EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

INTISARI. Kata Kunci : penyimpanan, gudang obat, indikator penyimpanan, puskesmas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu unsur kesejahteraan yang harus tercapai (Sheina dkk, 2010). Menurut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif melalui observasi dan wawancara mengenai penyimpanan

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI GUDANG FARMASI PSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Penyimpanan Sediaan Farmasi di Gudang Farmasi RSUD

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah non-eksperimental, yang berupa desain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG TAHUN 2007 ABSTRACT

IMPLEMENTASI SISTEM PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIDOMULYO KOTAMADYA PEKANBARU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEGIATAN BELAJAR 2: PENYIMPANAN

EVALUASI PENGELOLAAN OBAT BPJS PADA TAHAP PENYIMPANAN DI GUDANG INSTALASI FARMASI RSUD RATU ZALECHA

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT SILOAM MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

GAMBARAN PENGELOLAAN OBAT NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN

KARYA TULIS ILMIAH EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG FARMASI PUSKESMAS SRIBHAWONO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB IV ANALISIS DATA DAN RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN OBAT/ALAT KESEHATAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MYRIA PALEMBANG

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI GUDANG INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ADVENT MANADO

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Elemen Penilaian BAB VIII

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental bersifat deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

Permenkes Nomor 3 tahun 2015 PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN

Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI PT. UNGGUL JAYA CIPTA USAHA MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

EVALUASI MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI GUDANG OBAT INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. SOEDJONO SELONG LOMBOK TIMUR

KARYA TULIS ILMIAH EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH X TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

EVALUASI PENYIMPANAN DAN DISTRIBUSI OBAT PSIKOTROPIKA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. V. L. RATUMBUYSANG MANADO

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

KEBIJAKAN PEMESANAN OBAT, PENCATATAN OBAT

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

GAMBARAN EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT MEMINIMALKAN YANG KADALUARSA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DR.H

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

EVALUASI PENGELOLAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT X NASKAH PUBLIKASI

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

Natural Science: Journal of Science and Technology ISSN-p : Vol 6(2) : (Agustus 2017) ISSN-e :

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan

PENDAHULUAN. berorientasi kepada produk ( product oriented), juga berorientasi kepada pasien

STUDI KASUS ANALISIS SISTEM PENYIMPANAN OBAT DI SUB BAGIAN LOGISTIK RUMAH SAKIT GRHA PERMATA IBU TAHUN 2014

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

1. SOP pemeriksaan lab 1. Brosur pelayanan lab 2. Panduan pemeriksaan lab (ext) tersedia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kecacatan. Kesehatan dapat terwujud apabila tersedia sumber daya untuk

Peresepan,Pemesanan dan pengelolaan Obat SPO Nomor : Terbit ke : 1 No.Revisi : 0 Tgl.Diberlaku : Halaman : 1-3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EVALUASI PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT BANYUMANIK SEMARANG TAHUN 2013 SKRIPSI. Disusun oleh : Ekawati Sri Wulandari

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. berfungsi menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan, peningkatan, serta pemeliharaan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian studi kasus menggunakan pendekatan dekriptif analitik bersifat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

INTISARI STUDI EVALUASI PENGELOLAAN PENYIMPANAN OBAT DI UPTD GUDANG FARMASI DINAS KESEHATAN KOTAWARINGIN TIMUR

Transkripsi:

1 EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS Arif Surya Wirawan 1), Nurul Maziyyah 1) Program Studi Farmasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI Penyimpanan obat di gudang farmasi rumah sakit merupakan hal yang penting dalam pengelolaan obat karena penyimpanan yang kurang baik beresiko terhadap terjadinya obat kadaluarsa, obat yang macet atau yang dapat berakibat tidak efektifnya obat ketika dikonsumsi pasien. Kesalahan penyimpanan obat juga bisa mengakibatkan pasien mengalami keracunan obat akibat meminum obat yang sudah rusak/kadaluarsa. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi sistem penyimpanan sediaan farmasi, serta indikator-indikator penyimpanan sediaan farmasi di gudang farmasi RSUD Banyumas. Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-eksperimental yang bersifat deskriptif berupa evaluasi formatif. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa gambaran penyimpanan obat di gudang farmasi yang diperoleh dari hasil observasi dan informasi dari petugas yang terlibat dalam penyimpanan obat yang dibandingkan dengan standar SK Menkes No 1197/Menkes/SK/X/2004. Sedangkan data kuantitatif berupa perhitungan indikator penyimpanan yang meliputi Turn Over Ratio (TOR), persentase obat hampir kadaluarsa dan persentase obat mati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 68% peralatan gudang sudah tersedia, sebesar 60% sistem penataan obat sudah sesuai standar, serta sebesar 88,89% sistem penyimpanan sudah sesuai standar. Hasil perhitungan indikator penyimpanan menunjukkan nilai Turn Over Ratio (TOR) sebesar 11,26 kali dengan standar 6-7 kali, nilai persentase obat mati sebesar 0,874% dengan standar lebih kecil dari 1%, dan nilai persentase obat hampir kadaluarsa sebesar 0,248% dengan target seminimal mungkin. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem penyimpanan sediaan farmasi di gudang farmasi RSUD Banyumas belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 sedangkan indikator penyimpanan sediaan farmasi di gudang farmasi RSUD Banyumas menunjukan penyimpanan yang baik dan efisien. Kata Kunci : evaluasi penyimpanan, gudang farmasi, indikator penyimpanan, RSUD Banyumas

2 EVALUASI PENYIMPANAN SEDIAAN FARMASI DI GUDANG FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS Arif Surya Wirawan 1), Nurul Maziyyah 1) School of Pharmacy, Muhammadiyah Universitas of Yogyakarta ABSTRACT Drug storage in the hospital is important in the management of the drug because poor storage can increase the risk of expired drugs, death stock or the ineffectiveness of the drug when consumed by the patient. Poor drug storage can also result in drug toxicity as a result of taking the medicine that has been damaged or expired. This study was conducted to evaluate drug storage systems, as well as indicators for the storage of pharmaceutical preparations in the pharmaceutical warehouse RSUD Banyumas. This study is included in the non-experimental research that is descriptive form of formative evaluation. The data was collected in the form of qualitative and quantitative data. Qualitative data in the form of a description of drug storage system obtained from observation and information from officers involved in drug storage compared to standard SK Menkes No. 1197 / Menkes / SK / X / 2004. Quantitative data collected include Turn Over Ratio (TOR), the percentage of nearly expired drugs and death stock percentage. The result indicated that 68% warehouse equipment already available, 60% of the drug arrangement is appropriate, as well as 88.89% of the storage system was in accordance with the standard. The result of storage indicators showed the Turn Over Ratio (TOR) of 11.26 times with the standard of 6 7 times, percentage of death stock 0.874% with a standard less than 1%, and the percentage of nearly expired drugs at 0.248% with a standard as minimum as possible. Based on the result, it can be concluded that the storage system in the pharmaceutical warehouse RSUD Banyumas was not yet in accordance with established standards SK Menkes No. 1197 / Menkes / SK / X / 2004, while the indicator storage showed good and efficient storage. Keywords : storage evaluation, pharmaceutical warehouse, storage indicator, RSUD Banyumas

3 PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk mencapai hidup sehat. Rumah sakit memiliki peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Beberapa fungsi yang dimiliki rumah sakit yaitu menyelenggarakan pelayanan medik dan nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan (Siregar dan Amalia, 2004). Guna memenuhi fungsi tersebut, rumah sakit perlu memberi perhatian pada tahap pengelolaan obat. Pengelolaan obat yang baik bertujuan agar obat yang diperlukan selalu tersedia setiap saat diperlukan dalam jumlah cukup dan mutu yang terjamin, untuk mendukung pelayanan yang bermutu (Wahyuni, 2007). Pengelolaan obat itu sendiri mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pencatatan atau pelaporan obat (Azis dkk., 2005). Penyimpanan sediaan farmasi memiliki pengaruh pada efektivitas pengobatan serta keamanan. Penyimpanan obat harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya. Penyimpanan obat perlu menjadi perhatian utama karena banyaknya kejadian obat yang kadaluarsa, obat yang mati serta tidak efektifnya obat ketika dikonsumsi pasien. Kesalahan penyimpanan obat juga bisa mengakibatkan pasien mengalami keracunan obat akibat salah minum obat atau meminum obat yang sudah rusak. Keselamatan pasien merupakan upaya yang harus diutamakan dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Pasien harus memperoleh jaminan keselamatan selama mendapatkan perawatan atau pelayanan di lembaga pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari berbagai kesalahan tindakan medis (medical error) maupun kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) (Koentjoro, 2007). Dampak negatif yang ditimbulkan akibat obat yang rusak bukan terhadap pasien saja, melainkan berdampak juga pada rumah sakit itu sendiri. Terjadinya kerusakan obat atau obat kadaluarsa dapat menyebabkan kerugian bagi rumah sakit tersebut, khususnya kerugian pada pendapatan rumah sakit. Kerusakan obat dan adannya obat mati menyebabkan perputaran obat di gudang berjalan tidak maksimal. Semua kejadian tersebut bisa diminimalkan dengan pengelolaan sediaan farmasi yang baik khususnya pada tahap penyimpanan. Metode penyimpanan sediaan farmasi telah diatur dalam pedoman SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004. Menteri kesehatan (2014) menjelaskan bahwa untuk meminimalisir kerusakan penyimpanan dapat dilakukan menurut persyaratan yang ditentukan meliputi dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, dibedakan menurut suhunya, mudah tidaknya terbakar serta tahan atau tidaknya terhadap cahaya. Persyaratan yang telah ditetapkan harus disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Gudang farmasi RSUD Banyumas merupakan salah satu sarana tempat penyimpanan obat. Gudang RSUD Banyumas

4 merupakan bangunan bekas laboratorium yang berada di bawah unit instalasi farmasi RSUD Banyumas, oleh karena itu gudang farmasi RSUD Banyumas merupakan tanggung jawab unit instalasi RSUD Banyumas. Pengelolaan gudang farmasi RSUD Banyumas di bawah tanggung jawab seorang asisten apoteker dan dibantu oleh empat petugas gudang lainnya. Bentuk gudang farmasi RSUD Banyumas merupakan bentuk gudang tertutup yang terdiri dari 7 ruangan yang memiliki atap dan dinding. Gudang farmasi RSUD Banyumas berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara obat-obatan dan alat kesehatan sebelum didistribusikan ke unit-unit lain di rumah sakit tersebut yang membutuhkan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mendapatkan gambaran serta mengevaluasi kesesuaian penyimpanan obat di gudang Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas berdasarkan SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-eksperimental berupa evaluasi dan spesifiknya penelitian evaluasi formatif yang lebih menekankan pada proses penyimpanan sediaan farmasi di RSUD Banyumas. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif, data kualitatif diperoleh dari observasi dan informasi dari petugas atau staf yang terlibat dalam penyimpanan obat melalui wawancara. Penelitian ini dilakukan di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas dan dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2014. Populasi dan Sampel Populasi : Populasi penelitian ini adalah seluruh sediaan farmasi di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Sampel : Berdasarkan SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 pengambilan sampel menggunakan daftar stok obat. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik nonprobability sampling, spesifiknya menggunakan teknik sampling sistematis. Pengambilan sampel berbeda-beda tiap indikator, diantaranya : a) Turn Over Ratio (TOR) Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan jarak interval yang seragam dari daftar obat tahun 2013 yang telah diurutkan. Jumlah obat pada tahun 2013 sebanyak 1145 macam item obat. Jarak interval didapat dari jumlah seluruh item obat dibagi dengan jumlah obat yang diambil untuk jadi sampel. Jumlah obat yang dijadikan sampel sebanyak 30 item obat, sehingga diperoleh hasil intervalnya sebesar 38. b) Obat hampir kadaluarsa Pengambilan sampel obat hampir kadaluarsa dilakukan dengan memilih obat yang waktu kadaluarsanya bersisa 3 bulan dari waktu penelitian, data obat diambil dari daftar stok obat hampir ED. Jumlah obat yang diambil jadi sampel sebanyak 1.535.571 obat. c) Obat mati Pengambilan sampel stok mati berdasarkan data obat yang tidak

5 keluar dari gudang farmasi lebih dari 3 bulan selama penelitian. Jumlah obat selama penelitian sebanyak 1.535.571 obat. Instrumen Penelitian Alat : Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar pengumpulan data, daftar pertanyaan sebagai alat bantu untuk pedoman wawancara, serta pedoman Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 sebagai alat pembanding kesesuaian sistem penyimpanan di gudang Farmasi RSUD Banyumas dengan standar. Daftar pertanyaan berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan obat khususnya dalam hal penyimpanan obat yang dilakukan rumah sakit. Bahan : Bahan yang digunakan dalam penelitian ini: a. Daftar stok obat, untuk mendapat sampel item obat b. Dokumen penggunaan obat, untuk mengukur indikator pada tahap penyimpanan. Cara Kerja Penelitian ini dimulai dari tahap persiapan berupa pembuatan proposal, perijinan dan pembuatan daftar pertanyaan sebagai bahan tambahan atau pelengkap dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan dua macam data, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif meliputi observasi dan wawancara dengan personel yang terlibat dalam penyimpanan obat. Data kuantitatif meliputi pengambilan data/dokumen yang diperlukan, yaitu daftar stok obat. Tahap analisis data dilakukan dengan menganalisis hasil observasi dan wawancara secara kualitatif dan membandingkan kesesuaiannya dengan pedoman SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, sedangkan data kuantitatif dianalisis dan diukur dengan indikator pengelolaan obat yang meliputi TOR, obat kadaluarsa, dan obat macet. Tahap akhir dari penelitian ini adalah pembuatan laporan yang berisi hasil analisis data kualitatif yang disajikan dalam bentuk tekstual secara narasi, sedangkan data kuantitatif yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis Data Penelitian ini bersifat deskriptif, data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dianalasis secara kualitatif dan selanjutnya dibandingkan kesesuaiannya dengan pedoman SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 untuk menggambarkan penyimpanan sediaan farmasi di gudang farmasi RSUD Banyumas, sedangkan data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel untuk melihat secara visual serta analisisnya menggunakan indikator yang telah ditetapkan. Data kuantitatif diperoleh dari penelusuran dokumen-dokumen penyimpanan, yang meliputi perhitungan : 1.Turn Over Ratio (TOR) : Turn Over Ratio (TOR) menunjukan frekuensi perputaran barang dalam periode tertentu. Rumus mencari TOR : ( ) 2.Persentase stok mati : Mencatat masing masing nama item obat, kemudian dilihat data penggunaan obat di komputer untuk tiap item obat. Mencatat berapa obat yang tidak digunakan dalam waktu dekat. Dihitung berapa persen stok

6 mati dengan membandingkan jumlah obat yang tidak digunakan selama tiga bulan berturut-turut (A) dengan seluruh sampel obat (B) ( ) 3.Persentase nilai obat yang hampir rusak atau kadaluarsa : data ini diperoleh dengan cara menghitung berapa nilai obat-obat yang rusak dan atau kadaluarsa selama penelitian (A). Nilai tersebut dibagi dengan jumlah obat (B). Didapatkan persentase nilai kerugian. ( ) HASIL DAN PEMBAHASAN 1.Gambaran Sistem Penyimpanan di Gudang RSUD Banyumas a. Perlengkapan di Gudang Farmasi RSUD Banyumas Ruangan di gudang RSUD Banyumas terasa lembab kerena minimalnya ventilasi udara serta pengaturan cahaya yang masuk ke tiap ruang penyimpanan obat. Faktor ini dapat mempengaruhi mutu produk dan keselamatan kerja petugas gudang. Keselamatan kerja petugas gudang rumah sakit juga sangat penting, dan dalam proses penyimpanan keselamatan kerja juga harus terjamin disamping terjaminnya mutu dan kualitas obat (Febriawati, 2013). Kondisi letak gudang yang bersebelahan dengan sungai menyebabkan kondisi gudang di RSUD Banyumas menjadi lembab. Kelembaban ruangan perlu memperhatikan ventilasinya secara khusus, untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri jamur. Ruangan dengan volume 100m 3 sekurang kurangnya 1 fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m 3 /detik dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 12 kali (Kepmenkes, 2004). Ruang penyimpanan sediaan cair menggunakan pallet agar obat tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Penggunaan pallet perlu mengatur jarak dan tingginya, tinggi alas pallet dari lantai minimal 10 cm, jarak antar pallet dan antar dinding tidak kurang dari 30 cm, serta tinggi tumpukan pallet maksimal 2,5 meter. Penggunaan pallet berfungsi untuk menjaga sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap genangan air banjir. Dinding bangunan gudang RSUD Banyumas licin, selain itu terdapat sudut lantai dan sudut dinding yang tajam. Sudut yang tajam pada dinding dan lantai menyebabkan rentan ditemukannya serangga-serangga perekat disetiap sudut lantai dan dinding tersebut (Febriawati, 2013). Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2013), gudang penyimpanan sediaan farmasi harus mempunyai letak tata ruang yang baik untuk memudahkan penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian, pendistribusian, serta pengawasan material dan peralatan. Sediaan farmasi yang melampaui kapasitas gudang dapat mempengaruhi pola penataan gudang

7 serta penyusunan rak obat. Penataan rak obat disusun hanya mengikuti pola rak laboraturium yang dahulu sehingga banyak obat yang tidak tersusun rapi. Pola gudang yang tidak teratur rentan terjadinya ketidakteraturan obat masuk dan keluar gudang, serta dapat meningkatkan resiko terjadinya obat macet dan obat ED di gudang farmasi RSUD Banyumas. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran material dan peralatan, tata letak gudang perlu memiliki lorong yang ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus huruf U dan arus huruf L (Retno, 2014). Kemudahan dan kebebasan bergerak akan sangat membantu kenyamanan kerja, kebersihan mudah dijaga, perawatan gudang dan berbagai aktivitas tidak mengalami hambatan (Febriawati, 2013). Data pada tabel 1 menunjukan bahwa 68% peralatan yang dipersyaratkan SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tersedia di gudang RSUD Banyumas. Hasil ini menggambarkan peralatan di gudang farmasi RSUD Banyumas belum semua memenuhi standar SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 karena persentase kesesuaiannya belum mencapai 100%. Peralatan yang tidak memadai mengakibatkan tidak maksimalnya penyimpanan sediaan farmasi di gudang RSUD Banyumas sehingga terjadi kerusakan obat yang akan menyebabkan kerugian di gudang RSUD Banyumas (Sheina dkk., 2010). Tabel 1. Kesesuaian antara peralatan Gudang Farmasi RSUD Banyumas dengan standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit ketersediaan Standar peralatan di Gudang Rumah Sakit (SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004) Ada Tidak Peralatan untuk penyimpanan Peralatan untuk peracikan - Peralatan untuk pembuatan - Obat Meja Kursi Lemari / rak buku Filling cabinet Computer Alat tulis kantor Telepon Kepustakaan Lemari penyimpanan - khusus Lemari untuk narkotika - Lemari pendingin AC Penerangan Sarana air Ventilasi - Sarana pembuangan - limbah Alarm - Lemari/rak Pallet Kartu arsip Lemari arsip - b.penataan sediaan farmasi di Gudang Farmasi RSUD Banyumas Sistem penataan obat di gudang farmasi RSUD Banyumas disusun berdasarkan abjad/alfabetis dari A-Z dengan menggunakan metode FEFO. Metode FEFO merupakan metode penyimpanan obat dimana obat yang memiliki ED (Expired Date) lebih cepat diletakkan di depan obat yang memiliki ED lebih lama (Permenkes, 2014). Metode FEFO ini diterapkan

8 bertujuan untuk meminimalkan kerusakan obat di gudang RSUD Banyumas, dengan demikian kerugian yang terjadi akibat kadaluarsa obat bisa dihindari. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 51 Th. 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi yang disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Berdasarkan hasil penelitian, masih terdapat obat yang telah melewati batas kadaluarsa obat di gudang RSUD Banyumas. Obat kadaluarsa terjadi pada obat yang memiliki kelas terapi/khasiat yang sama. Obat kadaluarsa dipengaruhi oleh peresepan dokter yang cenderung dengan satu obat yang biasa digunakan sehingga obat lain yang memiliki terapi/khasiat yang sama disimpan dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan resiko terjadinya obat expired date semakin besar (Sheina dkk., 2010). Menurut pernyataan salah satu petugas gudang RSUD Banyumas, kerusakan obat diatasi dengan cara melakukan monitoring dan evaluasi yang rutin. Monitoring dilakukan dengan memeriksa kondisi persediaan obat yang sebelumnya telah dituliskan secara jelas batas ED masing masing produk. RSUD Banyumas perlu melakukan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian yang meliputi monitoring dan evaluasi guna menjamin mutu serta kualitas obat (Permenkes, 2014). Sediaan farmasi yang mendekati batas kadaluarsa obat maka penanggung jawab gudang segera melaporkan ke kepala instalasi pelayanan farmasi RSUD Banyumas, dan selanjutnya mengeluarkan obat yang telah disimpan lama di gudang menuju instalasi pelayanan agar obat tersebut digunakan. Kepala instalasi menghubungi dokter yang bersangkutan untuk menyarankan agar dokter menulis resep obat yang sebelumnya tidak digunakan. Tindakan ini dilakukan agar bisa meminimalkan terjadinya expired date (ED) obat yang tinggi di gudang farmasi RSUD Banyumas. Tabel 2. Kesesuaian antara sistem penataan obat di Gudang RSUD Banyumas dengan standar SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004. Standart Penataan Obat di Rumah Sakit Kesesuain dengan standar (SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004) Ya Tidak Metode FIFO - Metode FEFO Penggolongan berdasarkan jenis sediaan Penggolongan berdasarkan abjad/alfabetis Penggolongan - berdasarkan kelas terapi/khasiat Data tabel 2 menunjukan bahwa baru 60% penataan obat yang sesuai dengan standar SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, hal ini karena penataan obat di gudang RSUD Banyumas belum menggunakan sistem FIFO dan belum berdasarkan atas khasiat/terapi yang sama sehingga masih ada obat macet dan obat rusak atau hampir

9 kadaluarsa digudang RSUD Banyumas. Keuntungan penataan obat berdasarkan khasiat/terapi yang sama yaitu efisien waktu dalam pelayanan permintaan dari tiap unit, ketepatan dalam pengambilan obat dan meminimalisir terjadinya kerusakan dan obat macet ketika dokter melakukan peresepan dengan satu obat (Sheina dkk., 2010). c. Penyimpanan sediaan farmasi di Gudang Farmasi RSUD Banyumas Menjamin mutu dan kualitas obat merupakan hal yang sangat penting, agar obat yang sampai ke tangan pasien bisa bekerja maksimal sesuai kegunaannya. Sediaan obat yang dibedakan menurut jenisnya dapat menjaga mutu dan kualitas sediaan obat dari kontaminasi sediaan obat lainnya. Sediaan yang terkontaminasi dapat merusak sediaan obat tersebut sehingga ketika digunakan pasien sediaan obat tidak dapat bekerja secara maksimal. Obat suntik, obat salep dan obat tetes mata, serta obat tablet harus didibedakan rak penyimpanannya agar tidak merusak kestabilan obat satu dengan yang lainnya. Penyimpanan obat digolongkan berdasarkan bentuk bahan baku, seperti bahan padat, dipisahkan dari bahan yang cair atau bahan yang setengah padat. Pemisahan sediaan farmasi tersebut dilakukan untuk menghindarkan zat-zat yang bersifat higroskopis, demikian juga halnya dengan bahan yang mudah terbakar. Serum, vaksin dan obat obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disiman dalam lemari es (Yustina dan Sulasmono, 2007). Kendala yang ditemukan petugas gudang farmasi RSUD Banyumas dalam hal penyimpanan suhu dingin yaitu sangat kurangnya alat pendingin, sedangkan sediaan farmasi yang penyimpanannya membutuhkan alat pendingin sangat banyak. Penyimpanan sediaan obat yang tidak sesuai dapat mengakibatkan kerusakan pada sediaan obat sebelum masa expired date (ED). Petugas gudang berusaha mengatasinya dengan menggunakan pendingin seperti es jelly. Es jelly merupakan pendingin yang bersifat sementara dan tidak dapat bertahan lama, biasanya diganti dua kali sehari. Menurut penanggung jawab gudang bahwa dengan menggunakan pendingin es jelly dapat menjaga kestabilan obat yang membutuhkan suhu dingin untuk sementara, dengan demikian kerusakan obat dapat diminimalisir serta mampu menjaga mutu dan kualitas obat. Sediaan farmasi yang membutuhkan suhu dingin harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari es (kulkas). Ruangan obat harus sejuk, penyimpanan obat dalam lemari pendingin pada suhu 4 8 derajat celcius dan kartu temperatur yang terdapat dalam lemari es harus selalu diisi (Ditjen Binfar, 2005). Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi sesuai dengan persyaratan kefarmasian, oleh karena itu gudang farmasi harus dapat memastikan bahwa obat yang disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik (Permenkes, 2014). Penyimpanan obat golongan narkotika sangat tidak memadai dan jauh dari standar yang ditetapkan, karena hanya disimpan di atas rak obat. Penyimpanan golongan narkotika yang tidak ditempatkan

10 pada tempat yang khusus tentu mempunyai resiko kehilangan serta penyalahgunaan obat golongan. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika sangat membutuhkan pengamanan yang ketat agar tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, mempunyai kunci yang kuat, lemari dibagi menjadi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya, serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lain yang digunakan sehari-hari (Permenkes, 1978). Gudang farmasi RSUD Banyumas sendiri belum memiliki penyimpanan obat golongan narkotika secara khusus. Penyimpanan golongan narkotika sengaja diletakkan di atas rak agar tidak mudah saat mengambilnya dan itu salah satu cara petugas gudang farmasi RSUD Banyumas melindunginya. Cara tersebut tidak menutup kemungkinan rentan terjadinya kehilangan obat. Penyimpanan obat harus dapat menjamin keamanan sediaan disamping menjamin mutu dan kualitasnya. Daerah penyimpanan harus aman, perlengkapan dan peralatan yang digunakan untuk penyimpanan obat harus diadakan. Pengendalian lingkungan yang tepat (yaitu suhu, cahaya, kelembaban, kondisi sanitasi, ventilasi dan pemisahan) harus dipelihara apabila obat-obatan atau perlengkapan lainnya disimpan di rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004). Kehilangan obat golongan narkotika tentu akan banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penyalahgunaan obat golongan narkotika dapat menyebabkan fungsi vital organ tubuh bekerja secara tidak normal seperti jantung, peredaran darah, pernafasan, dan terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat). Narkoba menghasilkan perasaan tinggi dengan mengubah susunan bio kimia molekul pada sel otak yang disebut neurotransmiter (BNN, 2010). Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, petugas gudang farmasi RSUD Banyumas setiap hari melakukan monitoring terhadap obat golongan narkotika. Monitoring dilakukan dengan memeriksa sediaan narkotika, selanjutnya menghitung jumlah sediaan narkotika dan menyesuaikannya dengan jumlah yang ada di kartu stok barang. Menurut salah satu petugas gudang RSUD Banyumas, dengan cara monitoring yang rutin bisa meminimalkan terjadinya kehilangan dan ini salah satu cara yang paling efektif karena tidak memadainya tempat penyimpanan golongan narkotika di gudang farmasi RSUD Banyumas. Data tabel 3 menunjukan bahwa 88,89% penyimpanan obat sesuai dengan standar SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004. Penyebab tidak maksimalnya penyimpanan di gudang farmasi RSUD Banyumas terjadi karena penyimpanan obat golongan narkotika diletakkan di rak yang bersamaan dengan obat lainnya. Penyimpanan obat narkotika seharusnya disimpan di tempat khusus yang terbuat dari bahan yang kuat (Permenkes, 1978).

11 Tabel 3. Kesesuaian antara penyimpanan barang di Gudang RSUD Banyumas dengan standar pelayanan farmasi di rumah sakit Standar penyimpanan sediaan farmasi (SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004) Obat-obatan dipisahkan dari bahan beracun Obat luar dipisah dari obat dalam Narkotika dan psikotropika dipisah dari obat-obat lain dan disimpan di lemari khusus yang mempunyai kunci Tablet, kapsul dan oralit disimpan dalam kemasan kedap udara dan diletakan di rak bagian atas Cairan, salep dan injeksi disimpan di rak bagian tengah Obat yang membutuhkan suhu dingin disimpan dalam kulkas Obat rusak/kadaluarsa dipisahkan dari obat lain yang masih baik dan disimpan di luar gudang Obat cairan dipsahkan dari obat padatan Obat dikumpulkan menurut kelompok berat dan besarnya Kesesuaian dengan standar Ya Tidak - - 2. Evaluasi Indikator Penyimpanan a. Turn Over Ratio (TOR) Turn Over Ratio (TOR) adalah perhitungan yang digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran persediaan dalam satu tahun. Penelitian ini menggunakan 30 sampel obat untuk melihat nilai perputaran obat di gudang farmasi RSUD Banyumas. Masing-masing obat memiliki nilai TOR yang berbeda, selanjutnya dihitung ratarata seluruh TOR sampel. Penghitungan TOR seperti ini dilakukan karena pendataan obat di gudang farmasi RSUD Banyumas dilakukan perobat. Perhitungan TOR pada penelitian ini berdasarkan data perputaran obat tahun 2013 untuk mendapatkan data lengkap selama satu tahun. TOR dapat dihitung dengan membandingkan pembelian obat dalam satu tahun dengan persediaan rata-rata pada akhir tahun. Hasil dari perhitungan peneliti, didapatkan nilai TOR sebesar 8,66 kali menunjukkan bahwa rata-rata persediaan di gudang farmasi RSUD Banyumas mengalami perputaran 8,66 kali selama tahun 2013. Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan standar umum yang bisa digunakan yaitu 6 7 kali (Nugroho, 2008). Table 4. Data Turn Over Ratio (TOR) sediaan farmasi di Gudang RSUD Banyumas Keterangan Kode Jumlah obat Stok opname A 91.120 per 31 desember 2012 (persediaan awal tahun 2013) Total B 642.094 pembelian tahun 2013 Stok opname C 63.435 per 31 desember 2013 (persediaan akhir tahun 2013) Persediaan rata-rata tahun 2013 D = (A+C) : 2 77.277,5 Turn Over Ratio (TOR) ( ) 8,66 kali

12 Tingginya nilai TOR mungkin disebabkan karena perhitungan penggunaan obat dan stok opname dilakukan setiap bulan sehingga dapat diketahui berapa kebutuhan obat setiap bulan dan obat apa yang sebaiknya dipesan. Nilai TOR yang tinggi dapat juga dipengaruhi oleh hubungan baik petugas instalasi farmasi dengan dokter, karena apabila ada stok obat yang masih menumpuk kepala instalasi menghubungi dokter dan meminta dokter meresepkan obat yang stoknya masih menumpuk. Perputaran persediaan di gudang farmasi RSUD Banyumas selama periode 2013 bisa dikatakan sudah cukup baik. Nilai TOR yang semakin tinggi berarti pengelolaan barang semakin efisien, namun perlu diwaspadai bahwa nilai TOR yang terlalu tinggi dapat berakibat kekosongan stok. Kekosongan stok bertolak belakang dengan pengertian gudang penyimpanan farmasi yaitu menjamin ketersediaan obat. Nilai TOR yang rendah menggambarkan bahwa masih banyak stok yang belum terjual, akibatnya akan menghambat aliran kas dan sangat berpengaruh terhadap keuntungan (Sasongko, 2013). b.persentase Stok Mati Stok mati adalah suatu keadaan dimana sediaan farmasi tidak digunakan selama tiga bulan berturut-turut (Retno, 2014). Standar persentase stok mati berbeda-beda tiap rumah sakit tergantung kebijakan rumah sakit itu sendiri, namun persentase stok mati sebaiknya seminimal mungkin. Persentase stok mati yang tinggi menunjukkan perputaran obat yang tidak lancar karena banyak persediaan obat yang tertahan dan menumpuk di gudang. Banyaknya obat yang menumpuk di gudang tentunya akan menimbulkan kerugian karena meningkatnya resiko kerusakan obat dan kadaluarsa serta perputaran persediaan yang tidak lancar. Terjadinya kerusakan obat dan perputaran sediaan yang tidak lancar akan mempengaruhi pendapatan rumah sakit itu sendiri (Nugroho, 2008). Perhitungan presentase stok mati diperoleh dengan membandingkan antara jumlah obat yang tidak terpakai selama tiga bulan berturutturut dengan jumlah obat selama penelitian. Hasil penelitian terhadap 24 item obat yang macet dengan melihat pengeluaran item obat dari gudang farmasi RSUD Banyumas selama bulan agustus-oktober, didapat persentase stok mati sebesar 0,84%. Keterangan Jumlah stok mati selama penelitian Jumlah seluruh obat selama penelitian Table 5. Data persentase stok mati di Gudang RSUD Banyumas Jumlah obat 13.021 1.535.571 Persentase 0,84% Persentase tersebut cukup kecil bila dibandingkan dengan penelitian Nugroho (2008) di RSUD Yogyakarta yang presentase stok matinya sebesar 2% dan hasil ini sangat jauh lebih kecil dengan penelitian Gunara (2008) di RSUD Wates yang presentase stok matinya sebesar 10,2%. Hasil ini menunjukan

13 bahwa kerja sama antara dokter dan apoteker di RSUD Banyumas sangat baik sehingga hasil persentase stok mati di gudang RSUD Banyumas lebih kecil dari 1%. Stok mati tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya peresepan yang tidak mengacu pada formularium (standar pengobatan), pola peresepan dokter yang berubah atau prevalensi penyakit yang berubah sama sekali sehingga terdapat obat yang tidak diresepkan oleh dokter sampai tiga bulan berturut-turut. Untuk mengatasi adanya stok mati tersebut petugas gudang farmasi perlu mengetahui mana obat yang termasuk obat fast moving maupun slow moving sebelum melakukan pengadaan obat. Selain itu instalasi farmasi dapat memberikan informasi tertulis kepada dokter tentang obatobat yang mendekati stok mati agar dokter mau meresepkan kembali obat tersebut pada pasien. Kerjasama dan hubungan yang baik dengan dokter menjadi kunci rendahnya nilai persentase obat yang mati. c. Persentase Obat yang Hampir Rusak atau Kadaluarsa Penelitian ini menghitung obat yang hampir expired date (ED). Obat ED tidak ditemukan di gudang RSUD Banyumas karena obat yang akan ED dikembalikan ke industri tempat pemesanan obat tersebut. Pengembalian obat ke pihak distributor dilakukan pada sediaan farmasi yang memiliki waktu 3 bulan sebelum batas ED berakhir. Faktor tersebut yang menyebabkan tidak ditemukannya obat ED di gudang RSUD Banyumas. Perhitungan obat yang hampir ED pada penelitian ini menggunakan data obat yang memiliki waktu 3 bulan sebelum batas ED berakhir. Pemeriksaan obat yang kadaluarsa atau rusak harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaannya dan kepastian jumlah fisik obat yang masa aman penggunaannya sudah berakhir didalam sistem penyimpanan yaitu gudang farmasi (Retno, 2014). Presentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak masih bisa diterima jika nilainya dibawah 1% (Mauliza, dkk., 2013). Nilai dapat diperoleh dengan cara membandingkan nilai obat yang rusak selama penelitian atau kadaluarsa dengan jumlah seluruh obat selama penelitian. Data diambil dari catatan obat yang kadaluarsa dan atau rusak selama penelitian serta laporan jumlah seluruh obat, kemudian dihitung nilai obat yang kadaluarsa atau rusak. Keterangan Table 6. Data persentase obat hampir rusak atau kadaluarsa Jumlah obat hampir rusak atau kadaluarsa selama penelitian Jumlah seluruh obat selama penelitian Jumlah obat 3.817 1.535.571 Persentase 0,24% Pada hasil perhitungan didapat nilai yang kurang dari 1% yaitu 0,24%. Nilai obat rusak atau kadaluarsa ini mencerminkan baiknya perencanaan dan baiknya sistem distribusi. Rutinnya melakukan pengamatan mutu dalam penyimpanan obat juga merupakan

14 salah satu faktor sehingga nilai persentase obat yang hampir rusak di gudang farmasi RSUD Banyumas masuk dalam kriteria standar. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, rendahnya nilai obat rusak dan atau kadaluarsa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Rutinnya melakukan monitoring dan evaluasi mutu obat 2) Adanya hubungan baik antara petugas instalasi farmasi dengan dokter, jadi ketika terjadinya perubahan pola peresepan oleh dokter, petugas instalasi bisa meminta dokter agar meresepkan obat yang akan melewati batas ED. Penyimpanan obat jika ditinjau dari tiga indikator, dapat dikatakan penyimpanan obat yang dilakukan di gudang RSUD Banyumas sudah efisien, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan ketiga indikator yakni Turn Over Ratio (TOR), presentasi stok mati (death stock) dan presentase nilai obat yang rusak dan atau kadaluarsa. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang evaluasi penyimpanan sediaan farmasi di RSUD Banyumas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sistem penyimpanan sediaan farmasi di gudang farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004. 2. Indikator penyimpanan sediaan farmasi di gudang farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas sudah termasuk dalam kategori baik dan efisien. Saran 1. Perlu melakukan penataan ulang lay out gudang dengan menerapkan sistem arus garis lurus, arus huruf L dan arus huruf U, hal ini berguna untuk mempermudah gerak petugas serta menjamin keselamatan kerja petugas gudang RSUD Banyumas. Gudang RSUD Banyumas harus meminimalisir adanya sudut lantai dan tembok yang tajam agar terhindar tidak ada tempat berkembangnya hama atau hewan perekat. 2. Penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Banyumas berdasarkan kelas terapi/khasiat yang sama agar dapat meminimalisir terjadinya obat macet dan kadaluarsa obat. 3. Perlu diadakannya tempat penyimpanan khusus sediaan narkotika agar terhindar dari kehilangan sediaan narkotika serta penyalahgunaan sediaan narkotika. 4. Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, menggunakan indikator penyimpanan yang lebih lengkap meliputi persentase kesesuaian data stok antara barang dengan kartu stok, Turn Over Ratio (TOR), sistem penataan gudang, persentase obat kadaluarsa/rusak, dan persentase stok mati. DAFTAR PUSTAKA

15 Aziz, S., Herman, M. J., Mun im, A., 2005, Kemampuan Petugas Menggunakan Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat, Majalah Ilmu Kefarmasian, 02 (02), 63-64. Badan Narkotika Nasional Tahun 2010, Buku advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan Rutan, Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2013. Unsur Pelaksanaan Penanggulangan Bencana, Gedung Graha BNPB, Jakarta. Ditjen Bina Farmasi Dan Alat Kesehatan Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Febriawati, H., 2013, Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit, Cetakan I, Gosyen Publishing, Yogyakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Koentjoro Tjahjono, 2007, Regulasi Kesehatan di Indonesia, Yogyakarta: ANDI. Mauliza, S.R., Rosa, T.A., Utami, D.A., Astuti W. R., & Artati, A., 2003, Laporan Praktik Kerja Lapangan Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit PKU Muhammdaiyah Yogyakarta, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Nugroho Iqtiar., 2008. Evaluasi Penyimpanan Dan Penggunaan Obat Dirumah Sakit Umum Kota Yogyakarta Tahun 2006 Dan 2007, Skripsi.UGM. Palupiningtyas Retno., 2014, Analisis Sistem Penyimpanan di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya Tangerang Tahun 2014, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen

16 Kesehatan Indonesia, Jakarta. Republik Ratna Anggiasari Gunara 2008, Evaluasi Sistem Penyimpanan dan Penggunaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah Wates Periode 2004-2006,Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sasongko S. P., 2013, Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga Kompetitif, Kelengkapan Barang, dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian di Swalayan Alfa Omega Baturetno, Wonogiri, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang. Sheina B. M.R. Umam, Solikhah, 2010, Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi RSU Muhammadiyah Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Siregar, C.J.P., 2004, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, EGC. Jakarta. Siregar,C.J.P dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah sakit Teori Dan Penerapan, Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta, hlm, 120-138. Wahyuni, Y., 2007, Evaluasi Pengelolaan Obat tahun 2005 di Dinas Kesehatan Kota Madiun, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Yustina Sri Hartini, Sulasmono, 2007, Ulasan Beserta Naskah Perundang-Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes Tentang Apotek Rakyat, Universitas Sanata Darma, Yogyakarta.

17