BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pertama kali menemukan dan menyelidiki karet atau elastic gum ialah Pietro

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mulai. Studi pustaka. Pengumpulan d. Penyusunan control chart Xbar-R dengan Minitab. - Po - PRI. Apakah control chart. terkendali?

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

BAB II LANDASAN TEORI

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

Proses Pembuatan Madu

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam dunia industri, kualitas merupakan faktor dasar yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

BAB I PENDAHULUAN. Ban adalah bagian terpenting dari sebuah kendaraan, karena ban satu-satunya yang mempunyai kontak langsung dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

TUGAS AKHIR STUDI PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PRES MOLD KARET ALAM UNTUK KOMPONEN SEPEDA MOTOR

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet

BAB I PENDAHULUAN. lama. Dengan banyaknya gedung gedung yang dibangun maka sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industry yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia. Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai Benua Baru. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon pohon itu hidup secara liar di hutan hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang orang Amerika asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dapat dipantul pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut.

Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebagai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Frenhneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut. Freshneau juga menyertakan gambar dari tanamana tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanamana Hevea ini. Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh. Cara perlukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien daripada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali kali. Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis Muell Erg. Nama ini diperkenalkan karena tanaman Hevea yang didapat barasal dari Brazil, tepatnya di daearah Amazon. Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi primadona daerah daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tuhun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120 130 o C. Dengan cara vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang diketahui dapat dimanfaatkan. Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk

mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich.. (Tim Penulis PS, 1999) 2.2 Karet Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapai bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi bersama sedikit belerang (sekitar 20%) ia menjadi bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang divulkanisasi bersifat regas ketika diregang yakni makin melunak karena rantainya pecah pecah dan kusut. Namun, karet yang tervulkanisasi jauh lebih tahan renggang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan regang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut. Karet alam adalah polimer dari suatu isoprene (2 metil 1.3 butadiena) : CH 2 = CH CH = CH 2 (CH 2 CH = CH CH 2 ) n CH 3 CH 3 ( 2 metil 1.3 butadiena ) ( Karet alam ) Berat molekul karet alam rata rata 10.000 40.000. Molekul molekul polimer karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan C-C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan

mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan bahan yang bersifat elastis. Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai mikiroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara terbuka lateks akan segara dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain lain. Mikroba akan menguraikan kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam asam yang berantai molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan ph. Bila penurunan ph mencapai 4,5 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi. Sifat sifat mekanis karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang membedakan karet alam dengan benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem deres, musim dan keadaan lingkungan kebun. ( M.A. Cowd., 1991 ) 2.2.1. Karet Alam Karet alam atau karet mentah memiliki sifat fleksibel harganya relative ringan tapi daya sambung atau daya rekatnya jauh lebih rendah dibanding dengan karet sintetis bila dibuat perekat. Karet alam tidak bisa dipakai untuk menyambung plastic. Perekat yang dibuat dari karet ala mini tidak tahan terhadap bahan pelarut, minyak, bahan oksidasi, dan sinar ultraviolet, mudah sekali rusak bila terkena panas. Tahan terhadap panas pada

suhu 35 40 o C sebelum divulkanisir. Jika divulkanisir akan tahan terhadap panas 70 o C. Karet alam larut dengan baik pada pelarut hidrokarbon. Perekat ini berguna untuk benda yang ringan seperti kain, karet busa. Mengelupas pada beban 3 kg/cm 2 pada suhu kamar. Bila karet alam ini divulkanisir ia akan menjadi tahan panas dan kekuatan mengelupas sempai 6 kg/m 2. salah satu keunggulan dari solusi karet alam tidak beracun, pelarut yang dipakai tidak menyengat tajam dihidung dan tidak mudah terbakar, viskositas dari solusi ini kira kira 25%. Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung lebih tinggi. (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko, 2008) 2.2.1.1. Sifat Sifat Karet Alam 1. Daya elastisitas atau daya lentingnya sempurna 2. Sangat plastis, sehingga mudah diolah 3. Tidak mudah panas 4. Tidak mudah retak

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering Komponen Komponen dalam lateks segar (%) Komponen dalam lateks kering (%) Karet hidrokarbon 36 92-94 Protein 1.4 2.5-3.5 Karbohidrat 1.6 Lipida 16 2.5-3.2 Persenyawaan organic 0.4 lain Persenyawaan 0.5 0.1-0.5 anorganik Air 58.5 0.3-1.0 Sumber : Dipetik dan dikompilasi dari Morton, M. Rubber Technology. Edisi ke-3. New York : Van Nostrand Reinhold, 1987. Pada saat penyimpangan, kekerasan karet alam bertambah. Penambahan kekerasan diindikasikan oleh nilai viskositas Mooney-nya. Viskositas Mooney merupakan suatu pengujian terhadap viskositas dari karet. Semakin tinggi nilai viskositas Mooney maka semakin tahan karet terhadap regangan (strain). Pengerasan pada saat penyimpanan disebabkan rekasi sambung silang dari jumlah kecil gugus aldehid yang terdapat dalam molekul karet.. (Indra Surya., 2006) 2.2.3. Lateks Lateks ialah cairan berwarna putih yang keluar dari pembuluh pohon karet bila dilukai. Pembuluh karet adalah suatu sel raksasa yang mempunyai banyak inti sel sehingga

lateks ini juga disebut protoplasma. Lateks juga didefenisikan sebagai system fosfolipida yang terdispersi dalam serum. Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet remah. Bahan baku lateks (Havea Brasiliensis) adalah sistem koloid yang kompleks, terdiri dari partikel karet dan zat lain yang terdipersi dalam cairan. 2.3. Karet Remah Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relative baru. Dalam perdagangan dikenal dengen sebutan karet sperelatif baru, karena penentuan kualitas atua penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisa yang teliti di laboratorium dan dengan menggunakan perlengkapan analisis yang mutakhir. Dengan pengolahan karet remah diperoleh beberapa keuntungan yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam dan penyajiannya lebih menarik. Karet spesifikasi teknis adalah jenis produk karet : a. Yang diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacam macam karakteristik anatara lain : SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10, SIR 20 dan SIR 50. b. Yang diperdagangkan dengan bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci 3 atau 70 cm x 35 x 16,25 cm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg per bongkah, terbungkus rapi dengan plastic polietin setebal 0,03 mm dengan titik

pelunakan 108 o C, berat jenis (specific gravity) 0,92 dan bebas dari macam macam pelapis (coating). Berbagai bahan olah karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karet remah digolongkan dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lump serta gumpalan mutu rendah. Proses pengolahan karet remah dapat dilaksanakan dengan bermacam macam prosesing. a. Penentuan Kualitas Karet Remah Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri ciri teknis. Yang menjadi dasar spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan unsur unsur tertentu yang terdapat dalam karet yang berpengaruh terhadap sifat akhir produk yang dibuat dari karet. Unsur unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah : 1. Kadar kotoran (dirt content) Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang barang dari karet. 2. Kadar abu (ash content) Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen.terhadap penambahan bahan bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan.

3. Kadar zat menguap (volatile content) Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering. Selain penentuan ketiga bahan tersebut di atas, masih dianalisis juga kadar tembaga, mangan, dan nitrogen. Pada akhirnya hasil spesifikasi teknis disimpulkan dalam suatu standar yaitu Standar Indonesia Rubber (SIR). b. Standar Indonesia Rubber Standar Indonesia Rubber (SIR) adalah produk karet alam yang baik prosesing ataupun penentuan kualitasnya, dilakukan secara spesifikasi teknis. Ketentuan ketentuan tentang SIR mulanya didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 147/Kep/V/1969 yang isinya berupa ketentuan ketentuan yang menyangkut SIR yang kriterianya tercantum pada tabel. Tabel 2.2. Standar Spesifikasi SIR Spesifikasi SIR 5 SIR 20 SIR 35 SIR 50 Kadar Kotoran 0,05 0,20 0,35 0,50 Kadar Abu 0,50 0,75 1,00 1,25 Kadar Zat Menguap 1,00 1,00 1.00 1,00 Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity Retention Index (PRI) nya dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H menunjukkan nilai PRI nya sebesar 80; M untuk nilai PRI nya antara 60 79; dan S

untuk nilai PRI nya antara 30 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh dimasukkan kedalam anggota golongan SIR. PRI adalah ukuran terhdadap tahan usangnya karet dan juga sebagai penunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace Plasatemeter. Dengan berkembangnya penelitian dewasa ini sebagai dasar penentuan SIR dipakai Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 1972. Tabel 2.3. Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No. 230/Kp/X/1972 Spesifikasi Standard Indonesia Rubber (SIR) 5CV 5LV 5 L 5 10 20 50 Kadar Kotoran (%, 0,05 0,05 0,05 0,05 0,10 0,20 0,50 maks.) Kadar abu (%, 0,50 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00 1,50 maks.) Kadar zat menguap 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 (%, maks.) PRI (min.) - - 60 60 50 40 30 Po (min.) - - 30 30 30 30 30 Indeks warna - - 6 - - - - (Lovibond, maks.) ASH-T (maks.) 8 8 - - - - - Sari aseton - 6 8 - - - - - Warna Kode Hijau Hijau Hijau Hijau Coklat Merah Kuning

Dengan demikian hingga saat ini, semua karet remah SIR yang diekspor harus memiliki persyaratan mutu seperti yang ditetapkan dalam surat keputusan Menpardag tersebut. Untuk mengamankan kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapat pengawasan 4 macam laboratorium, yaitu laboratorium standard, laboratorium control, laboratorium komersial, dan laboratorium pabrik. Semua sarana penentu kualitas ini dimaksudkan agar SIR dapat bersaing dengan produk karet bongkah yang berasal dari Negara produsen karet bongkah selain Indonesia yang memiliki standar sendriri sendiri, seperti Standard Malaysian Rubber (SMR) dari Malaysia, Standard Singapore Rubber (SSR) dari Singapura, dan sebagainya. (Djoehana Setyamidjaja., 1993 ) 2.5. Resin Sejak zaman dahulu, getah, dan resin telah dihasilkan oleh batang dari pertumbuhan pepohonan. Beberapa dari bahan - bahan ini ditunjukkan kombinasi yang tidak umum dari bagian bagian dimana kita mencampurnya dengan plastic modern. Jika mereka dipanaskan, resin itu akan menjadi lembut atau halus dan berubah menjadi plastic. Mereka akan mengubah bentuk jika ditempatkan pada suatu tekanan, dan dalam biasanya karakteristik mereka seperti liquid, dimana perubahan bentuk mereka dibawah tekanan gravitasi. Sebelum resin ini dicukupkan pada bentuk padatan yang kokoh untuk menahan bentuk akhir mereka ketika tekanan tidak lagi digunakan.

Sifat senyawa resin ini adalah salah satu contoh dari plastic alam, mereka dapat dibuat untuk mengikuti bentuk seperti sebuah cairan dan sebelum terbentuk dari bentuk mereka sendiri, seperti suatu padatan. Hal ini seperti gabungan yang aneh dari sifat - sifat yang dapat kita temukan pada karakteristik sifat dasar dari bahan - bahan plastik. Sifat itu sendiri disebut dengan plasticity. (Cook, J.C., 1965) Resin adalah hidrokarbon sekresi tanaman, terutama pohon-pohon jenis konifera. Hal ini dinilai untuk kandungan kimia dan menggunakan, seperti pernis dan perekat, sebagai sumber bahan baku yang penting untuk sintesis organik, atau untuk dupa dan parfum. Istilah ini juga digunakan untuk bahan sintetik sifat yang sama. Resin memiliki sejarah yang sangat panjang dan disebutkan oleh kedua Theophrastus Yunani kuno dan Romawi kuno Pliny yang Tua, terutama sebagai bentuk-bentuk yang dikenal sebagai kemenyan dan mur. Mereka sangat berharga zat yang digunakan untuk banyak tujuan, terutama wewangian dan dupa dalam ritual keagamaan. Tidak ada konsep tentang mengapa tanaman mengeluarkan resin. Namun, resin terutama terdiri dari metabolit sekunder atau senyawa yang tampaknya tidak memainkan peran utama dalam fisiologi tanaman. Sementara beberapa ilmuwan melihat resin hanya sebagai produk limbah, manfaat protektif mereka untuk menanam secara luas didokumentasikan. Senyawa resin beracun dapat mengacaukan berbagai herbivora, serangga, dan patogen, sedangkan senyawa fenolik volatile dapat menarik

dermawan seperti parasitoid atau predator dari herbivora yang menyerang tanaman. (wikipedia.org/wiki/resin) 2.5.1. Jenis Jenis Perekat Pengetahuan mengenai perekat dan tipe perekat perlu diketahui sebab pemahaman yang lebih baik tentang perekat dapat membantu kualitas produk yang sekaligus mengidentifikasi bahan yang nyata dan potensial untuk menentukan perumusan dari produk produk yang berbeda dan merupakan pemahaman konsep konsep tentang struktur kimia materi perekat. Ada tiga kategori perekat yang berbeda : a. Plastik, yang disebut flexible polymer b. Elastomer, yang disebut synshetic rubber c. Karet alam yang disebut natural rubber Perekat dapat dikelompokkan dalam : 1. Perekat yang berasal dari tulang hewan serta tumbuh tumbuhan disebut perekat Thermosetting seperti : protein hewani, protein nabati, kasein, dan perekat sintetik. Yang dapat digolongkan ke dalam Thermosetting yaitu : polyester, epoksi, fenolat, polivinil asetat dan polimer lainnya. Bentuk protein ini bisa cairan, pasta, padat atau dalam bentuk lembaran film. 2. Perekat yang dibuat secara sintetik seperti : polimer vinil, akrilik, poliamida, sellulosa, polistiren, polikarbonat-sellulosa, resin, lilin, mineral, dan sirlak. Mereka disebut Thermoplastik. Dari perekat ini dapat berbentuk emulsi padat, dan lembaran film. Perekat ini berguna untuk plastic, keramik, kayu, dan kertas.

3. Karet alam dan sintetik disebut karet Thermoplastik, seperti karet nitril, karet butyl, karet khlofoprena. Kombinasi antara resin thermoplastic dan resin thermoseting berguna untuk menyambung logam dan benda keras lainnya, dimana perekat dari resin ini menjadi pilihan utama untuk menunjang keperluan tersebut. Resin epoksi merupakan perekat sintetik yang banyak dipaka untuk berbagai keperluan termasuk buat konstruksi bangunan. Keyakinan akan pentingnya peran epoksi buat keperluan bangunan dalam proses modernisasi menghasilkan suatu pendekatan khusus yakni pendekatan aplikasi terhadap pemakain perekat epoksi tidak sampai di situ saja penggunaanya bahkan sampai pada industry otomotif. Didalam membuat perekat epoksi diperlukan modifikasi terhadap reaksi dengan polisulfida yang akan menghasilkan fleksibelitas dan memiliki daya rekat yang kuat tanpa bantuan bahan lain sebagai pelengkap. Perekat epoksi ini baik sekali untuk alumunium, marmer, beton, baja, kayu, keramik dan industry konstruksi pesawat terbang. Perekat epoksi dapat menahan beban (strength bond) sampai 9000 kg/m 2, dengan demikian perekat epoksi termasuk perekat superior. Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa pemakaian epoksi merupakan peranan di dalam tingkat pembangunan karena pemakaiannya yang begitu luas dan kualitas yang dapat dipercaya. (Eddy Tano., 1997)

2.6. Ammonia Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH 3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paruparu dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin. Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat ammonia. (http://id.wikipedia.org/wiki/ammonia )

2.7. Warna Selain sebagai factor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditanai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimeter, spektrofotometer, atau alat alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari buah, bir, atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan bukan cairan atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan membandingkan terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka angka. Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen warna dalam besaran value, hue, dan chroma. Nilai value menunjukkan gelap dominan yang akan menentukan apakah warna tersebut merah, hijau, atau kuning, sedangkan chroma menunjukkan intensitas warna. Ketiga komponen ini diukur dengan menggunakan alat khusus yang mengukur nilai kromatisitas permukaan suatu bahan. Angka angka yang diperoleh berbeda untuk setiap warna, kemudian angka angka tersebut diplotkan ke dalam diagram kromatisitas. Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan berwarna yaitu : 1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat, misalnya warna coklat pada kembang gula caramel atua roti yang dibakar. 3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi ; misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap. 4. Reaksi antara senyawa organic dengan udara akan menghasilkan warna hitam, atau coklat gelap ; misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong. 5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang termasuk dalam golongan bahan aditif. (Winarno. F.G., 1997)