BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak

dokumen-dokumen yang mirip
Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

AKURASI METODE RITCHIE DALAM MENDETEKSI INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA BABI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI INTRODUKSI LIMBAH PERTANIAN dan PROBIOTIK BIO - CAS

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

GAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI. CACING Fasciola spp SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laju permintaan daging sapi di Indonesia terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. babi juga berkembang di provinsi Sumatra Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Utara,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

1.2 Latar Belakang Kondisi Peternakan Di Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

I. PENDAHULUAN. dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BISNIS PETERNAKAN BEBEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler


BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: PUJI ANITASARI J

KERAGAAN INFEKSI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI BALI MODEL KANDANG SIMANTRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak babi merupakan komoditi unggulan dimasyarakat. Hampir sebagian besar masyarakat Bali memelihara ternak babi sebagai usaha pokok maupun sampingan. Dinas Peternakan Provinsi Bali melaporkan hasil cacah jiwa ternak, populasi babi pada tahun 2011 mencapai 924.297 ekor. Itupun masih sangat berpotensi untuk bertambah seiring perkembangan peternakan babi yang terus meningkat dari tahun ketahun (Sumantra, 2011). Babi mempunyai peranan penting bagi masyarakat baik sebagai penyedia sumber protein hewani, pendapatan, lapangan pekerjaan, tabungan serta penghasil pupuk (Disnak, 1999). Babi memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan, mudah mencari sumber pakan serta nilai karkas cukup tinggi sebagai penyedia protein hewani bagi manusia (Nugroho dan Whendrato, 1990). Babi merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan tidak dapat lepas dari kehidupan sebagian besar masyarakat di Bali. Ternak babi di Bali memegang peranan penting terutama dalam hubungannya dengan kebiasaan konsumsi masyarakat serta adat istiadat di Bali.

2 Dalam kaitannya dengan usaha beternak babi, masyarakat di Bali pada umumnya masih menerapkan sistem pemeliharaan secara tradisional hingga semi intensif. Seperti contohnya pakan yang diberikan kurang begitu memperhatikan nilai gizi dan faktor higienis, ternak babi yang dikandangakan tetapi lebih sering dilepas dengan sistem perkandangan tradisional serta lantai kandang yang jarang dibersihkan sehingga tampak kotor dan becek. Selain itu, pola pemasaran anak babi di Bali ada beberapa cara yaitu dijual langsung dimana pembeli langsung datang ke peternak atau dijual di pasar tradisioanal. Pembeli yang datang ke pasar tradisional untuk membeli anak babi umumnya mereka yang memelihara babi secara tradisional dan semi intensif. Cara pemeliharaan serta pemasaran ternak babi seperti di atas inilah yang masih rentan terhadap infeksi dari berbagai macam penyakit dan juga meningkatkan potensi penyebaran penyakit babi dari satu daerah ke daerah lain, yang ada di Bali. Penyakit cacing khususnya dari kelas nematoda saluran pencernaan merupakan salah satu jenis penyakit yang dapat menginfeksi babi contohnya seperti infeksi dari Ascaris suum, Strongyloides ransomi, cacing tipe Strongyl (Globocephalus urosubulatus, Oesophagostomum dentatum dan Hyostrongylus rubidus), Trichuris suis dan Gnathostoma hispidum (Kaufmann, 1996). Dampak yang ditimbulkan dari infeksi nematoda tersebut bagi ternak babi bervariasi diantaranya seperti terjadinya diare pada babi, gastritis, peritonitis akibat infeksi, anoreksia, penurunan berat badan, kekurusan bahkan pada kasus berat dapat mengakibatkan kematian pada ternak babi (Soulsby, 1982). Menurut Yasa dan Guntoro (2004) dalam penelitiannya di desa Sulahan, Kabupaten Bangli Bali, ditemukan prevalensi Ascaris sp. (39 %), Trichuris sp. (39

3 %) dan Strongyloides sp. (13 %). Kemudian menurut Suratma (2009) dalam penelitiannya di kota Denpasar, ditemukan prevalensi jenis cacing Trichuris suis yaitu dengan prevalensi 52,70 % pada kandang tanah dan 26, 11% pada kandang semen. Sedangkan Agustina (2013) dalam penelitiannya yang dilakukan di peternakan babi yang tersebar diseluruh wilayah provinsi Bali menemukan jenis cacing tipe strongyl yang terdiri dari dua jenis cacing yaitu Hyostrongylus rubidus dan Oesophagostomum dentatumum dengan prevalensi masing-masing 41,25% dan 47,5%. Melihat hasil penelitian cacing nematoda saluran pencernaan yang banyak dilaporkan umumnya pada babi umur dewasa dan masih jarang pada anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali, perlu diadakannya penelitian yang lebih mendalam tentang prevalensi infeksi nematoda saluran pencernaan pada anak babi yang di pasarkan di pasar tradisional di Bali.

4 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Jenis nematoda apa saja yang menginfeksi saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali? 2. Berapa besar prevalensi infeksi namatoda saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui jenis nematoda yang menginfeksi saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali. 2. Untuk mengetahui besarnya prevalensi infeksi namatoda saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis dan prevalensi infeksi nematoda yang menginfeksi saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah Bali. Sehingga nantinya dapat dijadikan acuan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh nematoda pada saluran pencernaan, khususnya pada anak babi yang ada di Bali.

5 1.5 Kerangka Konsep Babi merupakan komoditas unggulan bidang peternakan daerah Bali setelah sapi Bali. Tujuan utama dari beternak babi adalah mengusahakan agar diperoleh keuntungan maksimal yang dapat diperoleh dari penjualan anak babi, babi sapihan, babi potong atau hasil daging dan pupuk dari pengolahan limbah babi (Dirjen. Peternakan, 2003). Selain itu, babi memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan, mudah mencari sumber pakan serta nilai karkas cukup tinggi sebagai penyedia protein hewani bagi manusia (Nugroho dan Whendrato, 1990). Di daerah pedesaan di Bali pemeliharaan babi cenderung masih sebagai kegiatan sambilan sehingga termasuk dalam tipe pemeliharaan secara tradisional hingga semi intensif. Dimana dalam pemeliharaan tradisional dan semi intensif manajemen pemeliharaannya belum begitu diperhatikan seperti kondisi sanitasi kandang, jenis pakan yang diberikan serta tidak adanya pemberian vitamin tambahan ataupun perawatan yang lebih spesifik lagi. Kematian anak babi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya infeksi oleh virus, bakteri, jamur dan parasit (Sosroamidjojo, 1981). Cacing merupakan salah satu parasit yang dapat menginfeksi saluran pencernaan anak babi. Beberapa jenis penyakit pada babi khususnya penyakit parasiter oleh cacing masih banyak ditemukan di lapangan antara lain Nematodiosis. Penyakit ini disebabkan oleh cacing dari kelas nematoda atau cacing gilig (Tauria, 2004). Penyakit cacing khususnya dari kelas nematoda merupakan salah satu jenis

6 penyakit yang dapat menginfeksi babi contohnya seperti infeksi dari Ascaris suum, Strongyloides ransomi, cacing type Strongyl (Globocephalus urosubulatus, Oesophagostomum dentatum dan Hyostrongylus rubidus), Trichuris suis dan Gnathostoma hispidum (Kaufmann, 1996). Timbulnya penyakit pada ternak merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan merupakan hasil interaksi tiga faktor, yaitu ternak, agen penyakit dan lingkungan. Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan pengaruh positif atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan agen penyakit (Rahayu, 2000). Penularan cacing yang berpredileksi pada saluran pencernaan terjadi melalui kontaminasi pakan dan air minum. Selain itu kondisi kandang seperti: kelembaban udara, suhu sinar matahari, dan ph yang mendukung akan sangat mendukung penyebaran cacing. Pemeliharaan ternak babi di daerah pedesaan di Bali masih menggunakan sistem tradisional hingga semi intensif, dimana sistem ini kurang baik untuk diterapkan karena dengan mudah terjadi kontaminasi pakan oleh beberapa jenis cacing.