KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR RUSTAM MISWANDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR RUSTAM MISWANDI"

Transkripsi

1 KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil RUSTAM MISWANDI BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2009 Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

2 ABSTRAK Tebal lapis tambah (overlay) merupakan salah satu alternatif peningkatan (betterment) pada ruas jalan yang mencapai kondisi kritis atau failure. Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design) atau menyebabkan konstruksi tidak ekonomis (over design). Ada beberapa faktor yang menyebabkan perencanaan overlay tidak sesuai dengan kebutuhan, salah satu penyebabnya adalah pemilihan metoda perencanaan yang digunakan. Metoda perencanaan overlay telah banyak mengalami perkembangan, metoda perencanaan tersebut yang banyak digunakan meliputi analisa komponen, analisa defleksi dan analisa mekanistik. Pada kajian ini digunakan Metoda Analisa Defleksi yang didasarkan pada lendutan permukaan existing, seperti RDS, Metoda Asphalt Institute MS-17, 1983 dan Metoda Bina Marga, No : Pd T B. Untuk dapat melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing metoda tersebut, dilakukan simulasi analisa perhitungan Cummulative Equivalent Standard Axle (CESA), Faktor Keseragaman (FK), dan overlay. Dari hasil perhitungan, terlihat adanya perbedaan hasil perhitungan CESA dan perhitungan overlay yang signifikan. Faktor-faktor yang mempegaruhi perbedaan tersebut adalah perbedaan VDF, tingkat keseragaman data lendutan dan faktor lingkungan (temperatur dan musim) serta jenis perkerasan yang digunakan. Perhitungan CESA menggunakan Pd T B memberikan hasil yang lebih besar dari pada RDS dan MS-17, karena ke dua prosedur ini tidak memasukkan kriteria overloading dalam perhitungan CESA. Sedangkan pada desain overlay, RDS memberikan hasil yang lebih tipis dari MS-17 dan Pd T B, karena menggunakan tipe campuran HRS yang lebih konservatif untuk banyak kondisi di Indonesia. Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

3 KATA PENGANTAR Tiada yang pantas diucapkan selain rasa syukur penulis kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha pengasih yang kasih-nya tiada terpilih, Tuhan yang maha penyayang yang sayang-nya tiada terbilang, Tuhan yang maha kuasa yang kekuasaan-nya tiada terhingga, yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Strata I di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara terutama kepada : 1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis M.Eng.Sc, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

4 3. Bapak Ir. Teruna Jaya M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan hingga selesainya tugas akhir ini. 5. Ayahanda Rusdi (Alm) dan Ayahanda Muhammad Nasir serta teristimewa untuk Ibunda tercinta Misdarmiati yang telah membimbing penulis untuk menjadi manusia yang mampu menghadapi hidup dengan penuh ketegaran. Karunia terindah bagi Ananda adalah dilahirkan sebagai anakmu Bunda. 6. Saudara-saudara ku yang telah mengorbankan segala daya dan upaya demi harapan dan cita-cita ku, Trim s untuk Ires (Uniang), B Atminto, B Mawan & K Deni. Teristimewa untuk iparku B Khaidir yang telah menggantikan figur ayah dengan mendidik dan menyayangiku, Uniku Emi yang tidak pernah mengeluh dengan semua pengorbanan dan kasih sayangnya. 7. Buat Adekku Elza Novera atas motivasi dan inspirasinya. Semoga Allah selalu memberi kekuatan kepada abang untuk selalu mendampingimu dalam menatap masa depan. 8. Kepada semua kepona anku : Febriana Reskha, Ocvy Pranata Reskha, Yelmi Adriani Atminto, Amelia Sasmitha Atminto, Khaililla Lycia Darmawan, Muhammad Alto Reskha serta Azzura Althafunisa Atminto atas kehadirannya dalam hidupku. 9. Buat sahabatku Sahdan, Zul, Arman, Budi, Ade, Dani, widia dan seluruh sobat-sobat AN 03 yang sama-sama berjuang demi harapan dan cita-cita. Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

5 Tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan tugas akhir ini yang masih jauh dari kesempurnaan, hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam pengkajian, pengumpulan literatur, maupun dalam penulisan karya ilmiah. Oleh sebab itu segala saran dan kritik akan penulis terima dengan tangan terbuka demi perbaikan tugas akhir ini. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. M e d a n, April 2009 Hormat saya Penulis, Rustam Miswandi Nim : Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

6 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1. Umum... 1 I.2. Permasalahan... 2 I.3. Maksud dan Tujuan... 4 I.4. Metodologi Pembahasan... 5 I.5. Sistematika Penulisan... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pendahuluan II.2. Metoda Analisa Komponen II.3. Prosedur Defleksi II.3.1. RDS (Road Design System) II Beban Lalu - Lintas II Lendutan II Tebal Lapis Tambah II.3.2. Metoda Asphalt Institute MS II Beban Lalu - Lintas II Lendutan II Tebal Lapis Tambah II.3.3. Metoda Pd T B II Volume Lalu Lintas II Lendutan II Tebal Lapis Tambah II.4. Pendekatan Mekanistik Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

7 BAB III APLIKASI III.1. Data Kondisi Perkerasan III.2. Data Volume Lalu - Lintas III.3. Data Lendutan III.4. Perhitungan Volume Lalu-Lintas III.4.1. RDS (Road Design System) III.4.2. Metoda Asphalt Institute MS III.4.3. Metoda Pd T B III.5. Desain Lendutan III.6. Perhitungan Tebal Lapis Tambah III.6.1. RDS (Road Design System) III.6.2. Metoda Asphalt Institute MS III.6.3. Metoda Pd T B BAB IV ANALISA DAN DISKUSI IV.1. Analisa Lalu - Lintas IV.2. Analisa Keseragaman Lendutan (FK) IV.3. Analisa Tebal Lapis Tambah BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan V.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Prosentase Panjang Jalan di Indonesia Bedasarkan Kondisinya.. 3 Gambar 1.2 Flowchart Penelitian... 7 Gambar 2.1 Hubungan antara RCI dan IRI Gambar 2.2 Bagan Alir Proses Pengoperasian RDS Versi Gambar 2.3 Grafik Desain HRODI untuk Kadar Bitumen Efektif 6,8 % Gambar 2.4 Bagan alir perhitungan Metoda Asphalt Institute MS Gambar 2.5 Grafik Defleksi Gambar 2.6 Grafik Desain Untuk Menentukan Tebal Lapis Tambah Gambar 2.7 Bagan alir perhitungan Metoda Pd T B Gambar 2.8 Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft) Gambar 2.9 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah/Overlay (Fo) Gambar 2.10 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FK TBL ) Gambar 2.11 Hubungan Antara Lendutan Rencana dan Lalu Lintas Gambar 2.12 Tebal lapis tambah/overlay (Ho) Gambar 3.2 Pembagian Seksi Data Lendutan Gambar 4.1 Lalu Lintas Rencana Gambar 4.2 Hubungan Tebal lapis Tambah dan Faktor Keseragaman Gambar 4.3 Hubungan Tebal lapis Tambah dan Beban Lalu Lintas untuk D = 1,039 mm Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nilai Kekasaran Permukaan Perkerasan Secara Visual Tabel 2.2 Jumlah Minimum Titik Data Dalam Segmen Tabel 2.3 Truk Faktor Untuk Kelas Jalan Yang Berbeda Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan Tabel 2.5 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Tabel 2.7 Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) Tabel 2.8 Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan Perkembangan Lalu Lintas (N) Tabel 2.9 Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar Tabel 2.10 Temperatur tengah (T t ) dan bawah (T b ) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (T u ) dan temperatur permukaan (T p ) Tabel 2.11 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FK TBL ) Tabel 3.1 Data Lalu-lintas Tabel 3.2 Data Lendutan Tabel 4.1 Nilai VDF Pada Masing-Masing Metoda Tabel 4.2 Klasifikasi Kendaraan Masing-Masing Metoda Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-Masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Besar dari FKijin (FK>30%) Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-Masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Kecil dari FKijin (FK<30%) Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM Perkerasan atau struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk mendukung berat dari beban lalu lintas yang melewati jalan tersebut dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Struktur perkerasan terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda-beda, tiap-tiap lapisan perkerasan dari lapisan atas sampai ke bawah harus terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami Distress yaitu perubahan karena tidak mampu menahan beban. Salah satu jenis perkerasan yang umum digunakan adalah perkerasan lentur (flexible pavement). Sebagaimana suatu perkerasan jalan, maka jalan lentur juga akan mengalami penurunan kinerja sehubungan dengan pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan. Pada saat perkerasan dibebani, maka beban tersebut akan menyebar ke lapisan-lapisan yang ada dibawahnya dalam bentuk tegangan. 7 Penyebaran tegangan tersebut dapat menyebabkan lendutan dan akhirnya keruntuhan. Untuk mengembalikan kekuatan perkerasan, salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah pelapisan tambah (overlay). Selain karena faktor diatas lapis tambah juga dibutuhkan apabila perkerasan harus diperkuat untuk memikul beban yang lebih berat atau pengulangan beban yang lebih banyak dari yang diperhitungkan dalam perencanaan awal. Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

11 Lapis tambah diharapkan dapat mengembalikan penurunan fungsi dan penurunan struktural dari lapisan perkerasan yang ada. Penurunan fungsi pada lapisan perkerasan dapat merugikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan seperti rendahnya kekesatan dan tekstur permukaan, hydroplaning, dan distorsi permukaan yang berlebih. Sedangkan penurunan struktural diakibatkan oleh kapasitas beban pada struktur perkerasan. Perencanaan lapis tambah tidak hanya melibatkan subsitusi data ke dalam rumus atau mencari bilangan harga dari sebuah grafik desain. Pada suatu waktu salah satu dari beberapa kombinasi material dan tebal lapisan akan memenuhi persyaratan metoda yang digunakan. Tetapi pada waktu tertentu, beberapa variabel seperti cuaca dan kondisi perkerasan yang ada mengharuskan perlakuan yang lebih konservatif dari biasanya PERMASALAHAN Menurut data Ditjen Bina Marga tahun 2006, sebagian besar kondisi jalan propinsi yang ada di Indonesia berada dalam kondisi kurang/tidak mantap dan bahkan dalam kondisi kritis, seperti terlihat dalam Gambar 1.1. Sehingga upaya untuk meningkatkan kondisi jalan tersebut menjadi kondisi mantap (baik) memerlukan cost yang sangat besar. Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

12 Gambar 1.1 Prosentase Panjang Jalan di Indonesia Bedasarkan Kondisinya Sumber : Ditjen Bina Marga, 2006 Untuk mempertahankan kondisi perkerasan jalan pada kondisi track yang benar penanganan perkerasan yang diutamakan adalah pemeliharaan, baik rutin atau berkala. Apabila kondisi perkerasan telah mencapai kondisi kritis apalagi kondisi runtuh (failure), maka jenis penanganan yang harus dilakukan adalah peningkatan (betterment). Indonesia sebagai negara berkembang pada umumnya mempertimbangkan konstruksi lapis tambah. Tujuan perencanaan tebal lapis tambah adalah mengembalikan kekuatan perkerasan sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat pengguna jalan (stake holders). Perkerasan yang baik diharapkan dapat menjamin pergerakan manusia dan/atau barang secara lancar, aman, cepat, murah dan nyaman. Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design) atau dapat menyebabkan desain konstruksi tidak ekonomis (over design) dan menjadi lebih mahal dari semestinya. Mengingat pentingnya ketepatan (akurasi) perencanaan perkerasan maka sudah sepatutnya kajian mengenai perencanaan tebal lapis tambah yang dibutuhkan Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

13 dilakukan dengan seksama. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil yang diharapkan adalah pemilihan metoda perencanaan yang digunakan. Beberapa metoda perencanaan tebal perkerasan yang paling banyak digunakan meliputi analisa komponen, analisa defleksi dan tahun-tahun terakhir ini analisa mekanistik. Akan tetapi tidak semua metoda yang ada ekonomis digunakan untuk setiap kondisi, karena itu perlu dilakukan kajian yang seksama mengenai kelebihan dan kekurangan atau akurasi dari masing-masing metoda tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini tidak meliputi semua metoda yang umum digunakan dalam perencanaan tebal lapis tambah, tetapi hanya membahas perencanaan tebal lapis tambah dengan analisa defleksi. Hal ini karena metoda analisa komponen merupakan standar perencanaan perkerasan Indonesia dan sudah umum digunakan oleh para perencana perkerasan, sedangkan metoda analisa mekanistik sampai saat ini belum ada satupun yang telah diterima secara resmi sebagai metoda spesifik untuk Indonesia MAKSUD DAN TUJUAN Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan maksud untuk menganalisa dan membandingkan beberapa prosedur desain dalam menentukan tebal lapis tambah pada suatu perkerasan lentur dengan menggunakan metoda analisa defleksi yang meliputi RDS, Asphalt Institute MS-17 dan Pd T B. Sedangkan tujuannya adalah mendapatkan gambaran hasil perencanaan tebal lapis tambah, sehingga dapat melakukan suatu evaluasi tebal lapis tambah yang sesuai kebutuhan. Hasil akhir yang diperoleh diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi aplikasi ke-3 prosedur desain Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

14 tersebut untuk digunakan sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk dapat membandingkannya, maka dilakukan simulasi perhitungan pada : - Cummulative Equivalent Standard Axle (CESA), - Faktor Keseragaman (FK) - Tebal lapis tambah 1.4. METODOLOGI PEMBAHASAN Dalam penulisan tugas akhir ini, metodologi yang digunakan adalah studi literatur, dengan mencari bahan-bahan referensi dari buku ajar (Text Book), standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang sesuai dengan pembahasan, yaitu Kajian metoda perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur. Kemudian menganalisa, membandingkan dan menulis kembali dalam bentuk yang lebih terperinci dan praktis. Adapun permasalahan yang dianalisa dan dibandingkan meliputi : Menganalisa Jumlah Kumulatif Beban Standar (CESA) pada masa yang akan datang dari ketiga alternatif metoda yang digunakan. Untuk dapat melihat perbedaannya, maka digunakan data LHR, tingkat pertumbuhan (i) dan umur rencana (n) yang sama. Selain itu juga dilakukan perhitungan dengan melakukan simulasi terhadap umur rencana (n), supaya perbedaan hasil perhitungan dapat dibandingkan. Menganalisa pengaruh tingkat keseragaman data lendutan terhadap tebal lapis tambah yang dibutuhkan. Tingkat keseragaman data lendutan dihitung dengan Metoda Pd T B yang dinyatakan dalam Faktor Keseragaman (FK). Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

15 Menganalisa hubungan antara beban lalu lintas (CESA) dan tebal lapis tambah yang dibutuhkan dari ketiga alternatif metoda di atas. Untuk itu beban lalu lintas yang digunakan disimulasi drai EAL sehingga trendlinenya terlihat. Tahapan-tahapan pengkajiannya adalah sebagai berikut : 1. Penentuan data kondisi perkerasan 2. Penentuan data volume lalu-lintas (LHR) 3. Penentuan data lendutan 4. Perhitungan jumah kumulatif beban lalu-lintas rencana (CESA) 5. Perhitungan tebal lapis tambah dengan tinjauan Faktor Keseragaman (FK) 6. Perhitungan tebal lapis tambah dengan simulasi beban lalu lintas 7. Menganalisa hasil perhitungan Rustam Miswandi : Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, USU Repository 2009

16 Gambar 1.2 Flowchart Penelitian Data Sembarang Volume Lalu - Lintas Kondisi Perkerasan Lendutan Tidak Analisa Lalu Lintas - Program RDS - Metoda Asphalt Institute - Metoda Pd T B Design Overlay dengan Simulasi CESA - Program RDS - Metoda Asphalt Institute - Metoda Pd T B Design Overlay dengan Variasi FK pada Metoda Pd T B Analisa dan Perbandingan Analisa dan Perbandingan Ya Analisa dan Perbandingan

17 1.5. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I Pendahuluan Berisikan gambaran umum kajian perhitungan tebal lapis tambah dari suatu perkerasan jalan lentur (flexible pavement) dengan menggunakan metoda analisa defleksi, permasalahan yang akan dibahas, maksud dan tujuan penulisan, metodologi pembahasan yang digunakan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Membahas tentang prosedur perencanaan perkerasan tebal lapis tambah (overlay) untuk perencanaan perkerasan jalan lentur (flexible pavement) yang didasarkan pada analisa defleksi (lendutan). Adapun prosedur yang dibahas, yaitu : - RDS (Road Design System) - Metoda Asphalt Institute MS-17 - Metoda Pd T B Selain metoda analisa defleksi, bab ini juga memberikan penjelasan metoda-metoda yang umum digunakan dalam perhitungan tebal lapis tambah seperti Metoda Analisa Komponen dan Analisa Mekanistik. BAB III Aplikasi Bab ini berisikan perhitungan perencanaan tebal lapis tambah (overlay) pada beberapa metoda yang telah dijelaskan dengan melakukan simulasi baik terhadap faktor keseragaman ataupun beban lalu lintas rencana.

18 BAB IV Analisa dan Diskusi Membahas perbedaan hasil perhitungan yang terdapat pada Bab III Aplikasi serta menganalisa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing prosedur perencanaan yang digunakan. BAB V Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan yang di dapat dari hasil kajian dan saran-saran yang semoga dapat bermanfaat bagi perencana konstruksi jalan.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. PENDAHULUAN Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan yang bekerja di atasnya, sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang diterima tanah tersebut. Jenis konstruksi ini dikenal sebagai perkerasan (pavement). 10 Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda kendaraan bermotor yang terjadi sampai sejumlah beberapa juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan permukaan dan lapisan dibawahnya. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisanlapisan pendukung tersebut kehilangan kekuatannya, pengulangan beban menyebabkan terjadinya gelombang dan retakan yang pada akhirnya mengakibatkan keruntuhan. Bilamana indeks daya layan jalan (present serviceability index) dari suatu perkerasan lentur mencapai tingkat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi (2,0), perkerasan dapat dibuat kembali (konstruksi ulang), di daur-ulang (recycling), atau dapat dilakukan penambahan lapis tambah (overlay) diatas perkerasan jalan yang sudah ada. 7 Metoda perencanaan tebal lapis tambah, baik untuk perkerasan lentur maupun perkerasan kaku telah mengalami banyak perkembangan. Pada awalnya metoda yang paling banyak digunakan adalah Metoda Empiris, yang mengacu kepada hasil full scala test yang dilaksanakan di Ottawa, Amerika Serikat pada awal tahun 60-an. 12 Beberapa metoda empiris untuk perencanaan tebal perkerasan antara lain : Metoda

20 AASHO 1972, Metoda Asphalt Institute 1970 dan Metoda Road Note 29 dan Road Note 31 serta metoda Analisa Komponen Pada tahun 70-an, mulai diperkenalkan metoda-metoda perencanaan tebal perkerasan yang mengacu pada kaidah-kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, disertai perhitungan secara eksak terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban sumbu kendaraan. Metoda yang dikembangkan ini secara umum dinamakan Metoda Analitis. 9 Metoda-metoda yang sebelumnya mengacu kepada metoda empiris, berupaya untuk mengembangkan metoda baru. Seperti metoda AASHO, dikembangkan menjadi Metoda AASHTO 1993 yang mengacu pada Metoda Empiris-Analitis. Selain itu, Metoda Asphalt Institute 1970 juga mengalami perubahan menjadi Metoda Asphalt Institute 1983 yang diperkenalkan sebagai Metoda Analitis- Mekanistik. Metoda perencanaan perkerasan, khususnya untuk perkerasan lentur baik metoda perencanaan tebal lapis tambah maupun metoda perencanaan perkerasan baru yang digunakan di Indonesia adalah Metoda Analisa Komponen. 8 Metoda perencanaan perkerasan ini dihitung berdasarkan metoda AASHTO setelah mengalami modifikasi sesuai kondisi alam dan karakteristik material di Indonesia. Perencanaan tebal lapis tambah yang juga digunakan di Indonesia adalah metoda analisa defleksi. Sesuai dengan perkembangan beban lalu lintas dan perkerasan yang ada, metoda ini juga berkembang antara lain RDS (Road Design System), yang dikembangkan oleh COD-BIPRAN pada tahun 1983 dan metoda Asphalt Institute MS-17, Selain itu, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan pada

21 tahun 2005 juga telah menyelesaikan Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, No : Pd T B. II.2. METODA ANALISA KOMPONEN Metoda ini berdasarkan pada pada Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen, SKBI ; UDC : (02) yang diperbaharui menjadi SNI No F, yang diterbitkan oleh Direktorat Yayasan Badan Penerbit PU, Departemen Pekerjaan Umum tahun Metoda Analisa Komponen mengacu pada Metoda AASHTO yang disesuaikan dengan kondisi alam dan karakteristik material di Indonesia. Prinsip dasar dari desain tebal lapis tambah pada struktur perkerasan lentur menurut Metoda Analisa Komponen adalah bahwa di akhir masa layannya struktur perkerasan perlu diperkuat dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu lintas tambahan yang diinginkan. Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP struktur perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan yang diberikan. Atau dengan kata lain tebal lapis tambah adalah selisih antara persyaratan tebal pelapisan yang baru dengan tebal lapisan yang sudah ada. Proses perencanaan tebal lapis tambah pada metoda ini terdiri dari dua langkah, yaitu : a. Menentukan nilai kondisi struktur perkerasan lama untuk mendapatkan nilai ITPsisa. b. Menghitung tebal lapis tambah berdasarkan nilai ITP tambahan yang diperlukan, yang dihitung sesuai dengan perkiraan beban lalu lintas yang akan datang setelah dikurangi dengan nilai ITPsisa.

22 ITP (Indek Tebal Perkerasan) didefenisikan sebagai angka yang berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan. Nilai ini memiliki terminologi yang sama dengan Structural Number (SN) pada Metoda AASHTO. Nilai ITPsisa struktur perkerasan lama dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Dimana : ITPsisa = a xd xk ) ( i i i a D K i = Koefisin kekuatan relatif = Tebal lapisan = Nilai kondisi lapisan = Nomor yang menunjukkan lapisan Nilai ITPsisa dapat bernilai nol yang artinya tidak memiliki sisa sama sekali. Pada kondisi ini penambahan lapis tambah tidak disarankan karena tebal lapis permukaan tambahan yang diberikan akan sangat tebal sehingga kurang ekonomis. Untuk itu jika tidak ada ITPsisa maka perencanaan ulang atau pembangunan konstruksi baru merupakan pilihan utama. Alternatif lain adalah dengan membagi jenis lapisan, sehingga cost yang dibutuhkan dapat diminimalkan. Pada situasi ini lapisan permukaan atas dapat menggunakan lapis permukaan yang umum digunakan sedangkan pada lapisan kedua menggunakan ATBL (Asphalt Treatment Base Layer). Sedangkan lapis tambah dihitung menggunakan rumus : Di = ITPperlu ITPsisa a i

23 ITPperlu dihitung berdasarkan beban lalu lintas untuk masa layan berikutnya. Perhitungan ITP ini sama dengan menghitung ITP untuk pembangunan perkerasan baru. Perhitungan ini juga mempertimbangkan kondisi tanah dasar, faktor regional, indeks perkerasan awal dan akhir, dan sebagainya untuk kondisi layan berikutnya. II.3. PROSEDUR DEFLEKSI Pada umumnya perancangan tebal lapis tambah (overlay) dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran lendutan yang terjadi pada permukaan perkerasan. Alat yang biasa digunakan di Indonesia adalah alat Benkelman Beam dan alat FWD (Failling Weight Deflectometer). Besarnya lendutan ini dibandingkan dengan suatu nilai lendutan yang dapat diterima untuk semua kondisi lalu lintas. Jika lendutan yang diukur melebihi harga yang ditetapkan, maka diperlukan lapis tambah. Tebal lapis tambah merupakan suatu fungsi dari sejumlah harga terukur yang melebihi harga yang telah ditentukan. Nilai lendutan perkerasan merupakan indikator kemampuan perkerasan untuk memikul beban lalu lintas. Adapun prosedur defleksi yang umum digunakan di Indonesia adalah : - RDS (Roadworks Design System) - Metoda Asphalt Institute MS-17 - Metoda Pd T B II.3.1. RDS ( Road Design System ) RDS (Road Design System) adalah suatu sistim perencanaan teknis jalan dengan menggunakan program komputer yang pada mulanya dikembangkan oleh

24 Central Design Office (COD)-BIPRAN pada tahun RDS merupakan alat bantu perencanaan perkerasan yang dibuat berdasarkan Metoda HRODI (Hot Rolled Overlay Design for Indonesia) yang merupakan perkembangan dari metoda ACODI (Asphaltic Concrete Overlay Design Indonesia). 2 Alat bantu ini digunakan untuk mengkoordinasi dan menelaah desain pekerjaan peningkatan jalan (betterment) dan pemeliharan jalan (maintenance). HRODI merupakan sebuah metoda praktis yang melibatkan kwalitas aspal beton dalam proses rancangan pelapisan. Metoda ini menjelaskan bahwa perubahan dari campuran aspal beton (AC) menjadi campuran aspal beton bergradasi senjang yang awet dengan kadar aspal yang tinggi dapat menghasilkan pelapisan yang lebih tipis dan ekonomis. HRODI didasarkan dengan asumsi-asumsi sederhana dan diperiksa dengan teori elastis multi layer dan hasilnya konservatif untuk banyak situasi di Indonesia. Pada dasarnya metoda HRODI tidak jauh berbeda dengan metoda ACODI, metoda ACODI menggunakan tipe campuran aspal beton (AC) sedangkan pada metoda HRODI digunakan tipe campuran Hot Rolled Sheet (HRS), yaitu tipe campuran aspal beton yang lebih flexsibel dan lebih tahan lama dengan kadar aspal yang lebih tinggi. Untuk mencegah terjadinya bleeding digunakan agregat bergradasi senjang sebagai ganti agregat bergradasi baik, dan stabilitasnya dikontrol dengan pemakaian kadar bahan pengisi yang tinggi (yang akan meningkatkan viscositas dari bahan pengikat) bukan dengan saling mengunci partikel-partikelnya. Tipe campuran HRS mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan aspal beton (AC) untuk dipakai sebagai pelapisan di Indonesia. Secara teknis, lapisan ini lebih cocok untuk iklim Indonesia yang panas serta basah karena tidak

25 begitu porous, lebih tahan lama, lebih flexibel dan lebih tahan terhadap fatigue. Secara praktis, HRS memiliki keuntungan karena sifat teknisnya lebih tidak sensitif dibandingkan dengan AC dalam hal variasi kwalitas produksi yang diakibatkan oleh macam-macam material atau ketidak tepatan penakaran. Kuantitas aspal yang diperlukan untuk membentuk kembali permukaan perkerasan ditentukan secara visual dengan Indeks Kondisi Jalan (RCI) atau dari Indeks Kekasaran Internasional (IRI) dari data Roughometer NAASRA. Nilai IRI di dapat dengan mengkonversikan dari data RCI. Besarnya nilai RCI dapat di lihat pada Tabel 2.1, hubungan antara RCI dan IRI dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tabel 2.1 Nilai Kekasaran Permukaan Perkerasan Secara Visual RCI Kondisi Awal Type Permukaan 8-10 Sangat rata dan halus Hotmix (AC dan HRS) yang baru dibuat / ditingkatkan dengan beberapa lapisan aspal 7-8 Sangat baik, rata Hotmix setelah dipakai beberapa tahun atau lapisan tipis hotmix diatas penetrasi Macadam 6-7 Baik Hotmix lama, NACAS / Lasbutag baru 5-6 Cukup, sedikit / tidak ada lubang, permukaan rata Penetrasi Macadam, NACAS baru atau Lasbutag berumur beberapa tahun 4-5 Jelek, kadang - kadang berlubang, tidak rata Penetrasi Macadam berumur 2 3 tahun, NACAS lama, jalan kerikil 3-4 Rusak, bergelombang, Penetrasi Macadam lama, NACAS lama, jalan banyak lubang kerikil tidak terawat 2-3 Rusak berat Semua tipe perkerasan yang sudah lama tidak terpelihara 1-2 Tidak dapat dilalui oleh jeep WD Sumber: manual RDS

26 Gambar 2.1 Hubungan antara RCI dan IRI Sumber: optomising pavement overlay design in Indonesia Seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, RDS juga dimodifikasi sesuai kebutuhan. Sejak 1983, telah dihasilkan banyak versi RDS yang mencakup berbagai standar desain dan definisi. Adapun perkembangan RDS adalah : Versi 1, RDS dibuat oleh CDO dengan mempergunakan program Aplikasi Symphony (1983) Versi 2, sesuai perkembangan teknologi perencanaan, RDS dimodifikasi oleh Sub Dit Perencanaan Teknis Jalan dan Wilayah (1994) Versi 3, berdasarkan perkembangan teknologi informatika, aplikasi RDS dirubah menjadi Microsoft Excel oleh Sub Dit Perencanaan Teknik Jalan dan Wilayah (1996). Versi 4, aplikasi RDS mempergunakan Visual Besic oleh N.D. Lea Internastional Ltd, in Association. (1997)

27 Versi 5.00, aplikasi RDS mempergunakan Microsoft Excel spesifikasi 2002 oleh Sub Dit Penyiapan Standar dan Pedoman (2003). Versi 5.01, aplikasi RDS mempergunakan Microsoft Excel spesifikasi 2003 oleh Sub Dit Penyiapan Standar dan Pedoman (2005). Perencanaan RDS terdiri dari suatu paket program yang terdiri dari beberapa sub-paket program, yaitu : RDSESA, yaitu sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu. RDSSORT, yaitu sub-paket program yang digunakan untuk menganalisa data lapangan sebelum digunakan dalam perencanaan. RDS DISAIN merupakan program utama, yaitu untuk perhitungan perencanaan teknis konstruksi jalan dengan menggunakan hasil dari analisa RDSESA, RDSSORT dan data tambahan lainnya. RDSBID, yaitu sub-paket program untuk mencetak Bis Schedule dan Engineering Estimate. SUMMARY, yaitu sub-paket program untuk membuat summary. Adapun langkah-langkah pengoperasian RDS dapat dilihat pada bagan alir pengoperasian RDS seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut :

28 Gambar 2.2 Bagan Alir Proses Pengoperasian RDS Versi 5.01 II Beban Lalu Lintas Data lalu lintas yang digunakan diambil dari hasil perhitungan lalu lintas pada ruas jalan yang akan dilakukan lapis tambah. Kalau data tersebut tidak bisa didapatkan, maka data LHR BIPRAN yang paling akhir harus digunakan, dan diproyeksikan ke saat ini dengan menggunakan tingkat pertumbuhan lalu lintas. Pembebanan gandar disain untuk masing-masing ruas jalan dalam bentuk jumlah Ekivalen Standar Gandar 8,2 ton (ESA). 3

29 Asumsi data lalu lintas dihitung dengan menggunakan sub-paket program RDS ESA. Pada RDS beban lalu lintas diklasifikasikan dalam 4 kategori, yaitu : - M + B + T = Mobil, bus dan truk - Heavy Bus = Bus besar - Medium Truck = Truk sedang - Heavy Truck & T/T = Truk berat dan Truk Tandem Dalam program ini juga dipertimbangkan Sensitivity, yaitu angka sensitivity terhadap perubahan tingkat pertumbuhan (Growth Rate Change) lalu lintas yang ada. Pada umumnya nilai sensitivity 1,0. II Lendutan Kehomogenan data hasil pengukuran lendutan digunakan sebagai dasar pembagian segmen jalan. Semakin pendek pembagian segmen tersebut maka penggunaan biaya akan semakin ekonomis. Akan tetapi pembagian segmen tersebut harus tetap berisi pengukuran lendutan yang statistik dari nilai yang mewakili. Biasanya, paling sedikit 10 titik data harus termasuk dalam setiap segmen, jika koefisien variasi dari pembacaan pengukuran ternyata tinggi maka diperlukan titik yang lebih banyak. Pedoman tentang perkiraan jumlah minimum titik yang diperlukan, diberikan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.2 Jumlah Minimum Titik Data Dalam Segmen Koefisien Variasi dari Jumlah Minimum Titik Data Pengukuran Perkerasan Data Dalam Segmen 20 % 5 40 % % % 40 Sumber: bipran designmonitoring and administration project

30 II Tebal Lapis Tambah Tebal lapis tambah merupakan tebal yang dibutuhkan untuk mengurangi lendutan yang terjadi selama umur rencana sampai batas yang dizinkan (t) ditambah tebal lapisan yang dibutuhkan untuk membentuk kembali permukaan perkerasan ke bentuk yang dikehendaki (T), sehingga tebal lapis tambah = t + T. Tebal lapisan yang dibutuhkan untuk mengurangi lendutan yang terjadi dapat dihitung dengan mengunakan rumus : t = 2,303logD 0,408(1 logl) 0,08 0,013logL dimana : D L = Lendutan balik segmen atau lendutan balik rencana (mm) = Total lalu lintas selama umur rencana (juta, equivalent 8,2 ton) Sedangkan tebal lapisan yang dibutuhkan untuk membentuk kembali permukaan perkerasan yang telah aus atau rusak dihitung dengan mempergunakan rumus dibawah ini. T = 0,001 (9 RCI) 4,5 + Pd. CAM / 4 + Tmin dimana : Pd = lebar perkerasan ( m ) CAM = Perubahan kemiringan melintang yang dibutuhkan untuk menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan ( 2 % ) Tmin = Tebal minimum berdasarkan ukuran agregat minimum yang dipergunakan. Ketebalan aspal dengan keawetan tinggi atau pelapisan komposit aspal/agregat base diperlukan untuk mengurangi lendutan perkerasan sampai tingkat

31 yang disyaratkan pada umur rencana. Penggunaan hubungan HRODI yang disederhanakan ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.3 Grafik Desain HRODI untuk Kadar Bitumen Efektif 6,8 % Sumber: optomising pavement overlay design in Indonesia II.3.2. METODA ASPHALT INSTITUTE MS-17 Metoda Asphalt Institute dikembangkan oleh Amerika Serikat melalui Federal Highway Administration (FHWA). 11 Badan ini menghitung analisa lalu lintas dengan menggunakan berat truk faktor sebagai dasar perhitungan dengan satuan EAL (Equivalent Axle Load), sedangkan desain ketebalannya menerapkan teori lapisan elastis pada desain perkerasan. Metoda ini jauh berbeda dari metoda AASHTO dan California karena ia lebih mengandalkan hukum-hukum mekanika untuk memperkirakan tegangan dan regangan kritis dari pada hubungan empiris antara kekuatan tanah dan kondisi lalu lintas pada tebal perkerasan. Adapun langkahlangkah perhitungannya dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini.

32 Metoda Asphalt Institute MS-17 Lalu Lintas Lendutan Faktor Umur Rencana (Growth Factor) Faktor Distribusi Beban Ekivalent Exle Load (EAL) Lendutan Rata-rata Standard Deviasi Lendutan Wakil Tebal Lapis Tambah Gambar 2.4 Bagan alir perhitungan Metoda Asphalt Institute MS-17 II Beban Lalu Lintas Perhitungan beban lalu lintas didasarkan pada berat truk faktor ekivalensi terhadap beban standar 8,2 ton (80 KN) single-axle load applications dengan satuan EAL (Equivalent Axle Load). EAL merupakan jumlah kendaraan pada setiap kelas berat dan dikalikan dengan faktor pembebanan yang sesuai. EAL dihitung dengan rumus : EAL = (jumlah kendaraan x truk faktor x faktor pertumbuhan) dengan, Truk faktor = (jumlah sumber x faktor ekivalensi muatan) jumlah kendaraan 13

33 Truk faktor untuk situasi umum di Amerika Serikat diberikan dalam Tabel 2.2, tetapi perubahan di dalam bobot yang diizinkan akan mengubah faktor ini. Langkah-langkah untuk menentukan EAL adalah sebagai berikut : 1. Tentukan jumlah rata-rata tiap kelas kendaraan desain jalan yang akan terjadi pada tahun pertama lalu lintas. 2. Dari Tabel 2.3, tentukan suatu truk faktor dari data gandar tiap kelas kendaraan seperti yang telah ditentukan pada langkah satu. 3. Dari Tabel 2.4, pilihlah sebuah faktor pertumbuhan untuk seluruh kendaraan atau faktor-faktor terpisah bagi masing-masing jenis kendaraan. 4. Kalikan jumlah kendaraan dari setiap kelas dengan truk faktor dan faktor pertumbuhan sesuai dengan langkah 2 dan Jumlahkan harga-harga dalam (4) untuk mendapatkan EAL rencana.

34 Tabel 2.3 Truk Faktor Untuk Kelas Jalan Yang Berbeda Luar Kota Perkotaan Semua Sistem Tipe Kendaraan Luar Kota Antar Negara Bagian Luar Kota Lainnya Luar Kota Seluruhnya Perkotaan Seluruhnya Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Truk Tunggal 2 Sumbu, 4 Roda 0,02 0,01 0,06 0,02 0,01 0,09 0,03 0,02 0,08 0,03 0,01 0,05 0,02 0,01 0,07 2 Sumbu, 6 Roda 0,19 0,13 0,30 0,21 0,14 0,34 0,20 0,14 0,31 0,26 0,18 0,42 0,21 0,15 0,32 3 Sumbu atau Lebih 0,56 0,09 1,55 0,73 0,31 1,57 0,67 0,23 1,53 1,03 0,52 1,99 0,73 0,29 1,59 Semua Truk Tunggal 0,07 0,02 0,16 0,07 0,02 0,17 0,07 0,03 0,16 0,09 0,04 0,21 0,07 0,02 0,17 Traktor Semi - Trailer 3 Sumbu 0,51 0,30 0,86 0,47 0,29 0,82 0,48 0,31 0,80 0,47 0,24 1,02 0,48 0,33 0,78 4 Sumbu 0,62 0,40 1,07 0,83 0,44 1,55 0,70 0,37 1,34 0,89 0,60 1,64 0,73 0,43 1,32 5 Sumbu atau Lebih 0,94 0,67 1,15 0,98 0,58 1,70 0,95 0,58 1,64 1,02 0,69 1,69 0,95 0,63 1,53 Semua Truk Gandeng 0,93 0,67 1,38 0,97 0,67 1,50 0,94 0,66 1,43 1,00 0,72 1,58 0,95 0,71 1,39 Semua Truk 0,49 0,34 0,77 0,31 0,20 0,52 0,42 0,29 0,67 0,30 0,15 0,59 0,40 0,27 0,63 Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983

35 Periode Rencana, n (tahun) Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan* Laju Pertumbuhan Tahunan, r (%) Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983 ( + ) *Faktor = r n 1 Rate, dimana r = dan bukan nol r 100 Jika Pertumbuhan Tahunan adalah nol, Faktor Pertumbuhan = Periode Rencana II Lendutan Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian Benkelman Beam (BB). Lendutan perkerasan di dapat dengan menetapkan korelasi antara beban roda, lendutan balik perkerasan dan repitisi (pengulangan) beban. Prosedur umum mengunakan lendutan perkerasan untuk evaluasi struktural adalah sebagai berikut : 1. Menentukan panjang perkerasan yang termasuk dalam evaluasi struktur. 2. Melakukan survey lendutan 3. Menghitung lendutan wakil (RRD) 4. Memperkirakan jumlah beban standar (EAL) 5. Menentukan tebal lapis tambah

36 Tebal lapis tambah yang dibutuhkan pada suatu perkerasan biasanya dipengaruhi oleh panjang jalan. Penentuan panjang jalan berdasarkan pada kondisi perkerasan, kekuatan tanah dasar, dan kondisi drainase. Pada umumnya panjang jalan dikelompokkan menjadi seksi-seksi jalan berdasarkan keseragaman data lendutan. Tebal lapis tambah yang dibutuhkan didasarkan menurut pembagian seksi dan dihitung secara terpisah untuk masing-masing seksi jalan. Pembagian seksi jalan merupakan salah satu cara untuk dapat mengurangi tebal lapis tambah yang dibutuhkan. Nilai lendutan yang digunakan dalam perhitungan adalah lendutan wakil/ Representative Rebound Deflection (RRD). Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan, digunakan rumus sebagai berikut : dimana : RRD = (x + 2 s) f c RRD = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan x = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan yang telah dikoreksi dengan faktor temperatur = d x f s f = deviasi standar (penyimpangan baku) = faktor koreksi temperatur (0,8 pada 95ºF ; 1,0 pada 70ºF ; 1,6 pada 40ºF). Defleksi aktual disesuaikan pada temperatur 70ºF c = faktor koreksi waktu kritis c = 1, jika test dilakukan pada musim semi c > 1, jika test dilakukan pada musim panas.

37 faktor 2s dalam persamaan di atas memberikan suatu lendutan desain yang lebih besar atau sama dengan 95 % dari seluruh pengukuran pada temperatur perkerasan 70ºF. Deviasi standar s, dihitung dengan menggunakan rumus : s = x 2 x n 1 x dimana : s x = standard deviasi = nilai tes individu, koreksi untuk temperatur x = nilai tes rata-rata x / n. n = jumlah nilai tes individu. Lendutan yang diperkenankan (lendutan rencana) merupakan fungsi dari lalu lintas (DTN, yaitu : muatan gandar tunggal harian 80 KN). Besarnya nilai DTN dapat ditentukan dengan cara membagi seluruh muatan gandar tunggal 80 KN yang diperkirakan dengan 365 x periode rencana (dalam tahun). Lendutan rencana diperlihatkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Grafik Defleksi Sedikit Dimodifikasi Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983

38 II Tebal Lapis Tambah Tebal lapisa tambah didasarkan dari data lendutan yang mewakili (RRD). Dimana nilai tebal lapis tambah didapat dengan menggunakan grafik hubungan antara RRD dan tebal lapis tambah (overlay thicknees). Prosedur menentukan tebal lapis tambah yang dibutuhkan adalah : 1. Menentukan lendutan wakil rencana (RRD) 2. Menetapkan EAL rencana 3. Menentukan tebal lapis tambah yang dibutuhkan dengan melihat hubungan antara RRD, EAL dan tebal lapis tambah pada Gambar 2.6 Gambar 2.6 menyajikan sebuah grafik desain (desain chart) yang dipakai untuk menentukan tebal lapis tambah. Dikembangkan dari teori lapisan, gambar ini menetapkan tebal lapis ulang, setelah diketahui lendutan rencana dan perkiraan lalu lintas. Gambar 2.6 Grafik Desain Untuk Menentukan Tebal Lapis Tambah Sumber: asphalt institute manual series no.17 (MS-17); edisi 1983

39 II.3.3. METODA Pd T B Pedoman perencanaan tebal lapis tambah metoda Pd T B dibuat oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi yang merupakan bekas Departemen Pemukiman dan prasarana wilayah. Pedoman ini menetapkan kaidah-kaidah dan tata cara perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur berdasarkan kekuatan struktrur perkerasan yang diilustrasikan dengan nilai lendutan. Perhitungan tebal lapis tambah yang diuraikan dalam pedoman ini hanya berlaku untuk konstruksi perkerasan lentur atau konstruksi perkerasan dengan lapis pondasi agregat dan lapis permukaan menggunakan bahan pengikat aspal. Pedoman ini dibuat karena pedoman perencanaan tebal lapis tambah dengan metoda lendutan yang menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) belum dibuat NSPM nya sedangkan Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983) dipandang perlu direvisi karena ada beberapa parameter yang perlu penyesuaian. Salah satu penyesuaian yang perlu dilakukan adalah pada grafik atau rumus tebal lapis tambah/overlay. Rumus atau grafik overlay yang terdapat dalam pedoman dan manual tersebut berbentuk asimtot dan lendutan setelah lapis tambah terbatas sebesar 0,5 mm. Hal ini tidak realistis terutama untuk perencanaan dengan cara mekanistik (teori elastis linier) yang mengatakan bahwa kebutuhan kekuatan struktur perkerasan yang dicerminkan dengan besaran lendutan sejalan dengan akumulasi beban lalu lintas rencana, maka makin banyak lalu lintas yang akan dilayani, lendutan rencana harus makin kecil. Upaya untuk memenuhi tuntutan tersebut perlu disusun pedoman perencanaan tebal lapis tambah dengan metoda lendutan yang disesuaikan dengan kondisi lalu lintas dan lingkungan di Indonesia. Sehingga metoda Pd T B

40 ini merupakan revisi Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983) dan selain berlaku untuk data lendutan yang diperoleh berdasarkan alat Benkelman Beam (BB) juga berlaku untuk data lendutan yang diperoleh dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Disamping mengacu pada Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983), pedoman ini mengacu juga pada Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat Benkelman Beam (SNI ) dan Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Analisa Komponen (SNI ). Penilaian kekuatan struktur perkerasan yang ada, didasarkan atas lendutan yang dihasilkan dari pengujian lendutan langsung dengan menggunakan alat Benkelman Beam (BB). Benkelman Beam (BB) merupakan suatu alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan langsung perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan. Hasil pengujian dapat digunakan dalam perencanaan pelapisan (overlay) perkerasan jalan. Metoda pengujian ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam yaitu mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan dengan cara mengatur pemberian beban roda yang diakibatkan oleh pengujian beban tertentu. Data yang diperoleh dari lapangan ini dapat digunakan untuk penilaian struktur perkerasan, perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan dan perencanaan teknik perkerasan atau lapis tambahan di atas perkerasan lama. Metode pengujian ini menguraikan dengan detail cara pengukuran lendutan balik, lendutan maksimum, mengukur temperatur, mengukur tebal dan jenis konstruksi permukaan.

41 Berbeda dengan prosedur RDS dan Metoda Asphalt Institute MS-17, metoda ini mempertimbangkan Faktor Keseragaman (FK) untuk menentukan pembagian segmen lendutan, seperti terlihat pada Gambar 2.7 berikut : Metoda Pd T B Lalu Lintas Lendutan Jumlah lajur dan koefisien kendaraan (C) Lendutan Balik Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Keseragaman Lendutan Faktor Umur Rencana (Growth Factor) Lendutan Wakil Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA) Tebal Lapis Tambah Gambar 2.7 Bagan alir perhitungan Metoda Pd T B II Volume Lalu Lintas Analisis lalu lintas yang digunakan mengacu pada AUSTROADS, Dimana beban lalu lintas dihitung berdasarkan ekivalensi terhadap muatan sumbu standar sebesar 80 KN dengan satuan CESA (Cummulative Equavalent Standard Axle). CESA merupakan akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur rencana, CESA ditentukan dengan Rumus:

42 CESA = dimana : MP Traktor Trailer m x 365 x E x C x N CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar m = jumlah masing-masing jenis kendaraan 365 = jumlah hari dalam satu tahun E = ekivalen beban sumbu (Tabel 2.7) C = koefisien distribusi kendaraan (Tabel2.6) N = faktor hubungan umur rencana dengan perkembangan lalu lintas (Tabel 2.8) Dari rumus diatas, perhitungan CESA dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu : Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Metoda ini mempertimbangkan koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat. Besarnya nilai C tergantung jumlah lajur rencana. Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.5 dan Koefisien distribusi kendaraan (C) ditentukan sesuai Tabel 2.6. Tabel 2.5 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) L < 4,50 m 4,50 m L < 8,00 m 8,00 m L < 11,25 m 11,25 m L < 15,00 m 15,00 m L < 18,75 m 18,75 m L < 22,50 m Jumlah Lajur Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B

43 Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Lajur Kendaraan ringan* Kendaraan berat** 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah ,00 0,60 0, ,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,20 1,00 0,70 0, ,00 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B Keterangan : *) Mobil Penumpang **) Truk dan Bus Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) merupakan angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu standar. Angka ekivalen masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menggunakan Tabel 2.7 atau menurut Rumus : Angka ekivalen (E) = beban ES ( ton) ( ton) sumbu 4 dimana : ES = Standar Ekivalen nilai ES = 5,40 untuk beban sumbu STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal) nilai ES = 8,16 untuk beban sumbu STRG (Sumbu Tunggal Roda Ganda) nilai ES = 13,76 untuk beban sumbu SDRG (Sumbu Dual Roda Ganda) nilai ES = 18,45 untuk beban sumbu STrRG (Sumbu Triple Roda Ganda)

44 Beban sumbu (ton) Tabel 2.7 Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) STRT STRG SDRG STrRG 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,38081 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B

45 Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan menurut Tabel 2.8 atau Rumus dibawah ini : n 1 n (1 + r) 1 N = 1/2 1 + (1 + r) + 2(1 + r) r n (tahun) r (%) Tabel 2.8 Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan Perkembangan Lalu Lintas (N) ,01 2,04 3,09 4,16 5,26 6,37 7,51 8,67 9,85 11, ,02 2,08 3,18 4,33 5,52 6,77 8,06 9,40 10,79 12,15 13,76 15,33 16,96 18,66 20,42 30,37 42,48 57,21 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B 1,03 2,10 3,23 4,42 5,66 6,97 8,35 9,79 11,30 12,89 14,56 16,32 18,16 20,09 22,12 33,89 48,92 68,10 1,03 2,12 3,28 4,51 5,81 7,18 8,65 10,19 11,84 13,58 15,42 17,38 19,45 21,65 23,97 37,89 56,51 81,43 1,04 2,16 3,38 4,69 6,10 7,63 9,28 11,06 12,99 15,07 17,31 19,74 22,36 25,18 28,24 47,59 76,03 117,81 1,05 2,21 3,48 4,87 6,41 8,10 9,96 12,01 14,26 16,73 19,46 22,45 25,75 29,37 33,36 60,14 103,26 172,72

46 II Lendutan Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) atau Benkelman Beam (BB). Pengukuran lendutan pada perkerasan yang mengalami kerusakan berat dan deformasi plastis disarankan dihindari. Apabila pada waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya. Karena pada kajian ini, penulis mengasumsikan data lendutan di dapat dari hasil pengujian alat Benkelman Beam maka pembahasan penulis difokuskan pada pengujian lendutan dengan alat tersebut. Gambar alat Benkelman Beam (BB) ditunjukkan pada Gambar B2 pada Lampiran B. Lendutan dengan Benkelman Beam (BB) Lendutan yang digunakan untuk perencanaan adalah lendutan balik. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim), koreksi temperatur dan faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah sesuai Rumus : dimana : d B = 2 X (d 3 d 1 ) x Ft x Ca x FKB-BB d B d 1 d 3 Ft = lendutan balik (mm) = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran (mm) = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35 C, didapat dari Tabel 2.9 atau pada Gambar 2.8 (Kurva A untuk H L < 10 cm dan Kurva B

47 untuk H L 10 cm) ataupun dengan menggunakan rumus : = 4,184 x T -0,4025 L untuk H L < 10 cm = 14,785 x T -0,7573 L untuk H L 10 cm T L = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu : T L = 1/3 (T p + T t + T b ) T p = temperatur permukaan lapis beraspal T t = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 2.10 T b = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 2.10 Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim) = 1,2 ; untuk pemeriksaan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah = 0,9 ; untuk pemeriksaan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi FK B-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB) = 77,343 x (Beban Uji dalam ton) (-2,0715) Gambar 2.8 Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B

48 T L (ºC) Tabel 2.9 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar Faktor Koreksi (F T ) Kurva A Kurva B (H L < 10 cm) (H L 10 cm) 1,25 1,53 1,21 1,42 1,16 1,13 1,09 1,06 1,04 1,01 0,99 0,97 0,95 0,93 0,91 1,33 1,25 1,19 1,13 1,07 1,02 0,98 0,94 0,90 0,87 0,84 T L (ºC) Faktor Koreksi (F T ) Kurva A Kurva A (H L < 10 cm) (H L 10 cm) 0,90 0,81 0,88 0,79 0,87 0,85 0,84 0,83 0,82 0,81 0,79 0,78 0,77 0,77 0,76 0,76 0,74 0,72 0,70 0,68 0,67 0,65 0,63 0,62 0,61 0,59 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B Catatan : Kurva A adalah faktor koreksi (F t ) untuk tebal lapis beraspal (H L ) kurang dari 10 cm Kurva A adalah faktor koreksi (F t ) untuk tebal lapis beraspal (H L ) minimum 10 Tabel 2.10 Temperatur tengah (T t ) dan bawah (T b ) lapis beraspal berdasarkan data temperatur udara (T u ) dan temperatur permukaan (T p ) T U + T P (ºC) Temperatur lapis beraspal (ºC) pada kedalaman 2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm

49 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B

50 Keseragaman Lendutan Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara menentukan panjang seksi jalan harus dipetimbangkan terhadap keseragaman lendutan. Secara sederhana pembagian seksi dapat dilakukan dengan menggambarkan grafik lendutan terhadap jarak kemudian menarik garis untuk pembagian seksi berdasarkan pengamatan visual. Dari grafik tersebut selanjutnya dihitung tingkat keseragaman lendutan. Pada metoda Pd T B tingkat keseragaman lendutan dalam satu ruas dinyatakan dalam Faktor keseragaman (FK) dimana nilainya merupakan hasil bagi antara deviasi standar dan nilai rata-rata. s FK = x100 % < FK d R ijin dimana: FK = faktor keseragaman FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan = 0 % - 10 %; keseragaman sangat baik = 11 % - 20 %; keseragaman baik = 21 % - 30 %; keseragaman cukup baik d R = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan n = s 1 ns d

51 s = deviasi standar/simpangan baku = n s n s 1 ns 2 d 1 n ( n 1) s s d 2 d n s = lendutan balik (d B ) atau lendutan langsung (d L ) dari setiap titik seksi jalan = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan. Lendutan Wakil Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan, digunakan rumus yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu: D wakil = d R + 2 s; untuk jalan arteri / tol (tingkat kepercayaan 98%) D wakil = d R + 1,64 s; untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95%) D wakil = d R + 1,28 s; untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90%) dimana : D wakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan d R s = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan = deviasi standar II Tebal Lapis Tambah Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Tebal lapis tambah yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar 35ºC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan ratarata tahunan untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan

52 faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar 2.9 atau Rumus: Fo (0,0194 x TPRT) = 0,5032 x EXP dimana : Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel A1 pada lampiran A) Gambar 2.9 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah/Overlay (Fo) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B Jenis Lapis Tambah Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilient (M R ) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilient (M R ) diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian 25ºC. Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston) dapat menggunakan faktor

53 koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL ) sesuai Gambar 2.10 dan Tabel 2.11 atau Rumus: -0,333 FK TBL = 12,51 x M R dimana : FK TBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuian M R = Modulus Resilient (MPa) Gambar 2.10 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FK TBL ) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B Tabel 2.11 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Penyesuaian (FK TBL ) Jenis Lapisan Modulus Resilien, M R (MPa) Stabilitas Marshall (kg) Fk TBL Laston Modifikasi 3000 min ,85 Laston 2000 min ,00 Lataston 1000 min ,23 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B

54 Perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur dapat menggunakan rumusrumus atau gambar yang telah dijelaskan sebelumnya. Tahapan perhitungan tebal lapis tambah adalah sebagai berikut : a. Hitung repitisi beban lalu-lintas rencana (CESA) dalam ESA b. Hitung lendutan hasil pengujian dengan alat FWD atau BB dan koreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim, Ca) dan faktor temperatur standar (Ft) serta faktor beban beban uji (FK B-FWD untuk pengujian dengan FWD dan FK B-BB untuk pengujian dengan BB bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton) c. Tentukan panjang seksi yang memiliki keseragaman (FK) yang sesuai dengan tingkat keseragaman yang diinginkan d. Hitung lendutan wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi jalan yang tergantung dari kelas jalan e. Hitung lendutan rencana/ijin (Drencana) untuk lendutan dengan alat FWD atau untuk lendutan dengan alat BB Drencana = 17,004 x CESA (0,2307) Drencana = 22,208 x CESA (0,2307) dimana : Drencana CESA = lendutan rencana (mm) = akumulasi ekivalen beban sumbu standar (ESA) atau dengan memplot data lalu lintas rencana (CESA) pada Gambar 2.11 Kurva C untuk lendutan dengan alat FWD dan Kurva D untuk lendutan balik dengan alat BB

55 f. Hitung tebal lapis tambah/overlay (Ho) dengan memplot pada Gambar 2.12 atau menggunakan Rumus: Ho = [ ln( 1,0364) + ln( Dsblov) ln( Dstlov) ] 0,0597 dimana : Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm) D sbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/dwakil (mm) D stl ov = lendutan setelah lapis tambah/drencana (mm) g. Hitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan mengkalikan Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai Rumus: Ht = Ho x Fo dimana : Ht = tebal lapis tambah /overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm) Ho = tebal lapis tambah/overlay Laston sebelum dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm) Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay h. Bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FK TBL ).

56 Gambar 2.11 Hubungan Antara Lendutan Rencana dan Lalu Lintas Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B Gambar 2.12 Tebal lapis tambah/overlay (Ho) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pd. T B II.4.3. Pendekatan Mekanistik Prinsip utama dari Metoda Analitis Mekanistik pada perkerasan lentur adalah mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multi-layer (elastic) structure. 5 Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan

57 regangan (strain) pada struktur tersebut. Lokasi tempat bekerjanya tegangan/regangan maksimum dan karakteristik material perkerasan merupakan kriteria perancangan tebal struktur perkerasan. Pada Metoda ini prinsip pengukuran lendutan masih tetap digunakan, tetapi dilakukan pada beberapa titik secara bersamaan. Alat untuk mengukurnya dinamakan Falling Weight Deflectometer (FWD), yang bekerja dengan prinsip beban tumbukan (impuls) yang dijatuhkan diatas permukaan perkerasan dan reaksi baliknya ditangkap oleh 7 (tujuh) buah deflektor yang terpasang dengan jarak tertentu. 9 Selain itu, karakteristik dari setiap lapis perkerasan tidak lagi dinyatakan oleh layer Coefficient melainkan oleh suatu besaran intrinsik material yang dinamakan Stiffness Modulus atau Dynamic Modulus untuk lapis beraspal dan Resilient Modulus untuk lapis agregat maupun lapis tanah dasar. Besarnya nilai lendutan akibat beban yang bekerja pada struktur perkerasan existing akan di iterasi sehingga akan diperoleh nilai-nilai modulus yang mewakili struktur perkerasan tersebut. Pada umumnya nilai-nilai ini akan lebih rendah dari nilai awalnya, sehingga tegangan/regangan yang terjadi akibat beban akan melibihi nilai batasnya. Oleh karena itu diperlukan lapis tambah yang dapat menurunkan nilai-nilai tegangan/regangan tersebut, agar tetap memenuhi persyaratan nilai batas. Beberapa contoh metoda perencanaan tebal overlay yang mengacu kepada metoda Analisis-Mekanistik dan ditampilkan dalam bentuk chart atau nomogram, antara lain metoda NAASRA-Auatralia dan metoda Nottingham. Sedangkan metoda ini yang ditampilkan dalam bentuk software atau program komputer antara lain: program CIRCLY, program DAMA, program ELMOD, program MODCALC, dan program BACKCALC. 9

58 BAB III APLIKASI III.I. DATA KONDISI PERKERASAN Data kondisi perkerasan yang dibutuhkan meliputi : - Lebar perkerasan jalan = 6 meter - jumlah lajur = 2 lajur dan 2 arah - Kemiringan (Camber) = 0,5 % - Jenis perkerasan yang ada = Aspal Beton (AC) III.2. DATA VOLUME LALU-LINTAS Data lalu lintas yang digunakan merupakan asumsi data survey selama 5 hari pada ruas JALINTIM (Jalan Lintas Timur) Sumatera segmen Palembang - Jambi. Sedangkan jenis kendaraan yang digunakan merupakan jenis kendaraan faktual yang beroperasi pada ruas jalan tersebut. Berikut ini diperlihatkan data lalu-lintas seperti ditunjukkan Tabel 3.1.

59 Tabel 3.1 Data Lalu-lintas No Tipe Berat Sumbu Rata-rata Arah Arah Arah Arah Arah LHR Kendaraan (Ton) (Hari Ke-1) (Hari Ke-2) (Hari Ke-3) (Hari Ke-4) (Hari Ke-5) Depan Tengah Belakang X Y X Y X Y X Y X Y 1 Truck 2 as 6,966-12, Truck 3 as 6,949-21, Trailer 4 as 7,486 10,670 22, Trailer 5 as 6,914 10,904 31, Trailer 6 as 7,088 19,853 28,

60 III.3. DATA LENDUTAN Kondisi struktural jalan diasumsikan dari survey alat BB (Benkelman Beam) untuk pengukuran lendutan tiap 100 m, seperti terlihat pada Tabel 3.2. STATION LENDUTA N (MM) Tabel 3.2 Data Lendutan STATION LENDUTAN (MM) STATION LENDUTAN (MM) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,7

61 III.4. PERHITUNGAN VOLUME LALU-LINTAS Perhitungan volume lalu lintas dilakukan untuk mengetahui beban yang harus didukung oleh struktur perkerasan selama umur layan jalan. Asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah pertumbuhan lalu lintas 5%, serta umur rencana 5 tahun dan 10 tahun. Diketahui : r = 5 % n 1 n 2 = 5 tahun = 10 tahun LHR = Tabel 3.1 III.4.1. Roadwork Desain System (RDS) Pada RDS jumlah beban sumbu standar dihitung dengan RDS ESA, yaitu sub-paket program untuk perhitungan beban lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu umur rencana tertentu. Adapun input dan output perhitungannya adalah :

62 Input Bina Marga Road Design System Traffic Analysis Link Number... : 3,0010 Project Name : Lapis Tambah Terrain type, (F or M)... : F (Flat or Mountainous) Link Classification (A,K or L)... : A (Arteri, Kolektor or Lokal) Data Source... : FIELD SURVEY Programme... : Tugas Akhir Rustam Miswandi TRAFFIC INPUT DATA Year of traffic count : 2008 Year of first traffic : 2009 Design life : 10 2-WAY Ave ADT M+B+T : 0 Heavy Bus : 0 Medium Truck : 780 Heavy Truck & T/T : 182 Growth Rates (%) M+B+T : 5 Heavy Bus : 5 Medium Truck : 5 Heavy Truck & T/T : 5 ADT Graph Sesitivity (Growth rate change) : 1,2

63 Output TUGAS AKHIR RUSTAM MISWANDI TRAFFIC ANALYSIS LINK NUMBER... : 3,0010 NAME... : Lapis Tambah PROVINCE... : Sumut ROAD CLASS... : Flat Arterial DATA SOURCE... : FIELD SURVEY TRAFFIC INPUT DATA Year of traffic count (T0) : 2008 Year of first traffic (T1) : 2009 Design Life (TL) : 10 2-WAY Ave ADT M+B+T 0 Heavy Bus 0 Medium Truck 780 Heavy Truck & T/T 182 GROWTH RATES (%) M+B+T 5,0 Heavy Bus 5,0 Medium Truck 5,0 Heavy Truck & T/T 5,0 AVERAGE VEHICLE DAMAGE FACTORS (VDF) (avg VDF) Heavy Bus 0,81 Medium Truck 2,20 Heavy Truck & T/T 3,62 OUTPUT DATA DESIGN LIFE (YEARS) ESAX , , , ,72 Midlife 2 way ADT

64 III.4.2. Metoda Asphalt Institute MS-17 EAL = (jumlah kendaraan x truk faktor x faktor pertumbuhan) Jumlah kendaraan Truck 2 as = 780 Truck 3 as = 164 Trailer 4 as = 6 Trailer 5 as = 5 Trailer 6 as = 6 Truck faktor Truck 2 as = 0,42 (Tabel 2.3) Truck 3 as = 1,99 (Tabel 2.3) Trailer 4 as = 1,64 (Tabel 2.3) Trailer 5 as = 1,69 (Tabel 2.3) Trailer 6 as = 1,69 (Tabel 2.3) Faktor pertumbuhan Untuk r = 5 % dan n = 5 tahun, maka N = 5,53 (Tabel 2.4) Untuk r = 5 % dan n = 10 tahun, maka N = 12,58 (Tabel 2.4)

65 Umur Rencana 5 Tahun Jenis kendaraan Jumlah Kendaraan Truk Faktor Faktor Pertumbuhan EAL x 2 x 3 Truck 2 as ,42 5, Truck 2 as ,99 5, Trailer 4 as ,64 5, Trailer 5 as ,69 5, Trailer 6 as ,69 5, EAL Total Jumlah Kendaraan berdasarkan AADT = LHR x 365 Umur Rencana 10 Tahun Jenis kendaraan Jumlah Kendaraan Truk Faktor Faktor Pertumbuhan EAL x 2 x 3 Truck 2 as ,42 12, Truck 2 as ,99 12, Trailer 4 as ,64 12, Trailer 5 as ,69 12, Trailer 6 as ,69 12, EAL Total Jumlah Kendaraan berdasarkan AADT = LHR x 365

66 III.4.3. Metoda Pd T B CESA = MP Traktor Trailer m x 365 x E x C x N m = Jumlah masing-masing jenis kendaraan Truck 2 as = 780 Truck 3 as = 164 Trailer 4 as = 6 Trailer 5 as = 5 Trailer 6 as = = Jumlah hari dalam satu tahun E = Ekivalen beban sumbu Truck 2 as = 4 6,966 5, , ,16 = 7,51 Truck 3 as = 4 6,949 5, , ,76 = 8,97 Trailer 4 as = 4 7,486 5, , , , ,76 = 14,09

67 6,914 Trailer 5 as = 5,40 Trailer 6 as = = 14, , ,16 4 7,088 5,40 = 13, , , , , , ,45 C = koefisien distribusi kendaraan = 0,5 (Tabel 2.6) N = faktor hubungan umur rencana dengan perkembangan lalu lintas Untuk r = 5 % dan n = 5 tahun, maka N = 5,66 (Tabel 2.8) Untuk r = 5 % dan n = 10 tahun, maka N = 12,89 (Tabel 2.8 ) Umur Rencana 5 Tahun Jenis kendaraan m Jumlah hari (1 tahun) E C N EAL x 2 x 3 x 4 x 5 Truck 2 as ,51 0,5 5, Truck 2 as ,97 0,5 5, Trailer 4 as ,09 0,5 5, Trailer 5 as ,66 0,5 5, Trailer 6 as ,15 0,5 5, EAL Total

68 Umur Rencana 10 Tahun Jenis kendaraan m Jumlah hari (1 tahun) E C N EAL x 2 x 3 x 4 x 5 Truck 2 as ,51 0,5 12, Truck 2 as ,97 0,5 12, Trailer 4 as ,09 0,5 12, Trailer 5 as ,66 0,5 12, Trailer 6 as ,15 0,5 12, EAL Total III.5 DESAIN LENDUTAN Untuk menentukan desain lendutan, pertama-tama harus dilakukan pembagian seksi berdasarkan keseragaman data lendutan. Secara sederhana pembagian seksi dapat dilakukan dengan mengambarkan grafik lendutan terhadap jarak kemudian menarik garis untuk pembagian seksi berdasarkan pengamatan visual, seperti terlihat pada Gambar 3.2 Dalam perhitungan ini jumlah lalu lintas rencana (CESA) diasumsikan sebesar = dan Temperatur Perkerasan Rata - Rata Tahunan ( TPRT ) untuk kota Medan = 35ºC (lihat Lampiran A).

69 Seksi I Seksi II Gambar 3.1 Data Lendutan Sebelum Penyesuaian FK & Pembagian Seksi

70 III.5.1. Metoda Pd T B SEKSI I Station 0,00 5,70 NO STATION LENDUTAN (MM) NO STATION LENDUTAN (MM) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,1 = 53,80

71 Lendutan rata-rata (d R ) d = s 1 d s d 53,80 = 58 = 0,928 mm Deviasi Standar (s) = = = n ( s n s d 2 n ( n ) ( s 1 1 s s n 1) d) 58(64,34) (53,80) 58(58 1) 3731, , = 0,503 Tingkat Keseragaman (FK) = s d R 100% = 0, % 0,928 = 54 %

72 Dwakil (D sbl ov ) = d R + 1,64 s = 0, ,64 x 0,503 = 1,752 mm Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,570 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,752) Ln( 0,570) ] = 19,408 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 19,408 x 1,00 = 19,408 cm

73 SEKSI II Station 5,80 8,00 NO STATION LENDUTAN NO STATION LENDUTAN (MM) (MM) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,8 = 26,50 Lendutan rata-rata (d R ) d = s d 1 s d 26,50 = 23 = 1,152 mm

74 Deviasi Standar (s) = = = n ( s n s 2 d ) ( 1 1 n ( n s s n s 1) d) 23(35,91) (26,50) 23(23 1) 825,93 702, = 0,494 Tingkat Keseragaman (FK) = s d R 100% 0,494 = 100% 1,152 = 43 % Dwakil (D sbl ov ) = d R + 1,64 s = 1, ,64 x 0,494 = 1,962 mm

75 Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,570 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,962) Ln( 0,570) ] = 21,304 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 21,304 x 1,00 = 21,304 cm

76 Seksi I Seksi II Gambar 3.2 Data Lendutan Setelah Penyesuaian FK & Pembagian Seksi

77 SEKSI I No Station 0,0 5,7 Station Lendutan Awal (mm) Lendutan Akhir (mm) ,0 1, ,7 0, ,0 1, ,1 1,1 * Station yang mengalami perbaikan nilai lendutan = 45,10 No Station Lendutan Awal (mm) Lendutan Akhir (mm) ,9 0, ,1 1, ,7 0, ,3 0,9* ,6 0, ,6 0, ,5 0, ,7 0, ,4 0, ,6 0, ,7 0, ,5 0, ,7 0,7* ,0 1, ,6 0, ,5 0, ,4 0, ,4 0, ,5 0, ,0 1, ,6 0, ,1 1, ,9 0, ,1 1, ,1 1, ,7 0, ,8 0, ,5 0, ,2 1, ,9 0, ,0 1, ,4 0,8* ,7 0, ,3 0,8* ,4 0, ,8 0,8* ,9 0, ,9 0, ,7 0, ,6 0, ,4 0,8* ,0 1, ,6 0,9* ,3 0,9* ,1 1, ,6 0, ,4 0, ,4 0,9* ,8 0, ,0 1, ,9 0, ,7 0, ,6 0, ,9 0,9

78 Lendutan rata-rata (d R ) d = s d 1 s d 45,10 = 58 = 0,778 mm Deviasi Standar (s) = = n ( s n s d 2 n ( n ) ( s 1 1 s s n 1) d) 58(37,79) (45,10) 58(58 1) 2 2 = 2191, = 0,218 Tingkat Keseragaman (FK) = s d R 100% = 0, % 0,767 = 28 %

79 Dwakil (D sbl ov ) = d R + 1,64 s = 0, ,64 x 0,218 = 1,135 mm Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,570 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 0,570) ] = 12,136 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 12,136 x 1,00 = 12,136 cm

80 SEKSI II Station 5,80 8,00 Lendutan Lendutan Lendutan Lendutan No Station Awal Akhir No Station Awal Akhir (mm) (mm) (mm) (mm) ,5 0, ,0 0,9* ,9 0, ,1 1, ,7 0, ,8 0, ,0 1, ,0 1, ,9 0, ,7 0, ,8 0,9* ,2 1, ,1 0,9* ,6 0,9* ,9 0,9* ,1 1, ,9 0, ,8 0, ,8 0, ,6 0, ,6 0,9* ,7 0, ,8 0,9* * Station yang mengalami perbaikan lendutan = 20 Lendutan rata-rata (d R ) d = s d 1 s 20 = 23 d = 0,870

81 Deviasi Standar (s) = = = n ( s n s 2 d ) ( 1 1 n ( n s s n s 1) d) 23(17,96) (20) 23(23 1) 413, = 0,161 Tingkat Keseragaman (FK) = s d R 100% = 0, % 0,870 = 18 % Dwakil (D sbl ov ) = d R + 1,64 s = 0, ,64 x 0,161 = 1,134 Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,570 mm

82 Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,134) Ln( 0,570) ] = 12,121 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,0 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 12,121 x 1,01 = 12,121 cm II.6. PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH Perhitungan tebal lapis tambah dilakukan dengan menggunakan nilai lendutan wakil yang sama untuk ketiga metoda yang digunakan. Nilai lendutan wakil yang digunakan adalah = 1,135 mm, yag diambil dari perhitungn desain lendutan pada Seksi I setelah dilakukan penyesuaian Faktor Keseragaman (FK) Untuk melihat hubungan antara beban lalu lintas (CESA) dan tebal lapis tambah, nilai beban lalu lintas disimulasikan dari sekitar hingga sehingga trendline-nya terlihat.

83 III.6.1. RDS (Roadwork Desain System) EAL =

84

85 EAL =

86

87 EAL =

88

89 EAL =

90

91 EAL =

92

93 EAL =

94

95 EAL =

96

97 III.6.2. Metoda Asphalt Institute MS-17 Untuk menentukan tebal lapis tambah yang dibutuhkan dengan melihat hubungan antara RRD, EAL dan tebal lapis tambah pada Gambar 2.6. RRD = Representative Rebound Deflection / Lendutan Wakil EAL = Equavalent Axle Load / Jumlah Beban Standar RRD = 1,135 mm = 0,045 in EAL = Tebal lapis tambah = 2,5 cm

98 EAL = Tebal lapis tambah = 5,0 cm EAL = Tebal lapis tambah = 7,0 cm

99 EAL = Tebal lapis tambah = 11,0 cm EAL = Tebal lapis tambah = 13,0 cm

100 EAL = Tebal lapis tambah = 16,5 cm EAL = Tebal lapis tambah = 21,0 cm

101 III.6.3 Metoda Pd T B Pada perhitungan ini, nilai tebal lapis tambah sebelum dikoreksi (Ho) dan nilai tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) didapat dengan menggunakan rumus: Ho = [ ln( 1,0364) + ln( Dsblov) ln( Dstlov) ] 0,0597 Ht = Ho x Fo dimana : Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm) D sbl ov = lendutan sebelum lapis tambah/dwakil (mm) D stl ov = lendutan setelah lapis tambah/drencana (mm) Ht = tebal lapis tambah /overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu (cm) Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay Dwakil = 1,039 mm

102 CESA = Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 1,076 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 1,076) ] = 0,090 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 0,090 x 1,00 = 0,090 cm 0 cm

103 CESA = Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,917 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 0,917) ] = 4,171 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 4,171 x 1,00 = 4,171 cm 4,0 cm

104 CESA = Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,781 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 0,781) ] = 6,860 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 6,860 x 1,00 = 6,680 cm 6,5 cm

105 CESA = Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,632 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 0,632) ] = 10,406 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 10,406 x 1,00 = 10,406 cm 10,5 cm

106 CESA = Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,539 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 0,539) ] = 13,072 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 13,072 x 1,00 = 13,072 cm 13,0 cm

107 CESA = Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,459 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 0,459) ] = 15,764 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 15,764 x 1,00 = 15,764 cm 16,0 cm

108 CESA = Drencana (D stl ov ) = 22,208 x CESA (-0,2307) = 22,208 x (-0,2307) = 0,372 mm Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur (Ho) = = [ Ln(,0364) + Ln( D ) Ln( D )] 1 wakil rencana 0,0597 [ Ln( 1,0364) + Ln( 1,135) Ln( 0,372) ] = 19,284 cm 0,0597 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah (Fo) = 1,00 (Gambar 2.9) Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur (Ht) = Ho x Fo = 19,284 x 1,00 = 19,284 cm 19,0 cm

109 BAB IV ANALISA DAN DISKUSI IV.I. ANALISA LALU LINTAS Walaupun ketiga prosedur perhitungan tebal lapis tambah ini menggunakan beban standar yang sama sebesar 8,2 ton, akan tetapi dari hasil perhitungan ada perbedaan jumlah kumulatif beban lalu lintas (CESA) yang cukup signifikan, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1. Metoda Pd T B memberikan hasil yang paling besar dan Metoda MS-17 memberikan hasil yang terendah. Perbedaan antara Metoda Pd T B dan Metoda MS-17 adalah sekitar 82% sedangkan perbedaan antara RDS dan Metoda MS-17 sekitar 45% baik untuk umur rencana 5 tahun maupun 10 tahun. Gambar 4.1 Lalu Lintas Rencana

110 Perbedaan nilai Vehicle Damage Factor (VDF) merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi jumlah kumulatif beban lalu lintas rencana. Pada Metoda Pd T B, VDF dipengaruhi oleh peningkatan kapasitas beban kendaraan. Hal ini dipengaruhi oleh pertimbangan beban berlebih atau excessive overloading pada kendaraan-kendaraan yang umum terjadi di negara-negara berkembang (dunia ketiga) seperti Indonesia. Sedangkan RDS dan Metoda Asphalt Institute tidak memasukkan kriteria overloading pada perhitungan beban lalu lintas rencana. Untuk mengantisipasi beban berat kendaraan yang meningkat, ke-2 prosedur ini mempertimbangkan Heavy loads, sehingga perencanaan sangat berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Perbandingan nilai truk faktor dari ketiga prosedur yang digunakan dapat dilihat pada table 4.1 dibawh ini. Tabel 4.1 Nilai VDF Pada Masing-masing Metoda Jenis Kendaraan Berat Total (Ton) Vehicle Damage Factor (VDF) RDS Asphalt Institute MS-17 Pd-T B Truck 2 as 19,006 2,20 0,42 7,51 Truck 3 as 28,682 3,62 1,99 8,97 Trailer 4 as 40,910 3,62 1,64 14,09 Trailer 5 as 49,583 3,62 1,69 14,66 Trailer 6 as 55,627 3,62 1,69 13,15 Besarnya nilai truk faktor juga dipengaruhi oleh klasifikasi kendaraan pada metoda yang bersangkutan, walaupun klasifikasi kendaraan tersebut tidak

111 memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Tabel 4.2 berikut ini memperlihatkan klasifikasi kendaraan pada ketiga prosedur yang digunakan. Tabel 4.2 Klasifikasi Kendaraan Masing-masing Metoda RDS Pd-T-2005-B Asphalt Institute M+B+T Tergantung beban sumbu Truk Tunggal Bus Berat (ton) dan jenis sumbu - 2 Sumbu, 4 Roda Truk Sedang kendaraan. Jenis sumbu - 2 Sumbu, 6 Roda Truk Berat kendaraan terbagi 4, yaitu: - STRT - 3 Sumbu atau lebih - STRG - SDRG - STrRG Traktor Semi Trailer - 3 Sumbu - 4 Sumbu - 5 Sumbu atau lebih IV.2. ANALISA KESERAGAMAN LENDUTAN (FK) Kehomogenan data lendutan merupakan salah satu yang disyaratkan dari ketiga prosedur yang digunakan. Walaupun demikian, Metoda Pd T B memberikan batas yang lebih jelas dari prosedur lainnya karena metoda ini mempertimbangkan Faktor Keseragaman (FK). Sedangkan pada program RDS kehomogenan data lendutan di dapat dengan memperkecil jumlah titik dalam setiap segmen, dimana jumlah titik tersebut diusahakan seminimal mungkin tetapi masih dalam batas defenisi statistik dari nilai yang mewakili, yaitu N>9. Sedangkan Metoda Asphalt Institute tidak menjelaskan masalah ini.

112 Pada Tabel 4.3 dibawah ini (hasil perhitungan pada Metoda Pd T B) terlihat bahwa tingkat keseragaman masih lebih besar dari 30 % (>Fkijin), hal ini kemungkinan karena pada titik-titik tertentu nilai lendutan melonjak tinggi akibat adanya kerusakan setempat, untuk itu data-data yang melonjak itu dikeluarkan dari perhitungan. Dilapangan lokasi dimana data melonjak harus mendapat perhatian khusus dengan melakukan perbaikan setempat sebelum melakukan pelapisan tambah. Setelah dilakukan perhitungan dengan variasi nilai Faktor Keseragaman (FK), dimana nilai FK diturunkan pada batas yang telah ditentukan (FK 30 %) terlihat bahwa tebal lapis tambah juga mengalami penurunan, seperti terlihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Besar dari Fkijin (FK>30%) PARAMETER SEKSI I SEKSI II Lendutan rata-rata (mm) 0,928 1,152 Deviasi Standar 0,503 0,494 Tingkat Keseragaman (%) Dwakil (mm) 1,752 1,962 CESA (ESA) Drencana (mm) 0,570 0,570 Ho (cm) 19,408 21,304 Fo 1,00 1,00 Ht (cm) 19,408 21,304

113 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Kecil dari Fkijin (FK<30%) PARAMETER SEKSI I SEKSI II Lendutan rata-rata (mm) 0,778 0,870 Deviasi Standar 0,218 0,161 Tingkat Keseragaman (%) Dwakil (mm) 1,135 1,134 CESA (ESA) Drencana (mm) 0,570 0,570 Ho (cm) 12,136 12,121 Fo 1,00 1,00 Ht (cm) 12,136 12,121 Seksi I Seksi II Gambar 4.2 Hubungan Tebal lapis Tambah dan Faktor Keseragaman

114 Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pengaruh faktor keseragaman sangat besar terhadap hasil perhitungan tebal lapis tambah. Pada seksi I tebal lapis tambah bervariasi antara 12,136-1,408 cm untuk variasi FK 28% - 54% sedangkan pada seksi II tebal lapis tambah bervariasi antara 12,121 21,304 cm untuk variasi FK 18% - 43%. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan seksi yang seragam untuk desain perkerasan sangat berpengaruh terhadap perhitungan tebal lapis tambah. Walaupun demikian, faktor keseragaman tidak dapat menjelaskan kondisi perkerasan yang mengalami kerusakan kritis sepanjang ruas jalan. Pada suatu kondisi tertentu, data lendutan perkerasan bisa jadi memiliki tingkat keseragaman yang cukup baik tetapi dengan nilai lendutan yang cukup besar dan merata sepanjang jalan tersebut. Kondisi kerusakan seperti ini dapat diketahui dengan cepat pada RDS dengan adanya koreksi terhadap kekasaran perkerasan (IRI). Pada prosedur RDS, konstruksi lapis tambah juga mempertimbangkan prinsip multy layers dengan menggunakan jenis lapisan yang berbeda untuk setiap lapisnya sehingga cost yang dibutuhkan dapat diminimalkan. Pertimbangan seperti ini juga dapat digunakan pada Metoda Pd T B, dimana lapisan permukaan atas dapat menggunakan lapis permukaan yang umum digunakan sedangkan pada lapisan kedua menggunakan ATBL (Asphalt Treatment Base Layer). Apabila perkerasan yang ada sudah tidak dimungkinkan lagi untuk pelapisan tambah, baik karena kondisi perkerasan lama yang telah kritis ataupun pertimbangan cost yang mendekati atau lebih besar dari konstruksi baru maka perencanaan ulang atau pembangunan konstruksi baru merupakan alternatif terakhir yang harus dipilih.

115 IV.3. ANALISA TEBAL LAPIS TAMBAH Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Tebal Lapis Tambah (cm) dengan Metoda CESA RDS MS 17 Pd T B Desain Lendutan 1,135 mm 1,135 mm 1,135 mm ,5 2, ,5 5, ,5 7,0 6, ,5 11,0 10, ,0 13, ,5 16, Gambar 4.3 Hubungan Tebal Lapis Tambah dan Beban Lalu Lintas untuk D = 1,039 mm

116 Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa tebal lapis tambah dengan menggunakan RDS nilainya cenderung lebih lebih kecil dibandingkan dengan metoda MS-17 atau Pd T B. Walaupun pada CESA dan nilainya lebih besar karena pada RDS untuk penanganan peningkatan berlaku syarat tebal minimum. Sedangkan Metoda Pd T B menunjukkan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan MS-17 karena pada metoda ini koreksi tebal perkerasan dilakukan lebih komprehensif, yaitu meliputi koreksi terhadap temperatur, faktor musim dan jenis material. Sedangkan pada MS-17 koreksi hanya dilakukan terhadap temperatur dan faktor musim.

117 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian tentang metoda perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Perhitungan beban kumulatif lalu lintas (CESA) dengan menggunakan Pd T B, RDS dan MS-17 memberikan perbedaan sekitar 82% dan 45% untuk spektrum beban seperti pada Tabel 3.1 dengan asumsi pertumbuhan lalu lintas 5%. Hal ini karena Pd T B memasukkan kriteria overloading pada perhitungan nilai VDF. Sedangkan RDS dan MS-17 hanya mempertimbangkan heavy loads. 2. Variasi Faktor Keseragaman (FK) 28% 54% memberikan perbedaan tebal lapis tambah antara 12,136 19,408 cm pada seksi I dan variasi FK antara 23% - 43% memberikan variasi tebal lapis tambah antara 12,121-21,304 cm pada seksi II. Hal ini menunjukkan bahwa FK mempunyai pengaruh yang signifikan pada perhitungan tebal lapis tambah. 3. Perhitungan overlay dengan menggunakan RDS nilainya cenderung lebih lebih kecil dibandingkan dengan metoda Pd T B atau MS-17. Karena pada RDS dan metoda Pd T B koreksi tebal perkerasan dilakukan lebih komprehensif, yaitu meliputi koreksi terhadap temperatur, faktor musim dan jenis material. Selain itu RDS menggunakan aspal HRS yang lebih cocok untuk iklim Indonesia. Sedangkan pada MS-17 koreksi hanya dilakukan terhadap temperatur dan faktor musim.

118 V.2 SARAN 1. Mengingat desain perkerasan jalan sangat dipengaruhi oleh metoda yang yang digunakan, sebaiknya pemilihan metoda tersebut harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam perencanaan desain perkerasan jalan. 2. Untuk ruas jalan yang data lendutannya bervariasi, penetapan segmen jalan perlu dilakukan secara komprehensif. Apabila data lendutan yang ada menunjukkan klasifikasi yang sangat beragam, sebaiknya data lendutan yang menyimpang disamakan dengan data lendutan yang ada di dekatnya dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan setempat. 3. Karena VDF pada RDS tidak memasukkan kriteria overloading, sebaiknya prosedur ini hanya digunakan pada kendaraan beban standar atau melakukan perhitungan CESA dengan menggunakan prosedur Pd T B baru dilanjutkn ke tahap perencanaan dengan menggunkan RDS.

119 DAFTAR PUSTAKA 1. AASHTO, (1993), AASHTO Guide for Design of Pavement Structure , American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington D.C. 2. Corne, C.P., (1983), Optimising Pavement Overlay Design In Indonesia, Jakarta, Indonesia. 3. Corne, C.P., (1989), Parameter dan Model Desain untuk Sistim Desain Pekerjaan Jalan, Bipran Design Monitoring and Administration Project, Jakarta. 4. Departemen Pekerjaan Umum, (2005), Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metoda Lendutan, No. : Pd T B, Dep. PU, Jakarta. 5. Manual RDS , Dit. Jaringan Jalan Nasional 6. Muis, Z.A., (1993), Perencanaan Tebal Perkerasan Lanjutan Bahagian I, Diktat Kuliah. 7. Oglesby, C.H., & Hicks R.G., Teknik Jalan Raya, Edisi keempat-jilid 2, Erlangga, Jakarta. 8. SNI, (2002), Tata Cara Pelaksanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen, No.SNI Sugeng, B., Peranan Rekayasa Perkerasan Jalan Dalam Mendukung Terwujudnya Sustainable Transportation, Jurnal Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan. 10. Sulaksono, S.W., (2000), Rekayasa Jalan, ITB, Bandung. 11. The Asphalt Institute, (1983), Asphalt Overlay for Highway and Street Rehabilitation, Manual Series No. 17 (MS-17). 12. Yoder, E.J. and Witczak, M.W, (1975). Principles of Pavement Design, Second Edition. Jhon Wiley & Sons Inc, New York-London-Sydney-Toronto.

120 Lampiran A Temperatur Rata-Rata Tahunan (TPRT) Tabel A1 Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia No Kota Tp rata 2 (ºC) Propinsi Di Aceh 1 BAND CUT NYAK DIEN (MEULABOH) 2 METEO. LHOKSEUMAWE (LHOKSEUMAWE) 3 PBRK. GULA COK GIREK (COK GIREK) 4 BAND. BILANG BINTANG (BANDA ACEH) No Kota Tp rata 2 (ºC) Propinsi Jambi 34,6 1 BANDARA DEPATI PARBO (DEPATI PARBO) 34,9 2 BANDARA PALMERAH (PALMERAH JAMBI) 35,4 3 BL. BENIH PADI S. KARYA (LUBUK RUSO) 35,5 4 SEBAPO, DIPERTA KM 21 (SEBAPO) 5 KODAM 1 SABANG 35,9 Propinsi Bengkulu Propinsi Sumatera Utara 1 BANDARA.PADANG 1 BRASTAGI KOTA GADUNG 2 KEBUN PERCOBAAN BALIGE GURGUR 3 MARIHAT ST.P. SIANTAR (PEMATANG SIANTAR) KEMILING (BENGKULU) 24,6 2 KLIMATOLOGI PULAU BAI (PULAU BAI) 24,9 3 GEOF. KEPAHIANG (KEPAHIANG) 32,7 Propinsi Sumatera Barat 4 ARON GLP. TIGA 32,9 1 BALAI BENIH TANJUNG 5 METEO. GUNUNG SITOLI (BINAKA) 6 BANDARA PINANG SORI (SIBOLGA) TEBAT LAHAT (LAHAT) 34,4 2 BAND. TANJUNG PANDAN (TANJUNG PANDAN) 34,8 3 BALAI BENIH TUG.MULYO (LUBUK LINGGAU) 7 BAND. POLONIA (MEDAN) 35,8 4 PANGKAL PINANG 35,4 8 KLIM. SAMPALI (SAMPALI) 35,7 5 BAND. PANGKAL PINANG 35,3 9 JL. GEROPAH BELAWAN (BELAWAN - MEDAN) 36,2 6 METEOLOGI PANGKAL PINANG Propinsi Sumatera barat 7 BALAI BENIH TOBOALI 35,9 1 SUKARAME KEBUN PERCOBAAN 2 PADANG PANJANG 28,0 9 METEO. PERTANIAN 3 RAMBATAN, BATUSANGKAR 4 SUMANI, KOTO SINGKARAK (SOLOK) 5 B. BENIH PADANG GELUGUR 6 KLIMATOLOGI SICINCIN (SICINCIN - PARIAMAN) 7 BANDARA TABING (PADANG) 28,9 35,7 35,8 35, ,2 33,1 34,8 35,1 35,6 27,8 8 DIPERTA KAB. LEMATANG 35,9 ILIR OT. (MUARA ENIM) 35,9 KENTEN (KENTEN) 31,5 10 PERC. KAYU AGUNG, OKI 35,9 (KAYU AGUNG) 32,6 11 PALEMBANG 36,2 33,7 12 BANDARA TALANG BETUTU 33,8 13 BALAI BENIH SENTRAL BLT. (BELITANG) 35,0 14 BALAI BENIH SEI. PINANG OGAN ILIR (SEI PINANG) Propinsi Riau 15 BAND. TALANG BETUTU 36,4 1 BANDARA KIJANG (TANJUNG PINANG) 2 BANDARA SIMPANG TIGA (PEKANBARU) 3 BANDARA JAYAPURA (JAPURA-RENGAT) 34,8 16 SEKAYU DIPERTA KAB. MUSI BANYUASIN 35,2 Propinsi Lampung 36,2 36,2 36,3 36,7 35,4 1 LANUD ASTRA KSETRA 31,5 4 BAND. DABO (D. SINGKEP) 35,8 2 TANJUNG KARANG 34,8 5 BANDARA NATUNA 36,0 3 BANDARA BRANTI 35,2 6 METEOROLOGI TAREMPA (TAREMPA) 36,8

121 Tabel A1 Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia (lanjutan) No Kota Tp rata 2 Propinsi DKI Jakarta 1 CENGKARENG ( METEO. BAND. SOEKARNO HATTA) 2 BANDARA HALIM PERDANA KESUMA 3 JAKARTA OBSERVATION JL. AR. HAKIM (JAKARTA) 4 BANDARA KEMAYORAN (JAKARTA) 5 TANJUNG PRIUK (METEO. MARITIM TG. PRIUK) (ºC) No Kota Tp rata 2 Propinsi Jawa Tengah (ºC) 35,8 1 BABADAN 24,4 36,0 2 KLEDUNG (KEB. BIBIT PURNOMOSARI) 36,6 3 KUDUS (COLO KUDUS, DIPERTA KAB. KUDUS) 36,8 4 MAGELANG (DPU PENGAIRAN SENENG) 37,3 5 SEMARANG KLIMAT. JL. SILIWANGI 291 Propinsi Banten 6 WONOSOBO 34,3 1 PELUD. BUDIARTO CURUG 35,3 7 PROY.REST. CANDI BOROBUDUR 2 TANGERANG 35,5 8 BANYUMAS (BOJONGSARI, 3 KLIMATOLOGI CILEDUG JL. MEGA 1 PD BETUNG KEC. KEBONG BARU) 35,6 9 JEPARA (BEJI, KEC. BANGSRI) 4 SERANG (METEO SERANG) 35,9 10 SEMPOR, KEDU SELATAN 35,1 5 GEOF. JL. TANAH TINGGI 35,9 11 SPMA UNGARAN 35,2 Propinsi Jawa Barat 12 SRIMARDONO 35,3 1 LEMBANG 26,6 13 SENDANG HARJO 35,5 2 PANGALENGAN (CUKUR KEC. PANGALENGAN ) 3 METEOLOGI CITEKO CISARUA 27,4 14 PURBALINGGA (KARANG KEMIRI - KEMANGKON) 28,5 15 PURWODADI (NGAMBAK, KEC. KEDUNGJATI) 4 BANDUNG ( 3a + 3b ) 30,5 16 CILACAP (MET. CILACAP) 35,8 5 GEOFISIKA JL. CEMARA 48 30,5 17 SURAKARTA (LANUD ADI 35,8 6 LANUMA HUSEN S. NEGARA SUMARNO) 30,5 18 BREBES (KERSANA, KB. BIBIT KERSANA) 7 KEBUN CURUG, JASINGA 32,7 19 TEGAL, JL. PANCASILA 2. 36,5 8 KUNINGAN-CRB (KEB. PERCOB. KUNINGAN) 33,0 20 PEKALONGAN (BALAI BENIH GAMER) 9 BOGOR (2a + 2b + 2c + 2d) 33,1 21 SEMARANG 36,6 10 LANUD TASIKMALAYA 33,1 22 METEOLOGI MARITIM 36,8 SEMARANG 11 TASIKMALAYA( 7a + 7b ) 33,2 23 PATI (TC. RENDOLE PATI) 36,8 12 LANUD ATENG SANJAYA 34,1 24 BANDARA AHMAD YANI 37,0 13 KUMAT 1.DARMAGA KP 76 34,2 25 WONOCOLO 40,4 14 CIPATUJAH, PERKEBUNAN NASIONAL 15 KALIJATI-SUBANG (LANUD KALIJATI) 16 PAMANUKAN (K.P. PUSAKANEGARA) 17 CIBINONG (KEB. PERCOB. TANAMAN) 18 PURWAKARTA (CIKUMPAI KEC. CEMPAKA) 34,3 Propinsi DI Yogyakarta 35,0 1 KEB. HORTIKULTURA NGIPIKSARI (YOGYA) 35,0 2 LANUMA ADI SUCIPTO (YOGYA) 35,2 3 UNIV. PERT. ILMU TANAH UGM ( YOGYAKARTA) 35,4 4 WONOCATUR UPN VETERAN (YOGYAKARTA) 19 SUKAMANDI 35,8 5 GN. KIDUL PLAYEN 36,9 20 KERAWANG (JATISARI, JL. RAYA KALIASIN) 35,8 21 JATIWANGI (METEO. 36,3 JATIWANGI) 22 JATILUHUR 36,7 25,2 30,8 32,3 32,4 34,4 34,6 35,0 35,7 35,7 36,4 36,6 31,1 35,5 35,5 36,1

122 Tabel A1 Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia (lanjutan) No Kota Tp rata 2 (ºC) No Kota Tp rata 2 (ºC) Propinsi Jawa Timur Propinsi Bali 1 CINDOGO 26,5 1 CANDI KUNING, DIPERTA 25,0 2 TRETES (GEO. TRETES PASURUHAN) 3 PUNTEN, SIDOMULYO BATU PROP. DT. 1 DENPASAR 28,3 2 BESAKIH (PERTANIAN DAERAH DT. 1 BALI 29,3 3 BANDARA NGURAHRAI (DENPASAR) 4 KEC. BATU MALANG 29,4 Propinsi Kalimantan Barat 5 NGANJUK (BULAK MOJO, PROY. SERBA GUNA) 31,0 1 LANUD SINGKAWANG 11 (SINGKAWANG) 6 LUNAMA A. RHMN SALEH 31,2 2 METEO. PALOH (PALOH) 35,2 7 SUMBER ASIN, POS SUBER MANJING 31,2 3 BAND. SUSILO SINTANG (SUSILO SINTANG) 8 MALANG 31,7 4 BAND. SUPADIO 35,6 (SUPADIO, PONTIANAK) 9 BENDUNGAN SELOREJO 31,9 5 KLIMATOLOGI SIANTAN 35,7 10 UNBRA, JL. MAJEN HARYONO 11 KARANG KATES, PROY SERBA GUNA 12 JEMBER (KALAWINING, JL. MOH. SERUJI 2) 28,5 36,4 31,4 35,6 33,4 6 BAND. ROCHADA USMAN 35,8 (KETAPANG) 34,2 7 NANGAPINOH 35,8 35,1 Propinsi Kalimantan Tengah 13 PG. GEDAWUNG 35,3 1 BANDARA ISKANDAR (PANGKALAN BUN) 14 KP. GENTENG 35,4 2 BANDARA BERINGIN 15 JATIROTO, JL. MERAK 1 16 KENING/TUBAN, JL. JOHAR 26 (MUARA TEWEH) 35,6 3 BANDARA PINARUNG (PALANGKARAYA) 35,7 Propinsi Kalimantan Timur 17 KEDUNGREJO 35,7 1 LONG BAWAN 28,6 18 TUGUREJO 35,8 2 BARONG TONGKOK 33,7 19 BANYUWANGI 36,0 3 TANJUNG REDEP 34,6 20 SELOGIRI, KEC. GIRI KETAPANG 36,0 4 LOAJANAN, DINAS PERTANIAN RAKYAT 21 METEO. BANYUWANGI 36,1 5 BANDARA TEMINDUNG (SAMARINDA) 22 MOJOKERTO 36,1 6 BANDARA SEPINGAN 23 MADIUN (LANUMA ISWAHYUDI) (BALIKPAPAN) 36,3 7 BANDARA JUWITA (TARAKAN) 24 SURABAYA 36,8 Propinsi Kalimantan Selatan 25 PASURUAN, JL. PAHLAWAN METEOLOGI KALIANGET (KALIANGET) 34,8 35,4 36,1 35,5 35,6 36,0 36,0 36,8 1 BANJAR BARU, KOT. POS 35,6 49 (BANJARMASIN) 37,0 2 SMPK PELAIHARI 35,6 27 PG. WONOLANGUN 37,0 3 BANJARMASIN 35,7 28 METEO. SANGKAPURA 37,1 4 METEO. BANJARMASIN 35,8 29 METEO TANJUNG, SADANI 37,4 5 TANAH AMBUNGAN 35,8 30 SURABAYA MARITIM, JL. TANJUNG SADANI 37,4 6 PANTAI HAMBAWANG 35,9 31 PG. WARINGIN ANOM 37,4 7 BAND. STAGEN K. BARU 35,9 32 PACITAN 37,6 8 BANJAR SARI 27,8 33 PAMEKESAN 37,6 34 LANUD JUANDA TNI AURI 37,6 35 PASINAN 39,6 36 SITUBONDO 39,9 (PG. ASEMBAGUS) 37 WIROLEGI 44,20

123 Tabel A1 Temperatur perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) untuk beberapa daerah/kota di Indonesia (lanjutan) No Kota Tp rata 2 (ºC) No Kota Tp rata 2 (ºC) Propinsi Sulawesi Utara Propinsi Nusa Tenggara Barat 1 TOMPASO-KAWANGKOAN 29,6 1 BAND. SELAPARANG 35,1 (REMBIGA-AMPENAN) 2 MENADO (1a & 1b) 34,4 2 SENGKOL, PUJUT 34,3 (LOMBOK TENGAH) 3 KLIM. KAYUWATU 34,9 3 BAND. SUMBAWA BESAR 35,8 4 BANDARA SAMRATULANGI 35,0 4 BANDARA M. SALAHUDIN (BIMA) 5 METEO. GORONTALO 36,0 5 LEKONG 35,4 6 METEO. NAHA SANGIHE 36,2 6 LOKA PRIA 36,6 7 METEO. BITUNG 37,6 Propinsi Nusa Tenggara Timur Propinsi Sulawesi Tengah 1 WAINGAPU, 1 BANDARA KASIGUNCU (POSO) 2 BANDARA MUTIARA (PALU) 3 BANDARA BBG. LUWUK (BUBUNG LUWUK) 36,7 35,7 BANDARA MAU HAU 35,3 2 BANDARA LEUKENIK 36,0 (LEUKENIK) 36,1 3 METEO. KUPANG 36,1 (KUPANG) 37,0 4 KUPANG 36,2 Propinsi Sulawesi Tenggara 5 METEO. PELUD PERINTIS 1 LANUMA W. MONGOSIDI (KENDARI) (MALI) 35,1 6 METEO. LASIANA (KUPANG) 2 BETOAMBARI BAU BAU 36,3 7 LARANTUKA 37,0 Propinsi Sulawesi Selatan 8 BANDAR A WAIOTI 37,2 (MAUMERE) 1 PANAKUKANG 35,3 9 TARDAMU 37,3 2 MAMASA POLMAS 35,4 Propinsi Maluku 3 BANDARA HASANUDIN 35,6 1 GAMAR MALAMO 33,8 4 MASAMBA 35,6 2 LABUHA 34,5 5 P.G. BONE, JL. MESJID RAYA 35,8 3 BANDARA AMAHAI (AMAHAI) 6 UJUNG PANDANG 35,9 4 METEO. KAIRATU MALUKU TENGAH 7 P.G. TAKALAR 36,7 5 BANDARA PATIMURA (AMBON) 8 MAJENE 37,2 6 NAMLEA (BURU UTARA) 35,3 9 MARITIM PANAIKANG 40,0 7 TERNATE (1a & 1b) 35,4 Propinsi Papua (Irian Jaya) 8 BANDARA BABULAH 35,7 1 METEO. TORES FAK-FAK 34,0 9 KP. YANDENA 35,9 2 METEO. SERUI (SERUI) 3 KLIM. PERTANIAN (GENYEM) 4 METEO. RENDANI (WONOKWARI) 36,4 36,8 34,8 35,0 35,3 35,3 10 PELUD DUMATUBUN 36,1 TUAL 35,5 11 METEO. SAUMLAKI 36,3 35,7 12 BADANAIRE BANDA 36,8 5 RANSIKI 35,8 13 MALI 37,0 6 METEO. NABIRE 36,0 14 METEO. GESER (GESER) 37,2 7 METEO. BIAK (BIAK) 36,2 8 METEO. UTARUM 36,7 (KAIMANA) 9 DOK II JAYAPURA 37,4

124 Lampiran B Gambar Alat Pengujian Lendutan Gambar B.1a. Rangkaian Alat Falling Weight Deflectometer (FWD) Gambar B.1b. Trailer Alat Falling Weight Deflectometer (FWD) Gambar B1. Alat Falling Weight Deflectometer (FWD)

125 Gambar B.2a. Rangkaian Alat Benkelman Beam (BB) Gambar B.2b. Skema Benkelman Beam (BB) Gambar B.2c. Ban Roda Belakang Truk Standar Gambar B2. AlatBenkelman Beam (BB)

126 Lampiran C Tampilan Rds Gambar C.1 Tampilan Macro Security Gambar C.2 Tampilan Menu Utama

127 Gambar C.3 Tampilan Isian Data Gambar C.4 Tampilan RDSESA

128 Gambar C.5 Tampilan RDSSORT Gambar C.6 Tampilan RDS DISAIN

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda-beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG Reza Wandes Aviantara NRP : 0721058 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA PADA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) DENGAN METODE PD T B DAN ASPHALT INSTITUTE MS-17

PERBANDINGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA PADA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) DENGAN METODE PD T B DAN ASPHALT INSTITUTE MS-17 PERBANDINGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA PADA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) DENGAN METODE PD T-05-2005-B DAN ASPHALT INSTITUTE MS-17 Satria Agung Mulia.J.M 1, Rian Trikomara Iriana 2, M.Shalahuddin

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil RINTO

Lebih terperinci

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam BAB III LANDASAN TEORI A. Benkelman Beam (BB) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B, tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT The condition of street damage at route of Melolo waijelu (Km 53+130, Km 68+133)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR

KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR KAJIAN METODA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR Nyoman Suaryana, Yohanes Ronny Priyo Anggodo Puslitbang Jalan dan Jembatan, Jl. A.H. Nasution 264 Bandung RINGKASAN Perencanaan tebal lapis

Lebih terperinci

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,

Lebih terperinci

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh: FIQRY PURNAMA EDE

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh: FIQRY PURNAMA EDE TUGAS AKHIR PERANCANGAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN JALAN (OVERLAY) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK MENGGUNAKAN ALAT BENKELMEN BEAM (BB) (Studi Kasus Ruas Jalan Imogiri Timur Sta 09+000 Sampai Sta 11+200)

Lebih terperinci

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN Nomor 02/M/BM/2013 FAHRIZAL,

Lebih terperinci

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU Muhammad Shalahuddin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Email : mhdshalahuddin@gmail.com

Lebih terperinci

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ANTARA BINA MARGA DAN AASHTO 93 (STUDI KASUS: JALAN LINGKAR UTARA PANYI NG KI RA N- B ARI BIS AJ AL E NGKA) Abdul Kholiq, S.T.,

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN 2013 (STUDI KASUS : RUAS JALAN KAIRAGI MAPANGET) Theresia Dwiriani Romauli Joice

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Benkelman Beam (BB) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B,tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan

Lebih terperinci

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU Varian Tebal Lapis Tambah (Overlay)... (Elianora dkk.) VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU Elianora *,Ermiyati, Rian Trikomara Iriana

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah ADITYA, HANGGA E 1., PRASETYANTO, DWI 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Falling Weight Deflectometer (FWD) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B, tebal lapis tambah (overlay) merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA 3.1. Data Proyek 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul Bogor. 2. Lokasi Proyek : Bukit Sentul Bogor ` 3.

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. ANALISIS PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN SAMPING PADA PROYEK PELEBARAN JALAN PANJI BATAS KABUPATEN DAIRI-DOLOK SANGGUL LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013 ANALISIS PENGARUH BEBAN BERLEBIH KENDARAAN TERHADAP PEMBEBANAN BIAYA PEMELIHARAAN JALAN (Studi Kasus: Bagian Ruas Jalan Lintas Timur Sumatera, Kayu Agung- Palembang) Syaifullah 1), I Putu Artama Wiguna

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR ( OVERLAY ) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR ( OVERLAY ) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK TUGAS AKHIR PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR ( OVERLAY ) DENGAN METODE LENDUTAN BALIK ( Studi Kasus : Ruas Jalan Imogiri Barat Kec. Sewon, Kab. Bantul, DIY) Disusun guna melengkapi persyaratan

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F DAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA SIDIKALANG BATAS PROVINSI

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T-01-2002-B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25) LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KLEPU TERHADAP KONDISI RUAS JALAN SEMARANG - BAWEN (KM 17 KM 25) Disusun oleh : ACHMAD RIFAN TSAMANY ANDIKA PURNOMO PUTRO NIM : L.2A0.03.001

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE Rifki Zamzam Staf Perencanaan dan Sistem Informasi Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : rifkizamzam@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam DR. Ir. Imam Aschuri, MSc RUANG LINGKUP Standar uji ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan lentur jalan dengan

Lebih terperinci

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Lalu lintas Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR 1.1 Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di ataskonstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF

PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH SERBUK BESI TERHADAP CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS AC-WC

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH SERBUK BESI TERHADAP CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS AC-WC PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH SERBUK BESI TERHADAP CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS AC-WC TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

Parameter perhitungan

Parameter perhitungan Parameter perhitungan Lapisan konstruksi jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan Fungsi dan kelas jalan Kinerja Perkerasan Umur Rencana Beban Lalu lintas Sifat dan daya

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 Ricky Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email:

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

(STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG-

(STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG- LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ANALISA KEKUATAN DAN UMUR RENCANA PENINGKATAN JALAN RUAS SEMARANG-DEMAK DESAIN 2008 (STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG- DEMAK ROAD REHABILITATION DESIGN 2008)

Lebih terperinci

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN Abbas NPM : 09.05.1.2205 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BATAS DELI SERDANG DOLOK MASIHUL-BATAS TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh:

Lebih terperinci

EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NO.22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NO.22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NO.22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk

Lebih terperinci

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau PENGARUH FAKTOR KESERAGAMAN (FK) TERHADAP VARIASI TEBAL OVERLAY PADA JALAN LINTAS DESA LABUHAN TANGGA BESAR-LABUHAN TANGGA KECIL KABUPATEN ROKAN HILIR Oleh: Elianora (*) Email: elianora@lecturer.unri.ac.id

Lebih terperinci

EVALUASI KRITERIA PENERIMAAN CAMPURAN BERASPAL LAPIS PERMUKAAN MENURUT SPESIFIKASI JALAN BINA MARGA VERSI DESEMBER 2006 TUGAS AKHIR

EVALUASI KRITERIA PENERIMAAN CAMPURAN BERASPAL LAPIS PERMUKAAN MENURUT SPESIFIKASI JALAN BINA MARGA VERSI DESEMBER 2006 TUGAS AKHIR EVALUASI KRITERIA PENERIMAAN CAMPURAN BERASPAL LAPIS PERMUKAAN MENURUT SPESIFIKASI JALAN BINA MARGA VERSI DESEMBER 2006 TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas jalan raya terdiri dari dua angkutan, yaitu angkutan penumpang dan angkutan barang. Angkutan penumpang adalah moda transportasi yang berfungsi untuk mengangkut

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang 1316 Km, ruas jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) merupakan urat nadi perekonomian nasional yang menghubungkan lima provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pada penelitian ini mengambil studi kasus pada ruas Jalan Goa Selarong, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ruas jalan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Kata Kunci--Perkerasan Lentur, CTB, Analisa dan Evaluasi Ekonomi. I. PENDAHULUAN

METODOLOGI. Kata Kunci--Perkerasan Lentur, CTB, Analisa dan Evaluasi Ekonomi. I. PENDAHULUAN Analisa Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur Menggunakan Untreated Based dan Cement Treated Based Pada Ruas Jalan Ketapang-Bts. Kab. Pamekasan Ditinjau dari Segi Ekonomi Reza Cahyo Wicaksono, Ir Hera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

Memperoleh. oleh STUDI PROGRAM MEDAN

Memperoleh. oleh STUDI PROGRAM MEDAN PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN PADA PROYEK PELEBARAN MEDAN BELAWAN TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh NADHIA PERMATA SARI NIM

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan

Lebih terperinci

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perkerasan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapisan tambahan yang terletak antara tanah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Tinjauan Teknis dan Ekonomi Penggunaan Aspal Beton dan Hot Rolled Sheet Sebagai Bahan Pelapisan Ulang Permukaan Jalan ( Kasus Ruas Widang Gresik Sta 7+150 s/d Sta 10+200 ) Djoko Sulistiono, Amalia FM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah, maka peranan sebuah jalan sangat penting sebagai prasarana perhubungan darat terutama untuk kesinambungan distribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: EVALUASI PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DAN ANALISA KOMPONEN SNI 1732-1989 F PADA RUAS JALAN RUNDING ( SIDIKALANG ) SECTION 1 LAPORAN TUGAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

QUALITY CONTROL AGREGAT (BASE COURSE) PADA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

QUALITY CONTROL AGREGAT (BASE COURSE) PADA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA QUALITY CONTROL AGREGAT (BASE COURSE) PADA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil ANISA RIDHA 050404083 BIDANG

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR 57 LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS A1. Data hasil analisis lalu lintas. No Golongan Kendaraan Jenis LHR 2017 LHR 2018 LHR 2020 LHR 2028 1 1 Sepeda Motor, Skuter, & Kendaraan Roda Tiga 33367 34535 36995

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Andini Fauwziah Arifin Dosen Pembimbing : Sapto Budi

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG Soraya Hais Abdillah, M. J. Paransa, F. Jansen, M. R. E. Manoppo Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

3.2. Mekanisme Tegangan dan Regangan pada Struktur Perkeraan 11

3.2. Mekanisme Tegangan dan Regangan pada Struktur Perkeraan 11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUI. 1 HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN INTISARI iii v ix x xi xiii BAB I PENDAHULUAN ; 1 1.1. Umum 1 1.2. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat disangkal bahwa Jalan Raya memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia. Sebagian besar kegiatan transportasi manusia menggunakan Jalan raya. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum Jalan memiliki umur layan atau umur rencana. Jika umur layan telah terlampaui, maka perlu adanya suatu lapisan tambahan (overlay) untuk meremajakan struktur perkerasan.

Lebih terperinci

PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG ABSTRAK

PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG ABSTRAK PENENTUAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN LENDUTAN BALIK PADA RUAS JALAN WANAYASA BATAS PURWAKARTA SUBANG Dinar Ryan Ariestyand NRP: 0121027 Pembimbing : Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis BAB II1 METODOLOGI 3.1 Kriteria dan Tujuan Perencanaan Dalam dunia civil, salah satu tugas dari seorang civil engineer adalah melakukan perencanaan lapis perkerasan jalan yang baik, benar dan dituntut

Lebih terperinci

PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36)

PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36) LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH KINERJA JEMBATAN TIMBANG KATONSARI TERHADAP KONDISI RUAS JALAN DEMAK KUDUS (Km 29 Km 36) Disusun Oleh : Lenny Ita Carolina Lucia Citrananda P L.2A0.02.093

Lebih terperinci

ROSADI PATRA TANJUNG

ROSADI PATRA TANJUNG PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PORTLAND TERHADAP NILAI CBR DAN UCS PADA AGREGAT BASE KELAS B TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh: DARWIN LEONARDO PANDIANGAN

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR PROYEK AKHIR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA 14+650 s/d STA 17+650 PROVINSI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Muhammad Nursasli NRP. 3109038009 Dosen Pembimbing : Ir. AGUNG BUDIPRIYANTO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam aktivitas perekonomian di bidang transportasi. Sebab dapat menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dalam aktivitas perekonomian di bidang transportasi. Sebab dapat menjamin BAB I PENDAHULUAN I.1 UMUM Jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai peranan penting dalam aktivitas perekonomian di bidang transportasi. Sebab dapat menjamin kelancaran arus barang dan manusia.

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT)

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT) ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT) Suriyatno 1, Purnawan 2, dan Elsa Eka Putri 3 1,2, dan

Lebih terperinci

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN Abstrak: Permukaan perkerasan jalan raya yang telah dibangun perlu dipelihara agar tetap mulus untuk memberikan

Lebih terperinci

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH Syafriana Program Studi Magister Teknik Sipil, Bidang Manajemen Rekayasa Transportasi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - RC

TUGAS AKHIR - RC TUGAS AKHIR RC09 1380 EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus : Jl. Yogyakarta Magelang Km 21

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA ANALISIS PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN AASHTO 1993 STUDI KASUS : RUAS CIASEM- PAMANUKAN (PANTURA) 1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA 1 Teknik

Lebih terperinci

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB V VERIFIKASI PROGRAM 49 BAB V VERIFIKASI PROGRAM 5.1 Pembahasan Jenis perkerasan jalan yang dikenal ada 2 (dua), yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sesuai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Perhitungan validasi program bertujuan untuk meninjau layak atau tidaknya suatu program untuk digunakan. Peninjauan validasi program dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik PENDAHULUAN Jalan raya memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian serta pembangunan suatu negara. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut

Lebih terperinci