BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

1. Pengertian Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan yang berpusat kepada pelanggan atau customer centricity menjadi

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

Denpasar, Juli 2012

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan tingkat pendidikan) maupun dalam modal fisik, seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ekonomi Indonesia (2013) menyebutkan bahwa krisis. ekonomi pada tahun 2008 yang terjadi di beberapa kawasan di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku walaupun terjadi secara berlanjut dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian yang integral dalam pembangunan nasional, karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam perkembangan ekonominya akan dapat dicapai jika beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah tersebut mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan (Nuraini, 2003). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dapat dilihat melalui pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di daerah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan, 2007: 46-47). Sistem transportasi merupakan hal yang penting dan strategis dalam pembangunan di suatu negara. Sistem transportasi yang andal berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Keandalan sistem transportasi merupakan sarana penunjang bagi pembangunan ekonomi yang akan mendorong dan mendukung mobilitas penduduk dari suatu daerah/tempat ke daerah/tempat lain dan mendistribusikan barang dari satu daerah/tempat ke daerah/tempat lain. Pengembangan sistem transportasi harus didasarkan pada pengembangan yang berkelanjutan, yaitu melihat jauh ke depan, berdasarkan perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan berwawasan lingkungan (Munawar, 2007). Perencanaan pengembangan infrastruktur transportasi diharapkan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 1

2 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI), yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011, mempunyai sejumlah tujuan untuk merubah struktur ekonomi. Perubahan struktur perekonomian dari perekonomian berbasis sumber daya primer menjadi perekonomian berbasis nilai tambah, dilakukan dengan sinergi antara industrialisasi di hulu hingga hilir. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu upayaupaya pendukung yang akan berfungsi sebagai katalisator, terutama dalam hal dukungan infrastruktur yang akan mempercepat distribusi barang dan jasa yang diperlukan sebagai input faktor produksi serta moda transportasi yang aman, nyaman, dan berbasis kepentingan umum (Azis, 2011). Transportasi dilihat dari sudut teknis dan alat pengangkutannya, dapat dibagi enam (Kadir, 2006), yaitu. 1. Angkutan jalan raya atau highway transportation (road transportation), merupakan jenis transportasi dengan menggunakan kendaraan darat tanpa menggunakan infrastruktur rel. 2. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu transportasi menggunakan kereta api, trem listrik, dan sebagainya. Pengangkutan jalan raya dan rel kadangkadang digabungkan dalam golongan yang disebut rail and road transportation atau land transportation (transportasi darat). 3. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation), seperti pengangkutan sungai, kanal, danau dan sebagainya. 4. Pengangkutan pipa (pipeline transportation), seperti transportasi untuk mengangkut atau mengalirkan minyak tanah, bensin, dan air minum.

3 5. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan dengan menggunakan kapal laut yang mengarungi samudera. 6. Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation), yaitu pengangkutan dengan menggunakan kapal terbang melalui jalan udara. Pelayanan transportasi udara dan pembangunan ekonomi berinteraksi melalui serangkaian hubungan timbal balik. Analisis kecenderungan secara agregat menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara pengangkutan lewat udara (air travel) dan Gross Domestic Product (GDP) suatu wilayah, meskipun laju pertumbuhan dan mekanisme yang terjadi pada interaksi tersebut berbeda pada setiap kondisi perekonomian. Pemerintah memainkan peran penting pada interaksi transportasi udara pada pertumbuhan ekonomi melalui penerapan regulasi dan investasi pembangunan infrastruktur (Ishutkina dan Hansman, 2009). Menurut Presiden ICAO Council (International Civil Aviation Organitation), Assad Kohaite, penerbangan sipil (civil aviation) memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap kodisi perekonomian baik secara nasional, wilayah, dan global. Ketika ICAO didirikan pada tahun 1944, sedikitnya sembilan juta penumpang menggunakan jasa penerbangan dunia. Pada tahun 2004, jumlah penumpang pesawat udara mendekati 1,9 miliar dan barang/kargo yang diangkut melalui udara mencapai 37,7 miliar ton. Transportasi udara menciptakan jutaan lapangan kerja dan infrastruktur pendukung terhadap banyak industri di seluruh dunia (Air Transport Action Group/ATAG, 2005). Dampak perkembangan transportasi udara terhadap perekonomian, khususnya sektor tenaga kerja, pada tahun 2004 ditunjukkan pada Tabel 1.1.

4 Tabel 1.1 Tenaga Kerja yang Berkaitan dengan Transportasi Udara dan GDP pada Tahun 2004 Afrika Dampak Tenaga Kerja GDP (US$ juta) Output (US$ juta) Langsung 168.355 4.199 9.879 Tidak Langsung 208.434 4.861 11.166 Induksi 94.197 2.265 5.261 Total 470.986 11.325 26.307 Asia-Pasifik Dampak Tenaga Kerja GDP (US$ juta) Output (US$ juta) Langsung 1.182.064 54.510 123.956 Tidak Langsung 1.369.406 64.231 145.404 Induksi 637.867 29.685 67.340 Total 3.189.336 148.426 336.700 Eropa Dampak Tenaga Kerja GDP (US$ juta) Output (US$ juta) Langsung 1.513.704 98.556 211.680 Tidak Langsung 1.818.731 120.347 260.966 Induksi 833.109 54.726 118.161 Total 4.165.543 273.628 590.807 Amerika Latin dan Karibia Dampak Tenaga Kerja GDP (US$ juta) Output (US$ juta) Langsung 209.744 7.633 18.864 Tidak Langsung 247.672 8.820 21.523 Induksi 114.354 4.113 10.097 Total 571.770 20.566 50.483 Sumber: Air Transport Action Group/ATAG, 2005 Saling keterhubungan antara industri transportasi udara dan Gross Domestic Product (GDP) di Indonesia bersifat positif. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.1, jumlah penumpang tranportasi udara antara tahun 1992-2010

5 sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan GDP. Selama krisis ekonomi tahun 1997, GDP Indonesia jatuh pada angka 4,7 persen dan menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar 13 persen pada tahun 1998. Pada tahun 1999 jumlah penumpang pesawat udara turun secara signifikan dari 17 juta pada tahun 1996 menjadi 8 juta penumpang pada tahun 1999. Resesi ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 dapat juga digunakan untuk memberikan perspektif hubungan antara pertumbuhan GDP dan peran transportasi udara. Platform ekonomi yang lebih baik dan pertumbuhan yang cepat pada industri transportasi udara dapat dijadikan penjelasan mengapa GDP dan penumpang transportasi udara dapat bangkit dengan segera setelah resesi ekonomi pada tahun 2008 (Dharmawan, 2012). Gambar 1.1 Perbandingan antara Penumpang Transportasi Udara dan Pertumbuhan GDP di Indonesia Debbage (1999) mendefinisikan dua cara bagaimana availabilitas (ketersediaan) transportasi udara berpengaruh terhadap perekonomian daerah (lihat Mukkala dan Tervo, 2012: 6-7). Pertama, pembangunan bandara merupakan

6 investasi langsung pada ekonomi daerah dan menciptakan lapangan kerja secara on site. Multiplier effect pada investasi skala besar dapat terjadi secara signifikan pada sektor-sektor penyediaan barang dan sisi transportasi darat (ground transportation). Kedua, keberadaan transportasi udara dapat mengubah mata rantai ekonomi suatu daerah dengan daerah lainnya serta menciptakan perbedaan keunggulan wilayah (regional competitiveness). Meskipun terdapat hubungan atau korelasi yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dengan air traffic (transportasi udara), hubungan kausalitas di antara keduanya belum sepenuhnya dapat dijelaskan, terutama untuk kasus di Indonesia. Penelitian mengenai dampak ekonomi dari transportasi udara pada perekonomian daerah masih relatif sedikit bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di bandara besar di pusat-pusat kota (core region). Wilayah Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau tentunya memiliki karakteristik yang berbeda juga dalam hubungan kausalitas antara perkembangan perekonomian dengan perkembangan transportasi udara di satu daerah dengan daerah lainnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bahwa adanya infrastruktur transportasi udara di suatu daerah berkorelasi dengan perekonomian di daerah tersebut, meskipun demikian arah hubungan kausalitas diantara aktivitas transportasi udara dan perekonomian daerah belum bisa dipastikan. Dengan mengetahui arah hubungan kausalitas tersebut diharapkan dapat membantu memberikan pertimbangan skala prioritas kebijakan pembangunan daerah dalam kaitannya dengan pengembangan infrastruktur transportasi udara bagi stakeholder yang berkompeten, baik di pusat maupun daerah.

7 Berdasarkan rumusan permasalahan seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana identifikasi arah hubungan kausalitas antara aktivitas transportasi udara dengan perekonomian daerah pada lima belas provinsi di Indonesia pada tahun 2002-2011? 2. Bagaimana kecenderungan arah kausalitas yang terjadi dalam interaksi aktivitas transportasi udara pada perekonomian daerah secara kewilayahan di Indonesia pada tahun 2002-2011? Penelitian ini dilaksanakan dengan pengambilan data di lima belas provinsi di Indonesia yaitu: Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku pada tahun 2002-2011. Analisis kewilayahan dilakukan dengan membagi ke-lima belas provinsi tersebut dalam lima subwilayah, yaitu: 1) subwilayah Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, NAD); 2) subwilayah Jawa (Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur); 3) subwilayah Bali-NTB-NTT (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur); 4) subwilayah Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan); 5) subwilayah Sulawesi-Maluku (Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Produk Domestik Regional Bruto per kapita pada harga konstan tanpa minyak dan gas bumi per provinsi, jumlah penumpang pesawat di bandara internasional per provinsi per tahun, jumlah kargo di bandara internasional per provinsi per tahun, jumlah tenaga kerja per provinsi per tahun.

8 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai transportasi udara dan aktivitas perekonomian telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, namun penelitian mengenai hubungan kausalitas antara transportasi udara dan pembangunan ekonomi daerah di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Tabel 1.2 menunjukkan beberapa penelitian yang telah dilakukan. Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu mengenai Transportasi Udara dan Aktivitas Perekonomian No Nama Peneliti Alat Analisis Kesimpulan 1. Ishutkina dan Hansman (2009) 2. Mukkala dan Tervo (2012) 3. Sheard (2012) Country-level Trend Analysis Granger non causality panel data Ordinary Least Square (OLS) Pelayanan transportasi udara dan aktivitas pembangunan ekonomi berinteraksi melalui serangkaian hubungan timbal balik. Terdapat korelasi antara aktivitas angkutan udara dan Gross Domestic Product (GDP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk daerah yang jauh dari pusat (remote region) aktivitas transportasi udara lebih berfungsi sebagai pendorong pembangunan bagi wilayah, sedangkan di daerah pusat (core region) pertumbuhan ekonomi cenderung untuk meningkatkan aktivitas transportasi udara. Pada daerah metropolitan setiap peningkatan 10 persen frekuensi penerbangan akan menyebabkan penurunan tenaga kerja lokal sektor manufaktur sebesar 0,20 persen, dan kenaikan tenaga kerja lokal sektor perdagangan jasa sebesar 0,25 persen.

9 No Nama Peneliti Alat Analisis Kesimpulan 4. Dharmawan (2012) 5. Florida, Mellander, dan Holgersson (2012) Bardsen Transformation Model Ordinary Least Square (OLS) Terdapat hubungan atau korelasi positif antara tranportasi udara dan perkembangan/pembangunan ekonomi terutama dalam hubungannya terhadap sektor pariwisata. Kebijakan pemerintah memiliki arti penting dalam merangsang pertumbuhan transportasi udara. Infrastruktur transportasi udara memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah. Tingkat skala dari pengaruh infrastruktur transportasi udara (dalam hal ini airport/bandara) dalam pembangunan daerah adalah sama dengan peran sumber daya manusia. Tabel 1.2 menunjukkan beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai peran dan pengaruh aktivitas transportasi khususnya transportasi udara terhadap aktivitas perekonomian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah dalam hal lokasi penelitian, periode data yang digunakan, dan definisi variabel yang digunakan. Penelitian ini mengacu terutama pada penelitian yang dilakukan oleh Mukkala dan Tervo (2012) tentang hubungan kausalitas antara aktivitas transportasi udara dengan aktivitas perekonomian di wilayah Eropa, tetapi berbeda dalam hal lokasi penelitian dan definisi variabel yang digunakan. Penelitian ini menggunakan variabel jumlah penumpang pesawat udara dan jumlah kargo sebagai bagian dari aktivitas transportasi udara, serta nilai PDRB dan jumlah tenaga kerja sebagai bagian dari perekonomian daerah.

10 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah. 1. Mengidentifikasi hubungan kausalitas antara aktivitas transportasi udara dengan perekonomian daerah pada lima belas provinsi di Indonesia pada tahun 2002-2011. 2. Menganalisis kecenderungan arah kausalitas yang terjadi dalam interaksi aktivitas transportasi udara pada perekonomian daerah secara kewilayahan di Indonesia pada tahun 2002-2011. 1.3.2 Manfaat penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada. 1. Pemerintah/Pengambil Kebijakan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna untuk memahami pengaruh perkembangan infrastruktur, dalam hal ini transportasi udara, terhadap pembangunan ekonomi sehingga dalam implikasi kebijakannya, pemerintah dapat memperhatikan skala prioritas pembangunan infrastruktur tersebut bagi daerah yang lebih membutuhkan. 2. Akademisi a. Penelitian ini diharapkan akan menambah referensi dibidang pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi udara di daerah. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, sehingga mendukung aktivitas kerja di instansi peneliti yaitu Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika DIY.

11 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disusun dengan menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan terdiri atas latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II terdiri atas tinjauan pustaka, alat analisis, dan cara penelitian. Bab III berupa analisis data yang menguraikan tentang metode penelitian, hasil analisis, dan pembahasan. Bab IV berisi tentang kesimpulan dan saran, yang memaparkan kesimpulan hasil analisis dan saran berikut masukan implikasi kebijakan untuk pemerintah daerah.