BAB 1V PEMBAHASAN. IV. 1. Analisa Surat Permohonan Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penulis dapat memberikan suatu kesimpulan, adalah sebagai berikut:

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Positif atas Peredaran Usaha Tahun Pajak 2008 sebesar Rp

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

: PUT.38579/PP/M.XIII/16/2012. Nomor Putusan Pengadilan Pajak Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai. Tahun Pajak : 2007

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2012/PP/M.IIIA Tahun 2018

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.80436/PP/M.XIIA/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2009

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.80439/PP/M.XIIA/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2009

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.29320/PP/M.I/15/2011. Tahun Pajak : 2006;

A. Dasar Hukum. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2008

Peredaran Usaha Arus Piutang cfm Pemeriksa Rp DPP PPN yang belum dilaporkan WP dalam SPM PPN nya tahun 2012 Rp

Putusan : Put.42956/PP/M.XI/25/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPh Pasal 4 ayat 2 final. Tahun Pajak : 2002

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.80435/PP/M.XIIA/12/2017. Tahun Pajak : 2009

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap :

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.36985/PP/M.XIII/15/2012. : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42761/PP/M.XVI/15/2013. : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

bahwa Pemohon Banding dan Terbanding melakukan Uji Bukti Dokumen Pendukung Pemohon Banding berupa:

Putusan Pengadilan Pajak : PUT.36991/PP/M.X/15/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007

Menimbang, bahwa hasil pembahasan tiap pokok sengketa adalah sebagai berikut: Penjualan ke PT FKS Multi Agro Tbk. sebesar Rp

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /PP/M.VIB/12/2014. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2010

dengan rincian sebagai berikut : dengan rincian sebagai berikut:

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

Putusan : PUT-44259/PP/M.VI/16/2013 Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2014/PP/M.IIIA TAHUN 2018

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-85809/PP/M.IIB/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2012

Nilai sengketa terbukti sampai dengan Surat Uraian Banding

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis SKPKB PPh Pasal 21 Berdasarkan Putusan Banding. IV.1.1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.XXXXX/PP/M.

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-08/PJ/2012 TENTANG

Penggantian ke 2 (dua) :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis

Putusan Nomor : Put-64936/PP/M.VIIIB/15/2015. Jenis Pajak : PPh Badan. Tahun Pajak : 2010

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.52299/PP/M.VB/27/2014

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

DAFTAR BIAYA FISKAL DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

Putusan Nomor : Put-68238/PP/M.IVB/10/2016. Jenis Pajak : PPh Pasal 21. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put.53268/PP/M.XIB/12/2014. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2008

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.40623/PP/M.XVI/15/2012

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun

Nomor : Perihal : Usul pemeriksaan khusus Yth. Kepala Kantor... (2) Di -...

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36150/PP/M.VIII/10/2012

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Penghasilan Neto PPh Badan Tahun Pajak 2009 sebesar Rp

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Nomor Putusan Pengadilan Pajak : PUT.59219/PP/M.XIIA/16/2015. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2006

: bahwa pokok sengketa adalah Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp ;

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Dasar Pengenaan Pajak;

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

2. - Koreksi negatif atas biaya JHT (Rp ,00)

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4)

S-485/PJ.33/2005 PERMASALAHAN PEMERIKSAAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB 1V PEMBAHASAN IV. 1. Analisa Surat Permohonan Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2004 PT. LM Perbedaan antara laporan keuangan fiskal oleh Fiskus dan laporan keuangan komersial oleh Wajib Pajak dalam mengakui pendapatan dan beban akan menyebabkan perbedaan antara laba fiskal dan laba komersial, menurut undang-undang perpajakan beban yang terdapat dalam laporan keuangan komersial tidak semua dapat dijadikan beban fiskal, oleh karena itu Fiskus dalam memeriksa laporan keuangan komersial perusahaan melakukan koreksi untuk menyesuaikan data laporan keuangan tersebut dengan laporan keuangan fiskal yang sesuai undang-undang. Koreksi positif atas laporan keuangan akan menyebabkan dikeluarkannya SKPKB yaitu surat keputusan yang diterbitkan untuk menentukan jumlah pajak yang terutang, kredit pajak, jumlah kekurangan pokok pajak, sanksi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Atas penerbitan SKPKB tersebut sering terjadi perbedaan pendapat atas Fiskus dan Wajib Pajak, sehingga untuk untuk mencari kebenaran atas perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak diajukanlah keberatan atas perhitungan pajak dan penerbitan SKPKB tersebut, namun pengajuan keberatan diajukan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang sebenarnya adalah Fiskus bagi Wajib Pajak sangat tidak adil maka dari itu diajukanlah banding ke Pengadilan Pajak untuk mencari kebenaran atas perhitungan pajaknya. PT. LM sebagai wajib pajak mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang tak lain adalah Fiskus yang memeriksa laporan keuangan PT. LM, oleh 50

sebab itulah keberatan yang diajukan PT. LM ditolak. Atas ditolaknya keberatan yang diajukan oleh PT. LM maka PT. LM mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas koreksi yang dilakukan oleh Fiskus, dan keberatan PT. LM atas koreksi Fiskus adalah sebagai berikut : Sesuai pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Fiskus Nomor : Lap- XX/WPJ.XX/BD.XXXX/2006 tanggal 28 Maret 2006 terdapat koreksi fiskal positif, sebagai berikut : 1. Pokok Sengketa: Koreksi atas Peredaran Usaha sebesar Rp. 7.452.488.445 Dalam permohonan bandingnya, PT. LM menjelaskan bahwa dalam bulan Maret 2004 ada pembatalan pencatatan penjualan CPO dengan Nomor Kontrak : 09/LMR/KTR-MSK/LOK/III/2004 melalui jurnal koreksi MJ/012 tanggal 31 Maret 2004 sebesar Rp. 3.520.670.000 dan tidak ada penerimaan uang sebesar tersebut di rekening koran bank. Dan dalam bulan April 2004 terdapat perhitungan sebesar Rp. 3.931.818.445 terdiri dari: - Pembayaran klaim mutu dengan BNA006 tanggal 2 April 2004 : Rp. 205.010.845 - Kesalahan Jurnal No. 07/LMR/KTR-MKS/LOK/2004 melalui Jurnal koreksi MJ/002 tanggal 30 April 2004 : Rp. 3.726.807.600 Rp. 3.931.818.445 Sedangkan menurut Fiskus, koreksi sebesar Rp. 7.452.488.445 dilakukan karena koreksi tersebut adalah klaim mutu yang tidak didukung dengan nota retur ataupun retur penjualan pada SPT Masa PPN. Dan untuk pembatalan penjualan atas MJ/012 tanggal 31 Maret 2004 PT. LM tidak dapat membuktikan bukti pendukung atas koreksi tersebut. Sedangkan untuk penjualan CPO bulan April 2004 terdapat koreksi berupa : - Pembayaran klaim mutu dengan BNA006 tanggal 2 April 2004 : Rp. 205.010.845 51

- Kesalahan Jurnal No. 07/LMR/KTR-MKS/LOK/2004 melalui Jurnal koreksi MJ/002 tanggal 30 April 2004 : Rp. 3.726.807.600 Rp. 3.931.818.445 Tetapi PT. LM tidak dapat memberikan bukti pendukung atas transaksi tersebut. Berdasarkan pemeriksaan atas bukti-bukti dan analisa pengajuan keberatan oleh PT. LM dan hasil pemeriksaan oleh Fiskus, maka penulis berkesimpulan mengenai uang yang masuk dari adanya penjualan CPO bulan Maret 2004 sebesar Rp. 3.520.670.000, tidak terdapat bukti yang menyebutkan adanya pembatalan penjualan tersebut dan dinyatakan menurut Fiskus sebagai pendapatan yang kurang dilaporkan oleh PT. LM. Lalu atas pembayaran Klaim Mutu sebesar Rp. 205.010.845 tanggal 2 April 2004 berdasarkan penelitian penulis atas invoice dan klaim mutu dari customer diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 205.010.845 adalah merupakan pembayaran klaim mutu, sehingga penulis berkesimpulan bahwa nilai sebesar Rp. 205.010.845 bukanlah Peredaran Usaha PT. LM, sehingga koreksi atas koreksi Fiskus atas Peredaran Usaha sebesar Rp. 205.010.845 tidak dapat diterima. Dan atas adanya pembatalan pencatatan penjualan sebesar Rp. 3.726.807.600 majelis berkesimpulan bahwa PT. LM tidak dapat menunjukkan bukti lain selain buku besar untuk mendukung perlunya dilakukan pembatalan pencatatan sehingga koreksi fiskus atas penjualan sebesar Rp. 3.726.807.600 tetap diterima. Sehingga atas sengketa Peredaran Usaha, majelis berketetapan bahwa koreksi yang tidak dapat diterima sebesar Rp. 205.010.845 dan koreksi Fiskus yang dapat diterima adalah sebesar Rp. 7.247.477.000 terdiri dari (Rp. 3.726. 807.600 + 3.520.670.000). Menurut penulis dengan ketetapan majelis karena klaim mutu sebesar Rp.205.010.845 yang dikemukakan oleh Pemohon Banding mempunyai bukti yaitu 52

invoice dan retur penjualan dari customer, tetapi akan lebih lagi kalau melakukan pengecekan langsung arus uang dan arus barang apakah sesuai atau tidak, Sedangkan pembatalan penjualan sebesar Rp. 3.726.807.600 tidak terdapat bukti yang menguatkan yaitu invoice ataupun retur penjualan dari customer, sehingga koreksi majelis atas banding Pemohon Banding yang tetap dipertahankan sebesar Rp.7.247.477.000 terdiri dari (Rp. 3.726. 807.600 + 3.520.670.000). 2. Pokok Sengketa: Penghasilan Dari Luar Usaha Sebesar Rp. 10.201.162 Menurut PT. LM dalam bandingnya bahwa koreksi atas penghasilan luar usaha tidak dibenarkan karena terdapat bukti dalam Berita Acara Penghapusan Persediaan. Dan mempunyai perhitungan sebagai berikut : - SCE Penghapusan Persediaan Rp. 1.357.200 - LNE Penghapusan Persediaan Rp. 8.843.962 Rp.10.201.162 Menurut Fiskus bahwa perhitungan atas koreksinya adalah sebagai berikut : - SCE Penghapusan Persediaan Rp. 0,00 - LNE Penghapusan Persediaan Rp. 0,00 Rp. 0,00 - SCE Penghapusan Persediaan (Rp. 1.357.200) - LNE Penghapusan Persediaan (Rp. 8.843.962) (Rp.10.201.162) Koreksi Rp. 10.201.162 Bahwa koreksi itu dilakukan karena PT. LM tidak memberikan Berita Acara Penghapusan Persediaan tersebut, dan alasan yang diungkapkan PT. LM pada dasarnya sama dengan alasan PT. LM saat mengajukan keberatannya 53

Hasil analisa majelis dan berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta, berkesimpulan bahwa PT. LM hanya memberikan fotokopi Berita Acara Pemusnahan Persediaan yang ditandatangani pihak internal tanpa disaksikan oleh pihak eksternal sehingga majelis tidak dapat meyakini dokumen yang disampaikan oleh PT. LM, dan majelis berketetapan bahwa koreksi atas Biaya Diluar Usaha sebesar Rp.10.201.162 tetap dipertahankan. Menurut pendapat penulis bahwa penghapusan persediaan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak bisa dipercaya sepenuhnya karena penulis merasa bahwa bisa saja Pemohon Banding sengaja menghapus persediaan agar dinilai rugi atas biaya produksi sehingga dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan, dan juga mengapa persediaan yang masih tersisa tidak dijual atau dihabiskan dengan cara memberikan potongan harga agar mendapatkan penghasilan dari penjualan tersebut walaupun keuntungan yang diterima sedikit, dan karena tidak terdapat bukti kuat atas pihak diluar perusahaan (intansi pemerintah yang disumpah (Polri, Pemda yang terkait) yang ikut menyaksikan pemusnahan persediaan maka penulis sependapat dengan majelis agar koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 3. Pokok Sengketa: Koreksi Atas Biaya Pemasaran/Promosi sebesar Rp. 351.210.657 Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding bahwa koreksi atas biaya Pemasaran/Promosi sebesar Rp.351.210.657 adalah biaya Pajak Ekspor yang harus PT. LM bayarkan untuk kepentingan ekspor, namun PT. LM berpendapat bahwa didalam Undang-Undang PPh Pasal 9 ayat (1) keterangan (a) sampai dengan (k), PT. LM tidak menemukan peraturan yang mengharuskan koreksi atas biaya ekspor tersebut. 54

Menurut Fiskus sebagai Terbanding bahwa koreksi yang dimaksud sebagai berikut : - Biaya Pemasaran & Promosi cfm Pemeriksa : Rp. 8.250.793.355 - Biaya Pemasaran & Promosi cfm Pemohon Banding : Rp. 8.602.004.012 Koreksi Rp. 351.210.657 bahwa koreksi tersebut adalah atas Biaya Ekspor yang digunakan untuk membayar pajak dan bea cukai yang berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh harus dilakukan koreksi; bahwa koreksi atas biaya pemasaran/promosi sebesar Rp. 351.210.657 yang dilakukan oleh Fiskus merupakan koreksi atas pembayaran biaya ekspor yang diketahui dari buku besar PT. LM. PT. LM telah memberikan bukti berupa bank voucher, kuitansi pembayaran dan bukti pengiriman uang, namun dari dokumen yang diberikan tersebut tidak dapat diyakini kebenarannya karena pembayaran dan pengiriman uang ditujukan kepada kepada perorangan dan bukan kepada perusahaan pengurusan jasa ekspor, selain itu alasan yang diajukan banding sama dengan ketika PT. LM mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Hasil analisa majelis bersama dengan terbanding dan Pemohon Banding melakukan pemeriksaan atas bukti pendukung, berupa: - Voucher Pengeluaran atas Biaya Ekspor - Buku Besar Akuntansi - SSPCP Menurut Pemohon Banding bahwa biaya pemasaran /promosi tersebut merupakan biaya pajak ekspor yang harus dibayararkan untuk kepentingan ekspor dan dari dokumen yang disampaiakan oleh pemohon banding hanya ada 2 lembar surat Tanda Bukti Setor yaitu sebesar Rp. 207.783,84 dan Rp. 149.947.680, akan tetapi berdasarkan buku besar 55

perkiraan yang disampaikan PT. LM tidak ada pencatatan biaya ekspor sejumlah tersebut diatas, sehingga penulis tidak dapat meyakini dokumen yang disampaikan oleh PT. LM. Karena PT. LM sebagai Pemohon banding tidak dapat memberikan bukti atas Biaya Pajak Ekspor sebesar Rp. 351.210.657 berdasarkan bukti dan fakta di persidangan maka majelis berketetapan bahwa koreksi Fiskus sebagai Terbanding atas Biaya Pemasaran/Promosi tetap dipertahankan. Penulis sependapat dengan analisa majelis karena pembayaran Pajak Ekspor tidak dilakukan langsung ke kantor pabean melainkan ke perorangan, sehingga kebenaran tentang pembayaran Pajak Ekspor diragukan, ini sesuai Peraturan dari Direktorat Bea dan Cukai : PP No.22 tahun 2008. 4. Pokok Sengketa : Kredit Pajak sebesar Rp. 22.425.784 Menurut Fiskus sebagai Terbanding bahwa atas koreksi tersebut telah dilakukan konfirmasi ulang sebagai berikut : - S-1132/PJ.071/2007 tanggal 16 April 2007 kepada Bank BCA Banjarmasin - S-1053/PJ.071/2007 tanggal 13 April 2007 kepada KPP Setiabudi Satu Sampai saat penulis melakukan analisa ini belum ada konfirmasi yang diterima, namun dari menu MP3 diketahui bahwa telah dilakukan pembayaran oleh PT. SA NPWP 01.XXX.XXX.X-XXX selaku pemotong PPh Pasal 23 sebesar Rp. 14.383.463 pada tanggal 10 Januari 2005 atas masa pajak Desember 2004, sehingga koreksi atas Kredit Pajak menjadi sebesar : - Kredit Pajak cfm Terbanding : Rp. 161.112.892 - Kredit Pajak cfm Pemohon Banding : Rp. 169.155.213 56

Koreksi Rp. 8.042.321 Dan telah ditetapkan dalam KEP-349/PJ.07/2007 tanggal 21 Mei 2007 yang menerima sebagian keberatan PT. LM. Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding bahwa koreksi atas Kredit Pajak sebesar Rp.8.042.321 dan seluruh kredit pajak sebesar Rp. 22.425.784, dengan alasan bahwa seluruh pembayaran pajak telah dan selalu PT. LM lakukan melalui bank resmi yang ditunjuk untuk menerima pembayaran dan di cap sebagai bukti sahnya pembayaran Pemohon Banding. Hasil analisa majelis terhadap bukti-bukti berupa Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor tanggal 8 Oktober 2004 sebesar Rp. 6.746.419 dan Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor 8 Oktober 2004 sebesar Rp. 1.295.902 diketahui disetorkan melalui Bank BCA Cabang Banjarmasin. Maka berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta majelis berketetapan bahwa bukti surat setoran tersebut diatas adalah merupakan pembayaran Pemohon Banding, sehingga dapat dikreditkan. Penulis sependapat dengan analisa majelis atas Kredit Pajak Pemohon Banding sebesar Rp.8.042.321 karena terdapat bukti setoran pabean, cukai dan pajak dalam rangka impor dan disetor melalui BCA (Sebagai bank persepsi menurut Surat Edaran SE-02/PJ/2003) cabang Banjarmasin dan bank tersebut harus bersedia diperiksa atas pelaksanaan pengelolaan setoran penerimaan negara yang diterima (menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 296/KMK.03/2003) agar tidak terjadi penyelewengan oleh pihak bank, sehingga menurut penulis koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan. 57

Tabel 4.1 Hasil Analisa Penulis atas SKPKB PPh Badan PT. LM Menurut Menurut Koreksi Koreksi No. Pos-pos yang dikoreksi dan Pemohon Terbanding Terbanding Menurut Perhitungan Pajak Terutang Banding (WP) (Pemeriksa) Pengadilan Pajak (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 1. Peredaran Usaha Bruto 229.970.019.841 237.422.508.286 (7.452.488.445) (7.247.477.600) 2. Harga Pokok Penjualan 172.390.550.373 172.376.995.061 13.555.312 13.555.312 3. Laba Bruto 57.579.469.468 65.045.513.225 (7.466.043.757) (7.261.032.912) 4. Penghasilan bruto dari luar usaha 29.456.499.940 29.446.298.778 10.201.162 10.201.162 5. Jumlah penghasilan bruto 28.122.969.528 35.599.214.447 (7.476.244.919) (7.271.234.074) 6. Pengurangan Penghasilan Bruto 11.524.582.496 11.173.371.839 351.210.657 351.210.657 7. Penghasilan neto dalam negeri 16.598.387.032 24.425.842.608 (7.827.455.576) (7.622.444.731) 8. Penghasilan neto luar negeri - - - - 9. Jumlah penghasilan neto 16.598.387.032 24.425.842.608 (7.827.455.576) (7.622.444.731) 10. Penghasilan tidak kena pajak - - - - 11. Kompensasi kerugian 16.598.387.032 16.598.387.032 - - 12. Penghasilan kena pajak - 7.827.455.000 (7.827.455.576) (7.622.444.731) 13. Pajak Penghasilan terutang - 2.330.736.500 2.330.736.500 2.269233.420 14. PPh yang dipotong/dipungut pihak lain & PPh yang dibayar diluar negeri 169.155.213 146.729.429 22.425.784 169.155.213 58

15. PPh yang kurang/(lebih) dibayar (169.155.213) 2.184.007.071 (2.353.162.284) 2.100.078.207 16. PPh yang dibayar sendiri - - - - 17. PPh yang kurang/(lebih) dibayar (169.155.213) 2.184.007.071 (2.353.162.284) 2.100.078.207 18. Sanksi administrasi : Bunga Pasal 13 (2) KUP - 655.202.121 (655.202.121) 598.291.614 19. Jumlah yang masih harus dibayar (169.155.213) 2.839.209.192 (3.008.364.405) 2.698.369.821 IV. 2. Analisa Surat Permohonan Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Pasal 21 Masa Januari Desember 2004 PT. LM 1. Pokok Sengketa: Koreksi Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Sebesar Rp. 956.877.235 Menurut Fiskus sebagai Pemeriksa dan Terbanding bahwa berdasarkan hasil perbandingan antara obyek PPh pasal 21 yang telah dikenakan PPh Pasal 21 oleh Pemohon Banding dengan biaya yang menjadi objek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa, diketahui terdapat selisih obyek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding, dengan perhitungan sebagai berikut : Obyek PPh Pasal 21 menurut Pemohon Banding Rp. 2.319.524.430 Obyek PPh Pasal 21 belum dilaporkan : Gaji, Upah, Bonus, Honorarium, THR, dsb Rp. 2.532.012.524 Biaya/tunjangan transportasi Rp. 145.472.110 Lain-lain Rp. 598.917.031 Obyek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa Rp. 3.276.401.665 59

Koreksi obyek PPh Pasal 21 Rp. 956.877.235 bahwa Pemeriksa telah mengirimkan surat permintaan data, namun PT. LM sebagai Pemohon Banding tidak memberikan data untuk penyelesaian keberatan sebelum banding dilayangkan oleh PT. LM. Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding, bahwa PT. LM tidak dapat menerima koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa dengan alasan, sebagai berikut : - Biaya Gaji, Upah, Bonus, THR (saldo buku besar) Rp. 2.532.012.524 (-) Tunjangan Dana Pensiun (non obyek PPh Pasal 21) Rp. (155.520.638) (-) Tunjamgan Jamsostek JHT (non obyek PPh Pasal 21) Rp. (36.307.978) Saldo yang seharusnya di SPT Tahunan PPh Pasal 21 Rp. 2.340.183.908 bahwa biaya tunjangan transportasi sebesar Rp. 145.472.110 merupakan biaya untuk perjalanan direksi untuk mengunjungi kebun / pabrik yang berada ada diluar Jakarta, dan menurut PT. LM biaya tersebut bukan obyek PPh Pasal 21 karena tidak ada hubungannya dengan pendapatan karyawan. Selain itu Biaya lain-lain sebesar Rp. 598.917.031, PT. LM tidak menemukan rincian atas perhitungan tersebut. Hasil analisa majelis berdasarkan bukti-bukti pendukung dari PT. LM berupa : - Rekap Jamsostek - Bank voucher pembayaran Jamsostek, - Copy Kwitansi Jamsostek Januari-Desember 2004, - Buku Besar Akun 71.117.00000 dan 73.107.000000 - KEP-0XX/XX.XX/1999 tentang Pengesahan atas Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun SI, - Surat Direktorat Jendral Pajak Nomor : S-XXX/XX.XX/2003 tanggal 24 Maret 2003, - Copy SPT Tahunan PPh Pasal 21 Tahun 2004; 60

bahwa koreksi obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp. 956.877.235 diperoleh Pemeriksa dari buku besar dengan perhitungan : - Obyek 21 cfm Pemeriksa Rp. 3.276.401.665* - Obyek 21 cfm Pemohon banding Rp. 2.319.524.430 Koreksi Rp. 956.877.235** *Dengan perhitungan obyek PPh Pasal 21 Pemeriksa terdiri dari : - Gaji, Upah, Bonus, Honorarium, THR, dsb Rp. 2.532.012.524 - Biaya Transportasi Rp. 145.472.110 - Lain-lain Rp. 598.917.031 Rp. 3.276.401.665 **Untuk koreksi atas obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp. 2.319.524.430, yang terdiri dari : 1. Iuran Pensiun sebesar Rp. 155.520.638 Bahwa berdasarkan penelitian majelis terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berpendapat bahwa Iuran Pemberi Kerja adalah Iuran Pensiun Pegawai yang dibayarkan Pemohon banding kepada Dana Pensiun Salim Ivomas Pratama yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor : S- 087/KM.17/1999 tanggal 8 Februari 1999, sehingga majelis berketetapan koreksi Terbanding atas Iuran Pensiun sebesar Rp. 155.520.638 tidak dapat dipertahankan. Menurut penulis, Surat Menteri Keuangan Nomor : S-087/KM.17/1999 dikeluarkan setelah diterbitkan Peraturan atas Dana Pensiun Pemberi Kerja PP No.76 Tahun 1992, sesuai Pasal 4 (L) PP No.76 Tahun 1992 bahwa iuran pemberi kerja, termasuk kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran pensiun pegawai, dan sesuai Pasal 2 PP No.76 Tahun 1992 bahwa setiap pembentukan dana pensiun disahkan oleh menteri, dan Dana tersebut dikembalikan kepada pegawai pemberi kerja yang berhak 61

sesuai dengan manfaat dan iuran awal. Dan menurut Pasal 6 ayat (1c) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya, jadi menurut penulis Iuran Pensiun Pemohon Banding dapat dijadikan biaya untuk mengurangi penghasilan bruto, dan pengertian dari Pasal 4 ayat (3g) dalam hal tidak termasuk sebagai Objek Pajak yang menyebutkan iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai adalah untuk dana pensiun bukan pemberi kerja karena dana tersebut akan dibayarkan kembali kepada pemberi kerja. Sehingga menurut penulis koreksi dari Terbanding tidak dapat dipertahankan. 2. Biaya Jamsostek sebesar Rp. 36.307.978 Berdasarkan penelitian majelis atas SPT Masa PPh Pasal 21 Tahun 2004, Rekening Koran, Payment Voucher, Pembayaran Jamsostek dan Buku Besar, dan faktafakta yang terungkap dalam persidangan, majelis berpendapat bahwa Biaya Jamsostek adalah pembayaran jaminan hari tua yang dibayarkan PT. LM kepada Jamsostek sehingga majelis berkesipulan bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 7 huruf (c) Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 21 dan Pasal 26 sehubungan Pekerjaan, Jasa, dan kegiatan Orang Pribadi yaitu tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh 21 adalah iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran Jaminan 62

Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja, sehingga majelis berketetapan bukan merupakan objek PPh Pasal 21, dan koreksi Terbanding atas Biaya Jamsostek sebesar Rp. 36.307.978 tidak dapat dipertahankan. Menurut penulis sesuai Pasal 21 ayat (1a dan c) bahwa Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan namadan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh : a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun Dan yang tidak termasuk dalam pengertian yang dipotong PPh Pasal 21 sesuai dengan Pasal 7 (c) Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000 adalah Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja. Dalam hal ini Pemohon Banding membayarkan jaminan hari tua kepada Jamsostek, dengan demikian biaya Jamsostek tersebut tidak dipotong PPh Pasal 21, dan sesuai Pasal 8 ayat (1b) bahwa Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sehingga penulis berpendapat bahwa koreksi terbanding tidak dapat dipertahankan. 63

3. Biaya Perjalanan Dinas sebesar Rp. 145.472.110 Bahwa berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui biaya sebesar Rp. 145.472.110 adalah merupakan biaya untuk perjalanan direksi untuk mengunjungi kebun/pabrik yang berada ada diluar Jakarta, sehingga berdsarakan bukti-bukti, majelis berketetapan bukan merupakan obyek PPh Pasal 21, oleh karenanya koreksi atas biaya Perjalanan Dinas sebesar Rp. 145.472.110 tidak dapat dipertahankan. Menurut penulis atas Biaya Perjalanan Dinas bahwa terdapat bukti berupa Kuitansi, Invoice, Tiket, Rekening Koran, dan Bank Voucher, selain fakta dalam pesidangan. Maka atas bukti dan fakta diatas penulis sependapat dengan majelis atas koreksi Terbanding yang tidakdapat dipertahankan. 4. Biaya Lain-lain sebesar Rp. 598.917.031 Bahwa Koreksi Biaya Lain-lain sebesar Rp. 598.917.031 merupakan biaya sebagai berikut : 4.1 Kas Keluar (CK) sebesar Rp. 130.613.611 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 130.613.611 adalah merupakan biaya konsumsi, uang makan supir, dan lain sebagainya. Sehingga atas pemeriksaan buktibukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan bukan merupakan obyek PPh Pasal 21, oleh karenanya koreksi Terbanding atas Kas Keluar (CK) sebesar Rp. 130.613.611 tidak apat dipertahankan. Menurut Pasal 4 (3) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan bukan dalam bentuk uang, bukan merupakan objek PPh Pasal 21, akan tetapi dengan 64

adanya bukti setor kepada bank itu menandakan adanya aliran uang yang keluar, apabila uang tersebut digunakan untuk pembelian barang, atau dalam bentuk natura lainnya maka harus terdapat bukti pembelian dari penjual, kuitansi, invoice, dan bukti lainnya. Dan juga kata lain sebagainya dalam rekap putusan juga kurang jelas digunakan untuk apa, bisa saja itu adalah tunjangan atau honor dari perusahaan. sehingga penulis berpendapat bahwa penulis kurang sependapat dengan majelis atas ketetapan yang dikeluarkan tersebut. 4.2 Memorial Factory (MF) sebesar Rp. 3.511.643 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 3.511.643 adalah merupakan biaya alokasi pengobatan, perumahan, alokasi mess. Sehingga atas pemeriksaan bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan bukan merupakan obyek PPh Pasal 21, oleh karenanya koreksi Terbanding atas Memorial Factory (MF) sebesar Rp. 3.511.643. Menurut Pasal 4 (3) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan bukan dalam bentuk uang, bukan merupakan objek PPh Pasal 21, sehingga penulis sependapat dengan majelis dan koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan. 4.3 Memorial Payroll (MPU-02) - Upah sebesar Rp. 220.797.247 Berdasarkan penelitian penulis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 220.797.247 merupakan Memorial Payroll (MPU-02) - Upah, oleh karena itu majelis berpendapat bahwa Memorial Payroll (MPU-02) - Upah adalah merupakan obyek PPh Pasal 21. Dan juga berdasarkan penelitian majelis terhadap SPT Tahunan PPh pasal 21 Tahun 2004 diketahui PT. LM telah perhitungkan, setor, dan laporkan kepada KPP Banjarbaru. Oleh karenanya koreksi 65

Terbanding atas Memorial Payroll (MPU-02)-Upah sebesar Rp. 220.797.247 tidak dapat dipertahankan. Penulis pendapat Memorial atas upah tersebut memang merupakan upah yang sama dengan gaji yang sudah dilakukan pemotongan oleh Pemohon Banding tetapi dalam hal ini Terbanding melakukan lagi koreksi karena merasa upah tersebut belum dipotong dan disetorkan, maka dengan analisa pengadilan berdasarkan bukti-bukti yang ada yaitu Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Bank Voucher. Bahwa Pemohon Banding telah memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kepada KPP Banjarbaru atas Upah tersebut. 4.4 Memorial Payroll (MPU-03 ) - Pengobatan sebesar Rp. 13.852.314 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 13.852.314 merupakan alokasi biaya pengobatan dimana sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai KEP- 58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti, majelis berketetapan bahwa biaya sebesar Rp. 13.852.314 merupakan alokasi biaya pengobatan dimana sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996, oleh karenannya koreksi Terbanding atas Memorial Payroll (MPU-03)-Pengobatan sebesar Rp. 13.852.314 tidak dapat dipertahankan. Penulis berpendapat bahwa KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 harus ditinjau ulang, seiring jalannya waktu dan perkembangan daerah tersebut karena terdapat perusahaan yang melakukan usaha didaerah tersebut dan membayar pajaknya disana, pastilah berusaha untuk membangun daerah tersebut agar menjadi daerah yang berkembang dari sebelumnya. Namun menurut Pasal 4 ayat 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 66

KEP 213 PJ.2001 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku sejak tahun pajak diterbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang kembali tetapi peraturan tersebut berlaku milai tahun 2001. Tahun Pajak yang dibanding oleh Pemohon Banding adalah tahun 2004, dan menurut penulis apakah sejak tahun 1996 hingga 2004 daerah tersebut tidak ada perkembangan, menurut penulis Direktorat Jenderal Pajak harus meninjau ulang apakah daerah tempat Pemohon Banding berusaha memang masih terpencil atau sudah berkembang. Maka karena hal tersebut diatas penulis kurang sependapat dengan putusan pengadilan karena seharusnya Keputuan mengenai Pengusaha Daerah Terpencil dipakai sejak tahun 2001 menurut peraturan terbaru, karena tahun pajak Pemohon Banding adalah tahun 2004. 4.5 Memorial Payroll (MPU-04) -Perumahan sebesar Rp. 9.265.708 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 9.265.708 merupakan alokasi biaya perumahan dimana sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai KEP- 58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti, penulis berpendapat bahwa biaya sebesar Rp. 9.265.708 merupakan alokasi biaya perumahan dimana sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996, oleh karenannya koreksi Terbanding atas Memorial Payroll (MPU-04)-Perumahan sebesar Rp. 9.265.708 tidak dapat dipertahankan. Penulis berpendapat bahwa KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 harus ditinjau ulang, karena seiring jalannya waktu dan perkembangan daerah tersebut karena terdapat perusahaan yang melakukan usaha didaerah tersebut, pastilah berusaha untuk membangun daerah tersebut agar menjadi daerah yang berkembang dari sebelumnya. 67

Namun menurut Pasal 4 ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 213 PJ.2001 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku sejak tahun pajak diterbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang kembali tetapi peraturan tersebut berlaku milai tahun 2001. Tahun Pajak yang dibanding oleh Pemohon Banding adalah tahun 2004, dan menurut penulis apakah sejak tahun 1996 hingga 2004 daerah tersebut tidak ada perkembangan, menurut penulis Direktorat Jenderal Pajak harus meninjau ulang apakah daerah tempat Pemohon Banding berusaha memang masih terpencil atau sudah berkembang. Maka karena hal tersebut diatas penulis kurang sependapat dengan putusan pengadilan karena seharusnya Keputuan mengenai Pengusaha Daerah Terpencil dipakai sejak tahun 2001 menurut peraturan terbaru, karena tahun pajak Pemohon Banding adalah tahun 2004. 4.6 Bank Keluar (BK) sebesar Rp. 217.948.286 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 217.948.286 adalah merupakan biaya buruh kapal. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan faktafakta, majelis berketetapan bahwa biaya sebesar Rp. 217.948.286 adalah merupakan biaya buruh kapal, oleh karena itu koreksi Terbanding atas Bank Keluar (BK) sebesar Rp. 217.948.286 tidak dapat dipertahankan. Menurut Pasal 4 (3d) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan bukan dalam bentuk uang, bukan merupakan objek PPh 21. Menurut penulis, terdapat pengiriman uang melalui bank, dan ini jelas dalam bentuk uang bukan dalam bentuk kenikmatan atau natura. 68

4.7 Memorial Stock (MSU001) sebesar Rp. 2.928.222 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 2.928.222 adalah merupakan pembelian pakaian seragam. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap buktibukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan bahwa biaya sebesar Rp. 2.928.222 adalah merupakan pembelian pakaian seragam, oleh karena itu koreksi Terbanding atas Memorial Stock sebesar Rp. 2.928.222 tidak dapat dipertahankan. Menurut Pasal 6 (1a) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang dapat mengurangi penghasilan bruto adalah bahwa termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan, tetapi dalam hal ini tidak terdapat bukti atas Faktur PPN dari penjual, sehingga pembelian atas pakaian seragam tersebut diragukan kebenarannya, dengan demikian penulis berpendapat ketetapan majelis atas koreksi Terbanding bisa diperiksa lebih seksama dengan melihat bukti kuat lainnya. 5. Lainnya sebesar Rp. 20.659.478 Dalam analisa majelis, Pemohon Banding dalam persidangan tidak membawa bukti atas koreksi lainnya sebesar Rp. 20.659.478. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, koreksi atas lainnya sebesar Rp. 20.659.478 tetap dipertahankan. Berdasarkan rekap bukti persidangan tidak terdapat bukti perhitungan tentang biaya lainnya, sehingga penulis sependapat dengan majelis dan koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 69

Tabel 4.2 Hasil Analisa Penulis atas SKPKB PPh Pasal 21 PT. LM No. Pos-pos dalam PPh Pasal 21 Pemohon Banding (Rp) Terbanding (Rp) Koreksi Pengadilan Pajak (Rp) 1. Dasar Pengenaan Pajak 2.319.524.430 3.276.401.665 2.340.183.908 2. Pajak penghasilan Pasal 21 terutang 3. PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah 4. PPh Pasal 21 yang telah disetor (Kredit Pajak) 5. PPh Pasal 21 yang kurang (lebih) dibayar \314.204.250 360.253.120 316.270.198 1.794.992-1.794.992 312.409.258 312.409.258 312.409.258-47.843.862 312.409.258 6. Kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya - - - 7. Bunga Pasal 13(2) KUP - 14.353.159 619.785 8. Kenaikan Pasal 13(3) KUP - - - 9. Jumlah PPh Pasal 21 yang masih harus dibayar - 62.197.021 2.685.733 IV. 3. Analisa Surat Permohonan Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari Desember 2004 PT. LM 1. Pokok Sengketa : Koreksi Atas Beban Bunga sebesar Rp. 32.023.743 Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding, beban bunga sebesar Rp. 32.023.743 adalah dari perusahaan Leasing PT. SIF atas Sewa Guna Usaha dan telah PT.LM potong sesuai dengan Surat Edaran Nomor : SE-29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992 point 5.3. Atas Pembayaran Sewa Guna Usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23. 70

Terbanding melakukan koreksi berdasarkan hasil ekualisasi objek PPh Pasal 23 yang telah dikenakan oleh Pemohon Banding dengan biaya yang menjadi obyek PPh Pasal 23 menurut Terbanding, dengan perhitungan sebagai berikut : Menurut Pemeriksa (Beban Bunga) : - Beban Bunga MG Rp. 506.528.735 - Beban Bunga Leasing AAF Rp. 197.380 - Beban Bunga Leasing SIF Rp. 49.438.363 Rp. 556.164.478 Menurut Pemohon Banding (Beban Bunga) Rp. 524.140.735 Koreksi Rp. 32.023.743 Bahwa ekualisasi diatas adalah untuk biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding dikantor pusatnya, yang meliputi biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi, sedangkan biaya pada komponen HPP tidak dimasukkan dalam ekualisasi karena PPh Pasal 23 terutang pada kantor cabang, KPP Banjar Baru dan untuk pemeriksaannya telah diminta permintaan pemeriksaan lokasi pada Karikpa Banjarmasin. Dan sampai selesai proses keberatan terdahulu, Pemohon Banding tidak memberikan data yang dapat diyakini kebenarannya, Pemohon Bandig hanya memberikan data berupa fotokopi SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Audit Tahun 2004, dimana laporan tersebut hanya laporan konsolidasi, sehingga tidak tersedia cukup data. Dalam persidangan terdapat bukti-bukti pendukung berupa : - Buku Besar Akun 92.410.010022, - Buku Besar Akun 29.617.000000, - Buku Besar Akun 92.410.030004, - Buku Besar Akun 92.410.030005, 71

- Akta Perjanjian Leasing Swadarma tanggal 12 Juni 2001 Nomor 61, - SE -29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992, - Buku Besar atas Biaya Leasing - Perjanjian Leasing Terbanding melakukan uji materi koreksi PPh Pasal 23 atas Bunga sebesar Rp. 49.438.363 atas leasing PT. SIF dicatat dalam akun 92.410.030005.00, dan Pemohon Banding belum memotong PPh Pasal 23 atas Biaya sebesar Rp. 49.438.363 terkait leasing dengan PT. SIF. Sedangkan terkait dengan Koreksi Obyek Pajak PPh Pasal 23 atas bunga sebesar Rp. 32.023.743, Pemohon Banding mengemukakan adalah untuk pembayaran leasing bukan Obyek PPh Pasal 23 sesuai SE -29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992. Akan tetapi berdasarkan uji materi oleh Terbanding bahwa Terbanding memahami ketentuan yang diatur dalam SE -29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992 akan tetapi diketahui bahwa Pemohon Banding membebankan secara terpisah dalam Buku Besar Biaya Bunga, dan atas pembebanan tersebut belum dilaporkan PPh Pasal 23. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berpendapat bahwa Pemohon Banding membebankan secara terpisah dalam Buku Besar Biaya Bunga dan atas pembebanan tersebut belum dilaporkan PPh Pasal 23, sehingga majelis berketetapan koreksi terbanding atas beban bunga sebesar Rp. 32.023.743 adalah sudah benar dan tetap dipertahankan. Menurut Penulis bahwa biaya bunga tersebut tidak Pemohon Banding masukan ke dalam Buku Besar keseluruhan perusahaan, karena biaya bunga tersebut terdapat dalam Buku Besar yang ada dalam cabang di kebun/pabrik. Sehingga penulis sependapat dengan ketetapan majelis dan koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 72

2. Pokok Sengketa : Koreksi Sewa Angkutan Darat sebesar Rp. 2.752.012.477 Menurut Pemohon Banding bahwa Biaya Angkut TBS dan MKS sebesar Rp. 2.752.012.377 PT. LM lakukan sesuai kontrak berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak tempuh tujuan, sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 poin 2.2 maka atas transaksi tersebut bukan merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23. Menurut Fiskus sebagai Terbanding bahwa koreksi tersebut berdasarkan hasil ekualisasi obyek PPh Pasal 23 oleh Pemohon Banding dengan biaya yang menjadi obyek PPh Pasal 23 menurut Pemeriksa, dengan perhitungan sebagai berikut : Menurut Pemeriksa (Sewa Angkutan Darat) : - (SCE) Beban Pengangkutan-Tbs Rp. 377.752.871 - (LNE) Beban pengangkutan-tbs Rp. 1.289.116.000 - (BKE) Beban Pengangkutan-Tbs Rp. 329.652.125 - (BBF) Alk. Kendaraan Angkut-MKS Rp. 220.642.636 - (BBF) Pengangkutan CPO Truk Luar Rp. 383.082.195 - (BBE) Beban Pengangkutan-Tbs Rp. 151.766.550 Rp. 2.752.012.377 Menurut Pemohon Banding (sewa angkuta darat) : Rp. 0 Koreksi Rp. 2.752.012.377 Bahwa ekualisasi diatas adalah untuk biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding dikantor pusatnya, yang meliputi biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi, sedangkan biaya pada komponen HPP tidak dimasukkan dalam ekualisasi karena PPh Pasal 23 terutang pada kantor cabang, KPP Banjar Baru dan untuk pemeriksaannya telah diminta permintaan pemeriksaan lokasi pada Karikpa Banjarmasin. Sesuai dengan SE 73

Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 point 2.2 jasa angkutan darat yang bukan merupakan obyek PPh Pasal 23 adalah jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasarkan banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai ketempat tujuan pada waktunya. Jadi biaya angkut yang tidak dikenakan biaya PPh Pasal 23 adalah Biaya Angkut yang dibayarkan pada perusahaan jasa pengangkutan/pengiriman (ekspedisi), dalam hal ini Pemohon Banding tidak melakukan pengiriman dengan menggunakan jasa eksdpedisi menurut surat perjanjian kerja Nomor : LNE/SPK-LKL/I/07/003 dan Nomor : LNE/SPK-LVL/IV/07/012, karena dilakukan oleh perorangan selaku kontraktor lokal. Hasil analisa majelis terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta dari Pemohon Banding dan Terbanding berupa : - SPK LNE/SPK-LKL/XI/04/0012 tanggal 18 November 2004 - SPK LNE/SPK-LKL/V/04/009 tanggal 25 Mei 2004 - SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 - SSP Pembayaran Angkut MKS Januari Desember 2004 Menurut Pemohon Banding atas nilai sebesar Rp. 2.752.012.477 hasil koreksi Pemeriksa adalah PT. LM lakukan berdasarkan kontrak angkutan darat yang dibayar berdasarkan, jarak ke tempat tujuan, volume barang, berat barang, dan jarak ke tempat tujuan, yaitu sebesar Rp. 2.531.369.741. Sedangkan sebesar Rp. 45.934.831 telah setor dan potongan PPh Pasal 23 dan sisanya sebesar Rp. 174.707.805 merupakan alokasi Hino dimana aktiva kendaraan tersebut milik Pemohon Banding. 74

Dan menurut Terbanding dalam persidangan bahwa Pemohon Banding hanya menunjukkan kontrak sewa truk dengan saudara M. Jude dan saudara Ang Beng Lam, Pemohon Banding belum membawa bukti asli voucher pembayaran dan invoce terkait dengan sewa angkutan darat. Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE- 08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 point 2.2, maka biaya angkut yang tidak dikenakan PPh Pasal 23 adalah biaya angkut yang dibayarkan pada perusahaan jasa pengangkutan/pengiriman (ekspedisi). Bahwa berdasarkan penelitian majelis terhadap bukti berupa Surat Perjanjian Kerja Nomor : LNE/SPK-LKL/I/07/003 dan Nomor : LNE/SPK-LKL/IV/07/012, jasa pengangkutan tersebut dilakukan oleh perorangan selaku kontraktor lokal bukan oleh perusahaan angkutan barang (ekspedisi). Dan Pemohon Banding tidak melakukan pengiriman dengan menggunakan jasa perusahaan ekspedisi dan Pemohon Banding tidak membreikan bukti bahwa saudara M. Jude dan saudara Ang Beng Lam usahanya adalah menyewakan jasa angkutan darat. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maupun keterangan Pemohon Banding dan Terbanding, majelis berpendapat bahwa jasa angkutan yang dibayar Pemohon Banding bukan termasuk yang tidak dikenakan PPh Pasal 23 sesuai ketentuan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995, sehingga majelis berketetapan bahwa Sewa Angkutan darat sebesar Rp. 2.752.012.377 yang terdiri dari : - (SCE) Beban Pengangkutan-Tbs Rp. 377.752.871 - (LNE) Beban pengangkutan-tbs Rp. 1.289.116.000 - (BKE) Beban Pengangkutan-Tbs Rp. 329.652.125 75

- (BBF) Alk. Kendaraan Angkut-MKS Rp. 220.642.636 - (BBF) Pengangkutan CPO Truk Luar Rp. 383.082.195 - (BBE) Beban Pengangkutan-Tbs Rp. 151.766.550 adalah merupakan obyek PPh Pasal 23, sehingga koreksi Terbanding atas Sewa Angkutan Darat sebesar Rp. 2.752.012.377 sudah benar dan tetap dipertahankan. Menurut pendapat penulis sesuai Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE- 08/PJ.313/1995 poin 2.1, jasa angkutan darat yang tidak dikenakan objek PPh Pasal 23 apabila memakai jasa angkutan kendaraan perusahaan taxi yang disewa sesuai tarif argometer sedangkan Pemohon Banding memakai jasa milik orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum, dengan demikian penulis sependapat dengan penulis mengenai Objek Pemotong PPh Pasal 23, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 3. Pokok Sengketa : Koreksi Perbaikan Ruangan sebesar Rp. 73.612.000 Menurut Pemohon Banding koreksi perbaikan ruangan sebesar Rp. 73.612.000 dengan alasan bahwa PT. LM selaku Pemohon Banding telah setor dan memotong PPh Pasal 23 seluruhnya. Sedangkan menurut Terbanding sampai selesainya keberatan sebelum proses banding diajukan, PT. LM sebagai Pemohon banding tidak memberikan data pendukung yang dapat diyakini kebenarannya dan dapat digunakan untuk proses keberatan dan proses banding, karena Pemohon Banding hanya memberikan data berupa fotokopi SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Audit Tahun 2004, karena laporan laporan tersebut merupakan laporan konsolidasi sehingga data yang disajikan tidak cukup. Dan Terdapat bukti-bukti dan fakta-fakta yang terdiri dari : - Buku Besar Akun 73241000000 & 73.291000000 76

- Rekap SSP Sewa Gedung - Bank Voucher pembayaran sewa gedung bulan Maret Desember 2004, - SPT PPh Pasal 4 (2) - Bukti potong PPh Pasal 4 (2) Final - SSP PPh Pasal 4 (2) Final, Dalam persidangan Pemohon Banding mengemukakan bahwa telah setor Obyek PPh Pasal 23 adapun selisihnya sebesar Rp. 14.081.200 merupakan PPN. Terbanding dalam persidangan mengemukakan koreksi Obyek PPh Pasal 23 sebesar Rp. 73.612.000 adalah terkait Obyek PPh Pasal 23 atas Servive Pay Term yang dibayarkan Pemohon banding kepada PT. IBN, dan berdasarkan uji materi diketahui bahwa Pemohon Banding belum memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran Servive Pay Term sebesar Rp. 73.612.000 kepada PT. IBN. Bahwa dokumen yang ditunjukkan saat uji materi adalah Bukti potong PPh Pasal 4 (2) Final atas persewaan tanah/bangunan dan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) Final, dan juga memperhatikan Invoice dari PT. IBN yang menagih biaya Servive Pay Term adalah Obyek PPh Pasal 23 namun Pemohon Banding belum memotongnya. Dan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berpendapat bahwa biaya Servive Pay Term adalah merupakan Obyek PPh Pasal 23, sehingga majelis berketetapan bahwa koreksi Terbanding atas Perbaikan Ruangan sebesar Rp. 73.612.000 tetap dipertahankan. Menurut penulis sesuai rekap bukti majelis bahwa tidak terdapat bukti potong atas PPh Pasal 23 dan SSP PPN atas pembayaran kepada PT.IBN. dengan demikian penulis sependapat dengan majelis bahwa koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 77

4. Pokok Sengketa : Kredit Pajak sebesar Rp. 78.591.471 Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding bahwa koreksi atas Kredit Pajak sebesar Rp.78.591 471 atas SSP bunga wesel PT. MG dengan alasan bahwa seluruh pembayaran pajak telah dan selalu PT. LM lakukan melalui bank resmi yang ditunjuk untuk menerima pembayaran dan di cap sebagai bukti sahnya pembayaran Pemohon Banding. Perhitungan atas koreksi Kredit Pajak sebesar Rp. 78.591.471 adalah sebagai berikut : - Menurut Pemeriksa Rp. 29.639 - Menurut Pemohon Banding Rp. 78.621.110 Koreksi Rp. 78.591.471 Bahwa koreksi tersebut berdasarkan data SSP lembar ke-2 dari Intranet Direktorat Jenderal Pajak bahwa jumlah dari lembar ke-2 yang diinput hanya sebesar yang tersebut diatas, dan sampai akhir pemeriksaan belum ada jawaban hasil konfirmasi pihak ketiga. Dan atas koreksi terbanding tersebut telah dilakukan konfirmasi ulang dengan Surat Nomor : S-1180/PJ.071/2007 tanggal 18 April 2007 kepada KPP J1 SB, dan dari data SSP lembar ke-2 dari Intranet Direktorat Jenderal Pajak bahwa jumlah dari lembar ke-2 yang diinput hanya sebesar Rp. 29.639, lalu dari menu MP3 tidak diketahui dengan jelas mengenai pembayaran oleh PT.MG sebesar Rp. 78.591.471. Dalam persidangan terdapat bukti pendukung berupa : - SSP Pembayaran atas Bunga PT, MG tanggal 10 Januari 2005 - List Voucher BNA002 tanggal 10 Januari 2005 - Rekening Koran - Buku Besar Akun 72.111.020000 - Buku Besar Akun 72.111.030000 78

- Buku Besar Akun 72.115.000000 CBBE, LNE, BKE, SCE - Buku Besar Akun 72.121.020000 dan 72.121.030000 - Bank Voucher BNA050 tanggal 27 September 2004 Berdasarkan penelitian Penulis terhadap SSP diketahui pembayaran atas bunga PT. MG tanggal 10 Januari 2005 sebesar Rp. 78.591.471. Dan Atas hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan atas SSP yang merupakan pembayaran atas bunga PT. MG tanggal 10 Januari 2005 sebesar Rp. 78.591.471, dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding. Penulis sependapat dengan majelis karena berdasarkan bukti Voucher dan SSP pembayaran kepada PT.MG bahwa PT.LM telah membayarkan kepada PT.MG sehingga boleh dikreditkan dalam perhitungan Pajak PT.LM. Tabel 4.3 Hasil Analisa Penulis atas SKPKB PPh Pasal 23 PT. LM No. Pos-pos yang dikoreksi Menurut Menurut Koreksi Koreksi dan Perhitungan Pajak Pemohon Terbanding Terbanding Menurut Terutang Banding (WP) (Pemeriksa) Pengadilan Pajak (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 1. Dasar Pengenaan Pajak 524.140.735 3.381.788.855 2.857.648.120 3.381.788.855 2. PPh Pasal 23 terutang 78.621.110 170.401.763 91.780.653 170.401.763 3. PPh Pasal 23 yang telah disetor (Kredit Pajak) : Masa dan Tahunan 78.621.110 29.639 78.591.471 78.621.110 4. PPh Pasal 23 yang kurang (lebih) dibayar - 170.372.124 170.372.124 91.780.653 79

5. Kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya - - - - 6. Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP - 51.111.637 51.111.637 27.534.196 7. Kenaikan PPh Pasal 23 yang masih harus dibayar - - - - 8. Jumlah PPh Pasal 23 yang masih harus dibayar - 221.483.761 221.483.761 119.314.749 IV. 4. Rangkuman Atas Hasil Analisa Putusan Pengadilan Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Analisa Putusan Pengadilan PT. LM Sengketa Hasil Putusan Pokok Sengketa Sebab Putusan Pokok Sengketa Sebab Putusan Pajak (Koreksi Tidak (Koreksi Tetap Dapat Dipertahankan) Dipertahankan) PPH Mengabulkan Penghasilan Neto Bukan Peredaran Peredaran Usaha Pemohon Badan Sebagian atas Peredaran Usaha Pemohon Rp. 7.247.477.600 Banding tidak Permohonan Usaha Rp. Banding dapat Banding 205.010.845 menunjukan bukti selain Buku Besar Kredit Pajak Rp. Merupakan Kredit HPP Rp. 13.555.312 Pemohon 8.042.321 Pajak Karena Banding tidak terdapat bukti mengajukan 80

Surat Setor Pabean, Cukai dan keberatan atas koreksi HPP Pajak dalam rangka Impor Penghasilan Luar Usaha Rp.10.201.162 Hasil dari Penghapusan persediaan tetapi Pemohon banding surat yang diajukan tidak dapat dipercaya karena hanya ditandatangani pihak internal Biaya Pemasaran/Promosi Rp. 351.210.657 Biaya tersebut digunakan sebagai biaya pajak ekspor tetapi Pemohon Banding tidak dapat membuktikan PPh Pasal Mengabulkan Iuran Pensiun Rp. Iuran Pensiun Biaya lainnya Rp. Pemohon 21 Sebagian 155.520.638 yang dibayarkan 20. 659.478 Banding tidak Permohonan kepada Dana dapat Pemohon Pensiun SIP menunjukan Banding merupakan Iuran bukti 81

Pemberi Kerja sesuai keputusan menteri keuangan Jamsostek Rp. 36.307978 Biaya Jamsostek adalah pembayaran jaminan hari tua kepada Jamsostek dan bukan Objek PPh 21 Biaya Perjalanan Dinas Rp. 145.472.110 Biaya Perjalanan Direksi untuk mengunjungi kebun dan pabrik Biaya lain-lain: - Kas Keluar Rp. 130.613.611 - Memorial Factory Rp. 3.511.643 - Upah Rp. 220.797247 - Pengobatan Rp. 13.852.314 - Perumahan Rp. 9.265.708 - Bank Keluar Rp. 217.948.286 - Kas Keluar : Untuk Biaya konsumsi, uang makan supir, dan lain-lain - Memorial Factory : Untuk Alokasi Biaya penobatan, perumahan, alokasi mess - Upah : Pemohon Banding telah perhitungkan, 82

- Memorial Stock Rp. 2.928.222 - Total Biaya lainlain Rp. 598.917.031 setor dan lapor kepada KPP - Pengobatan : Untuk alokasi biaya pengobatan sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai Keputusan - Perumahan : Untuk alokasi biaya perumahan sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai Keputusan - Bank Keluar : Untuk Biaya buruh Kapal - Memorial Stock : Untuk Pembelian bahan seragam PPh Pasal Mengabulkan Kredit Pajak Rp. Pemohon Banding Beban Bunga Rp. Pemohon 23 Sebagian 78.591.471 memberikan bukti 32.023.743 Banding Permohonan SSP atas bunga membebankan Pemohon PT. MG, List secara terpisah Banding Voucher, dalam Buku Rekening Koran, Besar Biaya Buku-buku Besar Bunga dan Akun, Bank belum 83

Voucher. dilaporkan PPh Pasal 23 Sewa Angkutan Darat Rp. 2.752.012.377 Pemohon Banding tidak menggunakan jasa pengangkutan tetapi dilakukan perorangan selaku kontraktor lokal sehingga harus dikenakan PPh Pasal 23 Perbaikan Ruangan Rp. 73.612.000 Terdapat Invoice dari PT. IBN yang menagih biaya service payterm dan menurut majelis servis tersebut merupakan Objek PPh Pasal 23 Jadi keseluruhan hasil putusan atas sengketa pajak PT. LM adalah mengabulkan sebagian permohonan pemohon banding. Dan yang paling banyak mempengaruhi 84