BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puji Nurhayat, 2015

dokumen-dokumen yang mirip
SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA

2015 AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB III METODE PENELITIAN

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai tumbuhan, terdapat

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

APPLICATION OF STAR ANISE

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. obat-obatan kimia. Khasiat obat tradisional pada umumnya dipercaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. adalah pewarna bibir. Pewarna bibir termasuk dalam sediaan kosmetik. untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit sehingga dapat

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak ditangkap dan dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

PENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. dahulu yang sudah merasa cukup jika menyantap nasi yang dingin dan agak keras

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayatun Nufus, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium cruentum

dan jarang ditemukan di Indonesia (RISTEK, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

BAB I PENDAHULUAN I.1

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG

ABSTRAK. AKTIVITAS ANTIMIKROBA INFUSA DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP Escherichia coli SECARA IN VITRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Minyak Atsiri dari Tanaman Baru cina (Artemisia vulgaris) Sebagai Obat Antibakteri dengan Spektrum Spesifik

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK LAOS PUTIH (ALPINIA GALANGAS) TERHADAP BAKTERI Escericia coli DAN Salmonella sp. Lely Adel Violin Kapitan 1

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. (Deshmukh,2004 ; Stamets,2000 ; Hawksworth,1990).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spora bakteri memiliki tipe sel yang berbeda, secara spesifik dibentuk pada kondisi yang tidak menguntungkan. Strukturnya unik dan sangat berbeda dengan struktur sel vegetatif yang normal (de Vries, 2006). Apabila dibandingkan dengan sel vegetatif, spora lebih resisten terhadap pemanasan (100.000 lebih resisten), UV dan radiasi ionisasi (100 kali lipat lebih resisten), dan tahan terhadap proses pengeringan atau pengawetan, antibiotik, desinfektan, serta bahan kimia lainnya. Setelah diketahui spora memiliki sifat resisten, maka keberadaan spora sangat penting untuk diperhatikan dalam proses pembuatan makanan serta sterilisasi dimana keberadaan spora tersebut erat kaitannya dengan genus Bacillus (Slepecky and Hemphill, 2006). Genus ini menghasilkan endospora yang tahan terhadap panas pada kondisi lingkungan yang merugikan (Fernández-No et al., 2013). Bacillus cereus dan B. subtilis merupakan bakteri penghasil spora penyebab keracunan makanan, yang terdapat dimana-mana di alam, termasuk pada makanan mentah (Van Opstal et al., 2004). Beras, nasi dan produk-produk dari tepung, seperti mie dan pasta, secara berkala akan mudah terkontaminasi spora B. cereus dan B. subtilis, yang kemudian menyebabkan keracunan pada manusia (Kim et al., 2013). Salah satu diantaranya, B. cereus merupakan bakteri penghasil spora yang terkenal menyebabkan keracunan makanan dan merupakan bakteri penting penyebab pembusukan makanan dalam pasterisasi produk sehari-hari (de Vries, 2006). Bacillus cereus merupakan bakteri anaerobik fakultatif berbentuk batang Gram positif yang sering kali ditemukan pada tanah. Sporanya secara bertahap akan mengkontaminasi makanan, diantaranya produk daging, telur, dan produk sehari-hari. Toksin yang dihasilkan B. cereus tersebut kemudian akan menyebabkan diare atau muntah-muntah (Tallent et al., 2012). Sedangkan, B. subtilis dilaporkan merupakan agen penyebab roti berurat yang ditandai dengan tekstur berlendir dan lengket yang disebabkan degradasi enzimatik (Te Giffel et al., 1996).

2 Pada industri beras, senyawa sintetis yang digunakan dalam melawan aktivitas bakteri endospora yaitu glutaraldehyde. Namun, diperlukan konsentrasi tinggi untuk membasmi spora apabila diterapkan pada makanan (Russell, 1990). Di Indonesia, glutaraldehyde dikenal dalam pasaran dengan istilah boraks. Boraks diketahui sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen dan sangat tidak dianjurkan terdapat pada makanan. Selain itu, masyarakat juga telah lebih sadar akan potensi risiko kesehatan terkait dengan konsumsi komponen sintetik (Kechichian et al., 2010). Oleh karena itu, dewasa ini berkembang minat baru dalam bidang penelitian yang lebih mengarah pada pemanfaatan bahan alami dalam beberapa bidang, termasuk diantaranya bidang kesehatan (obat-obatan) dan pangan sebagai contoh pengembangan potensi tanaman yang dapat digunakan sebagai pengawet alami dalam industri makanan. Tanaman obat, termasuk herba, secara luas digunakan pada industri makanan sebagai bumbu dan penyedap, yang diantaranya sangat bermanfaat sebagai bahan antibakteri maupun antimikroba (Cho et al., 2008). Banyak kandungan derivat antimikroba memiliki spektrum yang luas dalam aktivitas melawan bakteri penyebab keracunan makanan dan hal itu memastikan bahwa tanaman obat dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami makanan (Cho et al., 2008; Smith- Palmers et al., 1998). Tanaman obat sangat bermanfaat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal ini menjadi suatu perhatian dalam bidang kesehatan dan menjadikan tanaman obat sebagai bahan alternatif obat yang terkenal di masyarakat. Boesenbergia rotunda L. atau temukunci terkenal sebagai tanaman obat dan bahan makanan herbal di Asia Tenggara yang seringkali banyak dikonsumsi oleh orang Jawa (Lewington, 1993). Tanaman ini terdistribusi di India, Sri Lanka, Asia Tenggara: Thailand, Malaysia, China, Indonesia yang sebagian besar terdapat di Jawa dan Sumatera (Seidemann, 2005). Di Indonesia, temukunci banyak dikonsumsi sebagai lalapan (bahasa Sunda), yaitu suatu bahan makanan berupa sayuran yang dikonsumsi langsung atau melalui proses perebusan. Rukayadi et al. (2008) menyatakan bahwa B. rotunda memiliki aktivitas antibakteri yang kuat dalam melawan bakteri mulut, enterococci dan staphylococci. Selain itu, Zainin et al. (2013) melaporkan pula bahwa ekstrak B.

3 rotunda berpotensi sebagai antibakteri yang dapat melawan spesies penyebab keracunan makanan, seperti Escherichia coli. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa proses pengnonaktifan spora sangat penting untuk diteliti, terkait kehidupan manusia sangat erat hubungannya dengan makanan. Dengan makanan yang tidak sehat bahkan terkontaminasi akan memudahkan manusia untuk sakit yang sangat mungkin berujung pada kematian. Sehingga proses pengnonaktifan spora B. subtilis dan B. cereus sendiri merupakan hal yang sangat penting untuk ditelaah dan dilakukan, terutama untuk memaksimalkan tingkat keamanan dan kualitas dalam pembuatan makanan. B. Rumusan Masalah Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap sel vegetatif serta spora B. cereus dan B. subtilis? C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Berapa besar zona hambat yang dihasilkan ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap B. cereus dan B. subtilis pada konsentrasi yang berbeda? 2. Berapa nilai Minimun inhibitory concentration (MIC) dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap B. cereus dan B. subtilis? 3. Berapa nilai Minimum bactericidal concentration (MBC) dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap B. cereus dan B. subtilis? 4. Berapa konsentrasi antispora yang optimum dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap spora B. cereus dan B. subtilis? 5. Berapa waktu inkubasi antispora yang optimum dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap spora B. cereus dan B. subtilis? D. Batasan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah sebagai berikut. 1. Ekstrak tanaman yang digunakan adalah ekstrak B. rotunda (temukunci) bagian rimpang dengan dimaserasi menggunakan methanol 100%.

4 2. Pada disc-diffusion pengujian konsetrasi yang digunakan hanya dibatasi 1% dan 10% dengan pelarut dimethylsulfoxide (DMSO) 100%. Sedangkan untuk konsentrasi pengenceran pada uji MIC dan MBC dibatasi dengan konsentrasi pengenceran sebesar sebesar 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2.5 mg/ml, 1.25 mg/ml, 0.625 mg/ml, 0.3125 mg/ml, 0.15625 mg/ml, 0.0781 mg/ml, 0.0390 mg/ml, dan 0.0195 mg/ml. 3. Bakteri yang diuji adalah B. subtilis ATCC6633 dan B. cereus ATCC33019. 4. Pengujian untuk antispora dibatasi pada konsentrasi 0%, 1%, dan 2% dengan waktu inkubasi 0 jam dan 1 jam. E. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Untuk menentukan besar zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap B. cereus dan B. subtilis. 2. Untuk menentukan nilai Minimun inhibitory concentration (MIC) dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap B. cereus dan B. subtilis. 3. Untuk menentukan nilai Minimum bactericidal concentration (MBC) dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap B. cereus dan B. subtilis. 4. Untuk menentukan konsentrasi antispora yang optimum dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap spora B. cereus dan B. subtilis. 5. Untuk menentukan waktu inkubasi antispora yang optimum dari ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap spora B. cereus dan B. subtilis. F. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini bahwa terdapat pengaruh pemberian ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap aktivitas antibakteri pada spora B. cereus dan B. subtilis. G. Manfaat Penelitian ini memiliki beberapa manfaat sebagai berikut. 1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang mikrobiologi dan kesehatan serta pangan.

5 2. Memberikan informasi mengenai aktivitas antibakteri pada ekstrak B. rotunda (temukunci) terhadap bakteri penyebab keracunan makanan. 3. Memberikan informasi dan rujukan terkait bahan pengawet alami yang lebih sehat serta tidak berisiko terhadap manusia. 4. Memberikan informasi rujukan terkait bahan obat-obatan alami bagi beberapa penyakit. 5. Data akan menjadi sumber informasi baru bagi bidang penelitian dan memberikan dorongan atau ide baru lainnya untuk dilakukan penelitian yang lebih lanjut dan mendalam.