VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

dokumen-dokumen yang mirip
Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR

ANALISA DEFLECTOMETRY DAN TEBAL LAPIS TAMBAH DENGAN METODE PD T B PADA PERKERASAN LENTUR.

BAB IV METODE PENELITIAN

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau

BAB III LANDASAN TEORI A.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR ( OVERLAY ) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh: FIQRY PURNAMA EDE

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

PERBANDINGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA PADA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) DENGAN METODE PD T B DAN ASPHALT INSTITUTE MS-17

Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agustus 2016

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH METODE PD T B DAN METODE SDPJL PADA JALAN NASIONAL DI YOGYAKARTA

PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG ABSTRAK

SKRIPSI KAJIAN PENENTUAN SEGMEN JALAN BERDASARKAN Pd T B, AASHTO (1986), DAN THOMAS (2003)

KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Disusun Oleh: AYU ANDRIA SOLIHAT NIM :

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KONDISI JALAN UNTUK KEPERLUAN REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

ANALISA TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN GORONTALO-LIMBOTO

TUGAS AKHIR PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK PERENCANAAN TEBAL LAPIS PERKERASAN TAMBAHAN METODE BENKELMAN BEAM (BB) MENGGUNAKAN APLIKASI VBA- EXCEL

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN JALAN TERHADAP UMUR LAYAN (Studi Kasus: Ruas Jalan Abepura-Kota Raja Km Km )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

TUGAS AKHIR PERANCANGAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK (Ruas Jalan Goa Selarong KM KM , Pajangan, Bantul, DIY)

TUGAS AKHIR - RC

Muhammad Shalahuddin ABSTRAK

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

BAB IV METODE PENELITIAN

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

BAB IV METODE PENELITIAN

Grandy Hellyantoro*), Mohammad Faldi Fauzi*) Dr. Bagus Hario Setiadji ST., MT., **), Ir. Wahyudi Kusharjoko MT., **)

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN JALAN TERHADAP UMUR LAYAN (Studi Kasus: Ruas Jalan Abepura-Kota Raja Km Km )

EVALUASI KONDISI STRUKTURAL PERKERASAN DENGAN ALAT NON-DESTRUCTIVE TEST

KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR RUSTAM MISWANDI

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

Disusun sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB III LANDASAN TEORI


BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

Tabel B1 Hasil pengujian menggunakan alat FWD

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT)

Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT

OVERLAY DESIGN EVALUATION OF PD-T B METHOD AND SDPJL METHOD USING KENPAVE PROGRAM ON CASE STUDY OF KLATEN- PRAMBANAN ROAD SEGMENT SKRIPSI

STA s/d STA TUGAS AKHIR. Oleh BINSAR T.M. PAKPAHAN NIM

M. Yoga Mandala Putra

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

MODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT

Perbandingan Koefisien Kekuatan Relatif dan Umur Rencana Perkerasan Jalan Lapis Aus (AC-WC) menggunakan BNA Blend 75/25 dan Aspal Pen 60/70

Analisis Perencanaan Tebal Lapis Tambah (overlay) Cara Lenduntan Balik Dengan Metode Pd T B dan Pedoman Interim No.

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR

PEMELIHARAAN BERKALA PADA RUAS JALAN DS. TUNGKAP (BTS

Fitria Yuliati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

Muhammad Nauval Araka Aris, Gerson Simbolan, Bagus Hario Setiadji *), Supriyono *)

(STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG-

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

EVALUASI NILAI KONDISI PERKERASAN JALAN NASIONAL DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) DAN METODE BENKELMAN BEAM (BB)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

ANALISIS PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) CARA LENDUTAN BALIK DENGAN METODE PD T B DAN PEDOMAN INTERIM NO.002/P/BM/2011 (Skripsi)

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

Memperoleh. oleh STUDI PROGRAM MEDAN

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL)

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jalan Ir. Sutami No. 36A Surakarta Telp:

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU Muhammad Shalahuddin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Email : mhdshalahuddin@gmail.com Abstrak Diantara penilaian struktur perkerasan jalan adalah dengan melakukan test yang tidak merusak struktur perkerasan, salah satunya dengan alat Benkleman Beam. Metoda backcalculation pada pengukuran defleksi digunakan untuk menentukan ketebalan lapis tambah struktur pavement. Faktor keseragaman lendutan adalah persyaratan untuk menentukan ketebalan lapis tambah (overlay). Data lendutan balik dari sta.1+ 27+5 dengan lebar 6 meter pada ruas Jalan Duri - Sei Rangau sangat variatif, diseragamkan dengan beberapa segmen sampai didapatkan nilai faktor keseragaman lendutan yang lebih kecil dari 4 %. Varian segmen dilakukan untuk mendapatkan nilai lendutan dan nilai lapis tambah yang ekonomis. Apabila dijadikan 1 segmen, data lendutan balik yang sangat variatif menghasilkan lendutan balik rata-rata,94 mm, faktor keseragaman 117,85 % lebih dari 4 % dan menghasilkan tebal overlay terkoreksi 12,27 cm dan volume hotmix 12.883,5 m 3. Pada sta. 25+25 27+5 tebal overlay tidak aman karena kebutuhan tebal overlay 16,26 cm. Dengan 11 segmen disribusinya cukup baik, faktor keseragaman lendutan masing-masing segmen tidak melebihi 4 %, menghasilkan volume overlay 3.8,4 m 3. PENDAHULUAN Key word : varian, lendutan balik, tebal overlay, benkleman beam. Salah satu cara penilaian struktur perkerasan adalah dengan melakukan test yang tidak merusak struktur perkerasan (non destructive field tests). Test dilakukan dengan pengukuran lendutan yang terjadi akibat beban lalu lintas yang dihubungkan dengan kebutuhan tebal perkerasan. Pengukuran defleksi permukaan pavement untuk mengevaluasi transfer beban struktur pada flexible pavement. Metoda backcalculation pada pengukuran defleksi digunakan untuk menentukan ketebalan lapisan struktur pavement dan nilai resilient modulus subgrade. Defleksi permukaan diukur sebagai suatu jarak defleksi vertikal permukaan pavement sebagai hasil aplikasi beban statis atau beban dinamis. Area dari defleksi pavement di bawah dan di dekat aplikasi beban disebut sebagai deflection basin. Ada 3 alat dan standar pengujian defleksi nondestruktif yaitu : - Static deflection dengan alat Benkleman Beam, RSNI3 2416 : 28 : Cara Uji Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkleman Beam. - Impact load deflection dengan alat Falling Weight Deflectometer FWD, ASTM D 4694: Standard Test Method for Deflections with a Falling Weight Type Impulse Load Device. - Steady state deflection dengan alat Dynaflect atau Road Rater, AASHTO T 256: Pavement Deflection Measurements dan ASTM D 4695: General Pavement Deflection Measurements. Bentuk dan dimensi defleksi basin (defltometry) adalah informasi penting karakteristik struktural dari pavement dan subgrade seperti Gambar 1. Benkleman beam dikembangkan oleh Western Association of State Highway Organizations WASHO Road Test (Yoder dan Witczak, 1952). Benklemen Beam menggunakan beban 8,16 ton (18. LB) di atas satu sumbu dengan dua ban karet bertekanan 48 sampai 55 Kpa (7 sampai 8 Psi). Pengukuran dilakukan dengan menempatkan ujung beam di antara dua ban truck. Lendutan yang diukur dalam pemeriksaan ini adalah lendutan balik vertikal (veritcal rebound) yang terjadi pada permukaan jalan akibat dihilangkannya beban pada saat truck berjalan. Nilai lendutan dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim), koreksi temperatur, dan koreksi beban uji (standar beban sumbu 8,16 ton). Cara pengukuran lendutan balik seperti RSNI3 2416 28 Cara uji lendutan perkerasan lentur dengan alat Benkleman Beam,. 71 dari 43

Basin Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 Tipe Basin Panjang Evaluasi Deflectometry Subgrade baik / 1 Rendah Tinggi pavement baik Panjang 2 Tinggi Tinggi Subgrade jelek / Pavement baik Subgrade baik / 3 Rendah Rendah Pavement jelek 4 Tinggi Rendah Subgrade jelek / Pavement jelek Tipe 2 Tipe 1 Tipe 4 Tipe 3 Gambar 1. Deflectometry (Murillo FEO C.A) DASAR TEORI Pengukuran lendutan balik dengan alat benkleman beam seperti pada Gambar 2. Jumlah lajur dan koefisien distribusi kenderaan (C) merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang menampung lalu lintas terbesar kenderaan ringan dan berat yang lewat. Ekivalen beban sumbu kenderaan (E) masing-masing golongan beban sumbu ditentukan dengan persamaan (1). Angka ekivalen = ( ) (1) Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas (N) ditentukan dengan persamaan (2). N = * + (2) Gambar 2. Pengujian lendutan balik dengan alat Benkleman Beam dan detailnya. Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (Cummulative Equivalent Standard Axle = CESA) ditentukan dengan persamaan (3). CESA = (3) dengan m = jumlah masing-masing jenis kenderaan, E = ekivalen beban sumbu, C = koefisien distribusi kenderaan, N = faktor hubungan umur rencana disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas. 72 dari 43

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 Nilai lendutan balik (d) diperhitungkan dengan persamaan (4). d = 2 x (d 3 d 1 ) x Ft x Ca x FK B-BB (4) d 1 = lendutan pada beban tepat di bawah sumbu beban. d 3 = lendutan balik pada saat beban berada 6 meter dari sumbu beban. Ft = faktor penyesuaian beban terhadap temperatur standar C, untuk tebal lapis beraspal (H L ) lebih kecil 1 cm dengan persamaan (5), dan untuk tebal lapis beraspal (H L ) lebih besar sama dengan 1 cm dengan persamaan (6). Ft =, untuk H L < 1 cm (5) Ft =, untuk H L 1 (6) T L = 1/3 (T P + T T + T B ) (7) T P = Temperatur permukaan, T T = Temperatur tengah, T B = Temperatur bawah. Ca musim kemarau = 1,2 dan Ca pada musim hujan =,9. FK B-BB = faktor koreksi beban uji Benkleman Beam ditentukan dengan persamaan (8). FK B-BB = 77, 3 x (beban uji dalam ton) (-2,715) (8) Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen. Menentukan panjang segmen harus dipertimbangkan keseragaman lendutan balik (FK) dengan persamaan (9). S FK = d x 1 % (9) dengan FK = % - 1 % sangat baik, FK = 11 % 2 % baik, FK = 21 % - 3 % cukup baik dan FK = 31 4 % cukup. Pembagian seksi-seksi diusahakan dengan keseragaman tidak lebih besar dari 4 % dan setiap seksi panjangnya tidak kurang dari 5 m, untuk kemudahan pelaksanaan overlay. d Lendutan balik rata-rata d (1) n 2 n. d. d Standard deviasi S = n n 1 2 dengan d = lendutan balik, n = jumlah bacaan arloji alat benkleman beam pada jarak tertentu. Besarnya lendutan yang mewakili (D wakil ) atau lendutan sebelum overlay (D sblov ) suatu segmen jalan disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan dengan rumus : - D wakil = D sbl ov = d + 2 S, untuk jalan arteri/tol (12) - D wakil = D sbl ov = d + 1,64 S, untuk jalan kolektor (13) - D wakil = D sbl ov = d + 1,28 S, untuk jalan lokal (14) Lendutan rencana (D rencana ) atau lendutan setelah overlay (D stl ov ) untuk Benkleman Beam ditentukan dengan persamaan (15). D rencana-bb = D stl ov = 22,28 x CESA -,2 (15) Tebal overlay yang diperoleh berdasarkan temperatur daerah standar C, jenis lapis tambah laston dengan modulus resilien (M R ) 2 Mpa, dan stabilitas Marshall minimum 8 kg pada suhu 25 C. Masing-masing daerah/kota memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda maka dikoreksi dengan persamaan (16). Fo =,532 x Exp (,194 x TPRT) (16) Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah Laston dengan modulus resilien 2 Mpa dan stabilitas marshall minimum 8 kg. Untuk jenis laston dengan nilai modulus resilien (M R ) yang berbeda maka dikoreksi dengan persamaan (17). -,3 FK TBL = 12,51 x M R (17) Tebal overlay (Ho) ditentukan dengan persamaan (18). Ho = [ ]. (18) (11) 73 dari 43

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 Tebal lapis tambah Ho dikoreksi menjadi Ht dengan dipengaruhi oleh temperatur kota / daerah TPRT yaitu Fo dan nilai modulus resilien M R yaitu FK TBL. Tebal lapis tambah terkoreksi Ht diperhitungkan dengan persamaan (19). Ht = Ho x Fo x FK TBL. (19) METODOLOGI Bahan dan alat yang dipergunakan adalah truck bermuatan 8 ton pada gandar belakang, pelaksanan sesuai standar RSNI3 2416 : 28, alat benkleman beam, thermometer udara, rolmeter, formulir lapangan, dan lain-lain. Prosedur pelaksanaan adalah : - Survey lapangan dilakukan di atas permukaan lapis permukaan aspal dengan jarak pengamatan per 5 m kiri atau kanan. - Tentukan nilai koefisien distribusi kenderaan (C), nilai ekivalen beban sumbu kenderaan (E) dengan persamaan 1, dan hubungan faktor umur rencana dan perkembangan lalu-lintas (N) dengan persamaan 2. Tentukan nilai CESA dengan persamaan 3. - Hitung lendutan balik maksimum (D B ) dari data pengamatan lapangan dengan persamaan 4, faktor penyesuaian temperatur dengan persamaan 5 atau persamaan 6, temperatur rata-rata (T L ) dengan persamaan 7, tentukan nilai Ca dan faktor koreksi beban uji dengan persamaan 8. - Tentukan nilai keseragaman lendutan persamaan 9 setelah menghitung lendutan balik ratarata dengan persamaan 1 dan standar deviasi dengan persamaan 11. - Tentukan nilai lendutan yang mewakili (D wakil ) atau lendutan sebelum overlay (D sblov ) - Tentukan nilai lendutan rencana (D rencana ) atau lendutan setelah overlay (D stl ov ) dengan persamaan 15. - Koreksi temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) daerah/kota yang berbeda dengan persamaan 16. - Koreksi jenis laston dengan nilai modulus resilien (M R ) yang berbeda dengan persamaan 17. - Tebal overlay (Ho) ditentukan dengan persamaan 18. - Tebal lapis tambah terkoreksi Ht diperhitungkan dengan persamaan 19. HASIL DAN DISKUSI Data lalu lintas harian rata-rata diperoleh dari hasil survey LHR seperti pada Tabel 1dan nilai E tergantung dari jenis kenderaan. Lebar jalan 6 meter, jumlah lajur 2 dalam 2 arah maka nilai C kenderaan ringan,5 dan C kenderaan berat,5. Umur rencana 5 tahun dan perkembangan lalu lintas 7,5 % per tahun maka nilai N adalah 6,8. Tabel 1. Data LHR, nilai E, nilai C, nilai N, dan nilai CESA Jenis Truk LHR 1 Tahun E C N ESA 1 m 5 hari 2 3 4 m.5.e.c.n Mobil penumpang STRT 2 ton 1767,1882.899,68 Bus STRT 4 ton 23,317 67.815,66 Truk 1.2 L STRG 8 Bton 1,925 12.51,4 Truk 1.2 H STRG 13 ton 7 6,44188 5.3,7 5,5 6,8 Truk 1.22 SDRG 15 ton 15 1,41218 23.54,32 Truk 1.2 + 2.2 STrRG 15 ton 1,49 4.847,84 Truk 1.2-2 STrRG 15 ton 8,49 3.878,27 Truk 1.2-2.2 STrRG 15 ton 6,49 2.98,71 CESA = 742.718,58 Perhitungan nilai lendutan balik perkerasan aspal tebal 5 cm sta. 1+ 27+5 pada musim kemarau dengan beban sumbu 8 ton ditampilkan pada Tabel 2. Grafik hubungan antara stasion dengan nilai lendutan seperti pada Gambar 2. 74 dari 43

Lendutan balik, mm Lendutan balik, mm Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 Tabel 2. Lendutan balik data Bekleman Beam. Bacaan arloji Temperatur ( C) Ft Ca Beban d FKB-BB N Sta. d1 d3 T u T p T t T b T L Sumbu mm Hasil uji Data lapangan Tabel Pers.7 Tabel 5 Kemarau ton Pers.8 Pers.4 1 1 + R,48,5,4,97 1,2 2 1 + 5 L 3 11 + R,23,,7,7,97,97,6,9 4 11 + 5 L 5 12 + R,28,43 4,5,4 4,1,,8,97,97,7 1,1 6 12 + 5 L 7 13 + R,,5,7,7,97,97,9,1 8 13 + 5 L 9 14 + R,23,22 32 32,9,9,8,8,6,6,98,98,6,5 1 14 + 5 L 11 15 + R,19, 4,1,8,96,97,5,8 12 15 + 5 L 13 16 + R,28,18 44,5,1,96,97,7,4 14 16 + 5 L 15 17 + R,45,45 42,8 4,1 4,6,8 4,5,97,97 1,1 1,1 16 17 + 5 L 17 18 + R,11,4 44 4,1,8,96,97,3,1 18 18 + 5 L 19 19 + R,4,6 44 41,6,96,96 1,2 8 1,42,1,1 2 19 + 5 L 21 2 + R,23,4 4 44 45,2 42,9 42,4,96,96,6 1, 22 2 + 5 L 23 21 + R,5,4 43,4 42,8 4,6 4,9 4,1,96,97,1,1 24 21 + 5 L 25 22 + R,11,13 4 45,8 43,4 43,1,96,95,3,3 26 22 + 5 L 27 23 + R,21,17 4,1 41,6,8,96,97,5,4 28 23 + 5 L 29 24 + R,44,8,5,7,1,97,97 1,1,2 3 24 + 5 L 31 25 + R,8,12 43,4,5,4 4,9,97,97,2,3 32 25 + 5 L 26 + R,98 1,25,96,96 2,4 3,1 26 + 5 L 27 + R 1,88 1,5 43,4 4,9,97,96 4,7 3,7 27 + 5 L 1,5 44,96 3,7 Gambar 3. Grafik hubungan stasion dengan lendutan balik. Dari Gambar 3 terlihat bahwa nilai lendutan balik sangat variatif, apabila hanya dijadikan satu segmen saja seperti Gambar 3, maka faktor keseragaman FK besar yaitu 117,85 %. Ʃ d =,8 6, n = 4, d =,94 S = 1,16 2, FK = 117,85, 1 12 14 16 18 2 22 24 26 28 FK > 4 %, not OK 6, 4, 2,, 1 12 14 16 18 2 22 24 26 28 Stasion, km Stasion, km Gambar 4. Data Benkleman Beam dengan satu segmen. 75 dari 43

Lendutan balik, mm Sta.23+25-23+75 Sta.23+75-25+25 Sta.25+25-27+5 Sta.17+75-19+25 Sta.19+25-2+25 Sta.2+25-21+25 Sta.21+25-23+25 Sta.1+- 12+75 Sta. 12+75-13+25 Sta.13+25-17+25 Sta.17+25-17+75 Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 Dengan hanya satu segmen dari sta. 1+ - 27+5, nilai lendutan balik rata-rata,94 mm, standard deviasi 1,16, CESA 742.718,58, lendutan yang mewakili,98 mm, temperatur perkerasan rata-rata tahunan di sekitar Duri - Sei Rangau,2 o C, dan modulus resilien hotmix yang digunakan 19 Mpa maka didapatkan tebal overlay terkoreksi 12,27 cm, hasilnya seperti pada Tabel 3. Lebar Jalan Duri Sei rangau 6 m, tebal overlay 12,27 cm dan panjang jalan 17.5 m maka dibutuhkan hotmix 12.883,5 m 3. Tabel 3. Hasil Perhitungan tebal overlay d, mm,94 Std. deviasi 1,16 D sbl ov, mm 2,75 CESA 742.718,58 D stl ov, mm,98 Ho, cm 12,17 TPRT, O C,2 Fo 1, MR, MPa 19 FK TBL 1,1 Ht, cm 12,27 Dari satu segmen pada Gambar 4 dijadikan 11 segmen seperti Gambar 5 agar faktor keseragaman tidak melebihi 4 %. Dari Gambar 5 terlihat bahwa disribusi cukup baik, hal ini terlihat dari nilai faktor keseragaman masing-masing segmen dari sta. 1+ 27+5 tidak ada yang melebihi 4 %. Berdasarkan variasi distribusi segmen pada Gambar 4 diperhitungkan variasi ketebalan overlay-nya seperti pada Tabel 4. Ʃ d = 5,19 Ʃ d =,12 Ʃ d = 5,65 Ʃ d =,27 n = 6 n = 1 n = 8 n = 1 d =,86 d =,12 d =,71 d =,27 S =,224 S =, S =,265 S =, FK = 25,86 FK =, FK =,5 FK =, Ʃ d =, Ʃ d = 1,53 Ʃ d =,22 Ʃ d = 1,5 n = 3 n = 2 n = 2 n = 4 d =,11 d =,76 d =,11 d =, S =,28 S =,291 S =,17 S =,18 FK = 24,74 FK =,16 FK = 15,71 FK = 28,61 Ʃ d = 1,7 Ʃ d =,68 Ʃ d = 17,24 n = 1 n = 3 n = 5 d = 1,7 d =,23 d = 3,45 S =, S =,56 S =,81 FK =, FK = 24,74 FK = 23,51 Gambar 5. Data Benkleman Beam dengan beberapa segmen. Batasan FK < 4 % 5, 4, 3, 2, 1,, 1 15 2 25 3 Stasion, km 76 dari 43

Tebal overlay, cm Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 Tabel 4. Perhitugan tebal overlay terkoreksi. d, mm,86,12,71,27,11,76,11, 1,7,23 3,45 Std. deviasi,224,,265,,28,291,17,18,,56,81 Dsbl ov, mm 1,23,12 1,14,27,16 1,24,14,55 1,7,32 4,78 CESA 742.718,58 Dstl ov, mm,98,98,98,98,98,98,98,98,98,98,98 Ho, cm 3,91 #NUM! 2,86 #NUM! #NUM! 4,2 #NUM! -12,98 1,89 #NUM! 16,12 TPRT, O C,2,2,2,2,2,2,2,2,2,2,2 Fo 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, MR, MPa 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 FKTBL 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 Ht, cm 3,94 #NUM! 2,88 #NUM! #NUM! 4,5 #NUM! -13,1 1,9 #NUM! 16,26 NB : apabila nilai Ht minus dan #NUM! berati Ht = atau tidak dioverlay. Dengan 11 segmen dari sta. 1+ - 27+5 diperlukan hotmix 3.8,4 m 3, data seperti Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan volume total hotmix. No Stasion Panjang, m Lebar, m Overlay, cm Volume, m3 1 1+-12+75 2.75 3,94 65,1 2 12+75-13+25 5 3 13+25-17+25 4. 2,88 691,2 4 17+25-17+75 5 5 17+75-19+25 1.5 6 19+25-2+25 1. 6 4,5 243 7 2+25-21+25 1. 8 21+25-23+25 2. 9 23+25-23+75 5 1,9 57 1 23+75-25+25 1.5 11 25+25-27+5 2.25 16,26 2.195,1 Total 17.5 3.8,4 Faktor keseragaman lendutan yang besar akan membuat penyebaran ketebalan overlay yang tidak mewakili data lendutannya juga menjadikan volume overlay hotmixnya bertambah besar sehingga tidak ekonomis. Dengan satu segmen menghasilkan volume overlay 12.883,5 m 3 sedangkan dengan 11 segmen menghasilkan volume overlay 3.8,4 m 3. Perbandingan tebal overlay 1 segmen dengan 11 segmen terlihat pada Gambar 5. 2 15 1 5 1 15 2 25 Stasion 11 segmen 1 segmen Gambar 6. Perbandingan tebal overlay satu segmen dengan 11 segmen. Dari Gambar 6 terlihat bahwa dengan 1 segmen, sta. 1+ 25+25 tebal overlay sangat aman dan tidak ekonomis sedangkan pada sta. 25+25 27+5 tebal overlay tidak aman karena kebutuhan tebal overlay 16,26 cm, dengan 1 segmen tebal overlaynya hanya 12,27 cm. Dengan 11 segmen terlihat bahwa secara teknis tebal overlay lebih aman dan ekonomis. Bentuk delctometry sta.25+ 27 +5 seperti Gambar 7. Dari Gambar 7 terlihat bahwa sta. 25+ subgrade-nya baik dan pavement-nya baik sedangkan sta. 25+5, sta. 26+, sta. 27+ dan sta. 27+5 subgrade-nya jelek dan pavement-nya baik. Hal ini sesuai dengan visualisasi di lapangan. 77 dari 43

Defleksi, mm Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 Jarak dari pusat beban, m 1 2 3 4 5 6 1 2 25+ 25+5 26+ 27+5 27+5 Gambar 7. Hasil deflectometry. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah : - Nilai lendutan balik sangat variatif, apabila hanya dijadikan satu segmen saja dengan faktor keseragaman FK besar yaitu 117,85 %. - Dengan hanya satu segmen nilai lendutan balik rata-rata,94 mm, tebal overlay terkoreksi 12,27 cm, dibutuhkan hotmix 12.883,5 m 3. - Dengan 11 segmen disribusi cukup baik faktor keseragaman lendutan masing-masing segmen tidak melebihi 4 %. - Dengan 11 segmen menghasilkan volume overlay 3.8,4 m 3. - Faktor keseragaman lendutan yang besar akan membuat penyebaran ketebalan overlay yang tidak mewakili data lendutan per segmennya. - Dengan 1 segmen, sta. 1+ 25+25 tebal overlay sangat aman dan tidak ekonomis sedangkan pada sta. 25+25 27+5 tebal overlay tidak aman karena kebutuhan tebal overlay 16,26 cm, dengan 1 segmen tebal overlaynya hanya 12,27 cm. - Delctometry sta. 25+ subgrade-nya baik dan pavement-nya baik sedangkan sta. 25+5, sta. 26+, sta. 27+ dan sta. 27+5 subgrade-nya jelek dan pavement-nya baik. Hal ini sesuai dengan visualisasi di lapangan. Rekomendasi Direkomendasikan menggunakan 11 segmen karena aman secara teknis dan lebih ekonomis. Sebaiknya jumlah segmen sesuai dengan jumlah titik uji yang diuji lendutan dengan jarak 5 meter untuk kemudahan pelaksanaan overlay. DAFTAR PUSTAKA C,M,Huang et al, 26, Physical and Environmental Properties of Asphalt Mixtures Containing Incenator Bottom Ash, National Taiwan University, Taiwan. David Croney and Paul Croney, Design and Performance of Road Pavements, Third Edition, 1998, McGraw Hill, New York. Departemen Pekerjaan Umum, Pd T-5-25-B, Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan. Depatemen Pekerjaan Umum, RSNI 2416 : 28, Cara Uji Lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkleman Beam. Murillo Feo C.A, Correlation between deflections measurements on flexible pavements obtained under static and dynamic load techniques, Ph.D., Civil Engineering, Department of Civil and Agricultural Engineering. Universidad Nacional de Colombia, Av. NQS 45-3. 78 dari 43