BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Istilah penyakit hati kronik merupakan suatu kondisi yang memiliki etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis kronik dan sirosis (Riley & Bhatti, 2001 a). Hepatitis kronik merupakan kelainan hati dengan variasi penyebab dan keparahannya, didalamnya terjadi inflamasi dan nekrosis hati yang terjadi terus menerus paling sedikit 6 bulan. Bentuk yang ringan berupa nonprogresif atau progresif lambat, sedang bentuk yang berat bisa dihubungkan dengan jaringan parut dan reorganisasi arsitektur hati, jika berlanjut menyebabkan sirosis hati (Deinstag, 2010). Sirosis hati menunjukkan kondisi progresif, difus, fibrosis, nodul, yang mengacaukan seluruh arsitektur normal hati, diikuti gangguan fungsi hati. Sirosis hati pada saat awal kadang merupakan indolent diseases, kurang lebih 40% pasien sirosis hati asimptomatis sampai terjadi dekompensasi (Heidelbaugh & Bruderly, 2006). Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2004 jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (Nurdjanah, 2010). Fibrosis adalah perubahan struktur hati yang menyertai trauma kronik atau pertumbuhan berlebihan dari matriks ekstraseluler atau jaringan parut pada parenkim hati. Fibrogenesis adalah peningkatan respon terhadap trauma yang penting dalam proses perbaikan jaringan. Bila kerusakan hati berlangsung terus (kronik), terjadi akumulasi kelebihan jaringan penyambung fibrous. Proses ini 1
2 mengganggu struktur parenkim hati normal dan mengganggu fungsi hati. Pada lingkungan mikro fibrosis proinflamasi, terjadi stimulasi regenerasi hepatoseluler konstan yang berisiko menjadi karsinoma hepatoseluler (KHS). Penghentian fibrosis hati pada sirosis awal dapat menghentikan respon fibrosis (Sebastiani, 2009; Baranova et al., 2011). Prediksi tingkat fibrosis merupakan bagian penting dari pengelolaan penyakit hati kronik. Pada pasien sirosis prediksi tingkat fibrosis penting untuk menentukan apakah pasien memerlukan skrining untuk varises esophagus atau KHS serta penting untuk menentukan prognosis (Sebastiani, 2009; Adams, 2011). Biopsi hati merupakan baku emas untuk menilai tahapan fibrosis hati, namun mempunyai beberapa keterbatasan seperti berisiko kesalahan sampel, komplikasi yang beberapa diantaranya serius, serta mahal (Halfon et al., 2005). Metode non invansif telah banyak diteliti sebagai penanda fibrosis hati. Namun dalam implementasi praktek klinik masih diperdebatkan dan konsensus bagaimana dan kapan digunakan belum tersedia. Hal ini disebabkan oleh akurasi yang kurang dan validasi yang belum komplit (Sebastiani, 2009). Biomarker fibrosis umumnya dibagi menjadi penanda langsung dan tak langsung. Penanda langsung merupakan fragmen komponen matriks hati yang diproduksi oleh sel stelata hati (SSH) selama proses remodelling matriks ekstra seluler (MES). Penanda tak langsung termasuk molekul yang dilepaskan ke dalam darah yang berhubungan dengan peradangan hati, molekul yang disintesis/diregulasi atau diekskresi oleh hati dan penanda proses gangguan fungsi hati (Baranova et al., 2011).
3 Penanda fibrosis tak langsung diantaranya hitung platelet, waktu protrombin, rasio alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST), gamma glutamil transpeptidase (GGT), albumin serum. Penanda fibrosis langsung berasal dari MES hati, diantaranya asam hialuronat (AH), type IV collagen, metalloproteinases, inhibitor metalloproteinase, transforming growth factor beta. AH merupakan glikosaminoglikan, komponen esensial MES setiap jaringan tubuh. Di hati AH terutama disintesis oleh sel-sel stelata hati dan dihancurkan oleh sel-sel endotelial sinusoidal. Kadar AH meningkat pada penyakit hati kronik bersamaan dengan fibrosis hati dan berkorelasi dengan beratnya keadaan klinik (Halfon et al., 2005; Sebastiani, 2009). Skor Lok Index merupakan suatu model berdasar hasil tes laboratorium standar (trombosit, perbandingan AST dan ALT, serta international normalized ratio/inr) yang dapat digunakan untuk memprediksi histologi sirosis hati. Nilai potong kurang dari 0,2 menyingkirkan sirosis (sensitifitas 98%, spesifisitas 53%), nilai potong lebih dari 0,5 mengkonfirmasi sirosis (sensitifitas 40%, spesifisitas 99%). Pemeriksaan ini sering dilakukan pada pasien penyakit hati kronik karena aman dan murah di Amerika (Lok et al., 2005). Tes fungsi hati yang sering dilakukan di Indonesia yaitu AST, ALT, GGT, albumin, bilirubin dan waktu protrombin (Nurjanah, 2010), namun perhitungan skor Lok Index belum lazim dilakukan. B. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi antara kadar asam hialuronat plasma dengan skor Lok Index pada pasien penyakit hati kronik?
4 C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara kadar asam hialuronat plasma dengan skor Lok Index pada pasien penyakit hati kronik? D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pasien penyakit hati kronik, peneliti maupun institusi, berupa; a. Manfaat bagi pasien Pasien dapat mengetahui bahwa kadar asam hialuronat serta skor Lok Index merupakan suatu metode pemeriksaan non invansif untuk mendeteksi derajat fibrosis hati dan selanjutnya sirosis hati serta mengetahui prognosis penyakitnya, memahami keadaan penyakitnya sehingga perjalanan lanjut penyakitnya bisa diantisipasi. b. Manfaat bagi peneliti Peneliti mendapat tambahan ilmu pengetahuan tentang hubungan antara kadar asam hialuronat dan skor Lok Index pada pasien penyakit hati kronik yang mungkin bisa untuk mengetahui tingkat fibrosis hati. c. Manfaat bagi istitusi Apabila terbukti adanya korelasi antara kadar asam hialuronat plasma dengan skor Lok Index pada pasien penyakit hati kronik, diharapkan asam hialuronat dan skor Lok Index dapat digunakan sebagai pemeriksaan standar untuk menentukan diagnosis fibrosis non invansif pada penderita penyakit hati kronik.
5 E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti belum ada penelitian di Indonesia yang menghubungkan kadar asam hialuronat plasma dan skor Lok Index pada pasien penyakit hati kronik. Daftar penelitian dengan topik asam hialuronat dan skor Lok Index seperti pada tabel 1. Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti/Metode Judul Hasil Halfon et al. (2005)/ Potong lintang/ Subyek : 405 pasien dengan Hepatitis C kronik Accuracy of hyaluronic acid level for predicting liver fibrosis stages in patients with hepatitis C virus Asam hialuronat akurat memprediksikan fibrosis signifikan, fibrosis berat, dan sirosis Resino et al. (2010)/ Potong lintang / Subyek: 201 pasien koinfeksi HIV/HCV yang menjalani biopsi hati El-Attar et al. (2010)/ Potong lintang / Subyek: 65 pasien HCV kronik Lok et al. (2005)/ The HALT-C Trial Group/Studi kohort/ Subyek: 1.141 pasien Hepatitis C kronis dengan 429 sirosis Sirli et al. (2010)/ Studi retrospektif/ Subyek 150 pasien dengan infeksi hepatitis C kronis Can serum hyaluronic acid replace simple non-invasive indexes to predict liver fibrosis in HIV/Hepatitis C coinfected patients? A suggested algorithm for using serum biomarkers for the diagnosis of liver fibrosis in chronic hepatitis C infection Predicting Cirrhosis in Patients With Hepatitis C Based on Standard Laboratory Tests: Results of the HALT-C Cohort A Comparative Study of Non-Invasive Methods for Fibrosis Assessment in Chronic HCV Infection Akurasi diagnostik AH meningkat sesuai dengan derajat fibrosis. AH lebih baik dibanding parameter indeks non invansif sederhana lain Algoritma sederhana dengan ALT, AST, hitung platelet, ditambahkan AH dapat mengeliminasi biopsi hati lebih dari 80% pada pasien HCV kronik. Skor Lok dapat digunakan untuk memprediksi histologi sirosis hati dengan derajat akurasi 50% pada pasien Hepatitis C kronik Skor Lok dapat memprediksi sirosis signifikan (F > 2 Metavir) dengan AUROC-0,701 ROC: Receiver Operating Characteristics, AUC: area under ROC curve