Kelimpahan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok NTB

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

Kekayaan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera Di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IdentifikasiBerpikirKreatif Mahasiswa Melalui Metode Mind Mapping. Identification of Student's Creative Thinking trough Mind Mapping

PEMBAHASAN UMUM. Tabel 20 Status konservasi kelelawar berdasarkan Red List IUCN versi 3.1 (IUCN 2001) Status Konservasi

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar

KOMUNITAS KELELAWAR DI GUA PUTRI DAN GUA SELABE KAWASAN KARST DESA PADANG BINDU KECAMATAN SEMIDANG AJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

BIODIVERSITAS DAN POLA PEMILIHAN SARANG KELELAWAR: STUDI KASUS DI KAWASAN KARST GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH

Keyword : Local wisdom, diversity, nesting patterns,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

BAB I PENDAHULUAN. endemisitas baik flora maupun fauna di Indonesia. atau sekitar 17% dari total jenis burung di dunia. Jumlah tersebut sebanyak

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

Karakteristik Populasi dan Habitat Kelelawar Hipposideros cervinus (Sub ordo Microchiroptera) di Gua Bratus Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

PENDAHULUAN. Fahma Wijayanti, Armaeni Dwi Humaerah*, Narti Fitriana, dan Ahmad Dardiri UIN Syarif hidayatullah Jakarta BIOMA 12 (1), 2016

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, November 2011

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE)

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

Konservasi Biodiversitas Indonesia

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

Jenis Satwa Liar dan Pemanfaatnya Di Pasar Beriman, Kota Tomohon, Sulawesi Utara

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

Eritrosit dan Hemoglobin pada Kelelawar Gua di Kawasan Karst Gombong, Kebumen,Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

DAFTAR PUSTAKA. Altringham, JD. (1996). BATS. Biologi and Behaviour. Oxford University Press. New York.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN. Oleh : Amalia, S.T., M.T.

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

I. Pengantar. A. Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AKBAR SUMIRTO

KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST DI PANGANDARAN JAWA BARAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

9-075 KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN MANGROVE GILI SULAT LOMBOK TIMUR. Diversity of Birds Species in Mangrove Area Gili Sulat East Lombok

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM DI CAMP LEAKEY

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

Mohammad Fahmi Nugraha Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

STUDI DINAMIKA POPULASI KELELAWAR KUBAR JANGGUT-HITAM (Taphozous melanopogon Temminck, 1841) DI GUA SRUNGGO DI KAWASAN KARST TUBAN

Transkripsi:

Kelimpahan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok NTB Oleh: Siti Rabiatul Fajri 1, Agil Al Idrus 2, dan Gito Hadiprayitno 2 1) Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram 2) Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram Email: rabiatul_fajri@yahoo.com ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui kelimpahan kelelawar di beberapa gua di wilayah selatan Pulau Lombok telah dilakukan. Survey dilakukan selama bulan Maret sampai Mei 2014 pada 5 gua yaitu Gua Gale-Gale, Gua Buwun, Gua Kenculit, Gua Raksasa, dan Gua Pantai Surga. Pengambilan sampel kelelawar untuk identifikasi dilakukan dengan menggunakan Mist net (jaring kabut). Kelelawar yang tertangkap diidentifikasi lebih lanjut di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Mataram. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada 6 Famili dengan 12 spesies.spesies tersebut diantaranya; Hipposederos ater memiliki kelimpahan yang paling tinggi (18,1 individu/trap/malam) dibandingkan dengan kelimpahan spesies kelelawar yang lain. kemudian diikuti secara berturut-turut oleh Rhinolopus simplex (10,3 individu/trap/malam), Rosettus amplxicaudatus (7,5 individu/trap/malam), Miniopterus pusillus (7,3 individu/trap/malam), Hipposideros diadema (6,7 individu/trap/malam), Eonicteris speleae (6.2 individu/trap/malam), Phoniscus atrox dan Taphozous melanopogon (masing-masing memiliki kelimpahan 5,2 individu/trap/malam), Macroglossus minimus (4,5 individu/trap/malam), Murina cyclotis (4,3 individu/trap/malam), Rhinopoma microphyllum (2,7 individu/trap/malam), dan Hipposideros bicolor (1,1 individu/trap/malam). Kelimpahan spesies kelelawar tertinggi ditemukan di Gua Raksasa Tanjung Ringgit dengan kelimpahan sebesar 27,5 individu/trap/malam. Selanjutnya diikuti oleh Gua Gale-gale 25,3 individu/trap/malam, Gua Buwun 9,3 ind/trap.malam, gua Pantai Surga 8,7 individu/trap/malam, dan gua Kenculit 8,2 individu/trap/malam. Kata Kunci: Kelelawar, Gua, Wilayah Selatan Pulau Lombok ABSTRACT A research on diversity of bats of cave in the south area of Lombok island was conducted. Five caves survied for this research were Gale-Gale, Buwun, Kenculit, Raksasa, and cave Pantai Surga. Survey was done during Mart to Mei 2014. Samples of bat were obtained by using Mist net. The bats were observed and identified in the Biology Laboratorium FMIPA University of Mataram. This research fully identified 12 species from 6 Famili of bats. The species are such as: Hipposederos ater, Rhinolopus simplex, Rosettus amplxicaudatus, Miniopterus pusillus, Hipposideros diadema, Eonicteris speleae, Phoniscus atrox, Taphozous melanopogon, Macroglossus minimus, Murina cyclotis, Rhinopoma microphyllum, and Hipposideros bicolor. The highest density was recorded for Hipposederos ater (18,1 ind/trap/night). The other species with relative similar density were Rhinolopus simplex (10,3 ind/trap/night), Rosettus amplxicaudatus (7,5 ind/trap/night), Miniopterus pusillus (7,3 ind/trap/night), Hipposideros diadema (6,7 in/trap/night), Eonicteris speleae (6.2 ind/trap/night), Phoniscus atrox and Taphozous melanopogon (each of 5,2 ind/trap/night), Macroglossus minimus (4,5 ind/trap/night), Murina cyclotis (4,3 ind/trap/night), Rhinopoma microphyllum (2,7 ind/trap/night), and Hipposideros bicolor (1,1 ind/trap/night). The highest density ( 27,5 ind/trap/night) of bat was recorded in Raksasa cave Tanjung Ringgit. It followed by density of bat recorded in caves of Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 93 ISSN: 1411-9587

Gale-gale, Buwun, Pantai Surga, and Kenculit were 25,3 ind/trap/night, 9,3 ind/trap/night, 8,7 ind/trap/night, and 8,2 ind/trap/night, respectively. Key words: Bat, Cave, South Region of Lombok Island PENDAHULUAN Pulau Lombok merupakan salah satu pulau yang memiliki kelimpahan spesies kelelawar cukup tinggi. Hal ini seperti yang di ungkapkan Kitchener, et al. (2002), seorang Angkatan Laut Amerika Serikat telah melakukan penelitian di Pulau Lombok pada tahun 1978-1979. Beberapa spesies kelelawar berhasil diidentifikasi diantaranya Eonycteris spelaea, Dobsonia peronii, Chaerephon plicata, Schotophilus kuhlii dan Myotis muricola. Penelitian dilanjutkan kembali pada tahun 1988 dibeberapa gua yang ada di Pulau Lombok diantaranya di Taman Suranadi (Gua Batu Kota), Batu Koq (Gua Sawa), Pelangan (Gua Pantai berkapur), Kuta (Gua yang berada 4 km ke arah barat kuta dan gua Gunung Saung) dan Gunung Rinjani (Gua Susu dan Gua Lawa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah ditemukan 36 spesies kelelawar dan spesies yang paling khas ialah spesies Pteropus lombocensis dan Pipistrellus tenuis swelanus (Kitchener, et al., 2002). Penelitian terbaru yang dilakukan Fajri dan Hadiprayitno (2013) menunjukkan bahwa spesies kelelawar yang ditemukan di Pulau Lombok terdiri dari 6 spesies. Keenam spesies kelelawar tersebut ialah Myotis muricola, Kerivoula hardwickei, Macroglossus minimus, Eonycteris spelaea, Hipposideros diadema dan Hipposideros bicolor.hipposideros bicolor merupakan spesies kelelawar baru yang belum ditemukan dalam Kitchener, et al. (2002). Dengan ditemukannya kelelawar spesies baru di Pulau Lombok, menambah jumlah kelelawar yang pernah dilaporkan oleh Kitchener, et al. (2002) yaitu sebanyak 36 spesies. Wilayah Pulau Lombok yang paling banyak ditemukan gua yang dihuni oleh kelelawar ialah wilayah selatan Pulau Lombok, namun informasi spesies kelelawar yang menghuni beberapa gua di wilayah selatan Pulau Lombok belum pernah dilaporkan, justru guan yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok belum dilakukan pemanfaatan secara oftimal, hal ini terlihat dari adanya ketidaksesuaian dalam pemanfaatan lahan, penebangan pohon dan penambangan secara liar yang sangat mengganggu dan merusak ekosistem yang ada di wilayah tersebut. Bahkan sudah mulai ditemukan gua-gua yang runtuh (rusak) dan gua yang tidak dihuni oleh kelelawar karena adanya penambangan yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagai contoh gua yang ada di wilayah Karst Sekotong Barat. Dengan demikian, terkait banyaknya gua yang berada di wilayah selatan Pulau Lombok yang dihuni kelelawar, maka dipandang perlu melakukan analisis kelimpahan kelelawar dimasing-masing gua. Mengingat gua yang berada di wilayah selatan Pulau Lombok banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab terhadap pemeliharaan habitat gua dan organisme yang menghuni gua-gua tersebut METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitiandilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2014 di lima (5) gua yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok yaitu Gua Gale-Gale Lombok Tengah, Gua Buwun Lombok Tengah, Gua Kenculit Lombok Tengah, Gua Raksasa Lombok Timur, dan Gua Pantai Surga Lombok Timur. Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 94 ISSN: 1411-9587

Analisis Kelimpahan Kelelawar Data kelimpahan diperoleh pada masing-masing gua, dengan menghitung jumlah mulut gua, tinggi mulut gua dan lebar mulut gua. Jumlah mist net yang terpasang tergantung jumlah mulut gua masing-masing. Pengamatan kelimpahan kelelawar dilakukan selama 3 malam. Berikut pada Tabel 1 adalah keterangan jumlah mulut gua, tinggi mulut gua, dan lebar mulut gua serta jumlah mist net yang dipasang. Tabel 1. Jumlah Mulut Gua, Tinggi Mulut Gua, dan Lebar Mulut Gua Serta Jumlah Mist Net yang Dipasang Lokasi Jumlah Mulut Gua Tinggi Mulut Gua (Meter) Gua Gale-gale 1. 2,75 3 2. 1,85 3. 3,45 Gua Buwun 2 1. 2,50 2. 3,36 Gua Kenculit 2 1. 6,34 2. 7,78 Gua Raksasa 2 1. 9,50 2. 3,35 Lebar Mulut gua (Meter) 1. 1,77 2. 2,35 3. 3,20 1. 3,80 2. 4,30 1. 3,60 2. 3,25 1. 4,50 2. 2,75 Jumlah Mist net Terpasang Gua P. Surga 1 5,57 6,20 3 Kelimpahan kelelawar selanjutnya dianalisis menggunakan rumus yang terdapat pada buku pedoman pengumpulan data keanekaragaman fauna (Suyanto, 1990: 9). 9 6 6 6 N = Keterangan: N : Kelimpahan Kelelawar HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan kelimpahan spesies kelelawar gua yang ditemukan di wilayah selatan Pulau Lombok disajikan pada Tabel 2. Hasil perhitungan kelimpahan spesies kelelawar pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kelimpahan spesies kelelawar tertinggi ditemukan di Gua Raksasa Tanjung Ringgit dengan kelimpahan sebesar 27,5 individu/trap/malam. Selanjutnya diikuti oleh Gua Gale-gale 25,3 individu/trap/malam, Gua Buwun 9,3 individu/trap/malam, gua Pantai Surga 8,7 individu/trap/malam, dan gua Kenculit 8,2 individu/trap/malam Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 95 ISSN: 1411-9587

Tabel 2. Kelimpahan Spesies Kelelawar Gua di Wilayah Selatan Pulau Lombok No Nama spesies Gua N (ind/trap /malam) Gale - gale Buwu n Kenculi t Raksas a Panta i Surga 1 Eonycteris speleae 0,0 0,0 0,0 6,2 0,0 6,2 2 Hipposideros ater 13,9 1,5 0,0 2,7 0,0 18,1 3 Hipposideros bicolor 1,1 0,0 0,0 0,0 0,0 1,1 4 Hipposideros diadema 0,0 0,0 0,0 6,7 0,0 6,7 5 Macroglossus minimus 0,0 0,0 0,0 4,5 0,0 4,5 6 Miniopterus pusillus 0,0 2,0 3,0 0,0 2,3 7,3 7 Murina cyclotis 0,0 0,0 0,0 0,0 4,3 4,3 8 Phoniscus atrox 0,0 3,2 0,0 0,0 2,0 5,2 9 Rhinolopus simplex 10,3 0,0 0,0 0,0 0,0 10,3 10 Rhinopoma microphyllum 11 Rosettus amplxicaudatus 12 Taphozous melanopogon 0,0 2,7 0,0 0,0 0,0 2,7 0,0 0,0 0,0 7,5 0,0 7,5 0,0 0,0 5,2 0,0 0,0 5,2 N (Ind/Trap/malam) 25,3 9,3 8,2 27,5 8,7 79,0 Hasil penelitian pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa spesies Hipposederos ater memiliki kelimpahan yang paling tinggi (18,1 individu/trap/malam) dibandingkan dengan kelimpahan spesies kelelawar yang lain. kemudian diikuti secara berturut-turut oleh Rhinolopus simplex (10,3 individu/trap/malam), Rosettus amplxicaudatus (7,5 individu/trap/malam), Miniopterus pusillus (7,3 individu/trap/malam), Hipposideros diadema (6,7 individu/trap/malam), Eonicteris speleae (6,2 individu/trap/malam), Phoniscus atrox dan Taphozous melanopogon (masing-masing memiliki kelimpahan 5,2 individu/trap/malam), Macroglossus minimus (4,5 individu/trap/malam), Murina cyclotis (4,3 individu/trap/malam), Rhinopoma microphyllum (2,7 individu/trap/malam), dan Hipposideros bicolor (1,1 individu/trap/malam). Namun demikian, apabila ditelusuri lebih lanjut pada masing-masing gua yang memiliki Hipposederos ater, kelimpahan Hipposederos ater pada masing-masing gua tidak menunjukkan kelimpahan paling tinggi.hipposederos ater hanya Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 96 ISSN: 1411-9587

menunjukkan kelimpahan tertinggi pada Gua Gale-gale, sedangkan pada gua lain tidak. Pada Gua Buwun dan Gua Raksasa Hipposederos ater memiliki kelimpahan yang paling rendah dan pada beberapa gua seperti Gua Kenculit dan Gua Pantai Surga Hipposederos ater tidak ditemukan keberadaannya. Spesies kelelawar yang memiliki kelimpahan tertinggi di Gua Buwun ialah Phoniscus atrox (3,2 individu/trap/malam), diikuti oleh Rhinopoma microphyllum (2,7 individu/trap/malam), Miniopterus pusillus (2,0 individu/trap/malam), dan Hipposederos ater (1,5 individu/trap/malam). Spesies kelelawar yang memiliki kelimpahan paling tinggidigua Kenculit ialah Taphozous melanopogon (5,2 individu/trap/malam) dan Miniopterus pusillus memiliki kelimpahan terendah (3,0 individu/trap/malam). Rosettus amplxicaudatus merupakan spesies yang memiliki kelimpahan tertinggi (7,5 individu/trap/malam) di Gua Raksasa, selanjutnya diikuti oleh Hipposideros diadema (6,7 individu/trap/malam), Eonicteris speleae (6,2 individu/trap/malam), Macroglossus minimus (4,5 individu/trap/malam) dan Hipposederos ater (4,5 individu/trap/malam). Kelimpahan spesies kelelawar yang paling tinggi di Gua Pantai Surga ilah Murina cyclotis (4,3 individu/trap/malam), diikuti oleh Miniopterus pusillus (2,3 individu/trap/malam) dan Phoniscus atrox (2,0 individu/trap/malam). Tingginya kelimpahan kelelawar di Gua Raksasa Tanjung Ringgit disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah tingginya kekayaan spesies yang menghuni Gua Raksasa disbanding dengan gua yang lain. Pada Gua Raksasa ditemukan 5 spesies sedangkan digua yang lain ditemukan 2 sampai dengan 4 spesies. Selain itu, ruang gua yang besar, dengan struktur yang unik dengan mikrohabitat yang bervariasi akan membuat gua tersebut dihuni oleh banyak jenis kelelawar. Keadaan gua yang stabil dan jauh dari keramaian dan kebisingan membuat kelelawar semakin aman untuk tinggal dan hidup di dalam gua tersebut. Altringham (1996) menyebutkan, bahwa kondisi gua yang jauh dari kebisingan, gelap, lembab dan suhu yang stabil cocok sebagai tempat beristirahat dan bereproduksi kelelawar. Kehadiran kelelawar yang tinggi pada suatu gua dapat menguntungan kelelawar yang satu dengan yang lainnya karena keadaan gua yang lembab dan dingin akanmenjadikan mikroklimat gua menjadi stabil. Hal ini sesuai dengan penelitian Baudinette, et al. (1994) yang dilakukan di Gua Kelelawar dan Gua Robertson Australia. Hasil penelitian dikedua gua tersebut membuktikan dalam gua yang dihuni kelelawar dengan jumlah besar dapat menaikkan suhu dalam Gua hingga 3 C.Pada musim dingin, keadaan ini menguntungkan kelelawar karena mengurangi energi yang diperlukan untuk menghangatkan tubuh.keuntungan lain yang didapatkan apabila kelelawar hidup dalam koloni besar adalah Menurut Zukal, et al. (2005) beberapa keuntungan hidup dalam koloniadalah adanya transfer informasi, keamanan pada predator, keberhasilanreproduksi, dan thermoregulasi. Rendahnya kelimpahan kelelawar di Gua Kenculit disebabkan oleh keadaan gua yang sedikit runtuh oleh ombak dan keadaan Gua yang sempit dan berlorong pendek.runtuhnya gua dapat mengurangi luas hunian tempat bertenggernya kelelawar dalam gua dan kondisi fisik gua yang berubah dari aslinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Cox dan More (1995) dalam Wijayanti (2001) yang menyatakan bahwa habitat yag luas akan menampung lebih banyak makhluk hidup di dalamnya dibandingkan dengan habitat yang sempit. Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 97 ISSN: 1411-9587

Ehrlich dan Roughgarden (1987) dalam Wijayanti (2001) menyebutkan bahwa ekosistem yang secara fisik mantap memungkinkan tercapainya komunitas klimaks dalam suksesi sehingga terjadinya penimbunan keragaman biologi yang tinggi sedangkan komunitas yang berubah karena suatu gangguan akan mengalami suksesi kembali (suksesi sekunder), sehingga komunitasnya jauh dari kondisi klimaks. Secara umum tidak mudah mencari penyebab dari tinggi rendahnya kelimpahan spesies disuatu tempat tertentu dan pada waktu tertentu.hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menentukan tinggi/rendahnya kelimpahan suatu spesies dalam suatu populasi (Loiselle dan Blake, 1992). Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa Hipposederos ater memiliki kelimpahan yang paling tinggi (18,1 individu/trap/malam) dibandingkan dengan kelimpahan spesies kelelawar yang lain. Wijayanti (2011) juga pernah menyebutkan, bahwa Hipposideros ater di Gua Petruk juga memiliki kelimpahan tinggi dengan jumlah individu tertangkap sebanyak 135 individu. Hipposideros ater merupakan spesies yang dapat beradaptasi dalam berbagai habitat, sehingga akan memungkinkan Hipposideros ater memiliki kelimpahan tertinggi dari pada spesies kelelawar lainnya. Hipposideros ater masuk dalam daftar IUCN Red List 2014 dengan setatus Least Concern (CL) atau paling sedikit informasinya. Spesies kelelawar yang lain dalam penelitian ini yang masuk dalam daftar IUCN Red List 2014 dengan status Least Concern (CL) atau paling sedikit informasinya ialah Hipposideros diadema, Miniopterus pusillus, Macroglossus minimus, dan Rhinopoma microphyllum. Masuknya spesies-spesies tersebut dalam daftar IUCN Red List 2014 dengan status paling sedikit disebabkan oleh menurunnya jumlah individu atau populasi. Spesies yang masuk daftar IUCN dengan status paling sedikit memiliki distribusi yang luas, dapat beradaptasi pada berbagai habitat, dan umumnya berada pada kawasan lindung. Namun berbeda halnya dengan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa spesies-spesies yang masuk daftar IUCN Red List 2014 dengan status paling sedikit justru memiliki kelimpahan individu cukup tinggi seperti Hipposideros diadema (6,7 Individu/Trap/Malam), Miniopterus pusillus (7,3 Individu/Trap/Malam), Macroglossus minimus (4,5 Individu/Trap/Malam), dan Rhinopoma microphyllum (2,7 Individu/Trap/Malam). Hal ini tentu disebabkan oleh gua yang sebagai habitat spesies kelelawar berada pada kondisi habitat yang stabil, baik fisik, ketersediaan pakan dan mikroklimat yang sesuai serta jauh dari kebisingan. Altringham (1996) menyebutkan bahwa kondisi gua yang jauh dari kebisingan, gelap, lembab dan suhu yang stabil cocok sebagai tempat beristirahat dan bereproduksi kelelawar. Dengan kondisi demikian kelelawar dapat berlindung dari pemangsa, mencegah evaporasi, menjaga suhu tubuh dan berkembang biak dengan aman. Tingginya kelimpahan spesies tertentu di suatu tempat menujukkan bahwa spesies yang bersangkutan ada kecenderungan lebih mendominasi dibandingkan spesies yang lain, serta mengindikasikan adanya kesesuaian spesies tersebut dengan potensi habitat di dalam menyediakan sumber makanan, perlindungan dan tempat melakukan aktivitas lainnya. SIMPULAN Sejumlah gua di wilayah selatan Pulau Lombok NTB dihuni oleh 12 spesies dari 6 Famili kelelawar. Spesies tersebut diantaranya: Hipposederos ater memiliki kelimpahan yang paling tinggi (18,1 individu/trap/malam) dibandingkan Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 98 ISSN: 1411-9587

dengan kelimpahan spesies kelelawar yang lain. kemudian diikuti secara berturut-turut oleh Rhinolopus simplex (10,3 individu/trap/malam), Rosettus amplxicaudatus (7,5 individu/trap/malam), Miniopterus pusillus (7,3 individu/trap/malam), Hipposideros diadema (6,7 individu/trap/malam), Eonicteris speleae (6.2 individu/trap/malam), Phoniscus atrox dan Taphozous melanopogon (masing-masing memiliki kelimpahan 5,2 individu/trap/malam), Macroglossus minimus (4,5 individu/trap/malam), Murina cyclotis (4,3 individu/trap/malam), Rhinopoma microphyllum (2,7 individu/trap/malam), dan Hipposideros bicolor (1,1 individu/trap/malam). Kelimpahan spesies kelelawar tertinggi ditemukan di Gua Raksasa Tanjung Ringgit dengan kelimpahan sebesar 27,5 individu/trap/malam. Selanjutnya diikuti oleh Gua Gale-gale 25,3 individu/trap/malam, Gua Buwun 9,3 ind/trap/malam, gua Pantai Surga 8,7 individu/trap/malam, dan gua Kenculit 8,2 individu/trap/malam. DAFTAR PUSTAKA Altringham, J.D. 1996. BATS. Biologi and Behaviour.Oxford University Press. New York. Baudinette, R.V., S.K. Churchill, K.A. Christian, J.E. Nelson & P.J. Hudson. 2000. Energy, Water Balance And The Roost Microenvironment In Zukal, J., H. Berkova, dan Z. Rehak. 2005. Activity shelter selection by Myotismyotis and Rhinolophus Three Australian Cave-Dwelling Bats (Microchiroptera). J. Comp. Physiol. B, 170: 439-446. Fajri, S.R. dan Hadiprayitno, G. 2013. Kelelawar Pulau Lombok. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pembelajaran Sains. Program Pascasarjana Pendidikan IPA. Mataram. Kitchener D.J., Boeadi, L. Charlton, dan Maharadatunkamsi. 2002. Mamalia Pulau Lombok. Bidang Zoologi Puslit Biologi-LIPI, The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement. Bogor Loiselle, B.A. dan J.G. Blake. 1992.Population Variation In A Tropical Bird Community. Journal Bioscience, 42 (11):838-845. Suyanto, A. 2001.Kelelawar Indonesia. Puslitbang Biologi LIPI. Jakarta Suyanto, A. 1990. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Fauna. Puslitbang Biologi LIPI. Jakarta Wijayanti, F. 2001. Komunitas fauna Gua Petruk dan Gua Jatijajar Kabupaten kebumen Jawa Tengah. Tesis.Progam Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta. Wijayanti, F. 2011. Biodiversitas dan Pola Pemilihan Sarang Kelelawar: Studi Kasus di Kawasan Karst Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Institut Pertanian Bogor. hipposideros hibernating in the katerinska cave.journal Mam Biol.70:271-281 Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 99 ISSN: 1411-9587