5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI. Tabel 5 Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Trawl

PERBANDINGAN PENGGUNAAN UKURAN MATA JARING BAGIAN KANTONG PADA TRAWL DASAR DI PERAIRAN TANJUNG KERAWANG YUSRIZAL

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

ANALISIS HASIL TANGKAPAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN PPP TAWANG KENDAL JAWA TENGAH

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

KONSTRUKSI DAN UJI-COBA PENGOPERASIAN JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICE PADA JARING ARAD DI PEKALONGAN

SELEKTIVITAS JARING ARAD (MINI BOTTOM TRAWL) YANG DILENGKAPI JTEDs TERHADAP IKAN BELOSO (Saurida sp.)

Jaring Angkat

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP IKAN PARI DI PERAIRAN LAUT JAWA

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN. Metode dan teknologi penangkapan ikan dapat nmenlpengaruhi kelestarian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Febyansyah Nur Abdullah, Anhar Solichin*), Suradi Wijaya Saputra

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data

6. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL BERDASARKAN METODE SWEPT AREA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG ABSTRAK

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SEBARAN IKAN DEMERSAL SEBAGAI BASIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KABUPATEN KENDAL

Karakteristik biologi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di sekitar perairan Banten

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

EVALUASI TINGKAT EKSPLOITASI SUMBERDAYA IKAN GULAMAH (Johnius sp) BERDASARKAN DATA TPI PPS CILACAP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

PERHITUNGAN SELEKTIVITAS JARING INSANG TERHADAP IKAN CAKALANG DENGAN PENDEKATAN METODE MATSUOKA ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. FLUKTUASI STOK IKAW KUMlRAN ( '%&efieus sulpkureus ) Dl PER AIR AN UY ARA SEMARAMG -KEMDAL JAWA TENGAH SOFYAN HUSEIN SIREGAR C 23.

The Difference of Mesh Size and Dragged Speed of Small Bottom Trawl to Catches of Squid (Loligo sp) in Rembang Waters, Central Java

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

CANTRANG: MASALAH DAN SOLUSINYA

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN

ANALISIS SEBARAN IKAN DEMERSAL SEBAGAI BASIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KABUPATEN KENDAL TESIS

SEBARAN FREKUENSI PANJANG UDANG BANANA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

KARAKTERISTIK JARING CANTRANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

Transkripsi:

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang tertangkap (Lampiran 14). Keragaman jenis ikan hasil tangkapan suatu alat tangkap ditentukan oleh struktur komunitas ikan dimana alat tangkap tersebut dioperasikan. Selain faktor tersebut juga disebabkan karena perairan Indonesia termasuk perairan tropis yang kaya dengan keanekaragaman jenis-jenis ikannya (Subani, 1990) dan lebih lanjut perairan pantai merupakan perairan umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mempunyai variasi jenis ikan yang banyak (Subani, 1990). Hasil identifikasi jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap trawl di perairan Tanjung Kerawang diperoleh kurang lebih 25 spesies ikan yang tertangkap (Lampiran 8), tetapi dalam penelitian ini hanya tiga spesies ikan saja yang diamati yaitu : ikan kurisi (Nemipterus virgatus), kuniran (Upeneus sulphureus) dan biji nangka (Upeneus vitatus). Ketiga spesies ikan tersebut merupakan spsies ikan yang umum ditemukan di perairan pantai Indonesia (Nontji, 1987). Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan tiga ukuran kantong (codend) seperti yang tertera pada Tabel 7. Pada Tabel tersebut terlihat jumlah hasil tangkapan yang terbesar adalah ikan kuniran 5.241 ekor, yang kedua ikan Kurisi 4.578 ekor dan yang terakhir ikan biji nangka 1942 ekor, sementara itu perbandingan jumlah ikan yang berada dalam kantong (codend dan cover net) adalah sebagai berikut : pada ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) 1 inci berjumlah 3.529 ekor di dalam codend dan cover net berjumlah 711 ekor, pada ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) 2 inci berjumlah 2.710 ekor di dalam codend dan cover net berjumlah 2.176 ekor, kemudian pada ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) 3 inci berjumlah 657 ekor di dalam codend dan cover net berjumlah 2.284 ekor. Banyaknya jumlah ikan kuniran dan kurisi yang tertangkap di sebabkan kerena spesies ini memang hidup lebih cocok pada daerah perairan pantai dengan

66 kedalaman mencapai 30 meter (Sumiono, 2000). Menurut Shindo (1973), jenisjenis ikan yang berukuran kecil di perairan tropis mempunyai kemampuan pulih yang tinggi dibandingkan dengan ikan-ikan yang berukuran besar. Kebanyakan ikan biji nangka hidup di dasar perairan dengan jenis subtrat berlumpur atau lumpur berpasir, namun dapat ditemukan pula adanya ikan biji nangka yang mencari makan sampai daerah karang (Burhanuddin et al., 1984). Hasil survey dengan trawl oleh Direktorat Jenderal Perikanan (Anonimus, 1987) di perairan sekitar Bengkulu, Selat Sunda dan Laut Jawa menunjukan bahwa genus Upeneus umumnya tertangkap di perairan dangkal (10 m 39 m), meskipun tertangkap juga pada kedalaman 100 m -150 m dan 190 m 300 m. Akan tetapi di perairan dalam hasil tangkapannya sedikit. Jumlah ikan yang tertangkap terbanyak dalam kantong adalah dengan ukuran kantong 1 inci, sedangkan ikan yang lolos terbanyak dari kantong adalah dengan ukuran kantong 2 inci dan untuk ukuran kantong 3 inci antara yang tertangkap dalam kantong dan penutup kantong hampir sama jumlahnya. Hal ini diduga karena semakin besar ukuran mata jaring kantong maka ikan akan mudah lolos dengan ansumsi tidak ada yang menghalangi. 5.2 Ukuran Ikan yang Tertangkap Ukuran length at first maturity pada ikan kurisi adalah 15,8 cm untuk jantan dan 17,0 untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 15,8 cm. Panjang ikan Kurisi dalam mesh size codend 1 inci dan cover net berkisar antara 9,05 cm 25,05 cm dengan panjang rata-rata 17,05 cm, dalam mesh size codend 2 inci dan cover net berkisar antara 9,80 cm 23,30 cm dengan panjang rata-rata 16,55 cm dan dalam mesh size codend 3 inci dan cover net berkisar antara 9,55 cm 23,55 cm dengan panjang rata-rata 16,55 cm maka dapat disimpulkan bahwa ikan kurisi yang tertangkap dalam penelitian sudah layak tangkap. Ukuran length at first maturity pada ikan Kuniran adalah 9,6 cm untuk jantan dan 9,9 cm untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first

67 maturity yang digunakan adalah 9,6 cm. Panjang ikan kuniran dalam mesh size codend 1 inci dan cover net berkisar antara 6,80 cm 18,80 cm dengan panjang rata-rata 12,80 cm, dalam mesh size codend 2 inci dan cover net berkisar antara 8,80 cm 13,80 cm dengan panjang rata-rata 11,30 cm dan dalam mesh size codend 3 inci dan cover net berkisar antara 6,50 14,80 cm dengan panjang ratarata 10,65 cm maka dapat disimpulkan bahwa ikan kuniran yang tertangkap dalam ketiga ukuran mata jaring kantong selama penelitian sudah layak tangkap. Ukuran length at first maturity pada ikan biji nangka adalah 12,0 cm untuk jantan dan 12,5 untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 12,0 cm. Panjang ikan biji nangka dalam mesh size codend 1 inci dan cover net berkisar antara 10,55 cm 19,55 cm dengan panjang rata-rata 15.05 cm, dalam mesh size codend 2 inci dan cover net berkisar antara 10,80 cm 16,30 cm dengan panjang rata-rata 13,50 cm dan dalam mesh size codend 3 inci dan cover net berkisar antara 9,55 cm 16,55 cm dengan panjang rata-rata 13,05 cm, maka dapat disimpulkan bahwa ikan biji nangka yang tertangkap dalam ketiga ukuran mata jaring kantong selama penelitian sudah layak tangkap. 5.3 Hubungan Panjang dan Berat serta Lingkar Badan Ikan Hasil analisis biometri dengan menggunakan persamaan regresi antara panjang dan berat ikan dari ketiga spesies yang tertangkap dalam penelitian dengan alat tangkap trawl didapatkan untuk kurisi nilai b kurang dari 3 dan kuniran dan biji nangka nilai b lebih besar dari 3 dengan koefisien determinasi rata-rata diatas 0.90 (Tabel 12). Hal ini menunjukan pola pertumbuhan ikan kurisi allometrik negatif (pertambahan berat lebih kecil dari pertambahan panjang) dan kuniran serta biji nangka allometrik positif (pertambahan berat lebih besar dari pertambahan panjang). Bal & Rao, 1984, apabila nilai b lebih kecil dari 3 maka pertumbuhan bersifat allometrik negatif dan nilai b lebih besar dari 3 allometrik positif. Menurut Badrudin dan Wudianto (2004), manfaat dari informasi panjang berat antara lain adalah bahwa melalui persamaan matematik tersebut (W = al b )

68 maka dapat memperkirakan berat ikan pada panjang tertentu dan sebaliknya. Pola pertumbuhan ikan Biji Nangka jantan di perairan Muara Kamal allometrik dan betina isometrik (Marzuki et al., 1987). Di perairan Semarang, Jawa Tengah bersifat isometrik (Martasuganda et al., 1991) dan di perairan off shore Laut Jawa bersifat isometrik (Badruddin, 1978). Menurut Saputra (2006), Pola pertumbuhan ikan kuniran di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Morodemak adalah allometrik negatif, sedangkan ikan kurisi yang tertangkap di perairan Selat Madura pola pertumbuhannya allometrik positif (Sahri, 1997). Hasil analisis regresi antara panjang dan girth maxsimum ikan dari ketiga spesies ikan yang tertangkap dalam penelitian dengan alat tangkap trawl menunjukan hubungan panjang dan girth maximum ikan adalah linier, dimana nilai kooefisien determinasi (R 2 ) dari persamaan ketiga spesies ikan tersebut ratarata diatas 0.90 (Tabel 13). Hal ini dapat disimpulkan apabila panjang ikan bertambah maka ukuran girth maxsimum akan bertambah pula. Diperolehnya hasil persamaan antara panjang dengan girth maximum ikan pada masing-masing spesies ikan maka dapat diduga girth a first maturity dari ikan tersebut, seperti yang terdapat dalam Tabel 7 dengan mengacu pada lenght a first maturity (Lm) dari ketiga spesies ikan tersebut (www.fishbase.org). Hasil dugaan girth a first maturity berdasarkan persamaan antara panjang dengan girth maximum untuk setiap spesies ikan berbeda-beda, yaitu kurisi 11,0 cm, kuniran 5,9 cm dan biji nangka 6,7 cm. Sehingga untuk memberikan peluang ikan lolos yang lebih besar dari jeratan mesh size codend. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan sebaiknya mesh size codend lebih besar dari girth a first maturity (ms > G m ) yang telah dipeoleh (Matsuoka, 1955) 5.4 Hasil Tangkapan yang Layak Tangkap Berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap trawl selama penelitian yang layak tangkap dari setiap ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) yang berbeda 1 inci, 2 inci dan 3 inci, menunjukan lebih dari 60 % tangkapan ikan yang layak tangkap bila disesuaikan dengan standar girth a first maturity. Bila kondisi seperti ini perlu kiranya ikan-ikan yang masih kecil

69 tersebut untuk diloloskan karena salah satu strategi untuk melestarikan sumberdaya perikanan dapat dilakukan dengan memberi kesempatan atau meloloskan dari alat tangkap terhadap ikan yang masih kecil untuk melakukan pemijahan untuk menjaga kelangsungan stok dan sebaiknya ikan diberikan kesempatan untuk memijah sekali (Effendi, 1977). Kurisi mempunyai panjang maximum 35 cm, Kuniran 23 cm dan Biji Nangka 28 cm (www.fishbase.org), tetapi kenyataan di Perairan Tanjung Kerawang ketiga spesies ikan ini tertangkap dengan ukuran yang sangat kecil yaitu panjang rata-rata untuk kurisi 16,7 cm, kuniran 11,5 cm dan biji nangka 13,9 cm. Hal ini diduga karena kondisi Perairan Tanjung Kerawang sudah tercemar oleh berbagai limbah industri yang dialirkan ke laut. Ukuran panjang rata-rata ikan yang tertangkap selama penelitian masih kecil maka perlu adanya perhitungan mata jaring yang digunakan dari sekarang ini, agar dikemudian hari sumberdaya ikan tetap terjaga kelestariannya. 5.5 Pemilihan Mesh Size Codend yang Optimal Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) tingkat pelolosan ikan (escapement level) (%) untuk setiap mesh size menunjukan hasil perlakuan (ukuran mata jaring kantong trawl yang berbeda) berpengaruh terhadap pelolosan hasil tangkapan dan blok (perbedaan kedalaman) tidak berpengaruh, yang berarti perlakuan perlu dilakukan uji lanjutan dan blok tidak perlu. Setelah dilakukan uji lanjutan dengan beda nyata terkecil (BNT) menunjukan bahwa pada Kurisi mesh size 1 inci tidak berbeda nyata( tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci, 3 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) sedangkan pada Kuniran dan Biji Nangka mesh size 1 inci, 3 inci tidak berbeda nyata (tidak memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) dan mesh size 2 inci berbeda nyata (memberikan pengaruh terhadap pelolosan ikan) (Lampiran 5). Pada kuniran dan biji nangka untuk mesh size 3 inci tidak berbeda nyata diduga pada kantong trawl ada yang menghalangi ikan lolos seperti tertumpuknya lumpur, kotoran bahkan ikan-ikan besar. Hasil yang diperoleh pada perhitungan statistik dapat disimpulkan ukuran mata jaring kantong trawl (mesh size codend trawl) yang optimal adalah 2 inci

70 sampai dengan 3 inci karena pada ukuran tersebut lebih banyak ikan yang tidak layak tangkap lolos, sehingga diharapkan sumberdaya ikan tetap terjaga kelestariannya. 5.6 Selektivitas Trawl Daerah pengoperasian alat tangkap trawl pada umumnya di wilayah paparan atau perairan pantai dengan kedalaman antara 10 m 30 m. Habitat perairan pantai merupakan wilayah dengan tingkat keanekaragama hayati yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan trawl sulit untuk mendapatkan tingkat selektivitas yang tinggi baik terhadap spesies maupun ukuran ikan hasil tangkapan. Alat tangkap trawl tergolong tidak ramah lingkungan berdasarkan kriterian yang diamanatkan dalam Tatalaksana Perikanan yang Bertanggungjawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) (FAO, 1995). Upaya untuk peningkatan selektivitas trawl terus dilakukan dengan cara salah satunya adalah penentuan ukuran mata jaring kantong (mesh size codend) berdasarkan Kep Men KP No.11 Tahun 2009 yaitu lebih besar 5 cm. Metode yang paling efektif untuk menduga selektivitas alat tangkap trawl metode yang telah diadopsi teori Pope et al. (1975) dan Jones (1976) dalam Sparre dan Venema (1999), dimana pada prinsipnya menutupi bagian kantong (codend) dengan bagian jaring yang lebih kecil ukuran mata jaringnya dari bagian kantong (cover net). Dikuatkan oleh Aziz, (1989) bahwa selektivitas suatu alat yang membentuk kantong atau mempunyai kantong dapat diduga dengan baik melalui cara meletakkan suatu penutup dengan ukuran mata jaring lebih kecil pada bagian kantong. Kurva selektivitas trawl berbentuk sigmoid, kurva tersebut memberikan indikasi bahwa semakin panjang ukuran ikan semakin besar pula peluang untuk tertangkap (Sparre dan Venema, 1999). Hasil analisis selektivitas trawl dengan menggunanakan metode Sparred an Venema dari satu unit alat tangkap trawl dengan menggunakan mesh size codend yang berbeda didapatkan setiap spesies ikan berbeda peluang tertangkapnya. Untuk itu nilai L50% seharusnya lebih besar dari ukuran panjang ikan pada saat memijah pertama kali ( L m length at first maturity), sehingga setelah ukuran

71 ikan yang siap memijah diketahui maka ukuran mata jaring kantong yang dapat meloloskannya dapat ditentukan (Sparre dan Venema, 1999). Kurva selektivitas trawl pada spesies kurisi untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 11,7 cm, mesh size 2 inci L50% sebesar 11,8 cm dan mesh size 3 inci L50% sebesar 17,0 cm. Ukuran length at first maturity pada ikan kurisi adalah 21,6 cm untuk jantan dan 21,9 untuk betina (www.fishbase.org). Dikarenakan dalam literature fish base yang ada hanya FL sementara pada penelitian panjang ikan yang diukur adalah panjang total maka TL = 1,25 FL. Pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 19,7 cm untuk panjang cagak. maka dapat disimpulkan bahwa mesh size codend 1 inci, 2 inci yang digunakan untuk menangkap ikan kurisi belum layak tangkap dan mesh size codend 3 inci sudah layak tangkap. Kurva selektivitas trawl pada spesies kuniran untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 8,0 cm, mesh size 2 inci L50% sebesar 10,6 cm dan mesh size 3 inci L50% sebesar 13,9 cm. Ukuran length at first maturity pada ikan kuniran adalah 9,6 cm untuk jantan dan 9,9 untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 12,0 cm, maka dapat disimpulkan bahwa mesh size codend 1 inci dan 2 inci pada ikan kuniran yang tertangkap belum layak tangkap sedangkan untuk mesh size codend 3 inci sudah layak tangkap. Kurva selektivitas trawl pada spesies biji nangka untuk mesh size codend 1 inci diperoleh L50% sebesar 12,3 cm, mesh size 2 inci L50% sebesar 13,8 cm dan mesh size 3 inci L50% sebesar 14,7 cm. Ukuran length at first maturity pada ikan Kuniran adalah 12,0 cm untuk jantan dan 12,5 untuk betina (www.fishbase.org). Karena pada saat pengidentifikasian sampel hasil tangkapan tidak membedakan jenis kelamin ikan, maka length at first maturity yang digunakan adalah 15,0 cm, maka dapat disimpulkan bahwa mesh size codend 1 inci, 2 inci dan 3 inci pada ikan biji nangka yang tertangkap belum layak tangkap.

72 Pada Gambar 54, 55 dan 56 terjadi pergeseran kurva selektivitas setiap mesh size, semakin besar mesh size cod-end maka semakin bergeser kekanan, hal ini diduga karena ukuran dan bentuk morfologi ketiga spesies ikan yang berbeda. Menurut Tentriware (2005), kurva selektivitas tiga experimental crib yaitu 3 cm, 4 cm dan 5 cm dari spesies ikan biji nangka pada mata jaring 3 cm L50% yaitu 5,4 cm, 4 cm L50% yaitu 6,9 cm dan 5 cm L50% yaitu 11 cm 5.7 Hasil Perhitungan Densitas Ikan Hasil pendugaan densitas ikan (kg per km 2 ) untuk setiap towing pada setiap stasiun penelitian diduga melalui perhitungan dengan membagi hasil tangkapan (kg) dengan luas sapuan (km 2 ) dibagi lagi dengan escapement factor sebesar 0,5. Luas sapuan dihitung berdasarkan bukaan trawl (m) hasil perhitungan untuk masing-masing stasiun. Sedangkan densitas untuk seluruh areal penelitian di setiap daerah penelitian diperoleh dengan mengalikan rata-rata densitas ikan dengan luas daerah penelitian yang bersangkutan. Rata-rata densitas untuk setiap daerah penelitian diperoleh dengan menjumlahkan seluruh densitas masingmasing stasiun dibagi dengan jumlah stasiun. Densitas ikan di daerah penelitian dari 40 kali setting diperoleh rata-rata 100,17 kg per km 2 (Lampiran 6), hal ini menunjukan bahwa sumberdaya ikan demersal di daerah penelitian sangat rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sumiono (2000), sebesar 800 kg per km 2. Penurunan ini diduga ada kaitannya dengan semakin berkembangnya alat tangkap yang digunakan nelayan. Sejak tahun 1990-an di kawasan pantai Utara Jawa bertambah banyak jumlah (unit) alat tangkap untuk ikan demersal dan udang, antara lain trammel net, jaring klitik (gill net monofilamen), dogol dan arad. Alat tangkap yang disebut terakhir penggunaanya mirip dengan trawl, yaitu menggunakan sewakan dan ditarik secara aktif dari perahu yang bergerak. 5.8 Luas Sapuan Luas sapuan trawl adalah perhitungan luas area yang disapu oleh mulut trawl yang diperoleh dari hasil perkalian antara pembukaan mulut jaring dikalikan panjang trek penangkapan dengan trawl. Pembukaan mulut jaring berkisar antara

73 16,8 m sampai dengan 20,5 m, atau dengan kata lain bahwa mulut trawl membuka antara 56,1% sampai dengan 68,2% dari panjang head rope yaitu 27,5 m. Dengan asumsi agar jaring dapat terbuka secara maksimal maka kecepatan kapal antara 2,5 knot sampai dengan 3,2 knot. Apabila kecepatan kapal di bawah 2,5 knot akan menyebabkan otter board menancap ke dasar perairan dan jika kecepatan kapal di atas 3,2 knot akan menyebabkan jaring melayang, hal inilah yang menyebabkan jaring tidak terbuka secara maksimal. Adapun luas pembukaan mulut jaring dan persentasi lembar pembukaan mulut jaring terhadap panjang tali ris atas dapat dilihat pada Lampiran 13.