BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita memiliki kebutuhan untuk tampil bersih, wangi, dan cantik. Kosmetik berasal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tubuh, bagi sebagian orang, menjadi media yang tepat untuk berekspresi dan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

PERILAKU MEMBELI PRODUK PERAWATAN WAJAH DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWI SKRIPSI. Oleh : Triani Trisnawati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

PERSONAL GROOMING. 1. Kesan Pertama 2. Etiket dan Etika 3. Penampilan Menarik

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. tangga yang dialami oleh Lisa. Lisa disiram air keras oleh suaminya sendiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

Perkembangan Sepanjang Hayat

PROFESSIONAL IMAGE. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pipit Yuliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan produk kosmetik lebih banyak yang berasal dari alam. Tetapi dengan

KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU KONSUMTIF KOSMETIK MAKE UP WAJAH PADA MAHASISWI. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Mengkaji dunia konsumen memanglah tidak ada habis-habisnya. Di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

Bandung, Agustus Peneliti. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja menjadi suatu kewajiban orang dewasa. Selain untuk pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kecantikan identik dengan penampilan diri dan merupakan aset berharga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

Standar Kompetensi Profesi Humas. Edited by: Sumartono, S.Sos., MSI

Standar Kompetensi Profesi Humas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam suatu proses penjualan. Fungsi SPG antara lain melaksanakan promosi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu menjadi lebih update dengan perubahan trend yang berlangsung. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

KUALIFIKASI PROFESI PUBLIK RELATIONS

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dengan melakukan inovasi untuk pengembangan produknya dan. mempertahankan konsumennya. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

Journal of Social and Industrial Psychology

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Plautus, Filsuf dari Roma mengatakan wanita tanpa kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan adalah usaha sadar dan

CHAPTER REPORT (THREE) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd.

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita, kecantikan, dan kosmetik adalah tiga kata yang nyaris tak dapat dipisahkan. Kosmetik bisa dikatakan menemani hampir di setiap fase kehidupan seorang wanita, karena seorang wanita memiliki kebutuhan untuk tampil bersih, wangi, dan cantik. Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang artinya keterampilan menghias, mengatur. Jadi, kosmetik pada dasarnya adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula. (Muliyawan, D., dan Suriana, 2013). Penggunaan kosmetik, khususnya di bagian muka dan mata, disebut dengan riasan, dandanan, atau make up. Tata rias wajah (make up) adalah kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik. Istilah make up lebih sering ditujukan kepada pengubahan bentuk wajah, meskipun sebenarnya seluruh tubuh bisa dihias (make up). Beberapa contoh dari make up adalah lipstick, mascara, eye liner, eye shadow, dan blush on. Make up sangat identik dengan perempuan meskipun pengguna make up tidak menutup kemungkinan adalah laki-laki dan diyakini sebagai sarana untuk membuat penampilan menjadi lebih menarik (Yuwanto, 2015). Bagi wanita, produk kosmetik selalu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari demi mendapatkan dan mempertahankan kecantikan dari waktu ke waktu. Inilah yang menjadi alasan mengapa wanita lebih banyak mengenal berbagai kosmetik untuk mereka gunakan setiap hari. 1

2 Kondisi ini dimanfaatkan menjadi peluang besar bagi produsen kosmetik. Jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan bagi perusahaan kosmetik. Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMI) memperkirakan penjualan kosmetik di pasar dalam negeri hingga akhir tahun 2013 meningkat 15% dari realisasi tahun 2012 sebesar Rp. 9,75 triliun karena bertambahnya permintaan dari konsumen kelas menengah. Tahun ini, penjualan kosmetik di pasar domestik diproyeksikan menyentuh Rp. 11,22 triliun, naik 15% dari realisasi penjualan 2012 sekitar Rp. 9,76 triliun. Penjualan di tahun 2013 akan bertambah seiring permintaan konsumen kelas menengah., kata Ketua Umum Perkosmi, Nuning S. Barwa, di Jakarta, Jumat (25/1) (Neraca, 2013). Dari data tersebut terlihat adanya peningkatan penjualan kosmetik karena bertambahnya permintaan dari konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pula konsumen yang semakin peduli dengan penggunaan make up. Bagi seorang wanita, penggunaan make up merupakan salah satu hal yang setiap hari dilakukan untuk mempercantik penampilannya. Bahkan wanita biasanya sanggup menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berdandan. Selain itu, banyak wanita yang rela menghabiskan banyak uang hanya untuk membeli perlengkapan make up. Sebuah survey di Amerika Serikat terhadap 3000 wanita yang diselenggarakan oleh Superdrug menemukan bahwa satu dari tiga orang wanita menolak untuk keluar rumah tanpa menggunakan make up, tidak peduli hanya sekedar untuk berbelanja. Bahkan sebanyak 37,0% dari peserta survey yang bekerja yakin bahwa atasan mereka akan mengganggap mereka tidak cukup baik merawat diri jika datang ke kantor tanpa menggunakan make up. Sementara 25,0% yakin bahwa mereka tidak akan mendapat promosi apabila berangkat ke kantor tanpa menggunakan make up. Selain itu, dari survey yang sama terbukti bahwa satu dari sepuluh wanita mengatakan mereka tidak akan membiarkan pasangan mereka melihat mereka tanpa menggunakan make up sama sekali. Jacky Fletcher, seorang pelatih kepribadian mengatakan Memang kenyataannya kita sering menghakimi

3 seseorang dari penampilan luarnya. Bagi wanita yang terjun ke dunia bisnis dan harus tampil profesional ini menjadi hal yang penting. Namun jika alasan wanita menggunakan make up adalah karena khawatir akan pandangan orang tentang penampilan mereka, dan bukan siapa diri mereka, itu harus diwaspadai. (Utami, 2011). Penampilan tampaknya sudah menjadi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial yang dalam setiap interaksinya tidak terlepas dari orang lain. Penampilan (daya tarik fisik) merupakan salah satu faktor penentu yang penting dalam mengawali hubungan interpersonal. Sebagian besar penelitian tentang daya tarik fisik (physical attractiveness) fokus pada daya tarik wajah (facial attractiveness), karena banyak penelitian mengungkapkan bahwa fitur wajah merupakan faktor utama dalam daya tarik fisik (physical attractiveness) secara keseluruhan. Nielsen dan Kernaleguen (dalam Korichi, Pelle-de-Queral, Gazano, dan Aubert, 2008) menunjukkan bahwa daya tarik wajah (facial attractiveness) memberikan pengaruh terhadap evaluasi subjektif dari daya tarik fisik secara keseluruhan, serta kepuasan sosial dan profesional dan keinginan sosial. Salah satu cara yang dilakukan oleh wanita untuk meningkatkan daya tarik wajah mereka adalah melalui penggunaan make up. Banyak profesi yang menuntut untuk berpenampilan yang baik dan menarik. Salah satunya adalah profesi sebagai seorang Public Relations (PR) atau Hubungan Masyarakat. Sebagai seorang PR, ada 5 persyaratan mendasar yang harus dimiliki yaitu Ability to communicate (kemampuan berkomunikasi), Ability to organize (kemampuan manajerial atau kepemimpinan), Ability to get on with people (kemampuan bergaul atau membina relasi), Personality integrity (memiliki kepribadian yang utuh dan jujur), dan Imagination (memiliki banyak ide dan kreatif). PR adalah jurusan yang menekankan pada pentingnya komunikasi, membangun reputasi, persepsi, dan hubungan dalam internal maupun eksternal suatu organisasi. Hal ini bisa berupa

4 menjalin hubungan baik dengan customer, atasan, sesama pegawai, klien, rekan bisnis, dan perusahaan atau organisasi lain. Terkadang sebagai seorang PR, juga banyak memberikan masukan kepada pihak manajerial, walaupun secara umum wilayah kerjanya sangat dekat dengan media atau masyarakat luar (Orionbetelgeuze, 2013). Penampilan menjadi modal utama bagi seorang PR agar tampak meyakinkan di depan publik. Seorang PR harus memahami cara bersikap dan berpakaian yang baik, memiliki kepribadian yang baik, menarik, sopan, dan anggun, serta faktor-faktor penunjang penampilan. Penampilan merupakan hal yang penting bagi manusia sebagai makhluk sosial terutama bagi seorang PR yang akan sering berhadapan dengan publik yang berasal dari berbagai macam kalangan. Salah satu cara untuk menunjang penampilan dan membuat tampilan menarik terutama bagi seorang wanita adalah dengan menggunakan make up. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada mahasiswi Universitas X Jakarta, 7 dari 10 mahasiswi mengatakan bahwa sebagian besar mahasiswi Universitas X Jakarta menggunakan make up. Universitas X Jakarta merupakan salah satu universitas dengan jurusan komunikasi favorit di Jakarta. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari mahasiswi Universitas X Jakarta, Universitas X Jakarta sering didatangi oleh media maupun stasiun televisi dimana stasiun televisi tersebut mencari talent atau bakat-bakat yang dimiliki oleh para mahasiswa dan mahasiswi Universitas X Jakarta. Hal ini juga dapat dilihat bahwa banyak alumni maupun mahasiswa dan mahasiswi yang terjun ke dunia entertainment atau dunia pertelevisian, yang tidak terlepas juga dari bakat dan prestasi yang mereka miliki. Berkaitan dengan hal tersebut pihak Universitas X Jakarta memberikan penghargaan kepada para alumni yang berhasil dan sukses berkarir di bidangnya masing-masing, dimana penghargaan tersebut berupa pemberian plakat dan piala sebagai simbol penghargaan, serta nama alumni yang diukir pada sebuah lantai Universitas X Jakarta. Selain untuk memberikan apresiasi terhadap para

5 alumni, hal ini juga dilakukan oleh pihak Universitas X Jakarta untuk memotivasi dan memacu semangat mahasiswa dan mahasiswi untuk belajar dan mengukir prestasi dalam bidang apapun. Selain itu agar mahasiswa dan mahasiswi berani mengembangkan bakat di industri hiburan dan berpartisipasi seperti para alumni, dengan berbekal ilmu komunikasi yang diberikan oleh Universitas X Jakarta (Stephen, 2011). Berdasarkan hasil pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti di Universitas X Jakarta, peneliti menemukan sebuah dinding pada gedung kampus yang dipajang dengan sederet artikel-artikel yang diberi bingkai. Artikel-artikel tersebut merupakan artikel para alumni Universitas X Jakarta yang memiliki prestasi di bidangnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari bagian kemahasiswaan Universitas X Jakarta, diketahui bahwa Universitas X Jakarta memiliki 6 jurusan program S1. Salah satu jurusan yang paling digemari adalah jurusan public relations. Universitas X Jakarta memiliki 264 mahasiswi dengan status aktif pada jurusan public relations yang berada pada semester 3 sampai dengan semester 8. Selain itu, juga berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari bagian kemahasiswaan Universitas X Jakarta, diketahui pula bahwa Universitas X Jakarta memiliki mata kuliah yang mengharuskan mahasiswi untuk berpenampilan rapi. Pada hari-hari tertentu, pihak Universitas X Jakarta mewajibkan mahasiswi untuk menggunakan business attire terutama pada mahasiswi semester 6. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan mahasiswi menghadapi dunia kerja dan memiliki profesionalitas kerja. Namun dalam hal penggunaan make up, pihak Univeritas X Jakarta tidak mewajibkan mahasiswi untuk menggunakannya. Mahasiswi menggunakan make up berdasarkan keputusannya sendiri. Menurut Korichi, Pelle-de-Queral, Gazano, dan Aubert (2008) make up secara psikologis memiliki dua fungsi yaitu fungsi seduction dan camouflage. Fungsi seduction artinya individu menggunakan make up untuk meningkatkan penampilan diri. Umumnya individu yang menggunakan make up untuk fungsi seduction merasa bahwa dirinya menarik dan menggunakan

6 make up untuk membuat lebih menarik. Fungsi camouflage artinya individu menggunakan make up untuk menutupi kekurangan diri secara fisik. Umumnya individu yang menggunakan make up untuk camouflage merasa dirinya tidak menarik sehingga perlu menggunakan make up untuk membuat menarik. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari Angeles University mengenai Alasan Wanita Menggunakan Make Up, diperoleh bahwa hasil dari penelitian yang dilakukan kepada 40 orang wanita adalah wanita menggunakan make up untuk alasan memperoleh self-esteem, dengan persentase terbanyak yaitu sebanyak 25 orang (62,50%). Kemudian, dilanjutkan dengan alasan beauty enhancement (peningkatan kecantikan) sebanyak 8 orang (20,00%) dan attraction (daya tarik) sebanyak 7 orang (17,50%) (Afable, 2014). Coopersmith (1967) menyatakan self-esteem merupakan penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri yang disimpulkan seseorang dan tetap dipertahankannya. Dengan kata lain selfesteem merupakan personal judgment mengenai perasaan berharga yang diekspresikan dalam sikap individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut selanjutnya akan menentukan penghargaan dan penerimaan individu atas dirinya. Karena berkaitan dengan dirinya sendiri, penilaian tersebut biasanya mencerminkan penerimaan atau penolakan terhadap dirinya, menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil serta berharga. Selanjutnya Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self-esteem tumbuh dan berkembang pada diri seseorang dari sejumlah penghargaan, penerimaan, perlakuan yang diperoleh dari lingkungan dalam hubungan seseorang dengan lingkungannya. Coopersmith (1967) menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor utama yang memberi kontribusi pada pembentukan dan perkembangan self-esteem. Empat faktor utama yang menjadi sumber pembentukan dan perkembangan self-esteem yaitu respectful dari significant others, sejarah keberhasilan, nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi individu, serta cara individu berespon terhadap devaluasi terhadap dirinya.

7 Coopersmith (1967) mengemukakan empat aspek self-esteem yaitu power yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan tingkah laku sendiri dan memengaruhi orang lain, significance yaitu penerimaan, perhatian dan kasih sayang yang diterima seseorang dari orang lain, competence yang merupakan kemampuan seseorang untuk sukses memenuhi tuntutan prestasi dengan tingkatan dan tugas yang bervariasi untuk kelompok usia tertentu, dan yang terakhir adalah virtue yaitu merupakan kemampuan seseorang untuk mengikuti standar moral dan etika, serta taat pada prinsip-prinsip religius. Coopersmith (1967) juga mengemukakan bahwa daya tarik fisik dan tinggi badan memiliki hubungan yang konsisten dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik. Berdasarkan hasil wawancara survey awal yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 orang (100%) mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta, dengan kisaran umur 18 25 tahun, diperoleh informasi yaitu sebanyak 10 orang (100%) mengatakan bahwa sehari-hari mereka menggunakan make up, terutama apabila berpergian keluar rumah, seperti ke kampus, mall, dan ketika akan menghadiri suatu acara seperti acara pernikahan maupun event-event tertentu. Ketika peneliti bertanya mengenai perbedaan penggunaan jenis make up sehari-hari dengan make up ketika menghadiri suatu acara, 6 orang (60,0%) mengatakan bahwa terdapat perbedaan jenis make up yang digunakan, seperti penggunaan foundation, eyeshadow, shading wajah, dan bulu mata palsu, 4 orang (40,0%) mengatakan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan jenis make up, namun diaplikasikan dengan lebih tebal dari biasanya (penggunaan sehari-hari). Ketika peneliti bertanya mengenai awal responden memutuskan untuk menggunakan make up, 2 orang (20,0%) mengatakan bahwa mereka menggunakan make up karena keinginan diri sendiri, 8 orang (80,0%) mengatakan bahwa mereka menggunakan make up karena melihat

8 orang lain, teman, lingkungan kampus, internet atau pun media sosial, sehingga mereka tertarik untuk menggunakan make up. Ketika peneliti bertanya mengenai alasan responden menggunakan make up, 5 orang (50,0%) mengatakan make up dapat membuat tampilan menjadi lebih segar, wajah terlihat merona, menjadi tidak pucat, dan membuat tampilan menjadi lebih rapi, 5 orang (50,0%) mengatakan make up dapat menutupi kekurangan pada bagian asli wajah, membuat diri cantik dan menarik, serta dapat menimbulkan rasa percaya diri terutama ketika berhadapan dengan orang lain. Ketika peneliti bertanya mengenai perasaan responden ketika berada pada situasi dimana orang-orang di sekitarnya menggunakan make up sedangkan responden tidak, atau make up yang digunakan oleh responden tidak maksimal, 3 orang (30,0%) mengatakan bahwa ia tetap merasa percaya diri dan berusaha mengatasinya dengan meminjam make up milik teman untuk memperbaiki make up yang telah digunakan, 7 orang (70,0%) mengatakan bahwa dalam kondisi tersebut ia merasa panik, tidak percaya diri, minder, uring-uringan, gelisah, risih, takut dibicarakan oleh orang lain, tidak ingin banyak berjalan-jalan pada acara tersebut agar tidak bertemu dengan banyak orang, dan ingin segera pulang. Ketika peneliti bertanya mengenai pendapat responden mengenai dirinya, 4 orang (40,0%) mengatakan bahwa mereka merasa dirinya menarik, dan 6 orang (60,0%) mengatakan bahwa mereka merasa dirinya tidak menarik. Kemudian, 1 orang (10,0%) mengatakan bahwa ia merasa dirinya menarik baik ketika menggunakan maupun tidak menggunakan make up, dan 9 orang (90,0%) lainnya mengatakan bahwa mereka lebih menyukai dirinya dan merasa lebih menarik ketika menggunakan make up. Berdasarkan gambaran di atas, adanya kecenderungan mahasiswi jurusan public relations menggunakan make up untuk menutupi kekurangan diri secara fisik dan menambah kepercayaan diri mereka. Kepercayaan diri muncul dari penilaian diri. Peneliti merasa bahwa self-esteem perlu

9 dimiliki oleh mahasiswi jurusan public relations, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. 1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ini ingin mengetahui gambaran self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh hasil gambaran self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tinggi atau rendahnya selfesteem berdasarkan aspek self-esteem yaitu power, significance, competence, dan virtue pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Kegunaan Teoretis dari penelitian ini adalah : - Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial untuk mengetahui self-esteem pada

10 mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. - Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lainnya yang berminat melakukan penelitian mengenai self-esteem dan mahasiswi yang menggunakan make up. - Setelah memperoleh pemahaman tentang self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi praktisi psikologi yang tertarik untuk merancang program intervensi khususnya bagi mahasiswi yang menggunakan make up yang memiliki self-esteem yang rendah. 1.4.2 Kegunaan Praktis Kegunaan Praktis dari penelitian ini adalah : - Memberikan informasi kepada pihak Universitas X Jakarta mengenai self-esteem yang dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. Informasi ini dapat digunakan oleh pihak Universitas X Jakarta sebagai dasar acuan untuk lebih mengenal mahasiswinya dan membantu mahasiswi untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki. - Memberikan informasi kepada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta tentang self-esteem yang dimilikinya. Informasi ini diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi yang dapat membantu mahasiswi untuk lebih mengenal diri dan potensi dirinya agar dapat melakukan hal-hal positif untuk meningkatkan self-esteem mereka.

11 1.5 Kerangka Pemikiran Mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta berada pada rentang usia 18 sampai dengan 25 tahun. Pada rentang usia tersebut mahasiswi berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal (Hurlock, 1980). Pada masa dewasa awal ini, mahasiswi tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja. Mahasiswi mampu mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk keputusannya untuk menggunakan make up. Mahasiswi jurusan public relations di Universitas X Jakarta berada pada lingkungan dimana pihak Universitas X Jakarta mewajibkan mahasiswi untuk berpenampilan rapi pada mata kuliah tertentu dan pada hari-hari tertentu mahasiswi juga diwajibkan untuk menggunakan business attire, agar mahasiswi terbiasa untuk menghadapi dunia kerja. Seorang Public Relations akan sering berhadapan dengan publik yang berasal dari berbagai macam kalangan. Sebagai seorang Public Relations diharapkan mampu menjadi jembatan antara pihak perusahaan dengan masyarakat atau media, yang dapat mewakili image dari sebuah perusahaan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang Public Relations yaitu kemampuan berkomunikasi, kemampuan manajerial atau kepemimpinan, kemampuan bergaul atau membina relasi, memiliki kepribadian yang utuh dan jujur, serta memiliki banyak ide dan kreatif. Selain itu penampilan juga merupakan salah satu hal yang menjadi modal utama sebagai seorang Public Relations untuk dapat meyakinkan di depan publik. Make up diyakini sebagai salah satu sarana untuk membuat penampilan menjadi lebih menarik (Yuwanto, 2015). Menurut Coopersmith (1967), self-esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Self-esteem merupakan penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri yang

12 disimpulkan seseorang dan tetap dipertahakannya. Dengan kata lain, self-esteem merupakan personal judgement mengenai perasaan berharga yang diekspresikan dalam sikap individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut selanjutnya akan menentukan penghargaan dan penerimaan individu atas dirinya. Self-esteem bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, namun dalam perkembangannya terbentuk dari hasil interaksi individu dengan lingkungan dan atas sejumlah penghargaan, penerimaan, dan pengertian orang lain terhadap dirinya. Begitu pula yang terjadi pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mahasiswi tidak terlepas dari interaksinya dengan orang lain dan lingkungannya. Dalam interaksi tersebut akan terbentuk suatu penilaian pada mahasiswi, baik berupa penghargaan, penerimaan, dan pengertian dari orang lain. Hal-hal yang melekat pada diri mahasiswi akan memunculkan reaksi penerimaan maupun penolakan yang kemudian menjadi penilaian bagi diri mahasiswi. Bagaimana mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta merasa bahwa dirinya berarti, sukses, dan berharga. Coopersmith (1967) menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor utama yang memberi kontribusi pada pembentukan dan perkembangan self-esteem. Empat faktor utama yang menjadi sumber pembentukan dan perkembangan self-esteem mahasiswi yang menggunakan make up yaitu respectful dari significant others, sejarah keberhasilan, nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi mahasiswi, serta cara berespon terhadap devaluasi dirinya. Faktor yang pertama yang memengaruhi pembentukan dan perkembangan self-esteem adalah Respectful dari significance others. Significant others adalah orang yang penting dan berarti bagi mahasiswi yang menggunakan make up, dimana mahasiswi menyadari bahwa peran significant others dalam memberi dan menghilangkan ketidaknyamanan, meningkatkan dan mengurangi ketidakberdayaan, serta meningkatkan dan mengurangi keberhargaan diri. Pengakuan, perlakuan, dan penerimaan orang yang signifikan terhadap mahasiswi merupakan

13 faktor yang paling utama dalam pembentukan dan perkembangan self-esteem. Perlakuan yang diterima mahasiswi akan berpengaruh terhadap penilaian dirinya. Misalnya, bagaimana penerimaan orang tua ataupun orang terdekat lainnya selain orang tua mahasiswi, seperti sahabat dan pasangan, terhadap make up yang digunakan oleh mahasiswi. Orang tua maupun orang terdekat mendukung atau tidak mendukung mahasiswi untuk menggunakan make up di usia mahasiswi saat ini, akan membawa pengaruh bagi penilaian mahasiswi terhadap dirinya dan akan memengaruhi self-esteemnya. Faktor yang kedua adalah sejarah keberhasilan, status, dan posisi yang pernah dicapai. Keberhasilan, status, dan posisi yang pernah dicapai mahasiswi yang menggunakan make up akan membentuk suatu penilaian terhadap dirinya berdasarkan dari penghargaan yang diterima dari orang lain. Status merupakan suatu perwujudan dari keberhasilan yang diindikasikan dengan pengakuan dan penerimaan dirinya oleh orang lain. Keberhasilan mahasiswi merupakan dasar yang nyata dalam pembentukan self-esteem, dan dapat diukur melalui keberhasilan yang termanifestasi dan memperoleh pengakuan sosial. Keberhasilan mahasiswi yang satu akan berbeda dengan keberhasilan mahasiswi lainnya. Perbedaan ini merupakan internalisasi nilai-nilai yang ditanamkan orang tua mahasiswi atau orang signifikan lainnya. Mahasiswi cenderung memberikan nilai yang rendah atau kurang pada kegagalan yang dialaminya, dan sebaliknya memberikan nilai lebih pada keberhasilan yang dicapainya. Misalnya, ketika mahasiswi meraih keberhasilan maupun prestasi di kehidupannya, maka mahasiswi tersebut akan menilai dirinya sebagai seorang yang berharga karena hal tersebut merupakan pengakuan dan perimaan dirinya oleh orang lain. Faktor yang ketiga adalah nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi. Pengalaman-pengalaman mahasiswi akan diinterpretasi dan dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi yang dimilikinya. Mahasiswi yang menggunakan make up akan memberikan penilaian yang

14 berbeda terhadap berbagai bidang kemampuan dan prestasinya. Perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang tua dan orang lain yang signifikan dalam hidupnya. Mahasiswi pada semua tingkat self-esteem mungkin memberikan standar nilai yang sama untuk menilai keberhargaannya, namun akan berbeda dalam hal bagaimana mereka menilai pencapaian tujuan yang telah diraihnya. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mahasiswi dan lingkungan sosial mahasiswi menjadikan hal tersebut sebagai standar nilai bagi masingmasing mahasiswi. Misalnya, mahasiswi yang diajarkan dari kecil oleh orang tuanya untuk berbuat baik, taat kepada aturan-aturan yang berlaku, akan membentuk penilaian diri yang positif ketika mahasiswi merasa nilai-nilai yang ditanamkan tersebut mampu mereka raih. Faktor yang keempat adalah cara mahasiswi berespon terhadap devaluasi dirinya atau situasi yang dapat menurunkan self-esteem mereka. Mahasiswi yang menggunakan make up dapat mengurangi, mengubah, atau menekan dengan kuat perlakuan yang merendahkan dirinya yang diterima dari orang lain atau lingkungan, salah satunya adalah ketika mahasiswi mengalami kegagalan. Pemaknaan mahasiswi terhadap kegagalan tergantung pada caranya mengatasi situasi tersebut, tujuan, dan aspirasinya. Cara mahasiswi mengatasi kegagalan akan mencerminkan bagaimana ia mempertahankan harga dirinya dari perasaan tidak mampu, tidak kuasa, tidak berarti, dan tidak bermoral. Mahasiswi yang menggunakan make up yang dapat mengatasi kegagalan dan kekurangan dirinya, dapat mempertahankan self-esteemnya dan akan membentuk penilaian terhadap diri berdasarkan kemampuannya beresepon terhadap kegagalan yang dialami. Coopersmith (1967) mengemukakan empat aspek self-esteem. Empat aspek self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up yaitu power, significance, competence, dan virtue. Aspek yang pertama adalah power. Keberhasilan dalam aspek power diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta untuk mengendalikan tingkah laku sendiri dan memengaruhi tingkah laku orang lain. Dalam situasi

15 tertentu, power muncul melalui penghargaan dan penghormatan dari orang lain, dan melalui pembobotan terhadap pendapat dan hak-hak mahasiswi. Keberhasilan dan kesuksesan dalam hal ini akan memengaruhi status dan posisi mahasiswi dalam kehidupan. Penghargaan terhadap pandangan mahasiswi yang menggunakan make up menimbulkan sense of appreciation dalam diri mahasiswi. Misalnya, mahasiswi menggunakan make up berdasarkan keputusan dan keinginannya sendiri, mahasiswi mampu memengaruhi temannya untuk mengikuti saran yang ia berikan contohnya dalam hal penggunaan make up, dan mahasiswi yang sering dimintai pendapat oleh temannya untuk membantu mereka dalam mengambil keputusan. Perlakuan-perlakuan yang diterima mahasiswi dapat mengembangkan social poise, kepemimpinan, kemandirian, asertivitas yang tinggi, sikap yang penuh semangat, dan tingkah laku eksplorasi. Aspek yang kedua adalah significance. Keberhasilan dalam aspek significance diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta untuk merasa diterima, merasa diperhatikan, dan merasa diberi kasih sayang oleh orang lain. Hal ini berkenaan dengan perasaan bahwa mahasiswi memiliki arti dan nilai, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ekspresi penghargaan, pengertian, dan minat, termasuk dalam istilah umum penerimaan (acceptance) dan popularitas, yang merupakan kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan ditandai dengan adanya kehangatan, responsivitas (keinginan mendengarkan), dan menyukai mahasiswi apa adanya. Dukungan orang tua akan meningkatkan efek penerimaan bagi mahasiswi. Dorongan semangat ketika mahasiswi mengalami krisis, perhatian terhadap aktivitas dari ide-ide mahasiswi, ekspresi kasih sayang, disiplin yang relatif ringan yang disampaikan secara verbal dan rasional, asertivitas dan sikap yang lebih sabar dalam pendidikan akan menimbulkan sense of importance dalam diri mahasiswi yang menggunakan make up. Sense of importance merupakan pencerminan rasa berharga yang diperoleh mahasiswi dari orang lain. Misalnya, banyak yang mengekspresikan perhatian dan

16 kasih sayang pada mahasiswi, contohnya orang tua mahasiswi yang memuji make up yang digunakan oleh mahasiswi, orang tua mendukung hobi yang dimiliki oleh mahasiswi, teman yang menanyakan kabar mahasiswi ketika mahasiswi tidak masuk kuliah. Semakin sering mahasiswi menerima perhatian dan kasih sayang, semakin besar penilaian diri yang memuaskan. Aspek yang ketiga adalah competence. Keberhasilan dalam aspek competence diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta untuk memenuhi tuntutan prestasi akademik dan kemampuan untuk mencapai target pribadi. Misalnya, mahasiswi mampu mencapai prestasi sesuai dengan minatnya, mahasiswi mampu memperoleh nilai sesuai dengan target yang ditetapkannya. White (1995 dalam Coopersmith, 1967) mengemukakan bahwa sejak bayi sampai dewasa, individu mengalami sense of efficacy yang memberikannya kesenangan, membawanya untuk selalu berhadapan dengan lingkungan dan menjadi dasar bagi pengembangan motivasi instrinsik untuk mencapai kompetensi yang lebih tinggi. Aspek yang keempat adalah virtue. Keberhasilan dalam aspek virtue diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta untuk mengikuti standar moral dan etika, serta taat pada prinsip-prinsip religius, dimana mahasiswi harus menjauhi tingkah laku yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang dibolehkan atau diharuskan oleh moral, etika, dan agama. Virtue tercermin melalui larangan untuk melakukan tindakan yang buruk seperti mencuri, menyerang orang lain, dan anjuran untuk berbuat baik seperti menghormati orang tua, melakukan ibadah secara teratur dan kepatuhan. Mahasiswi yang mematuhi kode etik dan agama dan kemudian menginternalisasikannya, menampilkan sikap diri yang positif dengan keberhasilan dalam pemenuhan terhadap tujuantujuan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur. Misalnya, mahasiswi menghargai pendapat temannya walaupun pendapat tersebut berbeda dengan pendapatnya, mahasiswi yang

17 menghormati orang tuanya ketika mahasiswi dikritik. Mahasiswi yang taat pada kode-kode etik dan agama, yang telah mereka terima dan diinternalisasikan, akan menampilkan sikap diri yang positif. Sikap yang positif berasal dari keberhasilan mahasiswi dalam memenuhi tujuan-tujuan yang lebih tinggi, yang tercakup dalam nilai moral, etis dan prinsip-prinsip agama. Coopersmith (1967) membagi derajat self-esteem yaitu self-esteem tinggi dan self-esteem rendah. Derajat self-esteem yang dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta dapat berbeda-beda. Ada mahasiswi yang memiliki self-esteem tinggi dan ada mahasiswi yang memiliki self-esteem rendah. Mahasiswi dengan selfesteem tinggi merasa puas akan karakter dan kemampuan dirinya. Mereka menerima dan memberikan penghargaan positif terhadap dirinya sehingga akan menumbuhkan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan sosial. Mahasiswi dengan self-esteem yang tinggi mengharapkan masukan verbal dan non-verbal dari orang lain untuk menilai dirinya. Mereka memandang diri sebagai seorang yang bernilai, penting, dan berharga. Mahasiswi yang menggunakan make up dengan self-esteem yang tinggi adalah individu yang aktif dan berhasil serta tidak mengalami kesulitan untuk membina persahabatan dan mampu mengekspresikan pendapatnya. Self-esteem tinggi akan dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up ketika ia merasa puas akan karakter dan kemampuan dirinya, dan menerima serta memberikan penghargaan positif terhadap dirinya sehingga akan menumbuhkan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau berinteraksi terhadap stimulus dari lingkungan sosial. Misalnya, mahasiswi yang menggunakan make up merasa nyaman dengan dirinya ketika berhadapan dengan orang lain, tidak merasa minder, dan percaya diri ketika berinteraksi dengan orang lain, mau mengekspresikan pendapatnya dan mau menerima dengan terbuka masukan dari orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut dapat menunjukkan self-esteem yang tinggi pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Univesitas X Jakarta.

18 Mahasiswi dengan self-esteem yang rendah adalah individu yang hilang kepercayaan diri dan tidak mampu menilai kemampuan diri. Rendahnya penghargaan diri ini mengakibatkan mahasiswi tidak mampu mengekspresikan dirinya di lingkungan sosial. Mereka tidak puas dengan karakteristik dan kemampuan diri. Mereka juga tidak memiliki keyakinan diri dan merasa tidak aman terhadap keberadaan mereka di lingkungan. Mahasiswi yang menggunakan make up dengan self-esteem rendah adalah individu pesimis yang perasaannya dikendalikan oleh pendapat yang ia terima dari orang lain di lingkungannya. Self-esteem rendah akan dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up ketika ia merasa hilang kepercayaan diri dan tidak mampu menilai kemampuan diri. Misalnya, mahasiswi merasa minder ketika menjalin hubungan dengan orang lain di lingkungannya. Hal tersebut dapat menunjukkan self-esteem yang rendah pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta.

19 1.5.1 Bagan Kerangka Pemikiran berikut : Berdasarkan uraian Kerangka Pemikiran di atas, maka dapat disusun suatu bagan sebagai Faktor yang membentuk self-esteem: - Respectful dari significant others - Sejarah keberhasilan (status/posisi) - Nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi - Respon terhadap devaluasi diri Mahasiswi yang Menggunakan Make Up Jurusan Public Relations di Universitas X Jakarta (Usia 18 25 tahun) Self-esteem Tinggi Rendah Aspek self-esteem: - Power - Significance - Competence - Virtue Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

20 1.6 Asumsi Penelitian Asumsi dari penelitian ini adalah : - Make up memengaruhi self-esteem mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. - Aspek self-esteem adalah power, significance, competence dan virtue. Keempat aspek ini berpengaruh pada derajat self-esteem mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta. - Mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas X Jakarta, yang dalam rentang usia yang sama dapat memiliki self-esteem yang berbeda-beda.