HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT"

Transkripsi

1 BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2016 Vol. 2 No. 1, p ISSN: HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT 1 Siti Rabiatul Fajri dan 2 Gito Hadiprayitno 1 Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram 2) Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram rabiatul_fajri@yahoo.com ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan struktur komunitas spesies kelelawar dengan faktor fisik gua: Studi di gua wilayah selatan Pulau Lombok. Struktur komunitas meliputi kekayaan spesies, kelimpahan, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan.sedangkan faktor fisik gua meliputi jumlah mulut gua, panjang lorong gua, lebar lorong gua, tinggi gua dan jumlah ventilasi gua.analisis data hasil penelitian dilakukakan denganmenggunakan analisis multivariat RDA (Redundancy analysis) dan PCA (Principal Component Analysis). Hasil RDA menunjukkan bahwa struktur komunitas (Kekayaan spesies (S), kelimpahan (N), indeks keanekaragaman (Hꞌ) dan indeks kemerataan (E)) berkorelasi positif dengan panjang gua (PG) dengan R=0,5707, lebar gua (LG) dengan R=0,4812 dan tinggi gua (TG) dengan R=0,0169 dan struktur komunitas berkorelasi negatif dengan mulut gua (MG) dengan R= -0,0801 dan ventilasi gua (VG) dengan R= -0,3439.Sedangkan hasil analisis PCAmenunjukkan bahwa terdapat 4 komunitas terpisah dalam 4 titik axis yang berbeda.pada axis 1 terdapat 2 komunitas yaitu komunitas gua Kenculit dan komunitas gua Pantai Surga.Sedangkan axis 2, 3 dan 4 masing-masing satu komunitas yaitu gua Gale-gale, gua Raksasa dan gua Buwun. Kata Kunci:Kelelawar, Struktur komunitas dan fisik gua PENDAHULUAN Habitat kelelawar pada umumnya dapat ditemukan di kolong atap rumah, terowongan, bawah jembatan, rerimbunan daunan, gulungan pohon pisang/palem, celah bambu, lubang batang pohon baik yang hidup ataupun mati dan pohon besar.namun pada umumnya kelelawar lebih sering ditemukan di dalam gua.suyanto (2001) menyebutkan bahwa 20% kelelawar sub ordo Megachiroptera dan lebih dari 50% kelelawar sub ordo Microchiroptera memilih tempat bertengger di dalam gua. Keberadaan kelelawar di dalam gua, menurut Wijayanti (2011) dapat berperan sebagai kunci penyedia energy ekosistem (key factor in cycle energy) bagi organisme yang ada di dalam gua.terkait hal tersebut, gua sangat berperan penting dalam mempertahankan keberadaan kelelawar. Rachmadi (2003) menyatakan bahwa gua merupakan tempat berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi berbagai spesies organisme dan merupakan salah satu ekosistem yang paling rentan. Kerentanan ini disebabkan oleh kondisi mikroklimat gua yang cenderung stabil dan cenderung tidak mudah berubah.kerena itu, apabila ekosistem gua tidak dikelola dengan baik, dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, baik ekosistem yang ada di dalam gua maupun ekosistem yang ada di luar gua. Gua sebagai habitat kelelawar di Pulau Lombok terutama wilayah selatan belum dilakukan pemanfaatan secara oftimal, hal ini terlihat dari adanya ketidaksesuaian dalam pemanfaatan lahan, penebangan pohon dan penambangan secara liar yang sangat mengganggu dan merusak ekosistem yang ada di wilayah tersebut. Bahkan sudah mulai ditemukan gua-gua yang runtuh (rusak) dan gua yang tidak dihuni oleh kelelawar karena adanya penambangan yang dilakukan oleh masyarakat.sebagai contoh gua yang ada di wilayah Karst Sekotong Barat. Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa gua yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok ini patut diduga sebagai

2 salah satu penyebab menurunnya populasi kelelawar di wilayah tersebut. Apabila tidak dilakukan upaya pencegahan tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya kepunahan secara lokal pada spesies-spesies kelelawar tertentu. Apabila kondisi seperti ini terjadi, maka akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem Kerusakan yang terjadi pada ekosistem gua ditengarai sebagai salah satu penyebab menurunnya populasi kelelawar.riswandi (2012) melaporkan bahwa populasi kelelawar endemik Jawa-Nusa Tenggara terus mengalami penurunan dan makin sulit untuk ditemukan, Hal ini disebabkan oleh terganggunya habitat kelelawar tersebut.penelitian yang dilakukan oleh Fajri dan Hadiprayitno (2013) di Pulau Lombok mengindikasikan adanya penurunan spesies kelelawar yang ditemukan dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Kitchener, dkk. (2002). Gua tempat ditemukan kelelawar dalam penelitian Fajri dan Hadiprayitno (2013) terdiri dari Gua Gale-Gale (Gunung Prabu-Kuta), Gua Jepang Tanjung Ringgit dan Gua Malimbu.Sementara itu masih terdapat beberapa gua yang berada di wilayah selatan Pulau Lombok yang memiliki potensi besar untuk dihuni kelelawar.gua-gua tersebut diantaranya ialah Gua Kenculit Pantai Semeti, Gua Bawun Kuta dan Gua Pantai Surga Ekas.Sampai dengan saat ini belum ditemukan adanya informasi yang memadai terkait dengan keberadaan spesies kelelawar yang ditemukan di gua tersebut.namun demikian, ditemukan beberapa aktivitas masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan baik di dalam maupun di luar gua.penambangan di dalam gua dilakukan untuk mengambil guano kelelawar yang digunakan sebagai pupuk, sedangkan di luar gua masyarakat cenderung memanfaatkan untuk melakukan penambangan emas. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei Lokasi penelitian di 5 gua yang berada di wilayah selatan Pulau Lombok yaitu Gua Gale-Gale Lombok Tengah, Gua Buwun Lombok Tengah, Gua Kenculit Lombok Tengah, Gua Raksasa Lombok Timur, Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan ialah. Mist Net, tali rapia, jangka sorong, roll meter, dan kamera digital. Kekayaan Spesies Pengumpulan data kekayaan spesies kelelawar dilakukan dengan melakukan dengan metode Trapping dengan menggunakan Mist net. Kelimpahan Spesies kelimpahan kelelawar diperlukan untuk melakukan estimasi jumlah kelelawar yang menghuni masing-masing gua. Pengumpulan datanya dilakukan dengan melakukan penghitungan secara langsung pada kelelawar yang tertangkap jaring Mist Net. Analisisnya dengan Rumus sebagai berikut: N = Indeks Keanekaragaman Analisis indeks keragaman menggunakan persamaan Shannon-Wiener Indeks Kemerataan Analisis kemerataan menggunakan persamaan Evenness. Pengukuran Fisik Gua Pengukuran parameter fisik gua bertujuan untuk mendapatkan data tentang keadaan fisik gua. Parameter fisik gua yang diukur mengacu pada Wijayanti, dkk (2010): 1. Panjang Lorong Gua (PG) Panjang lorong gua diukur mulai dari mulut gua sampai ujung gua dengan menggunakan roll meter. Bila terdapat percabangan lorong gua semua percabangan itu juga diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan. 2. Lebar Lorong Gua (LG) Lebar lorong gua diukur dengan menentukan 5 lokasi di dalam lorong gua secara acak, lalu kelima lokasi tersebut diukur lebarnya (tegak lurus dari satu dinding gua kedinding lain yang berseberangan) menggunakan pita meter dan dihitung rata-ratanya. 3. Tinggi Lorong Gua (TG) Tinggi lorong gua diukur dengan menggunakan haga meter. Sebelumnya ditentukan 3 titik (pembuatan titik menggunakan lasser point), kemudian dari masing-masing tiga titik tersebut ditembak menggunakan haga meter. Tinggi lorong gua adalah rata-rata dari hasil perhitungan dengan haga meter.

3 Mulut atau pintu gua adalah bukaan besar yang terdapat pada gua atau jalan utama kelelawar keluar masuk gua. 5. Ventilasi Gua (V). Ventilasi gua yang dimaksud adalah celahcelah kecil yang terdapat di dalam gua yang dapat tembus keluar gua dan dapat menerangi dalam gua Analisis hubungan antara struktur komunitas Analisis parameter fisik gua dengan struktur komunitas dianalisis dengan menggunakan analisis multivariat RDA (Redundancy analysis).analisis uji korelasi ini dilakukan dengan menggunakan software Canoco for Windows 4.5.Analisis selanjutnya terhadap data struktur komunitas dengan parameter fisik gua ialah analisis dengan PCA (Principal Component Analysis), tujuan analisis ini ialah untuk mengetahui titik-titik ordinasi (titik pemetaan) terhadap komunitas gua yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok berdasarkan data struktur komunitas dan data fisik gua. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hubungan struktur komunitas dengan parameter fisik gua diperoleh dengan cara mengumpulkan data struktur komunitas dan parameter fisik gua. Data struktur komunitas gua terdiri dari kekayaan spesies, kelimpahan, indeks keanekaragaman, dan indeks kemerataan. Sementara itu, data parameter fisik gua yang dianalisis terdiri dari jumlah mulut gua (MG), jumlah ventilasi gua (VG), panjang lorong gua (PG), lebar lorong gua (LG), dan tinggi gua (TG). Ringkasan data struktur komunitas dan parameter fisik gua yang diukur selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ringkasan Data Struktur Komunitas dengan Parameter Fisik Gua di Wilayah Selatan Pulau Lombok Struktur Komunitas Parameter Fisik Gua No Lokasi S N Hꞌ E MG VG PG (m) LG (m) TG (m) 1 Gua Gale-Gale Gua Buwun Gua Kenculit Gua Tanjung Ringgit 5 Gua Pantai Surga Keterangan: S = Kekayaan spesies VG = Ventilasi Gua N = Kelimpahan MG = Mulut gua Hꞌ = Indeks Keanekaragaman PG = Panjang lorong gua E = Indeks Kemerataan LG = Lebar lorong gua TG = Tinggi gua

4 Berdasarkan data pada Tabel 1, selanjutnya dilakukan analisis RDA (Redundancy analysis) untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel yang diukur. Ringkasan hasil analisis RDA (n=18, P=0,05) pada tabel 2 berikut ini CanocoDraw dapat dilihat pada Gaambar 1. Tabel 2 Ringkasan hasil analisis RDA Fisik Gua Parameter Fisik Gua Panjang gua Nilai Korelasi (R) Eigen values (λ) Persentase Korelasi (%) 0,5707 0, Lebar gua 0,4812 0, Tinggi gua 0,0169 0, Mulut gua -0,3439 0, Ventilasi gua -0,0801 0, Berdasarkan pada Tabel 2 nilai korelasi dan nilai eigenvalue tertinggi ditunjukkan oleh panjang gua (PG) dengan R=0,5707 (R hitung R tabel, N=18, P<0,05), selanjutnya diikuti oleh lebar gua (LG) dengan R=04812 (R hitung R tabel, N=18, P<0,05), tinggi gua (TG) dengan R=0,0169 (R hitung R tabel, N=18, P<0,05), mulut gua (MG) dengan R= -0,3439 (R hitung R tabel, N=18, P<0,05) dan ventilasi gua (VG) dengan R= -0,0801 (R hitung R tabel, N=18, P<0,05). Sedangkan persentase korelasi tertinggi ditunjukkan oleh mulut gua dan ventilasi gua ialah sebesar 100%. Gambar 1. Hasil Analisis Hubungan Struktur Komunitas Kelelawar Gua dengan Parameter Fisik Gua Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 1 dapat dikatakan bahwa struktur komunitas (Kekayaan spesies (S), kelimpahan (N), indeks keanekaragaman (Hꞌ) dan indeks kemerataan (E)) berkorelasi positif dengan panjang gua (PG) dengan R=0,5707, lebar gua (LG) dengan R=0,4812 dan tinggi gua (TG) dengan R=0,0169. Pada Gambar 1 juga menjelaskan bahwa struktur komunitas berkorelasi negatif dengan mulut gua (MG) dengan R= -0,0801 dan ventilasi gua (VG) dengan R= -0,3439. Analisis selanjutnya terhadap data struktur komunitas dengan parameter fisik gua ialah analisis dengan PCA (Principal Component Analysis), tujuan analisis ini ialah untuk mengetahui titik-titik ordinasi (titik pemetaan) terhadap komunitas gua yang ada di wilayah selatan Pulau Lombok berdasarkan data struktur komunitas dan data fisik gua. Hasil analisis dengan PCA pada Gambar 2. Selain itu analisis dengan RDA juga memperlihatkan hasil gambar dalam

5 Gambar 2. Titik Ordinasi Komunitas Kelelawar Gua Berdasarkan data Struktur Komunitas dan Fisik Gua Berdasarkan titik pemetaan ordinasi pada gambar 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat 4 komunitas terpisah dalam 4 titik axis yang berbeda.pada axis 1 terdapat 2 komunitas yaitu komunitas gua Kenculit dan komunitas gua Pantai Surga.Sedangkan axis 2, 3 dan 4 masing-masing satu komunitas yaitu gua Gale-gale, gua Raksasa dan gua Buwun. Berdasarkan hasil Gambar 1 tersebut dapat disimpulkan semakin panjang, tinggi dan lebar gua maka semakin tinggi kekayaan spesies, kelimpahan, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan.sebaliknya dengan mulut dan ventilasi gua. Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Wijayati (2011) di kawasan Karst Cibinong Kabupaten Kebumen Jawa tengah.hasil yang dilaporkan bahwa struktur komunitas berkorelasi positif dengan semua variabel parameter fisik gua, kecuali mulut dan ventilasi gua. Terbentuknya korelasi negatif antara struktur komunitas dengan mulut gua dan ventilasi gua akan dapat membentuk kesimpulan bahwa struktur komunitas kelelawar penghuni gua tidak akan terpengaruh dengan adanya banyak sedikitnya mulut dan ventilasi gua. Hal ini juga dikuatkan oleh Wijayanti, dkk.(2010) dan Wijayanti (2011) berdasarkan hasil uji RDA menunjukkan bahwa kelimpahan spesies tidak berkorelasi dengan ventilasi dan jumlah pintu/mulut gua. Semua spesies kelelawar yang bersarang dalam suatu gua cenderung menggunakansatu pintu atau ventilasi yang sama untuk keluar masuk gua. Hal ini sesuaidengan hasil penelitian Schnitzler et al. (2003) yang membuktikan ketika terbangmenuju lokasi sarang dan tempat pencarian makan, kelelawar cenderungmenggunakan jalur yang sama. Transfer informasi penggunaan jalur terbang inidilakukan dari orang tua (induk) kepada anak melalui perilaku mengikutim (following behavior). Berdasarkan hasil korelasi struktur komunitas dengan parameter fisik gua.parameter fisik yang memiliki korelasi tertinggi ialah panjang lorong gua, kemudian diikuti oleh lebar gua dan tinggi gua. Hal ini juga pernah dibuktikan pada penelitian Wijayanti (2011) bahwa korelasi tertinggi ditunjukkan oleh panjang gua (R=0,827). Hal ini sesuai dengan pendapat Maguran (2004) bahwa semakin luashabitat, semakin banyak makhluk hidup yang dapat hidup di dalamnya.lebihlanjut Baudinette et al. (1994) menjelaskan bahwa gua yang memiliki lorong panjang dapatmenyebabkan pemisahan mikroklimat di ruang gua.semakin banyak mikroklimatyang terbentuk, maka semakin banyak spesies kelelawar yang dapat bersarang diruangruang tersebut.sevcik (2003) menyebutkan bahwa gua dengan lorong sempit hanya dapat dihuni oleh jenis tertentu saja, yaitu jenis yang mampu malakukan manuver dengan baik.sebaliknya pada gua dengan lorong lebar, dapat dihuni kelelawar dengan

6 kemampuan lebih beragam.akibatnya, semakin lebarlorong gua, maka semakin banyak jenis yang dapat bersarang di dalamnya. Hasil RDA juga memperlihatkan bahwa mesikipun mulut gua dan ventilasi gua berkorelasi negatif dengan struktur komunitas namun memiliki persentase korelasi sebesar 100%. Hal ini dapat dikarenakan oleh kelelawar penghuni gua akan mendeteksi kualitas habitat yang akan dihuni melalui mulut gua dan ventilasi gua. Selain itu spesies kelelawar yang menghuni gua selalu berpatokan dengan mulut gua untuk mengetahui tempat dan jarak bertengger. Karena tiap jenis kelelawar memilih sarang dalam gua dengan jarak dari mulut gua berbeda, beberapa spesies akan memiiilih tempat bertengger didekat mulut gua atau bahkan jauh dari mulut gua. Hasil penelitian Maryanto & Maharadatunkamsi (1991) pada Gua-Gua di Pulau Sumbawa mendapatkan jenis Rhinolophus luctus (Rhinolopodidae: Microchiroptera) menyukai tempat bersarang di ujung gua. Dunn (1978) mendapatkan Hipposideros diadema dan H.armiger di atap gua pada jarak 200 kaki dari mulut Gua Anak Takun Malaysia.Pemilihan tempat bersarang yang jauh dari mulut gua, dapat menghindarkan kelelawar dari gangguan manusia dan predator serta dapat memilih mikroklimat yang stabil dan sesuai bagi tubuhnya.tetapi, pemilihan sarang dengan jarak jauh dari mulut gua harus didukung oleh kemampuan orientasi ruang dalam keadaan gelap dan kemampuan terbang dalam ruang dengan banyak rintangan. Berdasarkan titik pemetaan ordinasi oleh PCA pada gambar 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat 4 komunitas terpisah dalam 4 titik axis yang berbeda.pada axis 1 terdapat 2 komunitas yaitu komunitas gua Kenculit dan komunitas gua Pantai Surga.Sedangkan axis 2, 3 dan 4 masing-masing satu komunitas yaitu gua Gale-gale, gua Raksasa dan gua Buwun.Bertemunya 2 komunitas pada axis 1 dapat disebabkan oleh miripnya kondisi fisik kedua gua tersebut. Kedua gua (gua Kenculit dan gua Pantai Surga) terletak di ujung tebing yang sangat dekat sekali dengan deburan ombak. Kondisi fisik gua hampir sama baik panjang, lebar dan tinggi gua. Hal inilah yang menyebabkan kedua komunitas terdapat dalam 1 axis pada analisis dengan PCA.Berbeda halnya dengan komunitas pada axis lainnya, dimana setiap axis menempati 1 komunitas.komunitas gua Gale-gale, gua Buwun dan gua Raksasa memiliki kondisi fisik gua yang berbedabeda dan kondisi fisik gua yang unik antara gua yang satu dengan lainnya.selain itu guagua tersebut dihuni oleh spesies yang beragam pula.oleh sebab itu ketiga komunitas terpisah satu dengan lainnya. KESIMPULAN Hubungan struktur komunitas dengan faktor fisik gua menunjukkan bahwa, struktur komunitas (Kekayaan spesies (S), kelimpahan (N), indeks keanekaragaman (Hꞌ) dan indeks kemerataan (E)) berkorelasi positif dengan panjang gua (PG) dengan R = 0,5707, lebar gua (LG) dengan R = 0,4812 dan tinggi gua (TG) dengan R = 0,0169. Selain itu, struktur komunitas berkorelasi negatif dengan mulut gua (MG) dengan R= - 0,0801 dan ventilasi gua (VG) dengan R = - 0,3439. DAFTAR PUSTAKA Baudinette, R.V., S.K. Churchill, K.A. Christian, J.E. Nelson & P.J. Hudson Energy, Water

7 Balance And The Roost Microenvironment In Three Australian Cave-Dwelling Bats (Microchiroptera). J. Comp. Physiol. B, 170: Fajri, S. R dan Hadiprayitno, G Kelelawar Pulau Lombok. Proseding Seminar Nasional Penelitian dan Pembelajaran Sains Program Pascasarjana Universitas Mataram. Karst Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Penelitian Dana RAB UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Wijayanti, Fahma Biodiversitas dan Pola Pemilihan Sarang Kelelawar: Studi Kasus di Kawasan Karst Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Institut Pertanian Bogor. Rachmadi Keanekaragaman Arthropoda di gua Ngerong, Tuban, Jawa Timur, Zoo Indo. 29: Schnitzler HU, Moss CF & Denzinger A From Spatial Orientation To Food Acquisition In Echolocating Bats. Trends In Ecology And Evolution. 18 (8): Sevcik M Does Wing Morphology Reflect Different Foraging Strategies in Sibling Bat Spesies Sibling Bat Spesies Zone Bats: Plecotus auritus and P. austriacus?.fol. Zool. 52: Kitchener D. J., Boeadi., Charlton L dan Maharadatunkamsi Mamalia Pulau Lombok. Bidang Zoologi Puslit Biologi-LIPI, The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement. Bogor. Maryanto I & Maharadatunkamsi Kecenderungan spesies spesies kelelawar dalam memilih tempat bertengger pada beberapa gua di Kabupaten Sumbawa. Media Konservasi. 3:29-34 Wijayanti, Fahma Kelimpahan, Sebaran, dan Keanekaragaman Spesies Kelelawar (Chiroptera) pada Beberapa gua dengan Pola Pengelolaan Berbeda di Kawasan

Kelimpahan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok NTB

Kelimpahan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok NTB Kelimpahan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok NTB Oleh: Siti Rabiatul Fajri 1, Agil Al Idrus 2, dan Gito Hadiprayitno 2 1) Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman hayati. Salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia adalah ekosistem karst. Ekosistem karst adalah kesatuan komunitas

Lebih terperinci

Keyword : Local wisdom, diversity, nesting patterns,

Keyword : Local wisdom, diversity, nesting patterns, 1 KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT CIBALONG DALAM MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN DAN POLA BERSARANG KELELAWAR PENGHUNI GUA DI KAWASAN KARST CIBALONG KABUPATEN TASIKMALAYA Mohammad Fahmi Nugraha, Purwati K. Suprapto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram e-issn: 2442-7667 p-issn: 1412-6087 Analisis Pakan Kelelawar sebagai Polinator dan Pengendali Populasi Serangga Hama: Studi di Gua Gale-Gale Kawasan Karst Gunung Prabu Kuta Lombok Tengah Siti Rabiatul

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BIODIVERSITAS DAN POLA PEMILIHAN SARANG KELELAWAR: STUDI KASUS DI KAWASAN KARST GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH

BIODIVERSITAS DAN POLA PEMILIHAN SARANG KELELAWAR: STUDI KASUS DI KAWASAN KARST GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH 30 BIODIVERSITAS DAN POLA PEMILIHAN SARANG KELELAWAR: STUDI KASUS DI KAWASAN KARST GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH ABSTRACT The existence of cave dwelling bats of karst area need to be conserved,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Sumatera Barat banyak ditemukan kawasan berkapur (karst) dengan sejumlah goa. Goa-goa yang telah teridentifikasi di Sumatera Barat terdapat 114 buah goa (UKSDA, 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah karst sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia. Istilah aslinya adalah krst / krast yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan

Lebih terperinci

Mohammad Fahmi Nugraha Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

Mohammad Fahmi Nugraha Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya N a t u r a l i s t i c 19 Kearifan Lokal Masyarakat Cibalong dalam Melestarikan Keanekaragaman dan Pola Bersarang Kelelawar Penghuni Gua di Kawasan Karst Cibalong Kabupaten Tasikmalaya Pada Pengembangan

Lebih terperinci

Kekayaan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera Di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat

Kekayaan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera Di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat BIOEDUKASI Volume 7, Nomor 2 Halaman 5-9 ISSN: 1693-2654 Agustus 2014 Kekayaan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera Di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat The Richness of Bat Species Order

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Secara umum, areal yang diteliti adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-62-97522--5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Nopember 2010 di PPKA Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi pengambilan data kupu-kupu di PPKA Bodogol, meliputi

Lebih terperinci

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro Hendrik Nurfitrianto, Widowati Budijastuti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA

PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA 14 Jurnal Prodi Pendidikan Biologi Vol 6 No 2 Tahun 2017 PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA ARRANGING OF ENRICHMENT MODULE OF

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2012, hlm.13) penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Tabel 20 Status konservasi kelelawar berdasarkan Red List IUCN versi 3.1 (IUCN 2001) Status Konservasi

PEMBAHASAN UMUM. Tabel 20 Status konservasi kelelawar berdasarkan Red List IUCN versi 3.1 (IUCN 2001) Status Konservasi 104 PEMBAHASAN UMUM Pentingnya upaya konservasi bagi ekosistem Karst Gombong Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di gua-gua Karst Gombong hidup lima belas jenis kelelawar, yang terdiri atas empat jenis

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

KOMUNITAS KELELAWAR DI GUA PUTRI DAN GUA SELABE KAWASAN KARST DESA PADANG BINDU KECAMATAN SEMIDANG AJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

KOMUNITAS KELELAWAR DI GUA PUTRI DAN GUA SELABE KAWASAN KARST DESA PADANG BINDU KECAMATAN SEMIDANG AJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN KOMUNITAS KELELAWAR DI GUA PUTRI DAN GUA SELABE KAWASAN KARST DESA PADANG BINDU KECAMATAN SEMIDANG AJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN Yusni Atmawijaya, Zulkifli Dahlan dan Indra Yustian Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan kerangas yang berada dalam kawasan Hak Pengusahaan Hutan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga, PT. Austral Byna, dan dalam

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni Lampung Barat pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. B.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA Diversity of Bats (Chiroptera) at The Mountain of Ambawang Forest Protected Areas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Fahma Wijayanti, Armaeni Dwi Humaerah*, Narti Fitriana, dan Ahmad Dardiri UIN Syarif hidayatullah Jakarta BIOMA 12 (1), 2016

PENDAHULUAN. Fahma Wijayanti, Armaeni Dwi Humaerah*, Narti Fitriana, dan Ahmad Dardiri UIN Syarif hidayatullah Jakarta BIOMA 12 (1), 2016 BIOMA 12 (1), 2016 Biologi UNJ Press ISSN : 0126-3552 POTENSI KELELAWAR SEBAGAI VEKTOR ZOONOSIS: INVESTIGASI BERDASARKAN KEANEKARAGAMAN JENIS DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN KELELAWAR DI KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan Karst Gunung Sewu mempunyai bentang alam yang sangat khas, dengan luas area + 1730 km 2 berupa puluhan ribu bukit batu gamping dengan ketinggian antara 20-50

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. esculentum Mill.), serangga pollinator, tumbuhan T. procumbens L.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. esculentum Mill.), serangga pollinator, tumbuhan T. procumbens L. 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tomat (L. esculentum Mill.), serangga pollinator,

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data *

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Hawis H. Madduppa, S.Pi., M.Si. Bagian Hidrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST DI PANGANDARAN JAWA BARAT

KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST DI PANGANDARAN JAWA BARAT KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST DI PANGANDARAN JAWA BARAT MARYANTI SETYANINGSIH Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof.DR. Hamka Jakarta. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

I. Pengantar. A. Latar Belakang

I. Pengantar. A. Latar Belakang I. Pengantar A. Latar Belakang Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2 o 25 Lintang Utara hingga 4 o 25 Lintang Selatan dan 130 132 55 Bujur Timur (Wikipedia, 2011). Secara geoekonomis dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember EKOLOGI TEMA 5 KOMUNITAS bag. 2 Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember KOMUNITAS Keanekaragaman Komunitas Pola Komunitas dan Ekoton Keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur keseimbangan alam. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur keseimbangan alam. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ekosistem perairan memiliki kontribusi dan keterlibatan yang sangat besar dalam mengatur keseimbangan alam. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Nopember 2010. Sampling dilakukan setiap bulan dengan ulangan dua kali setiap bulan. Lokasi sampling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif. Bertujuan untuk membuat deskripsi, atau gambaran mengenai kelimpahan dan keragaman anggrek di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat (Gambar 2).

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta. Waktu pengambilan data dilakukan pada tanggal 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu Kabupaten yang paling banyak memproduksi Ikan, komoditi perikanan di Kabupaten Kupang merupakan salah satu pendukung laju perekonomian masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA

KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) DI PERAIRAN SEKOTONG, NTB Dosen Penguji I

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekosistem mangrove Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Negara Indonesia mempunyai wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 81.791

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kab. Gunungkidul terdiri atas 3 (tiga) satuan fisiografis atau ekosistem bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi pembagian satuan

Lebih terperinci

Karakteristik Populasi dan Habitat Kelelawar Hipposideros cervinus (Sub ordo Microchiroptera) di Gua Bratus Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak

Karakteristik Populasi dan Habitat Kelelawar Hipposideros cervinus (Sub ordo Microchiroptera) di Gua Bratus Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak Karakteristik Populasi dan Habitat Kelelawar Hipposideros cervinus (Sub ordo Microchiroptera) di Gua Bratus Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak Fetronius Piter 1, Tri Rima Setyawati 1, Irwan Lovadi 1

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Aneka Ternak Blok C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret-April

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 0 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Wisata adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci