permainan fisik, seperti bermain bola, bersepeda, kejar-kejaran, dan lain-lain. Hal ini mendorong diperlukannya sebuah tempat bermain yang fleksibel. Maka dari itu, alat permainan yang sifatnya tidak permanen sangat direkomendasikan untuk mendukung fungsi dari tempat bermain. 6. Perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah tempat bermain yang layak dan memadai bagi anak-anak. Jika kesadaran ini telah berkembang dari lingkup yang paling kecil, setidaknya akan ada usaha untuk mengoptimalkan kualitas dari ruang bermain yang ada saat ini. Dengan adanya kesadaran tersebut, masyarakat akan lebih memberikan perhatian pada pemeliharaan ruang bermain. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mencapainya adalah sosialisasi mengenai manfaat yang dapat diterima dari tersedianya ruang bermain yang berkualitas, di lingkup-lingkup organisasi terkait seperti BKB (Bina Keluarga Balita). 7. Mengoptimalkan fungsi dari ruang bermain tak terprogramkan dapat dilakukan dengan cara pembagian waktu penggunaan ruang ataupun pembagian ruang dalam melakukan aktivitas, terutama untuk ruang yang memiliki luas memadai, seperti Alun-alun Ujung Berung.

136 5.4 Keterbatasan Studi dan Usulan Studi Lanjutan Studi ini masih memiliki banyak keterbatasan. Berikut ini beberapa keterbatasan studi serta usulan studi lanjutan untuk menyempurnakan studi ini. 1. Kesediaan partisipasi masyarakat dalam penyediaan sarana bermain anak dalam studi ini belum dibahas secara mendalam dan hanya berfungsi sebagai data pendukung saja. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi mengenai partisipasi masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan sarana bermain anak di lingkungan permukiman. 2. Studi ini hanya mengambil wilayah studi dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang relatif rendah di satu kelurahan saja. Maka, sebagai bahan perbandingan, dapat dilakukan studi sejenis di wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang juga rendah, tetapi pada wilayah kelurahan yang berbeda karakteristiknya dengan Kelurahan Cigending.