BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

Pengujian Peraturan Daerah

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 64/PUU-XI/2013 Pajak Rokok

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

B A B I P E N D A H U L U A N. membutuhkan materi atau uang seperti halnya pemerintahan-pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

RechtsVinding Online

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Bab

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

Ringkasan Putusan.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji:

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur penting dalam negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive power) dan kekuasaan legislatif (legislative power). Salah satu perwujudan kontrol dari kekuasaan kehakiman adalah melakukan pengujian peraturan perundang-undangan melalui mekanisme judicial review. 5 Secara teoritis, pembentukan dan pengujian undang-undang berdasarkan ajaran Hans Kelsen, yaitu teori norma hukum berjenjang (stufenbau des recht), bahwa norma hukum yang dimuat dalam suatu peraturan tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang diatur pada peraturan yang secara hierarki berada diatasnya. Kerangka ajaran stufenbau theorieyang demikian dapat dijadikan pijakan untuk melakukan judicial review. 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) memberi kewenangan pada Mahkamah Agung (selanjutnya disebut MA) dan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) untuk judicial review.kewenangan MK kemudian diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang- 5 Imam Soebechi, 2012, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 8. 6 Ibid., hlm. 9. 1

2 undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutusperselisihan tentang hasil pemilu. Kenyataannya meskipun banyak putusan MK yang dirasa baik dan adil, ada beberapa putusan MK yang menjadi kontroversial dan mendapatkan sorotan karena dianggap kurang berpihak pada upaya demokratisasi dan penegakan hukum. Bahkan di kalangan penggiat penegakan hukum telah muncul kecemasan bahwa MK telah menjadi superbody yang mengatasi lembaga-lembaga lain secara sepihak,menafsirkan UUD tanpa dapat dipersoalkan mengingat putusannya bersifat final dan mengikat. MK dipandang sering mengambilperspektifnya sendiri, padahal ada perspektif lain yang juga argumentatif. Putusan MK kemudian tak dapat dilihat sebagai kebenaran yang secara substantif sejalan dengan isi atau politik hukum UUD 1945 melainkan hanya sejalan dengan pilihan perspektifnya sendiri. 7 Putusan MK sering menjadi sorotan publik dan menimbulkan pro kontra dalam masyarakat. Salah satu putusan MK yang menimbulkan polemik di dalam masyarakat yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU- IX/2011.Pemohon mengajukan permohonan kepada MK untuk menguji Pasal 14 huruf e UU No. 33 Tahun 2004 yang berbunyi : Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1. 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2. 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah. 7 Moh Mahfud MD, 2013, Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 100.

3 Pemohon adalah: 1) Majelis Rakyat Kalimantan Timur Bersatu; 2) Sundy Ingan; 3) Andu; 4) Luther Kombong; 5) H. Awang Ferdian Hidayat; 6) Muslihuddin Abdurrasyid; 7) H. Bambang Susilo,mereka adalah warga Kaltim dan beberapa anggota DPD RI yang merasa pola bagi hasil terhadap eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam, terutama minyak dan gas bumi yang tidak berkeadilan. Daerah hanya mendapatkan 15,5 % dari hasil pendapatan di sektor tersebut. Bagi hasil ini dirasa masih belum cukup untuk menanggung ongkos kerusakan lingkungan yang diakibatkan, apalagi untuk membiayai pembangunan Kaltim secara proporsional baik di kota, pedalaman, dan perbatasan. Provinsi Kalimantan Timur (selanjutnya disebut Kaltim) merupakan pemberi kontribusi devisa besar untuk negara, di wilayah Kaltim terkandung sumberdaya alam yang terdiri dari minyak bumi, gas bumi, dan kehutanan.berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik,hasil sektor migas yang berasal dari Kaltimmenyumbang rata-rata 76,3% penerimaan negara. Hal inilah yang mendasari upaya Pemohon untuk mendapatkan bagi hasil yang adil dan wajar dari sektor migas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut UU No.33 Tahun 2004). 8 MK melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011 tentang Pengujian UU Nomor 33 Tahun 2004 menolak judicial review yang diajukan pemohon. MK beralasan, ketentuan dalam Pasal 14 huruf e dan huruf f UU Perimbanganjustru menunjukkan adanya keselarasan dan keadilan dalam hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan 8 Paparan Tim Naskah Akademik Otonomi Khusus Provinsi Kalimantan Timur, 2015.

4 sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan berdasarkan UUD 1945, dengan alasan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18A ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional pengaturan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 tersebut mengamanatkan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dilaksanakan secara adil dan selaras harus dituangkan dalam undang-undang yang dibuat dan disetujui bersama antara Pemerintah dan DPR yang merupakan representasi rakyat Indonesia. Wujud nyata penjabaran Pasal 18A ayat (2) UUD 1945, dibuktikan dengan terbitnya berbagai undang-undang yangmengatur tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, salah satunya UU No. 33 Tahun 2004.Undang-undang tersebut di atas, merupakan produk bersama antarapemerintah dengan DPR selaku representasi rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, segala ketentuan yang ada dalam UU No. 33 Tahun 2004, khususnya kebijakan yang mengatur mengenai hubungankeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, telahmendapat persetujuan dari rakyat melalui wakilnya di DPR. Haltersebut merupakan suatu bentuk jaminan dan perlindungan kepadarakyat dari perlakuan sewenang-wenang Pemerintah. Selain itu, undang-undang tersebut telah mengatur secara jelas, adil, dan selaras mengenai hubungan keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah sehingga tercipta hubungan keuanganpemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

5 yang adil dan selaras,tidak terdapat ketimpangan alokasi penerimaan antara pemerintahpusat dengan pemerintah daerah yang kaya dengan sumber daya alam dandaerah yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam 9, kemudian jika judicial reviewatas UU Nomor 33 Tahun 2004dikabulkan, maka akan membuat instabilitas ekonomi di Indonesia, terutama bagi daerah-daerah yang bukan penghasil minyak dan gas (Migas). Setelah dikeluarkan keputusan MK tersebut sampai dengan saat ini Provinsi Kaltim masih mengalami pergolakan tuntutan Kaltim akan Dana Bagi Hasil (selanjutnya disebut DBH)yang adil bagi Provinsi Kaltim masih terus diusahakan, hingga pada akhirnya karena jalur judicial review ditolak,kaltim menuntut Otonomi Khusus (Otsus) untuk Provinsi Kaltim.Negara Indonesia memberi ruang penerapan desentralisasi, yang diatur dalam Pasal 18A ayat (1) dan 18B ayat (1), Pasal 18A ayat (1) UUD 1945 Menyatakan: Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan mempertahankan kekhususan dan keragaman daerah. Kemudian Pasal 18B ayat (1) menyatakan: Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang mengatur dengan undang-undang.secara legal konstitusional, Indonesia mempunyai landasan kuat untuk menerapkan desentralisasi asimetris.salah satu hal penting yang perlu dicatat ialah ruang pengaturan 9 Pernyataan Pendahuluan Pemerintah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU- IX/2011 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

6 desentralisasi asimetris, ruang keistimewaan daerah tetap ada dan dijamin dalam kosntitusi. Adanya ruang untuk desentralisasi asimetrisitulah yang mendorong Kaltim mengajukan Otsus.Berkaitan dengan pengajuan Otsus Kaltim, penulis ingin mengetahui bagaimana penerapan asas Keadilan (Nilai Dasar)dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011 tentang Pengujian UU Nomor 33 Tahun 2004 karena putusan MK yang bersifat final dan mengikat seharusnya sudah mencerminkan diperhatikannya asas keadilan di dalamnya, namun yang terjadi adalah walau sudah dikeluarkan putusan MK tersebut Provinsi Kaltim masih berupaya untuk mengajukan Otsus Kaltim. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penerapan asas keadilan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004? 2. Alasan apa yang mendasari Provinsi Kalimantan Timur mengajukan Otonomi KhususPasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian yang akan dilakukan ada 2 (dua) yaitu:

7 a. Mengetahui dan menganalisis pemenuhan asas keadilan dalam putusan MK Nomor 71/PUU-IX/2011 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004; b. Mengetahui alasan yang mendasari Provinsi Kalimantan Timurmengajukan Otsus Pasca dikeluarkannya putusan MK Nomor 71/PUU-IX/2011. 2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang berhubungan dengan objek yang diteliti guna menyusun tesis sebagai syarat dalam memperoleh gelar Magister Hukum pada Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini dalah : 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan khususnya yang berkaitan dengan hukum ketatanegaraan. 2. Manfaat Praktis Memberikan gambaran yang jelas dan diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada pihak-pihak terkait yang berkepentingan terhadap Putusan MK Nomor 71/PUU-IX/2011.

8 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis tentang penelitian yang penulis lakukan ternyata belum banyak hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap Putusan MK atas judicial review UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah, namunada beberapajudul penelitian yang menyerupai dengan penelitian ini yaitu : 1. Tinjauan Yuridis Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Peimbangan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi (Studi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terhadap undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), 10 yang ditulis oleh Nelly Hikmah. Perbedaan penelitian ini adalah dari pendekatan yang digunakan untuk menganalisis putusan MK tersebut, Meskipun objek penelitian sama dengan penelitian skripsi ini, namun tetap terdapat perbedaan, yakni terletak pada pendekatannya penulis lebih memfokuskan pendekatannya dilihat dari asas keadilan sedangkan Nelly Himah terhadap hukum acaranya. Perbedaan juga ditemui dalam pengembangan masalah yang diteliti, apabila penelitian sebelumnya hanya berhenti pada hasil putusan MK, namun peneliti mengembangkan 10 Nelly Hikmah, 2013, Tinjauan Yuridis Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Perimbanan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda.

9 permasalahan sampai pada pengaruh yang ditimbulkan setelah dikeluarkan putusan MK tersebut karena setelah ditolaknya judicial review terhadap UU No. 33 Tahun 2004 Provinsi Kaltim mengajukan Otonomi Khusus dengan salah satu dasar pengajuan tersebut adalah Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang dirasa tidak memenuhi rasa keadilan. 2. Perlukah Otonomi Khusus Bagi Kalimantan Timur? Analisa dari Sudut Pandang Pendapatan Daerah dan Kondisi Ekonomi Daerah, 11 yang dilakukan oleh Laura C. Lawung. Penelitian ini mengkaji mengenai urgensi otonomi khusus bagi Kalimantan Timur ditinjau dari kondisi pendapatan daerah dan kondisi ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur yang tergolong cukup tinggi dan cukup baik dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, sehingga berdasarkan alasan tersebut, Laura C. Lawung menilai bahwa Provinsi Kalimantan Timur tidaklah urgentmembutuhkan adanya status otonomi khusus maupun tambahan dana transfer dari pusat melalui DBH atau dana otsus.penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis, yang mengkaji pengajuan otonomi khusus Kalimantan Timur berkaitan dengan penerapan asas keadilan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011. 3. Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 12, yang dilakukan oleh Muhammad Sapta Murti. Penelitian ini dengan penelitian Penulis sama-sama mengkaji mengenai 11 Laura C. Lawung, Perlukah Otonomi Khusus Bagi Kalimantan Timur? Analisa dari Sudut Pandang Pendapatan Daerah dan Kondisi Ekonomi Daerah, diakses dari https://www.academia.edu/12610675/analisa_kebutuhan_otonomi_khusus_bagi_kalimanta n_timur pada tanggal 22 April 2016 pukul 09.00 WIB. 12 Muhammad Sapta Murti, Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Jurnal Rechtsvinding, Vol. 3, No. 2, Agustus 2014.

10 pengajuan otonomi khusus, namun berbeda objek penelitian. Obyek penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Sapta Murti adalah pengajuan otonomi khusus Provinsi Batam, sedangkan objek penelitian Penulis adalah Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian yang dlakukan Muhammad Sapta Murti mengkaji mengenai urgensi otonomi khusus Batam dalam rangka penyelesaian persoalan tumpang tindih kewenangan terkait penyelenggaraan Batam serta dikaitkan dengan tantangan AEC 2015, sedangkan penelitian penulis mengkajimengenai keterkaitan penerapan asas keadilan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-IX/2011 dengan pengajuan otonomi khusus Kalimantan Timur.