2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN Latar Belakang

3 KERANGKA PEMIKIRAN

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

Peranan Sektor Agroindustri Dalam Pembangunan Nasional Oleh: Iis Turniasih *), Nia Kania Dewi **)

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

PENDAHULUAN Latar Belakang

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA DAN PELUANG PERBANKAN 1 )

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

PENGANTAR AGRIBISNIS

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

INDUSTRI.

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Materi Pengantar Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. Iklim yang bervariasi serta lahan yang subur menjadikan Indonesia kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN 2.1. Komoditas Unggulan Komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah bagi pelaku bisnis yang diusahakan oleh petani dalam suatu kawasan yang tersentralistik, terpadu, vertikal dan horizontal (Ali, 1998). BPTP (2003), mendefinisikan sebagai komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah. Kriteria komoditas unggulan daerah harus mampu memenuhi beberapa kriteria berikut (Ali, 1998) : (1) kesesuaian agroekologi yang tinggi, (2) pasar yang jelas, (3) kemampuan yang tinggi dalam menciptakan nilai tambah, (4) kemampuan dalam meningkatkan ketahanan pangan masyarakat berpendapatan rendah, (5) dukungan kebijakan pemerintah dalam bidang-bidang teknologi, prasarana, sarana, kelembagaan, permodalan dan infrastruktur lain dalam arti luas, (6) basis masyarakat yang mengusahakan dan, 7) kelayakan untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi. Secara umum, komoditas dapat dikatakan unggul bila diproduksi secara terus menerus pada tingkat produktivitas dan mutu yang baik dan adanya permintaan serta diserap oleh pasar dalam jumlah dan tingkat harga yang wajar (Sailah, 1998). Dengan demikian, terdapat dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan komoditas unggulan, yaitu aspek penawaran dan permintaan. Aspek penawaran adalah kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan komoditas tersebut yang meliputi kemampuan SDM, tingkat penerapan teknologi dan karakteristik biofisik wilayah. Aspek permintaan menggambarkan kemampuan pasar (volume, tingkat mutu, harga, tata niaga) dan tingkat persaingan di antara pelaku pasar dalam menyerap komoditas dan produk yang ditawarkan. Apabila

7 komoditas dari sisi penawaran unggul, tetapi tidak diminati oleh pasar maka dapat dikelompokkan sebagai komoditas potensial. Pendekatan penetapan komoditas unggulan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Sisi Penawaran Agroklimat Biofisik wilayah Penguasaan teknologi Sisi Permintaan Pasar lokal, dalam dan luar negeri Perkembangan harga Spesifikasi mutu Daftar Komoditas (sisi penawaran) Produk Potensial Agroindustri Analisis Keseimbangan Penawaran dan Permintaan Komoditas Unggulan Daftar Komoditas (sisi permintaan) Calon Produk Unggulan Produk Unggulan Agroindustri Produk Unggulan Gambar 2.1. Pendekatan penetapan komoditas unggulan (Bantacut, 2002) Penetapan komoditas unggulan dalam suatu wilayah harus mempertimbangkan kondisi spesifik daerah yang bersangkutan. Kabupaten Aceh Barat, sebagai salah satu daerah yang mengalami kerusakan paling parah akibat bencana alam tsunami telah berupaya melakukan berbagai upaya pemulihan (rekontruksi) di berbagai sektor, termasuk pemulihan pembangunan di sektor industri. Untuk itu perlu dilakukan kajian penetapan komoditas unggulan dan strategi pengembangannya sebagai langkah awal dan pedoman dalam penentuan kebijakan pembangunan di masa yang akan datang. Penetapan komoditi unggulan di wilayah Kabupaten Aceh Barat harus terintegrasi dimulai dari kegiatan budidaya di sektor hulu sampai kegiatan pengolahan di sektor hilir. Pada penelitian ini, beberapa kriteria dalam penentuaan komoditi unggulan yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) kesesuaian komoditi terhadap topografi daerah, (2) dukungan/kebiasaan masyarakat dalam

8 membudidayakan, (3) dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna budidaya intensif dan pengolahan pascapanen, (4) luasan lahan dan potensi ketersedian lahan untuk pengembangannya, (5) kontribusi komoditi terhadap perekonomian daerah, 6) kebutuhan biaya investasi untuk pengembangannya (modal kerja), (7) nilai ekonomis dan nilai tambah (added-value) produk olahannya, (8) kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar, (9) minat investor yang tinggi, (10) ketersediaan infrastruktur pendukung pengembangan komoditi, (11) keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi, (12) peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung. 2.2. Agroindustri Komoditas Unggulan Supriyatni dan Suryani (2006) menyatakan bahwa agroindustri adalah industri yang mengandalkan sumberdaya lokal yang bersifat mudah rusak (bulky), musiman, tergantung pada kondisi alam dan menggunakan teknologi yang bersifat heterogenitas terhadap sumberdaya manusia dengan kandungan bahan lokal yang tinggi. Berdasarkan rumusan Simposium Nasional Agroindustri (1987), agroindustri merupakan kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumberdaya alam (pertanian) untuk industri dengan bidang cakupan antara lain : (1) industri peralatan dan mesin-mesin pertanian, (2) industri pengolahan hasil hasil pertanian, (3) industri jasa sektor pertanian, (4) industri agrokimia. Soekartawi (2000) mengartikan agroindustri dalam dua hal yakni industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian dan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri. Menurut Ditjen IDKM (2005), kriteria produk agroindustri unggulan, yaitu : (1) memiliki kekhasan, (2) tersedianya bahan baku dan pembantu, (3) teknologi dan peralatan mudah, (4) pasar prospektif, dan (5) modal terjangkau. Pengembangan produk agroindustri unggulan dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermutu dan kompetitif. Faktor faktor pembentuk agroindustri dapat dilihat pada Gambar 2.2.

9 INPUT Bahan baku Modal Tenaga kerja Manajeman Peralatan PROSES PRODUKSI Ketepatan teknologi Efisiensi pengolahan OUTPUT Produk bermutu dan kompetitif Permintaan berkembang Harga INPUT/OUTPUT ANALISIS Kelayakan ekonomis Keberlanjutan usaha dan efisiensi pengelolaan Ketepatan teknologi Gambar 2.2. Faktor pembentuk agroindustri (Bantacut, 2002) Produk agroindustri unggulan diharapkan dapat meningkatkan dayasaing industri, sehingga mampu menjadi penggerak ekonomi daerah dan peningkatan nilai ekspor. Menurut Ditjen IHPK yang diacu dalam Kustanto (1999), kriteria penentuan produk agroindustri unggulan adalah sebagai berikut : (1) bahan baku, (2) pohon industri dan pemanfaatannya, (3) kondisi agroindustri dan komoditas pertanian unggulan saat ini, (4) peluang pasar, (5) teknologi yang dipakai, (6) penyebaran tenaga kerja, (7) dampak ganda terhadap produk lain, (8) dampak lingkungan, dan (9) kebijakan pemerintah. Agroindustri unggulan memiliki peran penting dalam pembangunan suatu wilayah. Pada penelitian ini, kriteria penting yang harus dipenuhi dalam menentukan agroindustri unggulan di kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut : (1) kuantitas dan kontinuitas bahan baku, (2) jenis produk turunan yang dihasilkan, (3) kondisi sosial budaya masyarakat setempat, (4) peluang pasar dan pemasaran, (5) nilai tambah produk, (6) teknologi produksi, (7) penyerapan tenaga kerja, (8) dampak ekonomi terhadap perekonomian daerah, (9) dampak lingkungan, (10) infrastruktur pendukung, (11) investor/modal investasi, dan (12) kebijakan pemerintah/pemda. 2.3. Konsepsi Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan Agroindustri hingga saat ini masih memiliki posisi yang strategis dalam menunjang perekonomian bangsa karena terkait langsung dengan peningkatan

10 nilai tambah dari komoditas pertanian. Menurut Azis (1993), pengembangan agroindustri di Indonesia berpeluang besar untuk menopang perekonomian nasional karena didukung oleh ketersediaan sumberdaya yang besar dan beraneka ragam. Tuntutan pasar global yang terus meningkat terhadap produk olahan menjadi peluang bagi pengembangan agroindustri komoditas unggulan di Indonesia. Menurut Djamhari (2004), konsepsi pengembangan agroindustri komoditas unggulan hendaknya diorientasikan untuk mewujudkan kondisi dengan karakter sebagai berikut : (1) peningkatan produktivitas dan dayasaing, (2) penguatan kapasitas dan kemampuan pelaku agroindustri, (3) penguatan keterkaitan struktural secara internal dan lintas sektor, (4) kebijakan makro dan mikro ekonomi yang mendukung. Pengembangan agroindustri komoditas unggulan dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : (1) pengembangan komoditas yang memiliki dayasaing tinggi di pasaran ekspor, (2) menciptakan pola usaha tani yang dapat menyediakan bahan baku secara berkelanjutan, (3) menciptakan pusat wilayah produksi sesuai kemampuan agronomis, iklim, sosial, ekonomi, serta (4) menciptakan keterpaduan pembangunan sektor pertanian, industri dan sektor lainnya dalam memperluas kesempatan kerja (Baharsyah, 1987). Dalam penelitian ini, pengembangan agroindustri komoditas unggulan merupakan suatu upaya yang terintegrasi dalam pembentukan nilai tambah yang dapat memberikan manfaat dalam peningkatan efisiensi bahan baku, peningkatan pendapatan petani dan perluasan kesempatan kerja berbagai sektor yang mempunyai keterkaitan dengan pertanian, industri, jasa dan sektor lainnya. 2.4. Faktor Sukses Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan Agroindustri merupakan rangkaian kegiatan agribisnis yang berbasis pertanian yang saling berkaitan dalam suatu sistem produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran dan berbagai kegiatan atau jasa penunjangnya. Keterkaitan struktural antar sub-sistem sangat penting sebagai kunci sukses dalam membangun kekuatan

11 yang tangguh (Djamhari, 2004). Keterkaitan struktural antar sub-sistem memerlukan koordinasi dan sinergisitas kebijakan dan program secara lintas sektoral antara pusat dan daerah. Kebijakan ekonomi makro dan mikro diharapkan dapat menciptakan kesempatan dan kepastian usaha, peningkatan nilai tambah dan pendapatan atau daya beli penduduk (Djamhari, 2004). Nilai tambah pada kegiatan agroindustri dapat diperoleh melalui kegiatan pembersihan dan pengelompokan (grading), pemisahan, pemotongan, pencampuran dan pengolahan serta modifikasi kandungan kimia (Saefuddin, 1999). Masing-masing jenis dan tingkat kegiatan memiliki karakteristik pengembangan yang spesifik dalam hal tingkat kesulitan, modal kerja, tingkat resiko, teknologi yang dibutuhkan dan tingkat marjin yang diperoleh. Kebijakan seyogyanya mampu memberi insentif kepada pelaku agroindustri agar mengembangkan keseluruhan jenis kegiatan secara proporsional. Agroindustri yang memiliki sifat usaha berkelanjutan harus memperhatikan keseimbangan aspek manajemen dan konversi sumberdaya alam. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain teknologi dan kelembagaan yang sesuai dengan daya dukung lingkunganya, tidak menimbulkan degradasi/kerusakan, secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial dapat diterima masyarakat (Soekartawi, 2000). Dalam persepektif kelembangaan, mengindustrikan pertanian memerlukan tiga faktor pendukung, yaitu organisasi komersial, organisasi tak komersial dan lingkungan sehat berupa kombinasi berbagai keadaan dan suasana bermatra ekonomi, budaya dan politik yang menggairahkan usaha. Organisasi komersial berfungsi memasok sarana produksi pertanian (industri hulu), mengolah hasil pertanian untuk memperbaiki keterbatasan pasar dengan masa pemasaran yang lebih panjang (industri hilir), sebagai lembaga keuangan yang menyediakan kredit produksi (lembaga hulu) dan sebagai lembaga pemasaran komoditas yang dihasilkan (lembaga hilir). Industri hulu mencakup industri pembuat dan pengedar alat dan mesin pertanian, pupuk, pestisida dan benih. Organisasi tak komersial

12 berfungsi dalam jasa pendidikan, pelatihan, penyuluhan, informasi dan penelitian (Mosher, 1971). Perkembangan sektor agribisnis/agroindustri merupakan hasil kerja keras dengan perencanaan yang matang dan terpadu, serta melibatkan semua unsur yang terkait dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada (Antara, 2000). Perkembangan tersebut harus didukung oleh komitmen yang tinggi dari semua pihak yang berkompeten untuk mewujudkan sistem agribisnis/agroindustri yang tangguh dan kompetitif, baik di pasar domestik, regional maupun internasional. Salah satu negara yang telah mencapai keberhasilan dalam pengembangan sektor pertanian adalah negara Thailand. Menurut Antara (2000) terdapat beberapa keunggulan sistem pengembangan agribisnis Thailand yang dapat dijadikan pelajaran dan pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan agribisnis/agroindustri yang berorientasi pada pasar global, sehingga kinerja agribisnis/agroindustri di Indonesia dapat ditingkatkan. Keunggulan tersebut antara lain : (1) keunggulan di bidang penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan bibit unggul melalui rekayasa bioteknologi, bioproses dan kultur jaringan, (2) keunggulan dalam memfungsikan Badan Penyuluhan Pertanian Daerah (BPPD), (3) keunggulan dalam mengidentifikasi komoditas yang memiliki prospek bisnis dan pertumbuhan pasar yang tinggi, terutama untuk menembus pasar luar negeri, (4) keunggulan dalam memainkan strategi pemasaran yang handal dan efektif untuk penetrasi pasar melalui perwakilan Thailand di luar negeri dengan melakukan market intelejent untuk mengumpulkan informasi pemasaran yang selanjutnya disebarkan melalui media massa dan lembaga-lembaga terkait seperti BPPD, (5) kemampuan yang tinggi untuk memperpendek rantai pemasaran komoditas, (6) intervensi pemerintah dalam pengaturan pasar relatif kecil, sehingga memungkinkan mekanisme pasar dapat berjalan dan terciptanya efisiensi sistem pemasaran. Pemerintah Thailand lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan controller dari pada sebagai regulator sistem pemasaran, (7) kredit pertanian yang berbunga rendah dan tanpa agunan melalui berbagai kebijakan yang harus dijalankan oleh pihak perbankan, (8) arah dari sistem pengembangan agribisnis

13 diintegrasikan dengan agroindustri hilir yang bertujuan untuk menciptakan kegunaan (utility), terutama kegunaan waktu (time utility) dan kegunaan bentuk (form utility) melalui upaya pengolahan, pengalengan dan pengemasan. Keunggulan-keunggulan tersebut secara terpadu menciptakan kekuatan sinergik untuk mencapai integritas sistem komoditas agribisnis yang tinggi. Selanjutnya Thailand memiliki kiat-kiat khusus di bidang pemasaran produk-produk agribisnis dalam usaha merambah pasar luar negeri, antara lain : (1) melakukan market intelejent melalui perwakilan Thailand di luar negeri untuk mengumpulkan informasi pemasaran, dan menelaah peluang-peluang pasar yang potensial, (2) meningkatkan frekuensi keikutsertaan pengusaha agribisnis dalam trade fair di luar negeri yang bertujuan untuk promosi dan perkenalan produk, perkenalan personal bisnis, serta mempelajari peluang-peluang kerjasama, (4) memperkenalkan produk agribisnis dan makanan khas Thailand, (5) promosi di dalam negeri Thailand dilakukan melalui agrowisata dan kerjasama dengan perusahaan biro perjalan, media masa dan pengusaha, (6) perhatian serius terhadap penampilan dan mutu produk dalam upaya menembus persaingan di pasar global, (7) koordinasi yang sangat baik antara instansi pemerintah dengan asoiasi-asosiasi, terutama dengan board of trade (BOT), Federation of Thaiindustry Assoiation (FTA), dan Thailand Banking Assosiation (TBA), (8) kebijakan kargo udara melalui penyediaan ruang istimewa yang dialokasikan untuk barang-barang yang tak tahan lama, ongkos ditetapkan pada tingkat yang kompetitif, dan adanya pengaturan fasilitas cold storage untuk pengiriman. 2.5. Strategi Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan Negara agraris yang berada pada kompetisi global, memerlukan industrialisasi dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi dapat menjadikan agroindustri sebagai solusi bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut Huseini (2001) agroindustri seharusnya dijadikan tumpuan bagi pelaksanaan resource based strategy, karena sektor ini merupakan pendekatan terkini dalam fenomena globalisasi dan strategi bersaing yang dapat digunakan dalam menata ulang strategi pemasaran internasional Indonesia.

14 Pilihan pada strategi substitusi impor dalam pengembangan industri Indonesia yang berlangsung mulai akhir dekade 1960-an sampai pertengahan 1980-an telah membawa dampak negatif terhadap perkembangan industri. Kebijakan proteksi dan tata niaga yang berlebihan telah menyebabkan ekonomi biaya tinggi, rendahnya dayasaing/kompetitif industri di pasar dunia dan tidak terfokus dalam pengembangan industri pada keunggulan komparatif. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka badan-badan dunia (Bank Dunia dan IMF) menganjurkan agar negara-negara berkembang menerapkan strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor yang dikenal dengan strategi promosi ekspor (Tambunan, 2001). Krisis ekonomi menjelang akhir dekade 1990-an menunjukkan bahwa sebagian besar industri dengan strategi substitusi impor mengalami kemunduran karena tidak mampu bersaing di pasar dunia. Saragih (2001) menyatakan bahwa industri berbasis pertanian (agroindustri) merupakan sektor yang mampu mengatasi akibat-akibat dari krisis tersebut karena memiliki kandungan lokal yang tinggi. Agroindustri juga merupakan salah satu sektor yang dapat mempercepat proses ke arah terciptanya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan simultan dari ke seluruh subsistem yang ada. Saragih (2001) menambahkan bahwa dasar pemikiran strategi pengembangan industri berbasis pertanian adalah sebagai berikut : (1) agroindustri memiliki keterkaitan yang besar, baik ke hulu maupun ke hilir, sehingga menciptakan pengaruh ganda yang besar pada kegiatan-kegiatan tersebut, (2) kegiatan agroindustri memiliki basis pada sumberdaya alam, sehingga akan semakin memperbesar peluang untuk memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar dunia, disamping memiliki pasar domestik yang cukup terjamin, (3) kegiatan agroindustri pada umumnya menggunakan input yang dapat diperbaharui, sehingga kelangsungan kegiatan ini lebih terjamin dan tidak akan menimbulkan masalah krisis sumberdaya, (4) pasar untuk produk agroindustri memiliki peluang untuk terus berkembang karena kapasitas pasarnya masih cukup besar, sehingga memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi, (5) kegiatan agroindustri yang memiliki basis di pedesaan dapat menjadi wahana dalam usaha mengatasi kemiskinan, sehingga akan mengurangi kecenderungan terjadinya perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota, dan (6) kegiatan agroindustri di pedesaan akan menghasilkan

15 produk dengan muatan lokal yang relatif tinggi, sehingga akan memiliki akar yang lebih kuat pada kegiatan perekonomian desa. Untuk menciptakan sektor agroindustri yang tangguh, maka harus ada dukungan dari komponen-komponen sebagai berikut : (1) sumberdaya manusia yang berkualitas, (2) sistem pengolahan sumberdaya secara optimal dan berkesinambungan, (3) sistem informasi pasar yang dapat menuntun produk yang dihasilkan untuk berorientasi pasar, dan (4) sistem kerjasama kelembagaan dalam sistem agribisnis yang terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menciptakan sistem agribisnis yang tangguh dapat dilakukan dengan pendekatan pengembangan wilayah agroindustri komoditi unggulan (Todaro, 1997). Saragih (1998) menambahkan bahwa dalam rangka pembenahan sektor agribisnis, maka strategi yang dapat ditempuh adalah melalui pengembangan wilayah agroindustri sebagai motor penggerak sektor agribisnis dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis. Salah satu upaya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan wilayah agroindustri adalah dengan cara pengembangan sentra produksi, sehingga wilayah tersebut dapat dikembangkan secara menyeluruh baik sektoral maupun regional.