BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

AGRIBISNIS KENTANG DI KABUPATEN WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. Dimana penggunaan lahan di wilayah Indonesia sebagian besar diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

STUDI IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN YANG BERORIENTASI PASAR DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

III KERANGKA PEMIKIRAN

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA DESA BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

SUMBER, STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA DESA DUKUHREJO

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

METODE PENELITIAN. Data dan Surnber Data

Transkripsi:

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas pertanian (Rp/luas lahan), peningkatan modal usahatani serta peningkatan keuntungan usahatani. Secara keseluruhan pengembangan kegiatan usahatani masih rendah, dimana sebesar 60 persen dari petani mengalami pengembangan usahatani yang masih rendah. Pengembangan usahatani tinggi hanya sebesar 22,5 persen saja. Untuk petani pengembangan usahataninya mengalami peningkatan sedang hingga tinggi masing 40 persen, sedangkan yang mengalami pengembangan usahatani rendah hanya 20 persen saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengembangan usahatani petani belum optimal. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pengembangan Kegiatan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 7 6 6 4 4 4 3 22. 17. 1 (1) Pengembangan Usahatani rendah (2) Pengembangan Usahatani sedang (3) Pengembangan Usahatani tinggi Perbedaan tingkat pengembangan usahatani antara petani dan non sangat berbeda jauh disebabkan karena adanya peningkatan keuntungan yang tinggi pada petani, dimana sebagian besar dari mereka baru saja menggeluti sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Sehingga tidak dapat

53 dikatakan bahwa pengembangan usaha tani bagi petani lebih baik dibanding petani. Pengkategorian tingkat pengembangan usahatani rendah, sedang dan tinggi dilakukan dengan pengakumulasian pada empat indikator yaitu penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas pertanian (Rp/luas lahan), peningkatan modal usahatani serta peningkatan keuntungan usahatani. Keempat indikator tersebut akan dibahas pada bab sub-bab selanjutnya. 6.1.1 Peningkatan Modal Usahatani Dalam melihat pengembangan usahatani, perlu juga untuk melihat seberapa besar upaya kelembagaan kelompok tani untuk mendorong nya memiliki usaha lain diluar usaha pertanian yang dominan sampai saat ini sebagai produsen primer. Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Peningkatan usaha yang dikerjakannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 7 6 6 6 4 4 4 3 1 (1) Tidak terjadi penambahan usaha yang dikerjakan (2) Terjadi penambahan usaha yang dikerjakan Hasil yang didapatkan pada Gambar 13 menunjukkan bahwa, kelembagaan kelompok tani dominan tidak memiliki usaha lain di luar sektor pertanian. Terlihat bahwa kelembagaan kelompok tani belum optimal dalam meningkatkan usaha petani nya untuk berinovasi dalam peningkatan usahanya. Peningkatan jiwa kewirausahaan dalam diri petani belum terlihat nyata. Beberapa petani mengakui bahwa waktu dan energi mereka terlalu banyak tercurah untuk penggarapan lahan, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk mengerjakan usaha lain. Berbeda dengan 40 persen petani yang

54 telah mencoba untuk berinovasi menggubah komoditi pertanian mereka dari mentah menjadi setengah mentah atau yang sudah siap konsumsi. Mereka mengakui bahwa dengan menjual dalam bentuk setengah mentah atau yang sudah siap konsumsi, nilai jualnya lebih tinggi. Kurangnya jiwa kewirausahaan dalam diri petani juga disebabkan karena mereka kurang memiliki akses kepada sumberdaya finansial berupa modal usaha. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 14, dimana sebagian besar petani atau sebesar 55 persen peningkatan modal usahanya rendah, sedangkan berbanding terbalik dengan kelembagaan kelompok tani, peningkatan modal usahanya tinggi sebesar 40 persen. Peran kelembagaan kelompok tani sebagai unit usaha diharapkan mampu untuk mempermudah akses nya dalam mendapatkan sumberdaya finansial berupa modal, namun pada kenyataanya hal tersebut belum dapat dijalankan dengan optimal oleh kelembagaan kelompok Tani Sauyunan. Akses terhadap sumberdaya finansial berupa modal segar masih sangat terbatas. Dari seluruh Kelembagaan Kelompok tani Sauyunann yang terdaftar, hanya 35,5 persen saja yang sudah pernah akses terhadap modal. Besarnya modal yang dipinjamkan oleh mitra kelembagaan Kelompok Tani pun terbatas, antara Rp200.000 hingga Rp500.000 per. Gambar 14. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Modal Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 6 55% 4 4 4 3 27, 17, 1 (1) Peningkatan modal usaha rendah (2) Peningkatan modal (3) Peningkatan modal usaha sedang usaha tinggi

55 6.1.2 Peningkatan Produktivitas dan Keuntungan Usahatani Peningkatan output pertanian pada penelitian ini lebih mengkaji mengenai peningkatan hasil produksi yang dihasilkan petani. Terlihat pada Gambar 15, bahwa kelembagaan kelompok tani belum mampu dalam mendorong peningkatan hasil produksi yang dihasilkan oleh nya. Peningkatan hasil produksi pertanian sebagian besar atau sebanyak 50 persen masih rendah, sehingga menyebabkan peningkatan keuntungan petani pun masih rendah. Hal ini terlihat berbeda dengan hasil yang diterima oleh kelompok tani. Sebesar 53.3 persen kelompok tani mendapatkan hasil produksi yang tinggi dibandingkan dengan kelompok tani. Gambar 15. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Hasil Produksi Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 6 53,33% 4 3 27, 27,67% 27, 1 (1) Peningkatan hasil produksi rendah (2) Peningkatan hasil produksi sedang (3) Peningkatan hasil produksi tinggi Kegiatan bertani merupakan usaha utama yang dijalankan sebagian besar petani kelompok tani. Pengakumulasian modal yang rendah juga turut serta mengakibatkan jumlah hasil produksi yang dihasilkannya rendah. Selain itu penggunaan input pertanian yang kurang memadai serta masa tanam yang kurang, ikut berperan dalam berkurangnya jumlah hasil produksi yang dihasilkannya. Petani yang ada di Desa Iwul merupakan petani panggan dengan komoditas utama tanaman palawija, seperti singkong, umbi-umbian, kacang tanah, kacang panjang dan jagung. Selama ini petani hanya mampu memberikan pupuk kandang saja dalam mendukung pertumbuhan tanaman panggannya. Hal itu pun dilakukan hanya satu kali selebihnya hanya disiangi saja. Pada dasarnya petani telah

56 mengetahui bagaimana cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil produksinya, salah satunya dengan memberikan pupuk TS atau pupuk urea, namun kebanyakan petani menolak untuk menggunakannya karena kendala modal yang dimilikinya. Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Kecamatan Parung pada dasarnya telah membantu petani kelembagaan kelompok Tani Sauyunan untuk mencari alternatif pupuk yang dapat digunakan petani tanpa harus mengeluarkan biaya banyak, yaitu dengan mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik. Namun pembuatan pupuk organik dirasa merepotkan bagi petani, sehingga mereka lebih memilih menggunakan pupuk kandang yang banyak tersedia di desa tersebut. Gambar 16. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Keuntungan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 6 53,33% 4 3 1 (1) Peningkatan keuntungan rendah 27, 27,67% (2) Peningkatan keuntungan sedang 22, (3) Peningkatan keuntungan tinggi Keterdesakan kebutuhan untuk hidup juga menyebabkan rendahnya hasil produksi. Masa tanam untuk singkong saja paling tidak antara delapan sampai sembilan bulan, namun mayoritas petani mempersingkat hanya sampai enam hingga tujuh bulan masa tanam. Selain itu, petani juga lebih memilih menjual hasil produksi secara mentah, tidak di olah terlebih dahulu. Seperti pada penjualan kacang tanah. Harga kacang tanah di Desa Iwul pada bulan Januari mencapai Rp 3.500 per kilogram untuk kacang tanah basah. Sedangkan untuk kacang tanah yang telah dikeringkan bisa mencapai Rp 12.000 hingga Rp 15.000 per kilogram. Proses pengeringan yang membutuhkan waktu yang lebih dan dengan keadaan musim hujan yang tidak menentu, menuntut petani untuk menjual hasil produksi kacang tanahnya dengan keadaan basah.

57 6.1.3 Penerapan Diversifikasi Usahatani Salah satu strategi yang dilakukan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam meningkatkan keuntungan petani nya ialah dengan melakukan berbagai penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, duku, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan penyuluhan dan pelatihan ini ternyata meningkatkan pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6. (lihat Bab V) bahwa 35 persen petani bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Berbeda dengan 27, 5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan pada penyuluhan dan pelatihan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani yaitu karena faktor usia serta ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah. Meningkatnya pengetahuan yang dimiliki petani ternyata tidak membuat petani untuk melakukan diversifikasi tanaman yang lebih menguntung pada lahan garapannya. Hanya sebesar 20 persen dari kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan saja yang menerapkannya diversifikasi tanaman yang menguntungkan seperti sengon, rambutan, durian dan jagung. Sebanyak 38 persen petani hanya menanam jenis umbi-umbian seperti singkong dan ketela saja pada lahan garapannya. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman umbi-umbian yang tidak menuntut mereka untuk pembelian benih, tidak seperti pada tanaman jagung dan kacang. Perawatan yang mudah dan murah juga ikut mempengaruhi petani dalam menentukan tanaman yang digarapnya. Sebanyak 42,50 persen lainnya menerapkan diversifikasi tanaman menguntungkan yang didapatnya dari jaringan diluar kelembagaan kelompok tani. Tanaman yang coba mereka budidayakan seperti terung, tebu telur dan berbagai jenis anggrek.

58 Gambar 17. Sebaran Responden Menurut Penerapan Diversifikasi Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen) 6 4 3 1 38% 53,33% (1) Tidak menerapkan diversifikasi tanaman 46,67% 42, (2) Menerapkan diversifikasi tanaman bukan dari kelompok (3) Menerapkan diversifikasi tanaman dari kelompok 6.2 Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Pengembangan Usahatani Anggota Berdasarkan hasil temuan lapang, terdapat hubungan antara pengorganisasian kegiatan produksi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani nya. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,619. Hasil ini menjunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan yang cukup berarti antara pengorganisasian kegiatan produksi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani nya. Semakin baik pengorganisasian kegiatan produksi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik pula pengembangan usahatani nya Hasil perhitungan korelasi spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 6. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan pengorganisasian kegiatan produksi yang dilakukan kelembagaan kelompok tani belum baik, pengembangan kegiatan usahataninya pun rendah. sebesar 35 persen responden. Berbeda dengan 15 persen responden lain yang menyatakan bahwa pengorganisasian kegiatan produksi kelembagaan kelompok tani cukup baik, sehingga pengembangan usahataninya pun sedang. Begitu juga yang dirasakan 12,5 persen responden yang menyatakan bahwa pengorganisasian kegiatan produksi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani tinggi, mengalami pengembangan usahataninya tinggi pula.

59 Tabel 6. Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Produksi dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) Pengembangan usahatani (%) Total (%) rendah sedang tinggi Pengorganisasian kegiatan produksi (%) Rendah 35 2,5 0 37,5 Sedang 22,5 15 10 47,5 tinggi 2,5 0 12,5 15 Total (%) 55 17,5 22,5 100 Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0 6.3 Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dengan Pengembangan Usahatani Anggota Berdasarkan hasil temuan lapang, terdapat hubungan antara pengorganisasian kegiatan distribusi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani nya. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,630. Hasil ini menjunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan yang cukup berarti antara pengorganisasian kegiatan distribusi dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani nya. Semakin baik pengorganisasian kegiatan distribusi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik pula pengembangan usahatani nya Hasil perhitungan korelasi Spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 7. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan pengorganisasian kegiatan distribusi yang dilakukan kelembagaan kelompok tani belum baik, pengembangan kegiatan usahataninya pun rendah. sebesar 50 persen responden. Berbeda dengan 7,5 persen responden lainnya yang menyatakan bahwa pengorganisasian kegiatan distribusi kelembagaan kelompok tani cukup baik, sehingga pengembangan usahataninya pun sedang. Begitu juga yang dirasakan 20 persen responden yang menyatakan

60 bahwa pengorganisasian kegiatan distribusi yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani tinggi, mengalami pengembangan usahataninya tinggi pula. Tabel 7. Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) Pengembangan usahatani (%) rendah sedang tinggi Total (%) Pengorganisasian kegiatan distribusi (%) Rendah 50 10 2,5 62,5 Sedang 5 7,5 0 12,5 Tinggi 5 0 20 25 Total (%) 60 17,5 22,5 100 Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0 6.4 Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dengan Pengembangan Usahatani Anggota Berdasarkan hasil temuan lapang, terdapat hubungan antara pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani nya. Melalui perhitunngan korelasi Spearman, didapatkan nilai probability value sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,666. Hasil ini menjunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan yang cukup berarti antara pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif dari kelembagaan kelompok tani dengan pengembangan usahatani nya. Semakin baik pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani, maka semakin baik pula pengembangan usahatani nya Hasil perhitungan korelasi Spearman tersebut, juga dapat terlihat distribusi sebarannya dalam Tabel 8. Tabulasi silang tersebut memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif yang dilakukan kelembagaan kelompok tani belum baik, pengembangan kegiatan usahataninya pun rendah. sebesar 52,5 persen responden. Berbeda dengan 7,5 persen responden lainnya yang menyatakan bahwa pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif kelembagaan kelompok tani cukup baik, sehingga pengembangan usahataninya pun sedang. Begitu juga yang dirasakan 7,5 persen

61 responden yang menyatakan bahwa pengorganisasian konsumsi produktif yang dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani tinggi, mengalami pengembangan usahataninya tinggi pula. Tabel 8. Hubungan Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dengan Derajat Pengembangan Usahatani Anggota (dalam persen) Pengembangan usahatani (%) Total (%) rendah sedang tinggi Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif (%) Rendah 52,5 5 0 57,5 Sedang 0 7,5 15 22,5 tinggi 7,5 5 7,5 20 Total (%) 60 17,5 22,5 100 Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0