HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

TINJAUAN PUSTAKA Sapi dan Kerbau

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau (Bubalus bubalis)

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik mutu daging

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba,

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

Gambar 1. Domba Ekor Tipis (Sumber : Dokumentasi Penelitian)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI PO YANG MENDAPAT PAKAN MENGANDUNG PROBIOTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu

SKRIPSI SEPTINA LUSIAWATI

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

SIFAT FISIK DAGING KERBAU PADA UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI WENY ROSMAYA

DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Timor Barat Letak Geografi Iklim

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI BANDAR LAMPUNG. Physical Quality of Beef from Slaughterhouses in Bandar Lampung

TINJAUAN PUSTAKA. Landak Jawa (Hystrix javanica)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kelinci Sebagai Penghasil Daging Kelinci Rex

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

HASlL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengukuran secara obyektif untuk ph (derajat keasaman) dagingusie Reubohn dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ternak Sapi Kerbau

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

DAGING. Pengertian daging

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA STIMULASI LISTRIK. Disusun Oleh : Kelompok 3B. Akis Syarif Hidayatullah. Abdullah Naser Amirudi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

PENDAHULUAN. Populasi ayam ras petelur di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut para ahli dibidang pemasaran, seperti yang dikemukakan oleh Kotler

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

MATERI DAN METODE. Materi

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

KUALITAS FISIK DAGING DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG. The Physical of Beef from Traditional Market in Bandar Lampung

KUALITAS DAGING SAPI SEGAR DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI BALI PADA BEBERAPA RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DI SULAWESI SELATAN

KAJIAN KUALITAS FISIKO KIMIA DAGING SAPI DI PASAR KOTA MALANG

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng (Bos bibos atau Bos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang

PERBAIKAN MANAJEMEN PEMOTONGAN TERNAK UNTUK MENGHASILKAN DAGING SAPI LOKAL BERKUALITAS IMPOR

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan menurut Soeparno (2005) adalah perubahan ukuran yaitu perubahan berat hidup, bentuk, dan komposisi tubuh termasuk di dalamnya perubahan komponen tubuh seperti otot, tulang, dan lemak pada karkas. Komponen-komponen tubuh mengalami pertambahan bobot seiring dengan pertumbuhan hingga ternak mencapai umur dewasa dengan urutan pertumbuhan yaitu pertumbuhan tulang, otot, kemudian lemak. Hasil bobot komponen karkas ternak kerbau dan sapi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Bobot dan Persentase Komponen Karkas Berdasarkan Spesies Ternak dengan Suplemen CGKK dan Non CGKK* Parameter Perlakuan Spesies Ternak Kerbau Sapi Rataan ----------------------------kilogram-------------------------- Daging CGKK 50,44±1,20 49,32±1,04 49,88±0,80 Non CGKK 51,08±1,24 50,23±1,05 50,66±0,80 Rata-rata 50,76±0,86 49,78±0,74 Tulang CGKK 17,91±0,91 19,59±0,78 18,75±0,60 Non CGKK 17,34±0,94 19,57±0,79 18,46±0,60 Rata-rata 17,62 b ±0,65 19,58 a ±0,56 Lemak CGKK 5,64±0,54 5,08±0,47 5,36±0,36 Non CGKK 5,56±0,56 4,19±0,47 4,88±0,36 Rata-rata 5,60±0,39 4,63±0,34 -------------------------------%------------------------------- Daging CGKK 68,14±1,60 66,62±1,39 67,38±1,06 Non CGKK 69,05±1,66 67,84±1,40 68,44±1,07 Rata-rata 68,59 1,15 67,23 0,99 Tulang CGKK 24,31±1,20 26,55±1,04 25,43±0,79 Non CGKK 23,44±1,24 26,62±1,04 25,03±0,79 Rata-rata 23,87 b 0,86 26,59 a 0,74 Lemak CGKK 7,55±0,70 6,2±0,61 7,18±0,47 Non CGKK 7,51±0,73 5,54±0,62 6,52±0,47 Rata-rata 7,54 0,50 6,18 0,44 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05). *data dikoreksi berdasarkan bobot karkas kiri yang sama pada 73,99 ± 5,52 kg. 27

Hasil analisis ragam pada bobot dan persentase komponen karkas menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara spesies ternak dan perlakuan pakan terhadap komponen karkas. Perlakuan pakan tidak berpengaruh (P>0,05) nyata terhadap komponen daging, tulang, dan lemak, namun jenis ternak berpengaruh nyata (P<0,05) pada komponen tulang saja. Bobot dan persentase komponen tulang pada kerbau lebih rendah dibandingkan dengan sapi. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan pada ternak kerbau lebih lambat dibandingkan dengan sapi sehingga pertumbuhan tulangnya pun menjadi lebih lama dan pada saat dipotong rata-rata berat tulang kerbau lebih rendah dibandingkan dengan tulang sapi. Dewasa tubuh sapi yaitu umur 2-2,5 tahun (Winarti, 2011) sedangkan kerbau tiga tahun (Fahimmudin, 1975). Sedangkan, hasil bobot komponen karkas ternak kerbau dan sapi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rasio Daging/Lemak (D/L) dan Daging/Tulang (D/T) Berdasarkan Spesies Ternak dengan Suplemen CGKK dan Non CGKK* Parameter Perlakuan Spesies Ternak Kerbau Sapi Rataan Daging/Lemak CGKK 9.32±1.76 9.94±1.53 9.63±1.17 Non CGKK 8.96 b ±1.82 14.41 a ±1.54 11.68±1.17 Rata-rata 9.14±1.26 12.17±1.09 Daging/Tulang CGKK 2.84±0.19 2.54±0.16 2.69±0.12 Non CGKK 2.94±0.19 2.57±0.16 2.76±0.12 Rata-rata 2.89±0.13 2.56±0.12 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05). *data dikoreksi berdasarkan bobot karkas kiri yang sama pada 73,99 ± 5,52 kg. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pakan dan spesies ternak tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rasio daging/lemak (D/L) dan daging/tulang (D/T). Ada interaksi antara perlakuan pakan dan perbedaan spesies ternak terhadap rasio D/L. Rataan rasio D/L pada ternak kerbau tanpa pemberian CGKK sebesar 8,96 sedangkan sapi sebesar 14,41. Rataan rasio D/L pada ternak sapi lebih tinggi dibandingkan dengan ternak kerbau. Perhitungan rasio daging/lemak dan daging/tulang penting untuk dilakukan, hal ini disebabkan karena dihubungkan dengan tingkat perototan pada karkas dan nilai daging. Perototan pada karkas yang minimal dapat menurunkan rasio daging/tulang, sedangkan perototan pada karkas yang tebal dengan lemak yang randah dapat meningkatkan rasio daging/tulang 28

(Soeparno, 2011). Hopkins dan Fogarty (1998) menambahkan bahwa konformasi tubuh ternak yang baik yaitu dengan perbandingan daging dan tulang (D/T) yang tinggi. Sifat Fisik Daging Sifat fisik daging merupakan suatu faktor penentu dari kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi sifat fisik daging antara lain faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum meliputi genetik, spesies, bangsa, jenis kelamin, umur, pakan, dan stres. Faktor sesudah yaitu metode palayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, ph daging, metode penyimpanan. Daging yang digunakan dalam pengujian kualitas fisik daging yaitu daging yang berasal dari bagian otot longissimus dorsi (LD). Otot longissimus dorsi adalah otot yang memanjang dari bagian posterior ke arah rusuk daerah thoracis dan dorsal processus transverses daerah lumbar. Ada beberapa parameter dalam pengukuran sifat fisik daging antara lain ph, keempukkan, susut masak, daya mengikat air (DMA), warna daging dan warna lemak (Soeparno, 2005). Data hasil penelitian yang berupa rataan sifat fisik pada daging sapi dan kerbau dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Sifat Fisik Berdasarkan Spesies Ternak dengan Suplemen CGKK dan Non CGKK Parameter Perlakuan Spesies Ternak Kerbau Sapi Rataan ph CGKK 5,37±0,04 5,51±0,25 5,45±0,19 Non CGKK 5,30±0,06 5,39±0,13 5,35±0,11 Rata-Rata 5,34±0,06 5,45±0,19 DMA (%) CGKK 20,33±5,51 20,0±5,48 20,14±5,01 Non CGKK 24,67±2,52 22,25±7,23 23,29±5,47 Rata-Rata 22,50±4,50 21,12±6,06 Keempukan CGKK 3,49±0,94 8,94±1,04 6,60±3,06 (kg/cm 2 ) Non CGKK 3,05±1,05 8,85±2,36 6,36±3,58 Rata-rata 3,27 b ±0,92 8,90 a ±1,69 Susut Masak (%) CGKK 46,67±1,16 51,25±5,56 49,28±4,68 Non CGKK 48,00±4,36 50,00±6,32 49,14±5,24 Rata-Rata 47,33±2,94 50,62±5,55 Warna Daging CGKK 6,00±0,00 3,75±0,50 4,71±1,25 Non CGKK 5,67±0,58 4,00±0,82 4,71±1,11 Rata-Rata 5,83 a ±0,41 3,88 b ±0,64 Warna Lemak CGKK 2,00±0,00 2,75±0,50 2,43±0,53 Non CGKK 2,00±0,00 2,50±0,58 2,28±0,49 Rata-Rata 2,00 b ±0,00 2,62 a ±0,52 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama perbedaan nyata (P<0,05). menunjukkan adanya 29

Nilai ph Pengukuran nilai ph digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman suatu substansi. Nilai ph tidak dapat langsung diukur setelah proses pemotongan, akan tetapi diukur 24 setelah proses pelayuan. Pengukuran nilai ph dilakukan dengan cara menusukkan ph meter pada daging yang akan diukur. Nilai ph dapat mempengaruhi susut masak, nilai keempukan, warna daging, dan daya mengikat air oleh protein daging. Jumlah cadangan glikogen otot pada saat proses pemotongan sangat mempengaruhi nilai ph suatu daging. Faktor lainnya yang mempengaruhi yaitu spesies, tipe otot, glikogen otot, temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif sebelum pemotongan, dan tingkat stres pada ternak sebelum proses pemotongan (Soeparno, 2005). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai ph daging kerbau 5,34±0,06 dan daging sapi 5,45±0,19. Rataan nilai ph daging pada perlakuan pakan CGKK mencapai 5,45±0,19 dan pakan yang non CGKK 5,35±0,11. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa spesies ternak dan perlakuan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph (p>0,05) daging sapi dan kerbau serta tidak ada interaksi antar keduanya. Hal ini disebabkan karena ternak sapi dan kerbau mendapatkan perlakuan yang sama pada saat sebelum dan sesudah pemotongan. Perlakuan yang sama sebelum pemotongan mengakibatkan tingkat stres pada kedua ternak sama, hal ini menyebabkan jumlah glikogen di dalam otot pada kedua spesies tidak berbeda sehingga asam laktat yang terbentuk pun sama dan akhirnya menghasilkan ph daging yang tidak berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa perubahan ph suatu daging dapat disebabkan oleh tingkat stres pada ternak sebelum proses pemotongan. Nilai ph daging yaitu berkisar antara 5,4-5,8. Daya Mengikat Air Daya mengikat air (DMA) atau water holding capacity (WHC) adalah kemampuan protein daging untuk mengikat airnya sendiri atau air yang ditambahkan dari luar yaitu dari proses pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi DMA suatu daging yaitu ph, temperatur, proses pelayuan, pemasakan, serta udara kering, spesies, umur, fungsi otot, pakan, penyimpanan, jenis kelamin, perlakuan sebelum pemotongan, dan 30

lemak intramuskuler. Jumlah asam laktat yang berbeda pada daging dapat mempengaruhi ph otot dan menyebabkan DMA pada setiap daging berbeda (Soeparno, 2005). Nilai DMA suatu daging diperoleh dari persentase air bebas yang keluar dari daging, sehingga semakin besar persentase air bebasnya maka daya mengikat air daging tersebut semakin rendah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian CGKK dan spesies ternak yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai DMA serta tidak ada interaksi antara keduanya. Hal ini disebabkan karena nilai ph juga tidak berpengaruh. Perlakuan yang sama sebelum pemotongan mengakibatkan tingkat stres pada kedua ternak sama, hal ini menyebabkan jumlah glikogen di dalam otot pada kedua spesies tidak berbeda sehingga asam laktat yang terbentuk pun sama dan akhirnya menghasilkan ph daging yang tidak berbeda. Oleh karena itu dengan ph yang tidak berpengaruh maka menyebabkan DMA pada daging tersebut tidak berpengaruh juga. Nilai daya mengikat air dipengaruhi oleh nilai ph, jika nilai ph menurun maka DMA suatu daging juga akan menurun karena nilai ph dan DMA berbanding lurus (Soeparno, 2005). Susut Masak Susut masak daging yaitu hilangnya bobot daging setelah proses pemasakan yang dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Susut masak dinyatakan dalam persentase. Faktor yang mempengaruhi susut masak yaitu ph, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging (Soeparno, 2005). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata susut masak daging kerbau 47,33±2,94 dan daging sapi 50,62±5,55. Rataan susut masak daging pada perlakuan pakan CGKK mencapai 49,28±4,68 dan pakan yang non CGKK 49,14±5,24. Kisaran susut masak pada daging yaitu 1,5%-54,5% (Soeparno, 2005). Semua data menunjukkan bahwa susut masak yang dihasilkan masih dalam kisaran tersebut. Besarnya susut masak dapat mengindikasikan jumlah jus di dalam daging. Daging dengan persentase susut masak yang rendah memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan daging dengan persentase susut masak yang besar. Hal ini berkaitan dengan hilangnya kandungan nutrisi di dalam daging tersebut. Daging yang susut masaknya rendah 31

mengindikasikan bahwa daging tersebut tidak terlalu banyak kehilangan nutrisi selama proses pemasakan (Soeparno, 2005). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa susut masak tidak berbeda pada kedua spesies ternak, begitu pun dengan perlakuan pemberian suplemen CGKK tidak ada perbedaan, interaksinya pun tidak ada. Hal ini dikarenakan faktor yang menyebabkan susut masak yaitu ph dan DMA. Hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata antara ph dan DMA, sehingga menyebabkan susut masak tidak berbeda. Menurut Soeparno (2005), faktor yang mempengaruhi susut masak yaitu ph, ukuran dan berat sampel daging dan penampang lintang daging. Nilai Keempukan Keempukan daging menurut Soeparno (2005) merupakan salah satu faktor penentu yang kemungkinan paling penting untuk menentukan kualitas suatu daging. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keempukan suatu daging yaitu faktor antemortem dan faktor postmortem. Faktor antemortem terdiri dari genetik yang termasuk di dalamnya adalah bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur, manajemen, jenis kelamin serta stres. Faktor yang kedua adalah faktor postmortem, faktor ini terdiri dari metode chilling, pelayuan dan pembekuan yang termasuk di dalamnya adalah faktor temperatur dan lama penyimpanan, serta metode pengolahan yaitu metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk daging. Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai keempukan berbeda pada kedua spesies ternak, namun dengan perlakuan pemberian suplemen CGKK tidak ada perbedaan serta tidak ada interaksi antar keduanya (jenis ternak dan perlakuan pakan). Nilai keempukan yang berbeda pada kedua jenis ternak ini disebabkan karena perbedaan spesies antar keduanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyebutkan bahwa keempukan suatu daging dapat berbeda diantara spesies dan bangsa pada otot yang sama. Nilai keempukan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu nilai keempukan pada kisaran 0-3 adalah empuk, lebih dari 3-6 adalah sedang, dan lebih dari 6 adalah alot. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai keempukan daging kerbau 3.27±0.92 dan daging sapi 8.90±1.69. Rataan nilai keempukan daging pada perlakuan pakan CGKK mencapai 6,60±3,06 dan pakan yang non CGKK 6,36±3,58. Nilai rataan keempukan daging kerbau lebih rendah dibandingkan dengan daging 32

sapi. Dilihat dari kisaran nilai keempukan daging kerbau dapat dikatakan bahwa daging kerbau tersebut masuk dalam kategori sedang sedangkan daging sapi masuk dalam kategori alot. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa daging kerbau lebih empuk dibandingkan dengan daging sapi. Hal ini disebabkan ternak kerbau tidak banyak bergerak pada saat penggemukan secara intensif, sehingga kolagen yang terbentuk sedikit. Pergerakan yang dimaksud yaitu sapi lebih sering naik ke tempat pakan dan berkelahi dengan sapi lain, sedangkan ternak kerbau lebih banyak istirahat setelah pemberian pakan. Menurut Soeparno (2005) menyatakan bahwa perbedaan keempukan suatu daging yang sama antar spesies disebabkan oleh perbedaan jumlah kolagen dan distribusi kolagen pada otot tidak merata tergantung pada aktivitas fisik dari masing-masing otot. Darminto et al. (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa daging kerbau kebanyakan keras dan tidak disukai oleh konsumen. Hal ini dikarenakan ternak kerbau bisanya dipotong pada usia yang relatif tua yaitu pada usia 5-7 tahun dan dipelihara secara ekstensif dengan cara digembalakan. Namun, dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kerbau yang dipelihara dengan sistem intensif yaitu dengan cara dikandangkan dan diberi pakan yang berkualitas baik, daging kerbau ternyata lebih empuk dibandingkan dengan daging sapi walaupun dagingnya hanya masuk ke dalam kategori daging sedang. Hal ini dikarenakan tingkah laku kerbau saat dikandangkan cenderung tidak banyak bergerak. Oleh karena itu dapat mempengaruhi kandungan kolagen yang ada dijaringan ikat pada otot sehingga dapat mempengaruhi tingkat keempukan dari daging yang dihasilkan. Warna Daging dan Lemak Salah satu parameter dalam penentuan kualitas fisik daging yaitu warna daging dan lemak. Warna daging dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress, nilai ph dan oksigen. Namun, faktor utama yang menentukan warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Faktor lain yang memiliki peranan yang paling besar dalam menentukan warna daging yaitu tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, dan kondisi fisik dan kimia komponen lain yang terkandung di dalam daging (Lawrie, 2003). 33

Penelitian ini menunjukkan bahwa spesies ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna daging yang dihasilkan, namun tidak berpengaruh nyata pada perlakuan pemberian CGKK dan tidak ada interaksi antara keduaanya (spesies dan perlakuan pemberian CGKK). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai warna daging kerbau 5.83±0.41 dan daging sapi 3.88±0.64. Rataan nilai warna daging pada perlakuan pakan CGKK mencapai 4,71±1,25 dan pakan yang non CGKK 4,71±1,11. Nilai rata-rata warna daging kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Dilihat dari skala warna daging tersebut daging kerbau dapat dikatakan bahwa daging kerbau tersebut masuk dalam kategori daging yang memiliki warna merah tua sedangkan daging sapi masuk dalam kategori daging berwarna merah cerah. Hal ini menunjukkan bahwa daging kerbau lebih berwarna gelap dibandingkan dengan daging sapi dikarenakan perbedaan spesies antara sapi dan kerbau yang menyebabkan konsentrasi mioglobin yang berbeda sehingga warna daging antara sapi dan kerbau berbeda. Soeparno (2005) menjelaskan spesies ternak adalah salah satu faktor penentu warna daging. Setiap spesies memiliki konsentrasi mioglobin yang berbeda-beda, oleh karena itu pada setiap spesies memiliki warna daging yang berbeda-beda. Kadar mioglobin daging sapi muda 1-3 mg/gr, daging sapi dewasa 4-10 mg/gr, dan lebih dari 6-20 mg/gr untuk daging sapi tua (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai warna lemak daging kerbau 2,00±0,00 dan daging sapi 2,62±0,52. Rataan nilai warna lemak daging pada perlakuan pakan CGKK mencapai 2,43±0,53 dan pakan yang non CGKK 2,28±0,49. Dilihat dari skala warna lemak daging tersebut daging kerbau dapat dikatakan bahwa daging kerbau tersebut masuk dalam kategori daging yang memiliki warna lemak kuning pucat sedangkan daging sapi masuk dalam kategori daging berwarna putih agak kekuning-kuningan. Hasil analisis ragam menyebutkan bahwa spesies ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna lemak daging namun perlakuan pemberian CGKK tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dan tidak ada interaksi antara keduanya. Rata-rata warna lemak daging kerbau lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan daging sapi, artinya bahwa lemak daging kerbau lebih putih dibandingkan dengan daging sapi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukmana (2003), lemak kerbau berwarna lebih putih dan apabila diraba akan lebih melekat pada jari jika 34

dibandingkan dengan daging sapi. warna lemak daging sapi lebih kuning dibandingkan dengan lemak daging kerbau. Hal ini disebabkan karena konsentrasi pigmen karotenoid yang larut di dalam lemak (Soeparno, 2011). 35